• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TENTANG KEABSAHAN AKTA JUAL BELI PROPERTI OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TENTANG KEABSAHAN AKTA JUAL BELI PROPERTI OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA TESIS."

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TENTANG KEABSAHAN AKTA JUAL BELI PROPERTI OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

(PPAT) BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

TESIS

Oleh

NINDYA CAESY AIDITA 157011023 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

ANALISIS YURIDIS TENTANG KEABSAHAN AKTA JUAL BELI PROPERTI OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

(PPAT) BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NINDYA CAESY AIDITA 157011023 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN, M.Hum 2. Dr. Suprayitno, SH, M.Kn

3. Dr. Tony, S.H., M.Kn 4. Agustining, S.H., M.Kn

(5)

Saya, yang bertandatangan dibawah ini :

NAMA : NINDYA CAESY AIDITA

NIM : 157011023

PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti non Ekslusif (Non exclusive, royalty free right) untuk mempublikasikan tesis saya yang berjudul :

ANALISIS YURIDIS TENTANG KEABSAHAN AKTA JUAL BELI PROPERTI OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA.

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media / memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian persetujuan publikasi ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 13 Agustus 2019 Yang menyatakan

NINDYA CAESY AIDITA NIM : 15701102

(6)

dalam membuat akta jual beli properti bagi Warga Negara Asing, sebagai pejabat publik produk akhirnya yaitu akta autentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah tanggung jawab PPAT dalam membuat akta bagi warga negara asing di Indonesia. Pengaturan dalam membuat akta jual beli properti bagi warga Negara asing di Indonesia. Perlindungan hukum bagi warga negara asing yang membuat akta jual beli properti di Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Sumber data yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan (library research) dan Studi lapangan (field research).Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif.

Pengaturan dalam membuat akta jual beli properti bagi warga negara asing di Indonesia, aturan pembelian properti bagi orang asing, dengan cara membuat permohonan hak pakai bagi WNA, sertifikat asal diubah menjadi hak pakai kemudian dilaksanakan jual-beli. Orang asing dapat membeli atau membangun rumah di atas tanah dengan status Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik. PPAT bertanggung jawab terhadap akta-akta yang dibuatnya, sehingga apabila terjadi sengketa dikemudian hari yang merugikan para pihak yang terkait di dalamnya, PPAT dapat dikenai atau dijatuhi sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana, sehubungan bahwa akta PPAT adalah alat bukti yang memiliki kekuatan hukum yang sempurna namun apabila di kemudian hari dinyatakan sebagai akta yang hanya memiliki kekuatan hukum di bawah tangan atau dinyatakan batal dan/atau batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (incraht) dan oleh sebab itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan suatu kerugian bagi para pihak, maka PPAT sebagai pejabat yang berwenang dapat dimintai pertanggungjawaban. Perlindungan hukum bagi Warga Negara Asing yang membuat akta jual beli properti di Indonesia, mengatakan yang dapat mempunyai Hak Pakai antara lain adalah orang asing yang berkedudukan di Indonesia, dengan demikian sebagai pembeli akan memperoleh perlindungan hukum, akan tetapi apabila tanah yang akan dibeli berstatus Hak Pakai.

Kata Kunci: Keabsahan Akta Jual Beli Properti, PPAT,Warga Negara Asing

(7)

A PPAT plays an important role in drawing up property sale certificates for foreigners. As a public official, his product should authentic deeds which are bound to law of evidence in the civil law. The research problems are how about the liability of a PPAT in drawing up deeds for foreigners in Indonesia, how about the regulation on drawing up property sale certificate for foreigners in Indonesia, and how about the legal protection for foreigners who make sale certificate in property in Indonesia.

The research used juridical normative method. The data were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. They were gathered by conducting library research and field research and analyzed qualitatively.

The regulation on making property sale certificate for foreigners in Indonesia is that by making a request for right of use for foreigners, the original certificate is changed to right of use, and transaction can be done. Foreigners can buy or build their own houses on the right of use land of the State land or the right of use on ownership land, or buy units of apartment built on a right of use land or on the State land. PPAT is liable for the deeds he has drawn up so that when there s a dispute, a civil sanction will be imposed upon him. A PPAT’s deed is evidence with a complete legal force, but when later on they are considered as underhanded deeds or they are null and void according to a Court’s Verdict which is final and conclusive (inkracht) so that it is considered illegal and harms other parties, the PPAT is liable and is required to pay compensation. Legal protection for foreigners who make property sale certificate is which states that foreigners who live in Indonesia are allowed to have the right of use so that as buyers, they can have legal protection, but when they want to buy ownership land, it has to be changed to the right of use.

Keywords: Validity of Property Sale Certificate, PPAT, Foreigners

(8)

kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, hidayah, karunia, dan ridho-Nya lah akhirnya penulis mampu menyelesaikan tesis serta pendidikan di sekolah Pasca sarjana program studi Magister Kenotariatan (M.Kn) ini.

