PERBEDAAN BURNOUT PADA KARYAWAN DI ORGANISASI PROFIT DAN ORGANISASI NON-PROFIT
Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma
Vianey Yona Widya Sasmita
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan burnout yang dialami oleh karyawan yang bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 300 orang, diantaranya 150 orang bekerja di organisasi profit dan 150 orang bekerja di organisasi non-profit dengan masa kerja minimal 1 tahun. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yakni menggunakan skala burnout yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala burnout memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,946. Hasil analisis deskriptif data menunjukan mean empiris pada organisasi profit dan organisasi non profit sebesar 52,89 dan 55,05 lebih kecil dari mean teoritis sebesar 101,5 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Teknik analisis data menggunakan uji U (U-test). Hasil penelitian diperoleh 0,310 (p > 0,05) yang artinya tidak ada perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan karyawan yang bekerja di organisasi non-profit.
THE DIFFERENCE OF BURNOUT IN EMPLOYEES AT FOR-PROFIT AND NON-PROFIT ORGANIZATIONS
Study in Psychology in Sanata Dharma University
Vianey Yona Widya Sasmita
ABSTRACT
This research aimed to comprehend a significant difference of burnout experienced by employees working in the for-profit and non-profit organizations. The hypothesis of this research was burnout on employees in non-profit organizations is higher than the employee profit organization. Subjects in this study amounted to 300 people, including 150 people working in profit organizations and 150 people working in non-profit organizations with a minimum term of one year. Data collection tool in this study is burnout scale and it was developed by the researcher ownselve. Burnout scale has a reliability coefficient of 0.946. Descriptive analysis of data showed the mean empirical profit organizations and non-profit organizations amounted to 52.89 and 55.05 is smaller than the theoretical mean of 101.5 with p = 0.000 (p <0.05). Data were analyzed using U-test. The research result was 0.310 (p> 0.05), which means there is no significant difference of burnout on employees working in profit organizations and employees working in non-profit organizations.
i
PERBEDAAN BURNOUT PADA KARYAWAN DI
ORGANISASI PROFIT DAN ORGANISASI NON-PROFIT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Vianey Yona Widya Sasmita
119114057
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
“Terbentur, Terbentur, Terbentur, Terbentuk”
-Tan Malaka
Segala Perkara Dapat Kutanggung didalam DIA Yang Memberi
Kekuatan Kepadaku
Filipi 4:13
Kasih Karunia Tuhan Yesus Menyertai Kamu Sekalian, Amin
Wahyu 22:14
What is impossible with men is possible with God
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terkhusus karya ilmiah ini saya persembahkan untuk :
Allah yang maha kuasa yang selalu menyertai dalam pengerjaan
hingga detik-detik yang sangat krusial dan mendesak
Orang tua ( mama dan papa) juga dek ayu atas cintanya
vii
PERBEDAAN BURNOUT PADA KARYAWAN DI ORGANISASI PROFIT DAN ORGANISASI NON-PROFIT
Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma
Vianey Yona Widya Sasmita
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan burnout yang dialami oleh karyawan yang bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 300 orang, diantaranya 150 orang bekerja di organisasi profit dan 150 orang bekerja di organisasi non-profit dengan masa kerja minimal 1 tahun. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yakni menggunakan skala burnout yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala burnout memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,946. Hasil analisis deskriptif data menunjukan mean empiris pada organisasi profit dan organisasi non profit sebesar 52,89 dan 55,05 lebih kecil dari mean teoritis sebesar 101,5 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Teknik analisis data menggunakan uji U (U-test). Hasil penelitian diperoleh 0,310 (p > 0,05) yang artinya tidak ada perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan karyawan yang bekerja di organisasi non-profit.
viii
THE DIFFERENCE OF BURNOUT IN EMPLOYEES AT FOR-PROFIT AND NON-PROFIT ORGANIZATIONS
Study in Psychology in Sanata Dharma University
Vianey Yona Widya Sasmita
ABSTRACT
This research aimed to comprehend a significant difference of burnout experienced by employees working in the for-profit and non-profit organizations. The hypothesis of this research was burnout on employees in non-profit organizations is higher than the employee profit organization. Subjects in this study amounted to 300 people, including 150 people working in profit organizations and 150 people working in non-profit organizations with a minimum term of one year. Data collection tool in this study is burnout scale and it was developed by the researcher ownselve. Burnout scale has a reliability coefficient of 0.946. Descriptive analysis of data showed the mean empirical profit organizations and non-profit organizations amounted to 52.89 and 55.05 is smaller than the theoretical mean of 101.5 with p = 0.000 (p <0.05). Data were analyzed using U-test. The research result was 0.310 (p> 0.05), which means there is no significant difference of burnout on employees working in profit organizations and employees working in non-profit organizations.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“Perbedaan Burnout Pada Karyawan di Organisasi Profit dan Organisasi
Non-Profit”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dan
memenuhi salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Psikologi di Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak serta dukungan yang diperoleh dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widianto, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
3. Ibu Debri Prestinella, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik saya di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas
bimbingannya kurang lebih selama 5 tahun ini, sehingga saya mampu
menyelesasikan kuliah dengan baik.
4. Ibu P. Henrietta, P. D. A. D. S., S.Psi, M.A. selaku dosen pembimbing
skripsi. Terimakasih atas segala bimbingannya, bantuannya, kesabarannya,
dan kerelaan waktunya yang diberikan selama proses penyusunan skripsi
saya. Maksih ya mbak, maaf jikalau banyak salah dalam bimbingannya.
xi
5. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi., Bapak Minta Istono, M. Si. yang
telah bersedia memberikan waktu dan kesempatan bagi saya untuk
berkonsultasi terkait skripsi saya. Terimakasih juga atas masukan yang
diberikan kepada saya.
6. Terimakasih kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan
saya pelajaran terkait mata kuliah yang saya ambil di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
7. Terimakasih kepada seluruh staff fakultas psikologi: Ibu Nanik, Mas
Gandung, Mas Muji, Pak Gi yang telah membantu dalam segala keperluan
baik secara teknis dan administrasi dalam keperluan menyelesasikan studi
di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
8. Terimakasih teruntuk Bapak dan Ibu saya yang sabar dalam menanti
anaknya menyelesaikan studi dan skripsi. Terimakasih juga atas doa,
bimbingan, dan nasehat yang diberikan kepada saya.
9. Terimakasih buat Adek Ayu yang selalu memberikan semangat dan doa
agar segera terselesaikannya penyusunan skripsi saya.
10.Terimakasih juga buat saudara-saudara yang selalu memberikan
dukungan, semangat, dan doa agar segera menyelesaikan skripsi.
11.Thanks for you Nidia Gabriella Indyaningtyas akan segala pengorbanan,
dukungan, suka duka, waktu, kerelaan yang diberikan meskipun kita
sama-sama sibuk untuk menyelesaikan skripsi dan kewajiban lainnya. Semoga
xii
12.Matur nuwun untuk teman-teman Journey Coffee (Arga, Veni, Bram,
Gerald, Vander) yang telah memberikan wadah untuk berbagi dalam hal
berwirausaha yang ternyata tidak segampang dan semudah yang di
bicarakan orang di seminar-seminar dan yang tertulis di buku-buku sukses
wirausaha.