Tiada henti-hentinya penulis selalu mengucapkan rasa syukur kepada Allah S.W.T, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat menyelesaikan studi dan penulisan tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TENTANG KEABSAHAN AKTA JUAL BELI PROPERTI OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA”, serta shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa manusia dari zaman Jahiliah ke zaman Islamiah, sehingga manusia dapat mengenal kebaikan, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta mengajarkan manusia untuk mengenal Allah sang pencipta kehidupan dan kematian.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang yang telah berjasa tiada batasnya yang selalu mencurahkan kasih dan sayang tanpa pamrih, mensuport tanpa imbalan dan henti-hentinya, membantu tanpa mengharapkan balasan, berjuang dalam mendidik, membimbing, dan menyemangati tanpa batas adalah orang tua penulis yaitu : Indra, SH., M.Ap dan Dina Safitri serta abang penulis Muhammad Randy Caesar Rio, penulis ucapkan jutaan terimakasih

(9)

lakukan juga dicatatkan untuk kedua orang tua dan abang penulis, Aamiin ya rabbal Alamin.

Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini juga tiada kesempurnaan tanpa adanya bimbingan, masukan, kritikan dan arahan-arahan para pembimbing dan para penguji, dan oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih sebanyak- banyaknya kepada para pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum, selaku anggota komisi pembimbing, dan Bapak Dr.

Suprayitno, SH., M.Kn, selaku anggota komisi pembimbing, serta para penguji yaitu Bapak Dr. Tony, SH., M.Kn, selaku dosen penguji tesis dan Ibu Agustining, SH.,M.kn , selaku dosen penguji tesis.

Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih juga kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. T. Keizerina Devi A. SH., CN., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Para Professor dan Guru Besar serta Staff Pengajar dan juga kepada seluruh Karyawan Biro Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Notaris Agustina Karnawati, SH, Notaris Kota Medan, Notaris Cokorda Oka Permadi Pemayun, SH., MKn, Notaris Kabupaten Gianyar dan Bapak Auza Anggara, SH., MH, Kepala Seksi Kantor Badan Pertanahan Kota Medan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

(10)

7. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2015, khususnya group B stambuk 2015 yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam berdiskusi mengenai perkuliahan.

8. Kepada teman-teman berkumpul dan berdiskusi seperjuangan, yakni : Dyan, Tiara, Tata, Nanda, Viza yang telah bersedia selalu saling membantu dalam hal apapun.

9. Sahabat-sahabat terbaik, yang selalu mendukung dalam doa, dan mendukung tanpa henti Marisa, Masyruf, Bulan, Inneke, Winda, Uci, Niken, Gina, Nabila, Dina dan staff ahli.

10. Kepada senior-senior yang telah memberikan waktunya untuk saling membantu dan mengajari, dan juga kepada rekan-rekan lainnya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan berguna baik bagi penulis, bagi Notaris, dunia Akademik, dan seluruh pihak yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.

Medan, 5 Januari 2015

Nindya Caesy Aidita

(11)

I. DATA PRIBADI

Nama : Nindya Caesy Aidita

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 23 Desember 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sei Martebing No. 5 Telepon/Hp : 081326991744

II. KELUARGA

Nama Ayah : Indra, SH., M.Ap Nama Ibu : Dina Safitri

Nama Abang : Muhammad Randy Caesar Rio

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Percobaan Negeri Medan : Tahun Lulus 2005

2. SMP Negeri 1 : Tahun Lulus 2008

3. SMA Negeri 1 : Tahun Lulus 2011

4. S1 Fakultas Hukum USU : Tahun Lulus 2015

5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH-USU : Tahun Lulus 2019

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Kerangka Konsepsi ... 15

G. Metode Penulisan ... 16

BAB II PENGATURAN DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI PROPERTI BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA ... 24

A. Penguasan Hak Atas Tanah di Indoensia ... 24

B. Kepemilikan Properti oleh Warga Negara Asing di Indonesia ... 33

C. Pengaturan Dalam Membuat Akta Jual Beli Properti Bagi Warga Negara Asing Di Indonesia ... 46

BAB III TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA ... 56

A. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 56

B. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Proses Jual Beli Tanah ... 64

(13)

C. Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Membuat Akta Bagi Warga Negara Asing di

Indonesia ... 75

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARGA NEGARA ASING YANG MEMBUAT AKTA JUAL BELI PROPERTI DI INDONESIA ... 85

A. Keabsahan Akta Jual Beli Properti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bagi Warga Negara Asing ... 85

B. Status Kepemilikan atas Tanah dan Bangunan yang dibeli Warga Negara Asing melalui akta notarial ... 93

C. Perlindungan Hukum Bagi Warga Negara Asing Yang Membuat Akta Jual Beli Properti Di Indonesia ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman serta terjadinya globalisasi, membuat meningkatnya kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan, teknologi maupun keingintahuan antar budaya. Globalisasi merupakan suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.1 Globalisasi merupakan salah satu faktor begitu banyak kehadiran Warga Negara Asing di Indonesia yang datang dan meningkatkan perbuatan yang mengikat antara Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia.

Perkembangan antara satu negara dan kebutuhan dengan negara lainnya yang membawa dampak positif maupun negatif bagi Indonesia. Banyaknya orang asing yang kini datang bahkan tak sedikit yang kemudian menetap dalam jangka waktu yang lama di Indonesia bahkan berniat untuk memiliki properti di Indonesia.