13.Matur nuwun Suhu Barkah Iskandar dan Adigor teman satu kontrakan
saya selama kurang lebih dua tahun. Terimakasih akan suka dan dukanya
tinggal bersama.
14.Heeeiiii Angga dan Adi teman satu perjuangan di awal semester, dan
teman pertama saya saat ada di Jogjakarta. Terimakasih telah banyak
membantu dan mensupport satu sama lain, see you on top brooohhh.
15.Terimakasih teman-teman Panitia AKRAB PSIKOLOGI 2015 yang luar
biasa, dan memberikan pengalaman yang tak ternilai di akhir kepanitiaan
yang saya ikuti selama kuliah. Terbaaaaeeeeekkkkk !!!!!!!!
16.“Work Hard Play Hard” kalian PANTI AKSI 2015 ELA, VICO, ELIS makasih akan pengorbanan bersama saat harus berjuang dan rela
meninggalkan skripsi hanya demi kesuksesan bersama. See you on TOP
!!!
17.Matur nuwun Lur nggo kowe-kowe kabeh orang-orang tergila yang pernah
saya kenal selama masa kuliah. Semoga kelak bisa bertemu kalian kembali
dengan cerita yang lebih seru dan tetap gila, THANKS 9114
xiii
18.Terimakasih buat semua orang yang telah berpartisipasi membantu
mencarikan responden dalam penelitian yang sedang saya kerjakan dan
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
19.Terimakasih juga kepada semua responden yang bersedia meluangkan
waktunya dan berpartisipasi dalam penelitian ini. Tuhan memberkati anda.
20.Terimakasih buat teman-teman satu bimbingan Padepokan Mbak Etta
yang telah membantu saya dalam pertanyaan-pertanyaan yang sering saya
tanyakan pada kalian. Makasih ya gaaeessss. Segera menyusul yang lain.
Selamat berjuang!!
21.Untuk teman-teman Gas Sumbawa semoga saya bisa ikut ya, hati hati
kalian kalau misalkan saya tidak ikut.
Penulis menyadari akan segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dan menerima kritik dan saran yang terkait
dalam skripsi ini.
Yogyakarta, 13 Juni 2016
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .. Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
xv
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoritis ... 9
2. Manfaat Praktis ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. BURNOUT ... 10
1. Pengertian Burnout ... 10
2. Dimensi Burnout ... 11
3. Faktor Yang Mempengaruhi Burnout ... 13
B. ORGANISASI ... 15
C. PERBEDAAN BURNOUT PADA KARYAWAN DI ORGANISASI PROFIT DAN ORGANISASI NON PROFIT ... 17
D. KERANGKA BERFIKIR ... 20
E. HIPOTESIS ... 21
BAB III METODE PENELITIAN... 22
A. Jenis Penelitian ... 22
B. Identifikasi Variabel ... 22
C. Definisi Operasional... 22
D. Subjek Penelitian ... 23
xvi
F. Validitas dan Reliabilitas ... 26
G. Metode Analisis Data ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Pelaksanaan Penelitian ... 31
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 32
C. Deskripsi Data Penelitian ... 34
D. Hasil Analisis Data Penelitian ... 36
E. Analisis Tambahan ... 39
F. Pembahasan ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor untuk setiap respon item Burnout ... 24
Tabel 2. Distribusi Sebaran Item Skala Bunrout ... 25
Tabel. 3 Distribusi Item Skala Burnout... 26
Tabel 4. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32
Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Rentang Usia ... 32
Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Rentag Lama Bekerja ... 33
Tabel 7. Deskripsi Subjek Berdasarkan Status Relasi ... 34
Tabel 8. Data mean teoritis dan mean empirirs... 35
Tabel 9. One-sample Test ... 35
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Organisasi Profit ... 36
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Organisasi Non-Profit ... 37
Tabel 12. One-Sample T-test Organisasi Non-profit ... 37
Tabel 13. Independent Samples T-test ... 38
Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas ... 38
Tabel 15. Analisis Data Dimensi Kelelahan Emosional ... 39
Tabel 16. One-sample t-test dimensi Kelelahan Emosional ... ..40
Tabel 17. Analisis Data Dimensi Depersonalisasi ... 40
xviii
Tabel 19. Analisis Data Dimensi Rendahnya Pencapaian Prestasi Diri ... 41
Tabel 20. One-sample t-test dimensi Rendahnya Pencapaian Prestasi Diri... 42
Tabel 21. Tabel Mann Whitney U... 42
Tabel 22. Tabel Mann Whitney U... 43
Tabel 23. Tabel Mann Whitney U... 44
Tabel 24. Tabel Mann Whitney U... 45
Tabel 25. Tabel Mann Whitney U... 45
Tabel 26. Tabel Mann Whitney U... 46
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian ... 60
Lampiran 2. Reliabilitas Skala Burnout ... 69
Lampiran 3. Hasil Uji T Mean Teoritik dan Mean Empiris ... 739
Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas ... 75
Lampiran 5. Hasil Uji T ... 77
Lampiran 6. Hasil Analisi tiap Dimensi ... 79
Lampiran 7. Uji Beda Mean Tiap Dimensi ... 82
Lampiran 8. Analisis Tambahan ... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala BPS Suryamin mengemukakan melalui situs online
sekertariat kabinet republik Indonesia, selasa (5/5/2015) secara
keseluruhan jumlah angkatan kerja di Indonesia terus bertambah setiap
tahunnya. Pada tahun 2015 sendiri bertambah sekitar 6,4 juta orang
dibanding tahun 2014 (http://www.setkab.go.id/). Hal ini menunjukan
bahwa jumlah pekerja di Indonesia terus mengalami peningkatan sejalan
dengan kemajuan perkembangan di bidang industri.
Kemajuan di bidang industri ini menyebabkan semakin tingginya
tuntutan yang harus dilakukan oleh pekerja di sebuah industri tertentu.
Salah satu dampak yang muncul dari adanya tuntutan pekerjaan yang
tinggi adalah stres kerja. Stres kerja muncul dari masalah-masalah yang
sering dihadapi di tempat kerja antara lain, rutinitas pekerjaan yang
monoton, konflik dan hubungan yang tak harmonis sesama pegawai atau
dengan atasan, persaingan yang ketat, tuntutan kerja, pekerjaan yang
bertumpuk, serta gaji yang tak sesuai. Masalah tersebut dapat
mengakibatkan kelelahan baik secara emosi dan fisik pada karyawan
(Dwivedi, dalam Ramon 2007).
Stres kerja yang dialami oleh individu dalam jangka waktu yang
emosional (Leatz & Stolar, 1993). Saat ini burnout menjadi masalah
krusial di dunia kerja, karena seringkali menghambat laju kinerja para
karyawan.
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger
pada tahun 1974 untuk menggambarkan perasaan kegagalan dan kelesuan
akibat tuntutan yang terlalu membebani tenaga dan kemampuan seseorang.
Stanm (2005) dalam ProQUOL Manual menjelaskan burnout dalam
perspektif penelitian, adalah perasaan tanpa harapan dan kesulitan untuk
melakukan pekerjaan secara efektif. Selanjutnya Stanm (2005)
menjelaskan bahwa biasanya perasaan negatif itu muncul secara perlahan
ketika pekerja merasa bahwa usaha yang dilakukan tidak membawa
perubahan apapun.
Burnout seringkali muncul dikarenakan rutinitas serta tekanan
yang tinggi dalam kesehariaannya (Cooper dkk., 2001). Burnout bukan
merupakan gejala dari stress kerja, tetapi burnout merupakan hasil dari
stres kerja yang tidak mampu dikendalikan dalam keadaan yang serius
(Stanley dalam Amelia & Zulkarnain, 2005).
Sebuah artikel bertajuk “Membunuh Burnout, memanfaatkan Stress” pada harian Republika, 5 Agustus 1993 (dalam Sutjipto, 2001) menjelaskan bahwa burnout merupakan kondisi emosional dimana
seseorang merasa lelah dan jenuh secara mental ataupun fisik sebagai
akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat. De Beer, Pienaar, dan
adanya tuntutan pekerjaan dan tekanan pekerjaan yang mengakibatkan
kelelahan, sinisme, dan terkurasnya energi.
Keadaan jenuh seringkali membuat pikiran menjadi terasa penuh
dan mulai kehilangan rasional. Hal tersebut dapat mengakibatkan
kewalahan dengan pekerjaan dan akhirnya menyebabkan kelelahan
emosional, kemudian mulai kehilangan minat terhadap perkerjaan dan
motivasi menurun, pada akhirnya kualitas kerja dan kualitas hidup ikut
menurun (National safety Council, 2004).
Leatz dan Stolar (dalam As’ad & Sutjipto, 2000) mengemukakan
bahwa burnout pada seseorang ditandai oleh empat kondisi yaitu (a)
kelelahan fisik ditandai dengan mudah lelah, mudah menderita sakit
kepala; (b) kelelahan emosi muncul dalam bentuk depresi, frustasi, merasa
terperangkap didalam pekerjaan, dan merasa tidak berdaya; (c) kelelahan
mental atau sikap berupa prasangka negatif dan bersikap sinis terhadap
orang lain; (d) perasaan tidak mampu mencapai sesuatu yang berarti dalam
hidup, ditandai oleh ketidakpuasan terhadap diri sendiri, pekerjaan,
kehidupannya.
Burnout memiliki dampak terhadap kualitas organisasi, yaitu
pemberian pelayanan yang berkualitas rendah bagi klien, menurunnya
sikap keterlibatan kerja pada divisinya, bahkan meningkatnya orang yang
pindah kerja (Jackson, dalam Jewell & Siegall, 1998). Selain itu, dapat
menimbulkan kemerosotan kualitas ketelitian terhadap tugas yang
Nurjayadi (2004) mengungkapkan bahwa burnout akan menyebabkan penurunan efektivitas kinerja individu, sebagai dampak dari
sikap dan perilakunya yang negatif. Dampak dari burnout tersebut
menyebabkan karyawan menjadi kurang energik dan kurang tertarik pada
pekerjaannya. Hal tersebut dikarenakan mereka mengalami kelelahan
secara emosional (Schultz & Schultz, 2006).
Burnout tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,
yaitu faktor individu dan faktor situasional. Jenis kelamin merupakan salah
satu faktor individu dari penyebab adanya burnout, Maslach dan Jackson
(dalam Cherniss, 1987:137) menemukan bahwa pria yang burnout
cenderung mengalami depersonalisasi sedangkan wanita yang burnout
cenderung mengalami kelelahan emosional. Burnout juga dipengaruhi oleh
usia. Maslach dan Jackson (Cherniss, 1987) maupun Schaufeli dan Buunk
(Cooper, dkk, 2001) menemukan pekerja yang berusia muda lebih tinggi
mengalami burnout daripada pekerja yang berusia tua.
Menurut Dewe & O’Driscoll (2001), faktor situasional meliputi
karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi. Karakteristik
pekerjaan meliputi tuntutan kerja dan beban kerja yang berlebih.
Sedangkan pada karakteristik organisasi adanya proses komunikasi yang
kurang dalam proses organisasi maupun tingkat organisasi mempengaruhi
munculnya burnout (O’Driscoll and Schubert, dalam Dewe & O’Driscoll 2001). Terkait dengan karakteristik organisasi, sekarang karyawan juga
fleksibilitas untuk organisasi dimana tempat karyawan bekerja. Namun,
berlawanan dengan organisasi sendiri yang cenderung tidak memberikan
peluang karir, keamanan kerja, bahkan pekerjaan seumur hidup (Maslach,
dkk, 2001).
Organisasi sendiri merupakan suatu kesatuan sosial dari
sekelompok manusia, yang berinteraksi pada suatu pola tertentu sehingga
setiap anggota dalam organisasi memiliki fungsi dan tugasnya
masing-masing, sebagai satu kesatuan yang mempunyai tujuan tertentu dan
mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas
dari lingkungannya (Budi dalam Lubis & Husaini, 1987). Berdasarkan
tujuannya organisasi dapat dibedakan menjadi organisasi yang tujuannya
mencari keuntungan atau berorientasi pada profit dan organisasi sosial
yang orientasinya pada pelayanan masyarakat atau organisasi non-profit
(Richard, 1986).
Contoh dari organisasi profit yaitu bank, perusahaan-perusahaan
swasta yang bertujuan mencari laba dari hasil usahanya. Sedangkan
organisasi non-profit contohnya yaitu gereja, masjid, sekolah negeri,
derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang - undangan, organisasi jasa sukarelawan,
serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum dan beberapa
para petugas pemerintah (Gortner et al, 1987).
Organisasi profit dan organisasi non profit memiliki perbedaan
(2011) organisasi profit dipengaruhi oleh motif bisnis dan motif
keuntungan, lain halnya dengan organisasi non profit, umumnya
diberbagai negara organisasi ini memiliki karakteristik yang sama yaitu
dibentuk untuk melayani kepentingan dan kebaikan masyarakat (Salusu,
dalam McCarthy, 2015).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu karyawan yang
bekerja di organisasi profit, yaitu di dealer motor yang ada di Malang,
Jawa Timur (1 Oktober 2015). Menurutnya, dalam setiap bulan subjek
mendapatkan target dari supervisi nya untuk menjual unit motor yang telah
ditetapkan untuk memperoleh keuntungan dari hasil penjualan. Hal ini
sesuai yang dikatakan Wolf (1984) bahwa organisasi profit lebih
menekankan untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Sedangkan pada organisasi non profit, berdasarkan hasil
wawancara (10 Oktober 2015) dengan salah satu perawat yang bekerja
pada organisasi non-profit, yaitu rumah sakit. Subjek setiap harinya harus
melayani pasien ataupun keluarga pasien yang berbeda, dan tidak jarang
keluarga pasien yang selalu meminta pelayanan yang cepat dan tidak
sabaran. Hal ini terkadang membuat subjek merasa kesal dan stres (10
Oktober 2015).
Organisasi non-profit memang erat kaitannya dengan pekerjaan
public service atau berkaitan dengan kualitas pelayan yang diberikan oleh
pekerja kepada kliennya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Wolf
sector public. Hal ini juga yang dapat menyebabkan terjadinya stress
berkepanjangan dan mengakibatkan burnout pada karyawan yang bekerja
pada sektor pelayanan masyarakat. Weiten (2010) juga mengemukakan
bahwa burnout biasanya terjadi pada individu yang bekerja dalam bidang
pelayanan masyarakat ataupun sosial.
Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa burnout terjadi pada
pekerjaan human service yang merupakan hasil dari respon terhadap stress
kerja (Berry, 1998). Human service Organization atau organisasi
pelayanan manusia merupakan organisasi yang bergerak dibidang
pelayanan manusia. Hasenfeld (1983) menjelaskan bahwa organisasi
pelayanan manusia, secara mendasar memiliki fungsi untuk melindungi,
memelihara, atau meningkatkan kesejahteraan individu melalui
pemahaman, pembentukan atau pengubahan atribut personal mereka.
Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2005) juga menemukan bahwa
burnout lebih banyak dialami oleh individu yang bekerja dibidang
pelayanan sosial. Hal ini dikarenakan pada profesi ini, para pekerja
cenderung bekerja pada bidang yang berkaitan langsung dengan banyak
orang dan melakukan pelayanan kepada masyarakat umum (Wulandari,
2013).
Maslach (2001) mengemukakan bahwa burnout dapat terjadi pada
orang yang profesinya terkait dengan pelayanan masyarakat (guru, terapis,
pekerja sosial, polisi, dan pekerja rumah sakit) di mana mereka akan
dengan baik dan optimal. Selain itu, burnout dialami oleh seseorang yang
bekerja disektor pelayanan yang relatif lama, dan dalam situasi yang
menuntut secara emosi (Pines & Aronson, 1989).
Berdasarkan paparan tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai apakah ada perbedaan burnout pada karyawan yang
bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Peneliti berasumsi
bahwa karyawan yang bekerja di organisasi non-profit lebih cenderung
burnout. Hal ini disebabkan, organisasi non-profit memiliki prioritas yang
lebih pada upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan burnout pada karyawan di organisasi profit dan organisasi non-profit?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
burnout yang dialami oleh karyawan yang bekerja di organisasi profit dan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Memberikan wawasan dalam ilmu pengetahuan di bidang
Psikologi Industri dan Organisasi (PIO), terkait dengan perbedaan
burnout pada karyawan di organisasi profit dan organisasi non profit.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Karyawan
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan bahan refleksi dan
evaluasi pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan
organisasi non-profit terkait burnout yang dialaminya.
b. Bagi Perusahaan/Organisasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil terkait
dengan seberapa besar tingkat burnout yang dialami oleh karyawan
di organisasi profit dan non-profit, sehingga berguna untuk
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. BURNOUT
1. Pengertian Burnout
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger
pada tahun 1974. Freudenberger (dalam lambert, Barton-Bellessa, &
Hogan., 2015) mengemukakan bahwa burnout adalah kelelahan
psikologis yang diakibatkan karena tuntutan kerja yang berlebihan.
Maslach dan Jackson (dalam Lambert, Hogan, Altheimer, Jiang, &
Stevenson., 2010) mengemukakan bahwa burnout didefinisikan
sebagai sindrom kelelahan emosional dan sinisme yang sering terjadi
antara individu-individu yang bekerja.
Menurut Maslach dan Jackson (dalam Lambert dkk., 2015)
burnout adalah keadaan karyawan merasa lelah secara emosional, dan
sinisme pada berbagi jenis pekerjaan. Burnout juga dapat
didefinisikan sebagai kondisi karyawan merasa tertekan, kebosanan,
dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang mengakibatkan kelelahan
emosional dan depresi fisik (Pines dan Kafry, dalam lambert dkk.,
2015).
Selain itu, burnout juga didefinisikan sebagai efek dari stres
kerja akibat pekerjaan yang berlebihan sehingga individu akan
Schultz, 2010). Kondisi seperti ini yang mengakibatkan perubahan
sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis
dari pekerjaan, misalnya bersikap sinis terhadap klien maupun rekan
kerja, membolos, sering terlambat, dan menjaga jarak pada klien
(Cherniss, 1987).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, yang dimaksud
burnout adalah keadaan karyawan merasa kelelahan, bosan, tertekan,
bahkan menarik diri dari lingkungan pekerjaannya, akibat dari
tuntutan pekerjaan yang berlebihan.
2. Dimensi Burnout
Maslach (dalam Maslach, Schaufeli, & Leiter, 2001)
memberikan gambaran adanya tiga dimensi burnout yaitu :
a. Kelelahan emosional (Emotional Exhaustion)
Kelelahan emosional mengacu pada hilangnya perasaan dan
kelelahan secara emosional dan psikologis terhadap pekerjaan
(Maslach & Jackson, dalam lambert dkk., 2015). Selain itu Lin
(dalam lambert dkk., 2015) menyatakan bahwa kelelahan
emosional juga disebut sebagai hilangnya perasaan emosional,
dan perasaan emosional yang berlebihan. Selain itu, menurut
Schultz dan Schultz (dalam Herati, 2012), kelelahan emosional
disebabkan karena kelelahan psikologis dan tuntutan emosional,
sering melakukan pekerjaan yang berlebihan, atau ekspektasi
b. Depersonalisasi (Depersonalization)
Depersonalisasi mengacu pada ketidakpedulian, sinisme, dan
perasaan negatif (Maslach & Jackson, 1981, 1984). Sehingga
ketika seseorang mengalami depersonalisasi dalam pekerjaannya,
mereka cenderung memperlakukan orang lain secara impersonal,
dan tanpa perasaan. Maslach (2001) mengemukakan bahwa
depersonalisasi adalah perilaku memberi jarak antara diri sendiri
pada klien serta mengabaikannya. Selain itu juga, muncul sikap
ketidakpedulian atau sikap sinis ketika mereka merasa kelelahan
dan putus asa.
c. Rendahnya pencapaian prestasi diri (Lack of personal
accomplishment)
Dimensi ketiga ini mengacu pada rendahnya pencapaian
prestasi diri ditandai dengan individu merasa tidak puas dengan
hasil karya dirinya sendiri, dan tidak mampu melakukan tugas
(Maslach & Jackson, 1981). Selain itu, individu merasa tidak
efektif dalam bekerja dan merasa tidak mampu dalam
menyelesaikan pekerjaan (Maslach, 1982; Maslach et al., 2001).
Hal ini mengakibatkan perasaan enggan memberikan dampak
positif dalam pekerjaan dan enggan berhubungan dengan orang
lain di tempat kerja (Maslach & Schaufeli, dalam Lambert dkk.,
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa terdapat tiga dimensi Burnout, yaitu : dimensi kelelahan
emosional (emotional exhaustion), dimensi depersonalisasi
(depersonalization), dan dimensi rendahnya pencapaian prestasi diri
(lack of personal accomplishment).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Burnout
Menurut Maslach (dalam Maslach, Schaufeli, & Leiter, 2001),
faktor yang mempengaruhi munculnya burnout dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Faktor Situasional
Faktor situsasional terjadinya burnout berasal dari
karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi. Karakteristik
pekerjaan meliputi tuntutan kerja, termasuk ambiguitas peran dan
konflik peran, dan beban kerja yang berlebih (Dewe &
O’Driscoll, 2001). Hal ini bisa terjadi karena kurangnya informasi yang memadai untuk melakukan pekerjaan dengan baik serta
tuntutan yang saling bertentangan dengan pekerjaan. Selain itu,
juga komunikasi interpersonal dengan klien seperti pada
pekerjaan helping profession memiliki hubungan yang kuat
terhadap munculnya burnout (Dewe & O’Driscoll, 2001).