Kehadiran Warga Negara Asing di Indonesia dapat dibagi dua golongan, yaitu yang bertempat tinggal secara menetap (penduduk Indonesia) dan yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap, melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia. Pembedaan dalam dua golongan tersebut berhubungan dengan dokumen yang harus ditunjukkannya pada waktu melakukan perbuatan hukum sebagai berikut :

1Achmad Suparman, Ekonomi Lokal Dan Daya Saing Global, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal 57

(15)

a. Bagi orang asing penetap melalui izin tinggal tetap;

b. Bagi orang asing lainnya melalui izin kunjungan atau izin keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang dimiliki oleh orang asing bersangkutan.2

Pada Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) disebutkan bahwa “Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.

Artinya, penduduk Indonesia adalah warga negara Indonesia sendiri (sebagian besar) dan sebagian penduduk lagi yang merupakan Warga Negara Asing.

Sementara Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU Kewarganegaraan) tidak memberikan pengertian mengenai Warga Negara Asing (WNA) secara jelas. Menurut Pasal 7 UU Kewarganegaraan hanya menyebutkan bahwa, “setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing.”

Sementara itu pengertian WNI dinyatakan secara tegas dalam Pasal 2 UU Kewarganegaraan yang menyebutkan bahwa, “Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” Selanjutnya penjelasan Pasal 2 tersebut menyatakan bahwa, “Warga Negara Indonesia asli adalah orang yang berdasarkan tempat kelahiran dan kehendak orang itu hanya menerima satu kewarganegaraan yaitu Warga Negara Indonesia.”

2 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.

(16)

Sedangkan mengenai pengertian orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara tidak dijelaskan. Hanya saja diisyaratkan apabila ada orang asing yang akan menjadi Warga Negara Indonesia harus memenuhi persyaratan yang berlaku dan disahkan oleh undang-undang.

Sehingga orang yang berada diluar kententuan dalam Pasal 2 Undang-undang Kewarganegaraan dan penjelasannya adalah bukan Warga Negara Indonesia atau orang asing.

Salah satu dari bagian dari hak asasi manusia adalah memiliki properti, sebagai bentuk dari hak azasi sosial dari hak-hak azasi lainnya guna pemenuhan kebutuhan manusia, baik lahiriah maupun rohaniah, seperti hak memeluk agama, hak untuk hidup, hak manusia untuk memperoleh kebahgiaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, hak memiliki sesuatu dan memperoleh pendidikan3

Pada rangka mendukung pembangunan yang semakin meningkat seiring kerjasama Indonesia dengan negara-negara sahabat, dan meningkatnya jumlah orang asing yang bekerja dan menjalankan usahanya di Indonesia, mengakibatkan permintaan kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing semakin meningkat, sehingga perlu dibuat kebijakan yang memberikan kepastian hukum serta kemudahan dalam pemberian pelayanan maupun izin memperoleh hak atas tanah untuk rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing.

Di Indonesia hukum positif yang mengatur benda atau properti adalah Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

3 Pasal 1 Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(17)

Agraria (selanjutnya disebut UUPA) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) Indonesia (buku kedua) tentang benda, yaitu : 1. Benda tak bergerak yaitu tanah atau tanah hak berikut benda-benda lain yang

berkaitan dengan tanah, baik karena alam maupun buatan manusia (bangunan perumahan dan lingkungannya),4

2. Benda bergerak yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan dan dihitung jumlahnya.5

Benda bergerak dapat berupa berwujud (tangible) dan benda tak berwujud (intangibles), yaitu tagihan, hak paten, hak milik intelektual, dan lain-lainnya.6 Sejak pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, telah dilihat kemungkinan tersebut sebagai salah satu hal yang dapat mendukung pembangunan dan juga mengingat dasar prikemanusiaan dalam Pancasila yang mempunyai unsur internasional, orang asing diberi kemungkinan mendapat tanah, menurut kebutuhan dan kepentingan negara, atau dengan kata lain pemberian hak atas tangah kepada orang asing tersebut ditujukan untuk kepentingan rakat dan tidak untk kepentingan bangsa lain, dengan melihat pada keadaan, kebutuhan dan waktu.7

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di. Indonesia (selanjutnya disebut PP Nomor 103 tahun 2015)

4 Pasal 506 Kuhperdata Buku II Tentang Kebendaan

5 Pasal 509 Kuhperdata Buku II Tentang Kebendaan

6 Djuhaedah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah atau Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm 129.

7Iman Soetikjno, Proses terjadinya Undang-Undang Pokok Agraria, Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta, 1986, hal 37

(18)

menyebutkan orang asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak pakai. Dalam peraturan pemerintah itu juga disebutkan, orang asing yang diperbolehkan memiliki rumah tinggal atau hunian adalah orang yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia. Sesuai dengan PP No 103 Tahun 2015, pada Pasal 5 tertulis bahwa orang asing diberikan hak pakai untuk rumah tinggal pembelian baru dan hak milik atas sarusun di atas hak pakai untuk sarusun pembelian unit baru yang dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tahun 2016 sebagai peraturan pelaksana dari PP No 103 tahun 2015.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BTN) resmi mengeluarkan aturan mengenai kepemilikan properti asing.