Karakteristik organisasi dalam pengembangan burnout juga
telah memiliki banyak perhatian. O’Driscoll dan Schubert (dalam
komunikasi antara tingkat organisasi dan proses organisasi antara
manajer dan karyawan sangat terkait dengan burnout di kalangan
pekerja sosial, sedangkan jika karyawan berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dikaitkan dengan menurunnya tingkat
burnout. Selain itu juga, sekarang karyawan dituntut oleh suatu
organisasi untuk lebih memberikan banyak waktu, tenaga, serta
keterampilan untuk melaksanakan pekerjaannya, sehingga
kesejahteraan mereka akan terkikis dan menghasilkan burnout
(Maslach, dkk, 2001).
b. Faktor Individu
Faktor individu terjadinya burnout berasal dari faktor
demografis dan faktor kepribadian. Faktor demografis meliputi
usia, jenis kelamin, dan status perkawinan. Maslach menyatakan
bahwa usia merupakan salah satu penyebab yang konsisten
berhubungan dengan burnout, khususnya pada individu yang
lebih muda dalam karir pekerjaannya.
Maslach (dalam Maslach, dkk., 2001) mengemukakan
bahwa faktor kepribadian dapat digunakan sebagai prediktor
terjadinya burnout. Misalnya individu yang memiliki lokus
kontrol external akan lebih tinggi mengalami burnout dari pada
yang memiliki lokus kontrol internal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan faktor-faktor
situasional dan faktor individu. Pada faktor situasional dipengaruhi
oleh karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi. Sedangkan
faktor individu dipengaruhi oleh faktor demografis dan faktor
kepribadian.
B. ORGANISASI
Menurut Hatch (dalam Kusdi, 2009) menjelaskan bahwa organisasi
dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Bisa dari segi struktur sosial,
teknologi, kultur, struktur fisik, atau bagian dari lingkungan. Namun, unsur
yang menentukan adanya organisasi terletak pada; purpose, plan, people.
Sama halnya yang dikatakan oleh Gibson (dalam Saefuddin, 1993) bahwa
ciri khas organisasi yakni perilaku terarah pada tujuan. Sehingga secara
lebih efisien dak efektif mampu mengejar tujuan yang dilakukan secara
bersama-sama.
Berdasarkan tujuannya organisasi dapat dibedakan menjadi
organisasi yang tujuannya mencari keuntungan atau berorientasi pada
profit dan organisasi sosial yang orientasinya pada pelayanan masyarakat
atau organisasi nonprofit (Richard, 1986). Adapun penjelasan organisasi
profit dan non-profit sebagai berikut :
1. Organisasi Profit
Menurut Wolf (1984), mengemukakan bahwa organisasi profit
lebih memprioritaskan untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga
berkembangnya organisasi. Wolf (1984), menyatakan bahwa
organisasi profit memiliki capaian yang jelas, keberhasilan yang jelas,
kriteria sukses yang jelas, serta variabel lain seperti, keuntungan,
investasi, penjualan, pangsa pasar, dan lainnya.
Drucker (dalam Putra, 2006) menyatakan bahwa dalam
organisasi profit terdapat pemilik organisasi. Pemiliki inilah yang
menentukan keputusan yang ada dalam organisasi tersebut dan
biasanya pemilik memiliki wewenang untuk membawa organisasi
sesuai dengan yang diharapkannya. Menurutnya, organisasi profit
lebih mencari pada keuntungan sebesar-besarnya dari modal yang
telah dikeluarkan. Sehingga hal ini menyebabkan pekerja yang terlibat
dalam organisasi profit wajib mencapai target sesuai kewajiban yang
diberikan oleh atasan mereka.
2. Organisasi Non-profit
Quarter (dalam McMurray, 2012) mengemukakan bahwa
organisasi non-profit merupakan sebuah organisasi yang secara
terkordinasi memiliki misi sosial. Organisasi non-profit juga memiliki
tujuan dan tanggung jawab sosial untuk bertindak melayani klien
mereka (Acar, dalam McMurray, 2012).
Letts (dalam Prugsamatz, 2010) menyatakan bahwa organisasi
non-profit merupakan organisasi yang didirikan secara eksplisit untuk
merespon kebutuhan masyarakat. Menurutnya, sektor organisasi
advokasi, kelompok agama, dan lain-lain. Hal ini senada dengan yang
dikatakan, Salusu (1996) bahwa organisasi non-profit tidak
semata-mata organisasi swasta yang bersifat sosial, namun organisasi
non-profit juga merupakan badan pemerintahan yang memiliki tugas
pokok memberikan pelayanan umum pada masyarakat.
Wolf (1984) juga mengatakan, bahwa dalam organisasi
non-profit, misi merupakan suatu yang penting untuk pelayanan sektor
public. Dengan demikian, organisasi non-profit merupakan organisasi
yang memiliki struktur yang terkordinasi dan memiliki tujuan serta
misi utama yakni memberikan pelayanan kepada publik secara
optimal, serta lebih memprioritaskan kepetingan masyarakat.
C. Perbedaan Burnout Pada Karyawan di Organisasi Profit dan Organisasi Non-Profit.
Organisasi merupakan suatu mekanisme yang memiliki tujuan
akhir yang hendak dicapai serta memiliki kemampuan untuk
mengefektifkan semangat kerja sama para anggotanya, sehingga dengan
adanya organisasi maka secara tidak langsung tercipta tujuan dan
keanggotaan yang jelas didalamnya (Scott dalam Muhyadi, 1989). Tujuan
tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja
sendiri, hal tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok
Menurut Drucker (dalam Putra, 2006), organisasi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu organisasi profit dan organisasi non-profit. Perbedaan
yang utama dari terbentuknya organisasi profit dan organisasi non profit
adalah, organisasi profit lebih megutamakan pada pengupayaan untuk
memperoleh keuntungan atau money oriented (Wolf, 1984). Sedangkan
organisasi non-profit bukan semata untuk mencari keuntungan sebagai
prioritasnya, namun tujuan utama untuk menyediakan layanan (service)
kepada orang lain/klien (Prugsamatz, 2010).
Kondisi ini yang dapat menyebabkan terjadinya stress
berkepanjangan dan mengakibatkan burnout pada karyawan yang bekerja
pada sektor pelayanan masyarakat/organisasi non-profit. Weiten (2010)
juga mengemukakan bahwa burnout biasanya terjadi pada individu yang
bekerja dalam bidang pelayanan masyarakat ataupun sosial.
Burnout sendiri adalah keadaan karyawan merasa bosan, tertekan,
dan tidak puas terhadap pekerjaan yang mengakibatkan kelelahan
emosional dan depresi (Pinesdan dalam Lambert dkk., 2015). Karyawan
yang mengalami burnout cenderung akan melakukan penarikan diri,
sinisme, dan kaku.
Seseorang yang mengalami burnout tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor situasional dan faktor-faktor individu
merupakan penyebab terjadinya burnout (dalam Maslach, Schaufeli, dan
Faktor individu yang mempengaruhi munculnya burnout meliputi
faktor demografis dan faktor kepribadian. Diantaranya individu yang
memiliki lokus kontrol external akan lebih tinggi mengalami burnout
(Maslach, dalam Maslach, dkk., 2001). Faktor situasional yang
mempengaruhi munculnya burnout meliputi karakteristik pekerjaan dan
karakteristik organisasi.