Peraturan itu diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak atas Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (selanjutnya disebut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2016) dimana peraturan tersebut menuliskan, kepemilikan properti asing ini dapat berupa rumah tunggal ataupun rumah susun dengan catatan hanya untuk orang asing yang punya izin tinggal di Indonesia.

Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan seuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam

(19)

uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang ditunjuk.8

Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) memegang peranan yang penting dalam membuat akta jual beli properti bagi Warga Negara Asing, sebagai pejabat publik produk akhirnya yaitu akta autentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian,9 maka PPAT yang akan membuat akta jual beli properti bagi Warga Negara Asing di Indonesia sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang akan dipenuhi oleh pihak yang akan membuat perjanjian. Peranan PPAT sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena PPAT sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Kepastian dan perlindungan hukum itu tampak melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang sempurna di pengadilan. Alat bukti sempurna karena akta otentik memiliki tiga kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendigebewijsracht), kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht) dan kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht)10

Seiring dengan perkembangan latar belakang tersebut, memungkinkannya untuk Warga Negara Asing memiliki properti di Indonesia, maka perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruhnya terhadap Indonesia, pengaturan dan persyaratan yang diperlukan dalam pembuatan akta kepemilikan properti bagi

8 Dadan Darmawan, 75 Tanya Jawab Jual-Beli Properti,Visimedia, Jakarta, 2008, hal 91

9Habib Adjie, Sekilas dunia & PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2009, hal 21

10G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan, cetakan kelima, Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 1999, hal. 55-59

(20)

Warga Negara Asing di Indonesia yang akan dituangkan ke dalam tesis “Analisis Yuridis Tentang Keabsahan Akta Jual Beli Properti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bagi Warga Negara Asing Di Indonesia.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalahnya, sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan dalam membuat akta jual beli properti bagi Warga Negara Asing di Indonesia?

2. Bagaimana tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat akta bagi Warga Negara Asing di Indonesia?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi Warga Negara Asing yang membuat akta jual beli properti di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pembuatan akta bagi warga negara asing oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab antara Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap akta yang dibuatnya.

3. Untuk memberikan kekuatan hukum bagi warga negara asing yang melakukan perbuatan hukum di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. Secara operasional penelitian dapat berfungsi

(21)

sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, menunjang pembangunan, mengembangkan sistem dan mengembangkan kualitas manusia.

Adapun manfaat penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran dan melahirkan pemahaman kepada akan proses pembuatan dan pengaturan dalam pembuatan akta pembelian properti bagi Warga Negara Asing.

2. Secara praktis

Secara praktis pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi masukkan dan pengetahuan bagi masyarakat, khususnya bagi pihak-pihak yang melakukan kerjasama penerimaan perjanjian pembuatan akta terhadap Warga Negara Asing di wilayah Indonesia.

E. Keaslian Penulisan

Tesis dengan judul “Analisis Yuridis Tentang Keabsahan Akta Jual Beli Properti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bagi Warga Negara Asing di Indonesia” belum pernah dibahas sebelumnya oleh orang lain dan ide untuk menulis tesis dengan topik ini adalah berdasarkan inisiatif sendiri. Apabila ada skrispi dengan topik pembahasan yang sama, tentu ada perbedaannya terlihat dalam hal permasalahannya. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah asli karya penulis sendiri sesuai dengan asas-asas keilmuan, jujur, rasional, objektif, dan terbuka. Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan di

(22)

lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum diketahui bahwa belum pernah ada penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Tentang Keabsahan Akta Jual Beli Properti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bagi Warga Negara Asing di Indonesia”.

Adapun judul penelitian ini memiliki kaitan judul dengan beberapa tesis yang sudah diteliti oleh Mahasiswa terdahulu pada Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, antara lain:

1. Heru Hartono (NIM 087005049) dengan judul Peran imigrasi dalam penanganan pengungsi Warga Negara Asing di Kota Medan.

Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana penanganan pengungsi Warga Negara Asing di Kota Medan?

b. Bagaimana peraturan hukum nasional yang digunakan dalam penanganan pengungsi Warga Negara Asing di Indonesia?

c. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penanganan pengungsi Warga Negara Asing di Medan?

2. Dewi Inalya Junita Sitorus (NIM 057011017) dengan judul Perjanjian Pemberian Kuasa Hak Atas Tanah Oleh Indonesian Nominee Kepada Warga Negara Asing?

Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan yang diberikan peraturan perundang undangan dalam mengatur penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia terhadap Warga Negara Asing?

(23)

b. Bagaimanakah perjanjian hak pakai di atas tanah hak milik?

c. Bagaimanakah penerapan perjanjian penguasaan hak atas tanah bagi WNA di Indonesia?