Karakteristik pekerjaan diantaranya tuntutan pekerjaan yang
berlebihan dan beban kerja yang berlebihan pada karyawan (Dewe &
O’Driscoll, 2001). Sedangkan pada karakteristik organisasi adanya proses komunikasi yang kurang dalam proses organisasi maupun tingkat
organisasi mempengaruhi munculnya burnout (O’Driscoll and Schubert,
dalam Dewe & O’Driscoll 2001).
Karakteristik organisasi memiliki peranan yang penting terkait
dengan munculnya burnout pada karyawan, diluar dari adanya
karakteristik pekerjaan maupun faktor individu yang mempengaruhinya.
Maslach, dkk, (2001) mengungkapkan, bahwa saat ini karyawan di suatu
organisasi dituntut untuk lebih banyak memberikan waktunya, tenaga,
keterampilan, dan fleksibilitas untuk organisasi dimana tempat karyawan
bekerja. Namun, berlawanan dengan organisasi sendiri yang cenderung
tidak memberikan peluang karir, keamanan kerja, bahkan pekerjaan
seumur hidup.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti berasumsi bahwa karyawan
Hal ini disebabkan organisasi non-profit memiliki prioritas yang berbeda
dengan organisasi profit. Organisasi non-profit lebih pada pemenuhan
kebutuhan masyarakat ataupun pelayanan masyarakat.
D. KERANGKA BERPIKIR
Profit
Organisasi
Non-profit
Burnout Rendah Burnout Tinggi Melayani masyarakat
dan memprioritaskan kepentingan
masyarakat Memprioritaskan
keuntungan yang besar dari modal yang
E. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan burnout
pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit.
Burnout pada karyawan di organisasi non-pofit lebih tinggi dari pada
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian komparatif. Penelitian
komparatif atau uji beda yaitu, penelitian yang digunakan untuk melihat
perbedaan satu variabel atau lebih, pada data sampel atau populasi
sebagaimana adanya (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk mengetahui perbedaan burnout pada karyawan di organisasi profit
dan organisasi non-profit.
B. Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini hanya menggunakan satu variabel yaitu Burnout.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati
(Azwar, 2009). Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu, Burnout
merupakan keadaan karyawan di organisasi profit dan organisasi
non-profit yang merasa kelelahan, bosan, tertekan, bahkan menarik diri dari
lingkungan pekerjaannya, akibat dari tuntutan kerja yang berlebihan.
Variabel Burnout akan diukur menggunakan skala yang disusun sendiri
a. Kelelahan Emosional
Perasaan lelah karena terkurasnya energi yang disebabkan oleh
tuntutan psikologis dan emosional yang berlebihan, beban kerja yang
berlebih akibat dari banyaknya tuntutan kerja.
b. Depersonalisasi
Sikap tidak berperasaan dan sinisme serta berkurangnya kepedulian
terhadap orang lain. Depersonalisasi ditandai dengan menjauhnya
individu dari lingkungan sosial, dan tidak peduli terhadap lingkungan
dan orang-orang disekitarnya.
c. Rendahnya pencapaian prestasi diri
Berkurangnya rasa prestasi pribadi dan perasaan tidak berharga akan
tindakan yang dilakukan.
Dalam rangka mendapatkan skor total burnout, peneliti
menjumlahkan skor yang didapat dari skor emotional exhaustion,
depersonalization, dan lack of personal accomplishment. Hal ini
dikarenakan burnout dipahami sebagai konstruk kesatuan yang terdiri dari
3 dimensi dan saling berhubungan dengan suatu pekerjaan
(Brenninkmeijer & VanYperen, 2003).
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan yang bekerja minimal 1 Tahun baik di organisasi
memiliki pengalaman kerja dan telah mengenal lingkungan kerjanya.
Metode pengambilan sampling dengan teknik non-probability sampling,
yaitu dengan convenience sampling. Teknik pengambilan sampel yang
didasari pada pertimbangan kemudahan pengambilan data. Seseorang
diambil sebagai sampel secara kebetulan, bertemu dengan peneliti yang
dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan untuk
dijadikan sampel (Noor, 2011).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, adalah dengan
penyebaran alat ukur (skala). Diawal sebelum pengisian skala, subyek
terlebih dahulu mengisi data demografi, yang terdiri dari usia, tingkat
pendidikan, jenis kelamin, lama bekerja, jabatan, dan status relasi.
Selanjutnya, skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
skala tingkat burnout yang akan diisi oleh subyek dan semua pernyataan
adalah favorable.
Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
Likert. Skala ini terdiri dari jawaban yang menunjukan frekuensi (seberapa
sering) sikap responden terhadap pernyataan yang disajikan. Pilihan
respon yang diberikan dalam skala ini disusun dengan enam tingkat
respon, artinya tidak memberi kesempatan kepada subjek memberikan
jawaban netral (Anderson dalam Supratiknya, 2014). Selain itu,
konsistensi internal skala (Anderson dalam Supratiknya, 2014). Adapun
emosional, depersonalisasi, dan rendahnya pencapaian prestasi diri tinggi,
maka dapat dikatakan bahwa burnout tinggi. Kesatuan dari tiga dimensi
tersebut akan mengindikasikan tingkat burnout yang tinggi atau rendah.
Untuk memudahkan dalam melakukan intepretasi skor, pemberian skor
terhadap setiap item ditentukan sebagai berikut:
Tabel 1. Skor untuk setiap respon item burnout Pilihan Respon Skor Respon
Dalam penyajian skala ini, item disusun secara acak dengan
pertimbangan agar subyek menjawab pertanyaan secara spontan tanpa ada
pengaruh dari item yang lain yang mungkin disebabkan adanya
pengelompokan.
Tabel 2. Distribusi Sebaran Item Skala burnout
No Dimensi Nomor Item Jumlah %
F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Validitas merupakan sejauh mana tingkat ketepatan dan
kecermatan alat ukur mengukur sesuatu yang diukur atau memberikan
hasil yang sesuai dengan gambaran data (Sarwono, 2006). Suatu alat
ukur dapat dikatakan memiliki validitas tinggi apabila mampu
Validitas yang peneliti gunakan adalah menggunakan validitas
isi (content validity). Validitas isi memiliki kemampun mengukur isi
(konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu
mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur
(Siregar, 2014). Penilaian item dilakukan dengan professional
judgement yaitu oleh orang yang lebih ahli dalam bidang tersebut,
dalam hal ini yaitu dosen pembimbing skripsi (Azwar, 2010).
2. Seleksi item
Analisis dan seleksi item merupakan hal yang penting untuk
dilakukan karena kualitas skala psikologi ditentukan oleh item-item di
dalamnya. Seleksi item bertujuan untuk mengetahui indeks daya
diskriminasi aitem yang merupakan indikator keselarasan atau
konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan
(Azwar, 2009).
Seleksi item dilakukan dengan program SPSS for Windows versi
22 dengan analisis cronbach alpha yang menghasilkan koefisien
korelasi item total (rix) (Azwar, 2009). Sebagai kriteria pemilihan item
berdasar korelasi aitem total, menggunakan batasan rix ≥ 0,3 yang artinya bahwa semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal
0,30 menunjukan daya perbedaan yang memuaskan (Azwar, 2009).