Dari beberapa judul penelitian tersebut di atas tidak ada kesamaan dengan penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Tentang Keabsahan Akta Jual Beli Properti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bagi Warga Negara Asing Di Indonesia”. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran/butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pemegangan teoristis.11

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu mmenerangkan masalah tersebut. Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai sesuatu sektor tertentu dalam sebuah disiplin ilmiah.12

Teori merupakan kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang dipelajari secara seksama. Suatu hal yang semula tampak bagaikan cerita cerai berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara teori bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang

11 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27.

12Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Edisi I, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6.

(24)

mempunyai wujud yang baru dan bermakna.13

Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai sesuatu sektor tertentu dari sebuah disiplin ilmiah.14 Bagi suatu penelitian, teori dan erangka teori mempunyai kegunaan yang paling sedikit mencakup hal-hal berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diui kebenarannya15

Kerangka teori ini bertujuan untuk menyajikan berbagai cara mengorganisasikan dan mengimplementasujan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.16 Penetapan suatu kerangka teori merupakan suatu keharusan sebab kerangka teori digunakan sebagai landasan berpikir ntuk menganalisi permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, yaitu mengenai keabasahan akta bagi Warga Negara Asing di Indonesia.

Diperlukan landasan teori guna untuk menjawab rumusan masalah tersebut. Penelitian ini meggunakan teori kewenangan, teori perlindungan hukum dan teori keabsahan.

a. Teori kewenangan

Kewenangan merupakan keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum

13Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Esai-Esai Terpilih, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal.1.

14 Made Wiratha, Op.Cit hal 6

15 Soerjono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, UII Prees, Jakarta, 2014, hal 18

16 Burhan Ashshofa, Metode Penilitian Hukum, Bhineka Cipta, Jakarta, 1995, hal 19

(25)

publik didalam hubungan hukum publik17 adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Selanjutnya dijelaskan di dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) bahwa, salah satu kewenangan yaitu membuat akta secara umum, adapun sebagai berikut berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Menurut konsep teori kewenangan menurut Philipus M. Hadjon bahwa setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang, kewenangan delegasi adalah kewenangan yang berasal dari adanya pelimpahan kewenangan secara atributif sedangkan mandat tidak terjadi suatu pelimpahan kewenangan.18

b. Teori perlindungan hukum

17 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafinfo Persada, Jakarta, 2013, hal.110

18 Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang, Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1997 hal. 2.

(26)

Negara wajib memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya, sebagaimana di Indonesia yang mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum yang tercantum di dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”. Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum (dari tindakan sewenang-wenang seseorang) dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.19 Menurut pendapat Phillipus M.

Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap suatu tindakan pemerintah dapat bersifat preventif dan represif, yaitu sebagai berikut20 :

1. Perlindungan hukum yang bersifat preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan kewenangan. Dalam hal ini sebagai pejabat umum harus berhati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kewenangan yang diberikan negara kepadanya untuk membuat suatu akta autentik guna menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.

2. Perlindungan hukum yang bersifat represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan. Dalam hal ini, dengan begitu banyaknya akta otentik yang dibuat oleh, tidak jarang tersebut dipermasalahkan oleh salah satu pihak atau pihak lainnya karena dianggap telah merugikan kepentingannya, baik itu dengan pengingkaran akan isi akta, tanda tangan maupun kehadiran pihak dihadapan.

19 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987 hal. 2.

20 Ibid

(27)

c. Teori Keabsahan

Teori keabsahan menurut Hadjon mensyaratkan keabsahan tindak pemerintah didasarkan pada aspek kewenangan, aspek prosedur, dan aspek Substansi.21 Aspek prosedur dari teori keabsahan, bertumpu atas asas negara hukum, asas demokrasi dan asas instrumental. Asas negara hukum berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar manusia. Asas demokrasi berkaitan dengan asas keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Asas instrumental meliputi asas efisiensi (doelmatigheid, daya guna) dan asas efektivitas (loeltreffenheid, hasil guna).22 Aspek substansi menegaskan bahwa kewenangan pemerintah dibatasi secara substansial, yakni menyangkut “apa” dan “untuk apa”.

Teori keabsahan tersebut di atas, jika dikaitkan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini digunakan untuk dapat memahami kewenangan yang dimiliki oleh sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diharapkan mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan aspek kewenangannya, aspek prosedur dan aspek substansi sebagaimana dimaksud dalam teori ini.

Pekerjaan PPAT dapat digolongkan dalam kewajiban menghasilkan, artinya bahwa PPAT harus menanggung atau menjamin bahwa akta yang dibuat menurut bentuk yang ditentukan adalah sah. Apabila PPAT membuat akta dengan bentuk yang salah, maka mencederai kewajiban untuk menghasilkan dan terhadap kerugian yang ditimbulkannya, harus bertanggungjawab, kecuali PPAT mampu

21 Phipilus Mandiri Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Orasi Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum.

Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Surabaya, 1994, hal 7.

22Ibid

(28)

membuktikan bahwa bentuk yang keliru atau salah tersebut tidak dapat dituduhkan kepadanya.23

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep- konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi.24

Terlihat jelas bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka), yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.25 Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan konsep khusus yang akan atau ingin diteliti. Hal ini untuk menghindarkan perbedaan pengertian dari istilah yang digunakan (definisi operasional).

Pada penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Untuk dapat menjawab

23 Martalena Pohan, Tanggung gugat Advocat, Dokter dan Notaris , Alumni, Bandung, 1985 hal 21-22.

24Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian. Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006 hal.61

25 Ibid., hal.47-48

(29)

permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan, yaitu:

a. PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaiman ada dimaksud dalam undang- undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.26

b. Keabsahan adalah sifat yang sah; kesahan. Dalam hal ini adalah keabsahan sebagai pejabat umum dalam membuat akta.27

c. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.28 d. Properti adalah harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana

yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah atau bangunan tersebut.29

G. Metode Penulisan

Pada penulisan ini, penulis memberikan bukti dan fakta atau data yang akurat untuk mendukung hasil yang baik dari suatu karya ilmiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif.

Penelitian hukum normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep asas-asas hukum

26 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 ayat 1

27 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Kbbi.web.id. diakses pada tanggal 12 April 2019, pukul 14.42 WIB. Medan

28 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005 hal. 1

29 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia”,Depdiknas, edisi III, Cetakan Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal 221

(30)

serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.30 Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan, sedangkan normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan- permasalahannya yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.31

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas- asas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.32

30Ibid, hal 8

31Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2013, hal. 31.

32 Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2008, hal 25-26

(31)

Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan ini bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang berhubungan dengan aspek UUJN. Beranjak dari jenis penelitian tersebut, diharapkan dapat memperoleh suatu prinsip yang jelas dengan memberikan kepastian hukum bagi WNA, sehingga terjadi hubungan yang seimbang dalam tanggung jawab dan pelaku pembuat akta.

2. Sumber data Penelitian

Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti:33

Alat pengumpulan data pada penelitian meliputi:

a. Data dapat diperoleh dari bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengikat dan terikat dengan objek penelitian, yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria.

4. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

33 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 43

(32)

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 9. Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di. Indonesia.

12. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak atas Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

13. Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan

14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.

(33)

15. Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

16. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

b. Bahan hukum sekunder yaitu adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terikat dengan obyek penelitian, penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana, dan kasus-kasus yang berhubungan dengan pembahasan tesis ini.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum premier dan sekunder, seperti kamus hukum.34

3. Teknik pengumpulan data

Sumber utama dalam penelitian ini adalah diperoleh dengan pengumpulan data primer dan data skunder. Berikut teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam menyelesaikan tesis ini:

a. Studi kepustakaan (library research)

Studi ini mendasarkan kepada studi kepustakaan (library research).

Library research merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca danmencatat serta mengolah bahan penelitiannya. Ia merupakan suatu penelitian yang memanfaatkan studi

34 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Pers, 2007), hal. 23-24

(34)

kepustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.35 Dalam penelitian ini, menggunakan penelitian deskriptif dengan lebih menekankan pada kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data yang ada dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada untuk diinterpretasikan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah kepada pembahasan.36

b. Studi lapangan (field research)

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan teknik wawancara (interview) langsung dengan informan yang telah direncanakan sebelumnya. Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian tesis ini kepada seorang responden.37 Wawancara dilaksanakan secara langsung dan via telekomunikasi terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas, sehingga data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan serta sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini. Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak yang telah ditentukan sebagai informan. Informan dalam penelitian ini adalah :

1) Agustina Karnawati, S.H selaku Notaris di Kota Medan.

35 Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Nasional, Jakarra, 2004, hal. 2-3

36Ibid

37 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hal.82.

(35)

2) Cokorda Oka Permadi Pemayun, SH., M.Kn selaku Notaris dan PPAT di Kabupaten Gianyar, Bali

3) Auza Anggara, SH., MH selaku Kepala Seksi II Kantor BPN Kota Medan 4. Analisis data

Analisa data adalah suatu kegiatan untuk mengolah bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dan dikumpulkan secara sistematis. Sistematis maksudnya adalah membuat klasifikasi atau konstruksi atas bahan-bahan yang telah diperoleh.

Pada suatu penelitian sebelumnya perlu disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur di dalam bahan hukum primer.38 Artinya bahwa akan dilakukan penguraian, menghubungkan dengan peraturan yang berlaku serta pendapat ahli, dan hasil yang diperoleh dari analisis ini berbentuk tesis.39

Secara sistematis bahan-bahan hukum primer tersebut akan diinventarisir dan disinkronisasikan. Bahan hukum sekunder dan tertier akan menjadi pendukung terhadap pemahaman, penjelasan dan kajian atas bahan hukum primer tersebut. Selanjutnya keseluruhannya akan dianalisa dengan komprehensif dengan menggunakan metode kualitatif untuk dapat menjawab rumusan permasalahan yang telah ditetapkan dalam tesis ini. Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif, yaitu melakukan analisis terhadap peraturan–peraturan dan bahan-bahan

38 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 105

39 Ibid, hal. 107.

(36)

hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Sehingga pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yakni dari yang bersifat umum ke khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan berupa penarikan kesimpulan deduktif. Penalaran deduktif atau deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.40