Peneliti melakukan pengambilan data uji coba yang dilakukan
aplikasi google form dan secara manual menggunakan booklet.
Responden terdiri dari perawat puskesmas, anggota LSM, pegawai
bank, dan percetakan buku. Dari 75 skala yang disebar oleh peneliti,
20 skala dinyatakan gugur karena responden tidak mengisinya dengan
lengkap, dan 5 skala tidak kembali kepada peneliti. Sehinggga
diperoleh 50 responden dalam uji coba skala, masing-masing
kelompok organisasi profit dan organisasi non-profit berjumlah 25
orang.
Tabel 3. Distribusi Item Skala burnout Setelah Seleksi Item
No. Dimensi Item Total
gugur. Item yang gugur terdapat pada dimensi depersonalisasi dengan
nilai kriteria 0,2. Pada dimensi kelelahan emosional dan dimensi
rendahnya pencapaian prestasi diri tidak ada item yang gugur. Total
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah, untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten, apabila pengukuran dilakukan dua kali
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat
pengukur yang sama juga (Siregar, 2014). Teknik pengukuran
realibilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach Alpha. Hal ini
dinilai cocok untuk melihat konsistensi respon subjek pada tiap item.
Selain itu juga, teknik ini digunakan untuk menentukan apakah suatu
instrument penelitian reliabel atau tidak (Siregar, 2014).
Dalam aplikasinya reliabilitas dinyatakan dengan koefisien
reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00
berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien yang semakin
mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitasnya (Azwar,
2011). Koefisien reliabilitas dalam skala burnout sebelum seleksi
aitem adalah 0,942 kemudian setelah dipilih 29 aitem yang baik dari
total 30 aitem menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,946.
Sehingga dapat dikatakan skala ini reliabel karena konsistensinya
G. Metode Analisis Data 1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah persebaran
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor,
2011). Data dikatakan berdistribusi secara normal jika diperoleh p >
0,05 dan jika data tidak normal maka p < 0,05. Analisis statistik yang
digunakan menggunakan uji non parametrik jika data berdistribusi
tidak normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji dua sampel yang
berlainan dan mengetahui apakah dari bagian populasi yang sama atau
tidak (Santoso, 2002). Pengukuran homogenitas dilihat berdasarkan
leneve test, dan data dikatakan homogen jika F hitung < F tabel dan nilai
levene test menunjukan p > 0,05 (Sartono, 2002).
3. Uji Hipotesis
Uji-t digunakan untuk membandingkan dua kelompok subjek
dengan mencari perbedaan mean (Hadi, 2000). Untuk uji-t
menggunakan independent sample t-test yakni membandingkan
rata-rata dari kedua kelompok sampel yang tidak berhubungan (Santoso,
2000). Namun, jika data tidak berdistribusi normal uji hipotesis yang
dilakukan menggunakan Mann-Whitney U-test (Trihendradi, 2004).
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 9 Mei 2016 sampai tanggal
15 Mei 2016. Peneliti melakukan penyebaran skala pada karyawan yang
bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Subjek dalam
penelitian ini adalah 150 orang karyawan yang bekerja di organisasi profit
dan 150 orang yang bekerja di organisasi non-profit.
Peneliti melakukan dengan cara menitipkan skala yang telah
disusun oleh peneliti kepada instansi-instansi yang terkait. Selain itu, juga
dengan bantuan beberapa teman yang telah bekerja untuk menyebarkan
skala kepada rekan kerjanya. Peneliti juga memberikan pengarahan terkait
pengerjaan dan pengisian skala kepada koordinator di tiap instansi dan
teman-teman yang membantu. Hal ini agar subjek mampu mengerjakan
dan mengisi skala sesuai dengan petunjuk yang tertera.
Secara keseluruhan peneliti menyebar skala kepada karyawan di
beberapa perusahaan dan instansi. Diantaranya adalah LSM, perawat,
karyawan toko buku, karyawan pabrik garmen, dan karyawan mall dengan
total 400 skala, namun yang memenuhi kriteria sebanyak 300 skala. Hal
ini disebabkan 65 skala tidak kembali, dan 35 skala tidak diisi secara
terdiri dari 150 orang karyawan organisasi profit dan 150 orang karyawan
organisasi non-profit.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Berdasarkan data penelitian, didapatkan data-data umum subjek
penelitian yang meliputi jenis kelamin, usia, lama bekerja, dan status
relasi. Diantaranya sebagai berikut :
Tabel 4.
Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis
Hasil deskripsi menunjukan bahwa jumlah subjek penelitian yang
bekerja di organisasi profit lebih besar jumlah laki-laki dari pada jumlah
perempuan, sedangkan subjek penelitian yang bekerja di organisasi
non-profit lebih besar jumlah perempuan dari pada laki-laki.
Tabel 5.
Deskripsi Subjek Berdasarkan Rentang Usia
No. Usia Organisasi
Hasil deskripsi menunjukan bahwa subjek penelitian pada organisasi
135 orang dan 41-60 tahun berjumlah 15 orang. Pada organisasi non-profit
didominasi oleh pekerja yang berusia 21-40 tahun dengan jumlah 80 orang
dan 41-60 tahun berjumlah 70 orang.
Tabel 6.
Deskripsi Subjek Berdasarkan Rentang Lama Bekerja
No. Lama
Hasil deskripsi menunjukan bahwa rentang lama bekerja subjek pada
organisasi profit didominasi dengan rentang bekerja 1-10 tahun dengan
jumlah 144 orang dan rentang 10 tahun keatas dengan jumlah 6 orang.
Pada organisasi non-profit rentang lama bekerja didominasi 10 tahun
keatas dengan jumlah 85 orang dan rentang 1-10 tahun berjumlah 65
orang.
Tabel 7.
Deskripsi Subjek Berdasarkan Status Relasi
No. Status
Hasil deskripsi menunjukan bahwa status relasi subjek yang bekerja di
organisasi profit di dominasi oleh belum menikah dengan jumlah 82 orang
relasi subjek didominasi oleh belum menikah dengan jumlah 135 orang
dan menikah berjumlah 15 orang.
C. Deskripsi Data Penelitian
Mean Teoretik dan Mean Empiris
Pada deskripsi data penelitian, peneliti membandingkan antara
nilai mean empiris dengan nilai mean teoretik pada variabel penelitian.
Adapun hasil deskripsi data penelitian, tertera pada tabel berikut :
Tabel 8.
Data mean teoritis dan mean empiris
Burnout N Data Teoretik Data Empiris
Mean Skor SD Mean Skor SD
mean empirisnya. Setelah melakukan perhitungan mean empiris dan mean
teoretik pada organisasi profit dan organisasi non-profit diketahui bahwa
mean empiris pada organisasi profit sebesar 52,89 lebih rendah dari mean
teoretiknya sebesar 101,5. Hal ini menunjukan bahwa nilai rata-rata
burnout pada subjek di organisasi profit tergolong rendah. Pada organisasi
non-profit diketahui bahwa nilai mean empiris sebesar 55,05 lebih rendah
dari mean teoretiknya sebesar 101,5. Hal ini menunjukan burnout pada
Hal ini didukung dengan hasil uji beda (one sample t-test),
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 9.
One-Sample t-test Organisasi Profit
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, p sebesar 0,00 (p < 0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa mean empirik memiliki perbedaan
yang signifikan dengan mean teoretik.