40 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal. 109

(37)

BAB II

PENGATURAN DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI PROPERTI BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

A. Penguasan Hak Atas Tanah di Indoensia 1. Pengertian Tanah

Sebutan tanah dalam Bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai arti, maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dalam hukum tanah sebutan “tanah” dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria.41 Dalam Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 dinyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang.42

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. Pengertian tanah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama- sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.43

41Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Djembatan, Bandung, 2008, hal 18

42 Ibid

43 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 hal.3

(38)

Tanah dalam pengertian yuridis merupakan permukaan bumi, hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu dari permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.44 Dasar kepastian hukum dalam peraturan-peraturan hukum tertulis sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria, memungkinkan para pihak-pihak yang berkepentingan dengan mudah mengetahui hukum yang berlaku dan wewenang serta kewajiban yangada atas tanah yang dipunyai. Karena kebutuhan manusia terhadap tanah dewasa ini makin meningkat. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah.45

Ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.Tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama- sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”. Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.46

44Effendi Perangin. Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 1994, hal17.

45Ibid

46 Urip Santoso, Hukum Agraria, Kencana, Jakarta, 2013, hal 9-10

(39)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanah adalah suatu bagian yang ada dibumi ini yang masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkannya sebaik mungkin dengan tidak melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia.

2. Jenis-jenis Hak Atas Tanah a. Hak milik

Hak milik atas tanah merupakan hak untuk memperlakukan suatu benda (tanah) sebagai kepunyaan sendiri dengan beberapa pembatasan. Hak untuk memperlakukan hasil sepenuhnya dari tanah dan pula hak untuk mempergunakan tanah itu seolah-olah pemegang hak itu pemiliknya, yang berarti bahwa ia boleh menjual, mengadaikan atau menghibahkan tanah itu kepada orang lain.47

Hak milik menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 yakni fungsi sosial. Turun- temurun menunjukkan bahwa hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik masih hidup dan jika dia meninggal dunia, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.48 Orang yang mempunyai hak milik dapat bertindak menurut kehendak sendiri, asal saja tidak melanggar Hukum Adat setempat dan tidak melampaui batas-batas yang diadakan oleh pemerintah.49

47 Sudikno Mertokusumo, Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal 12

48 Urip Santoso, Op.Cit, hal.92

49 Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional sampai Orde Reformasi, Alumni, Bandung, 1999, hal. 37

(40)

Pengertian hak milik di atas berarti hak milik memberikan wewenang yang paling luas dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya, hak milik dapat dapat menjadi induk dari hak atas tanah lainnya misalnya pemegang hak milik dapat menyewakannya kepada pihak lain. Wewenang seorang pemegang hak milik tidak terbatas selama tidak dibatasi oleh penguasa. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bemaksud untuk membedakannya dengan HGU, HGB, hak pakai dan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki, hak miliklah yang “ter” (paling kuat dan penuh). Begitu pentingnya hak milik, pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan hak milik atas tanah.50

b. Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki spesifikasi.Spesifikasi HGU tidak bersifat terkuat dan terpenuh51, namun HGU tidak mudah hapus dan tetap dapat dipertahankan terhadap gangguan pihak lain, serta dapat dialihkan atau diwariskan. HGU berasal dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara, yang terjadi berdasarkan penetapan dari pemerintah atas permohonan dari pemohon HGU. Penguasaan terhadap HGU memiliki jangka waktu tertentu yang diatur pada Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1960 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Negara (PP No. 40 Tahun 1996) yaitu jangka waktu penguasaannya selama 35 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Hak guna usaha memberi wewenang kepada yang berhak untuk

50 A.P. Parlindungan, Op.Cit., hal 124

51 Supriadi, Op.Cit,hal. 110.

(41)

mempergunakan tanah haknya itu tetapi dalam lingkup terbatas, yaitu hanya untuk perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.52 Pada Pasal 17 ayat (1) PP No.

40 Tahun 1996 menyatakan bahwa ada beberapa sebab hapusnya HGU, seperti:

1) Berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan

2) Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum berakhirnya jangka waktu karena 2 hal, yaitu tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan karena putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap.

3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu 4) Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961

5) Ditelantarkan 6) Tanahnya musnah

7) Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria c. Hak Guna Bangunan

Pasal 35 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pokok Agraria, hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 Tahun yang bila diperlukan dapat diperpanjang lagi selama 20 Tahun. Sama dengan HGU, HGB juga dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun ada yang membedakan antara HGU dengan HGB, yaitu HGB dapat berasal dari tanah dikuasai negara, Hak Pengelolaan, dan bisa juga dari tanah Hak Milik. Sebagai

52Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional,Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2000, hal.34

(42)

suatu hak atas tanah, maka hak guna bangunan memberi wewenang kepada yang mempunyai untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan.

d. Hak pakai

Ketentuan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang.53

3. Proses terjadinya hak milik atas tanah di Indonesia

Terjadinya hak milik atas tanah melalui beberapa cara yaitu : a. Terjadinya karena hukum adat.

Dasar ketentuan tersebut bersumber pada, Pasal 56 Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok dasar agraria yang menentukan bahwa; Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok dasar agraria belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20 Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok dasar agraria,

53Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta 2010, hal 115

(43)

sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang- undang ini.54 Terjadinya hak atas tanah menurut hukum adat biasanya bersumber pada pembukaan hutan yang merupakan tanah ulayat suatu masyarakat hukum adat. Cara-cara tersebut kemudian akan di atur supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum, sebab pembukaan hutan yang tidak teratur dan membabi buta tentu pada gilirannya akan menyebabkan akibat yang sangat merugikan.

b. Terjadi karena penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan

Hak milik yang terjadi, karena penetapan pemerintah diberikan oleh instansi yang berwenang menurut cara dan dengan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan-peraturan pemerintah. Pemberian hak atas tanah menurut penetapan pemerintah ini diberikan dari tanah yang semula berstatus tanah negara, atas dasar Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.55

c. Terjadi karena ketentuan Undang-undang.

Pasal 1 ketentuan konversi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tenntang pokok-pokok dasar agraria, yang menyatakan; Hak Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang

54Juosfiel Sadpri Pansariang, Proses Dan Syarat Untuk Memperoleh Hak Milik Atas Tanah Di Indonesia, Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014, hal 30

55 Rusmadi Murad, Administrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2013, hal 100

(44)

tersebut dalam Pasal 12.56 Untuk memperoleh hak-hak milik atas tanah tersebut dilaksanakan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Ketentuan tentang kewajiban bagi Pemerintah dan pemegang hak, untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia di atur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, Pasal ini meliputi;

1) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;

2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.57

4. Penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing

Penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing saat ini sangat bervariasi. Ada perolehan penguasaan tanah yang sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupuna ada pula praktek penguasaan tanah yang pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk penyelundupan hukum. Adapun bentuk penguasaan tanah oleh WNA sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu :

a. Penguasaan tanah dengan Hak Pakai 58

b. Penguasaan tanah dengan Hak Sewa untuk bangunan59

Cara penguasaan tanah yang mengindikasikan adanya penyelundupan hukum, yaitu :

56 Elsa Syarief, Pensertifikatan Tanah Bekas Hak Eigendom, KPG, Jakarta, 2014,hal 12

57Ibid

58Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria

59 Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria

(45)

a. Penguasaan tanah dengan cara menggunakan ”kedok/pinjam nama/nominee”

praktek yang sering dilakukan berkaitan dengan model penguasaan tanah dengan menggunakan kedok ini, misalnya melakukan jual beli atas nama seorang WNI dengan sumber uangnya dari seorang WNA, sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi peraturan. Namun, disamping itu dilakukan upaya pembuatan perjanjian antara WNA dengan WNI tersebut dengan cara pemberian kuasa (yang menjadi kuasa mutlak), yang memberikan hak yang tidak dapat ditarik oleh pemberi kuasa WNI dan memberi wewenang kepada penerima kuasa WNA untuk melakukan segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah tersebut, yang menurut hukum mestinya hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak WNI.60

b. Penguasaan tanah yang juga merupakan bentuk penguasaan tanah oleh WNA secara terselubung adalah penguasaan tanah oleh pasangan kawin campuran antara WNA dengan WNI, yang tidak mempunyai perjanjian kawin khususnya mengenai pemisahan harta, dimana mereka membeli sebidang tanah hak milik, yang pada umumnya sumber dananya adalah dari WNA akan tetapi mereka tidak memunculkan identitas perkawinannya, sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi peraturan,tetapi secara substansial terjadi penguasaan tanah (hak milik) oleh pasangan dengan kewarganegaraan ganda yang tentunya sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.

60 Maria SW. Sumardjono, 2006, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, hal. 17

Gambar

Tabel 1   Rumah Tunggal:
Tabel 2  Rumah Susun:

Referensi

Dokumen terkait

ignita yang digunakan pada penelitian ini hanya 1 sampel sehingga tidak bisa diungkapkan variasi dan diversitas genetiknya, walaupun merupakan burung endemik

NILAI DAN SIKAP TERHADAP PEKERJAAN Satu ciri utama yang lazimnya sinonim dengan komuniti muara ialah kebergantungan sumber ekonomi mereka kepada sungai dan laut sebagai

Izin terlambat datang karena melaksanakan tugas kedinasan dan dibuktikan dengan surat tugas atau memo dari atasan langsung dan diketahui oleh pejabat organisasi /

Kepercayaan disini ditandai dengan adanya posisi dan status sosial seseorang karena seseorang akan memiliki peran dan pengaruh yang besar jika dia memiliki posisi dan

1. Seleksi Tahap I dilaksanakan oleh panitia terkait kelayakan peserta dan pemenuhan syarat administrasi. Dalam tahap ini akan dipilih dari karya-karya komik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja karet dan biaya tenaga kerja kelapa sawit secara simultan dan parsial berpengaruh nyata terhadap konversi lahan karet

“Dampak lingkungan ada mbak masyarakat sekitar menjadi terbiasa dengan memilah sampah kemudian sampah-sampah organik dikembangkan untuk dijadikan pupuk sedangkan