Tabel 10.
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper NON -28,415 149 ,000 -46,453 -49,68 -43,22
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, p sebesar 0,00 (p < 0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa mean empirik memiliki perbedaan
yang signifikan dengan mean teoretik.
One-Sample Test
Test Value = 101.5 T Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
D. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk melihat
apakah data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya
normal atau tidak (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini uji normalitas
yang digunakan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test. Peneliti
menggunakan SPSS for Windows versi 22.0 dalam menguji
normalitas.
Sebuah data penelitian mampu dikatakan memiliki pesebaran
data yang normal jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p >
0,05), sedangkan jika p lebih kecil daripada 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data yang kita miliki sebaran datanya tidak
normal. Adapaun hasil uji normalitas sebagai berikut:
Tabel 11.
Hasil Uji Normalitas Organisasi Profit
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
profit ,123 150 ,000 ,923 150 ,000
Tabel 12.
Hasil Uji Normalitas Organisasi Non-Profit
B
Berdasarkan data pada tabel 11 dan tabel 12 disimpulkan bahwa
persebaran data pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan
organisasi non-profit tidak berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan
dengan signifikansi pada organisasi profit sebesar 0,000 (p<0,005) dan
signifikansi pada organisasi non-profit sebesar 0,002 (p<0,005).
2. Uji Homogenitas
Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas
Levene’s test for equality of
variances
0,694
Hasil perhitungan menunjukan bahwa signifikansi sebesar 0,694
lebih besar dari pada 0,05 (0,694 > 0,05), yang artinya memiliki
varian yang setara.
Dalam penelitian ini, uji data penelitian menggunakan uji-u
untuk mengetahui perbedaan tingkat burnout yang dialami karyawan
yang bekerja di organisasi profit dan organisasi non-profit. Melalui uji
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Mann-Whitney U menggunakan SPSS 22 for Windows, didapatkan
hasil sebagai berikut:
3. Uji Hipotesis
Setelah melakukan pengujian terhadap penyebaran data, diketahui
bahwa data tidak berdistribusi secara normal. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan inferensi data menggunakan metode non-parametrik.
Metode yang digunakan untuk pengujian hipotesis ini adalah Mann
Whitney U Test melalui program SPSS versi 22.0 for windows.
Tabel 14. Uji Mann Whitney U
Test Statisticsa
BURNOUT Mann-Whitney U 10487,500 Wilcoxon W 21812,500
Z -1,016
Asymp. Sig. (2-tailed) ,310
Ho : Tidak terdapat perbedaan burnout pada karyawan di organisasi
profit dan organisasi non-profit.
Hi : Ada perbedaan burnout pada karyawan di organisasi
profit dan organisasi non-profit.
Penarikan kesimpulan berdasarkan nilai signifikansi:
Signifikansi > 0,05 : Ho diterima
Berdarkan hasil uji beda Mann-Whitney U pada burnout
berdasarkan organisasi profit dan organisasi non-profit dihasilkan nilai
signifikansi sebesar p = 0,310 (p > 0,05), yang artinya hipotesis dalam
penelitian ini ditolak dan Ho diterima. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan burnout yang
signifikan pada karyawan yang bekerja di organisasi profit dan
organisasi non-profit.
E. Analisis Tambahan
1. Hasil Analisis Data Tiap Dimensi
a. Analisis Data Dimensi Kelelahan Emosional
Tabel 15.
Analisis Data Dimensi Kelelahan Emosional
Parameter Statistik Profit Non-Profit
Mean Teoritis 35 35
Mean Empiris 18,19 20,33
SD Teoritis 8,3 8,3
SD Empiris 8,043 8,239
Berdasarkan tabel tersebut, menunjukan bahwa skor mean
teoritis organisasi profit dan organisasi non-profit sebesar 35,
sedangkan mean empiris organisasi profit sebesar 18,19 dan mean
empiris organisasi non-profit sebesar 20,33. Disimpulkan bahwa
dimensi kelelahan emosional pada organisasi profit dan organisasi
Tabel 16.
One-sample t-test dimensi kelelahan emosional.
Test Value=35 T df Sig. (2-tailed) Profit -25,591 149 ,000
Non-profit -21,576 149 ,000
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, disimpulkan
Sig.2-tailed organisasi profit dan organisasi non-profit sebesar 0,00 (p <
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mean empirik
organisasi profit dan organisasi non-profit memiliki perbedaan
yang signifikan dengan mean teoretik organisasi profit dan
organisasi non-profit.
b. Analisis Data Dimensi Depersonalisasi
Tabel 17.
Analisis Data Dimensi Depersonalisasi
Parameter Statistik Profit Non-Profit
Mean Teoritis 31,5 31,5
Mean Empiris 16,08 15,08
SD Teoritis 7,5 7,5
SD Empiris 6,089 5,426
Berdasarkan tabel tersebut, menunjukan bahwa skor mean
teoretis organisasi profit dan organisasi non-profit sebesar 31,5,
sedangkan mean empiris organisasi profit sebesar 16,08 dan mean
empiris organisasi non-profit sebesar 15,08. Disimpulkan bahwa
dimensi depersonalisasi pada organisasi profit dan organisasi
Tabel 18.
One-sample t-test Dimensi Depersonalisasi
Test value = 31,5 T Df Sig. (2-tailed) Profit -31,014 149 ,000
Non-profit -37,062 149 ,000
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, disimpulkan
Sig.2-tailed organisasi profit dan organisasi non-profit sebesar 0,00 (p <
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mean empirik
organisasi profit dan organisasi non-profit memiliki perbedaan
yang signifikan dengan mean teoretik organisasi profit dan
organisasi non-profit.
c. Analisis Data Dimensi Rendahnya Pencapaian Prestasi Diri
Tabel 19.
Analisis Data Dimensi Rendahnya Pencapaian Prestasi Diri
Parameter Statistik Profit Non-Profit
Mean Teoritis 35 35
Mean Empiris 18,61 19,64
SD Teoritis 8,3 8,3
SD Empiris 7,623 7,815
Berdasarkan tabel tersebut, menunjukan bahwa skor mean
teoritis organisasi profit dan organisasi non-profit sebesar 35,
sedangkan mean empiris organisasi profit sebesar 18,61 dan mean
empiris organisasi non-profit sebesar 19,64. Disimpulkan bahwa
dimensi rendahnya pencapaian prestasi diri memiliki kategori yang
Tabel 20.
One-sample t-test Dimensi Rendahnya Pencapaian Prestasi Diri
Test Value = 35 t Df Sig. (2-tailed) Profit -26,329 149 ,000
Non-profit -24,071 149 ,000
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, disimpulkan
Sig.2-tailed organisasi profit dan organisasi non-profit sebesar 0,00 (p <
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mean empirik
organisasi profit dan organisasi non-profit memiliki perbedaan
yang signifikan dengan mean teoretik organisasi profit dan
organisasi non-profit.
2. Uji Beda Mean Tiap Dimensi
a. Dimensi Kelelahan Emosional (Profit dan Non-profit)
Tabel 21. Asymp. Sig. (2-tailed) ,020
Berdarkan hasil uji beda Mann-Whitney U pada burnout
dihasilkan nilai signifikansi sebesar p = 0,020 (p < 0,05).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada