1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki.
Potensi tersebut dapat dikatakan juga sebagai sumberdaya, yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia serta sumberdaya buatan (infrastruktur, dan lain-lain). Pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan dengan sebaik-baiknya dapat menentukan tingkat keberhasilan suatu pembangunan. Sebelum melakukan pembangunan, sebaiknya harus menyusun rencana pembangunan terlebih dahulu prosesnya biasa disebut dengan perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan bersifat penting untuk dilakukan agar pembangunan tersebut memiliki tujuan yang jelas, terarah, dan tepat sasaran.
Secara umum, pembangunan suatu negara diarahkan pada tiga hal pokok,
diantaranya yaitu : meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok
bagi masyarakat, meningkatkan standar hidup masyarakat dan meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi maupun
kegiatan sosial dalam kehidupannya (Todaro, 2004). Keberhasilan suatu
pembangunan seringkali dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat,
penurunan jumlah kemiskinan, peningkatan pendapatan per kapita, serta
perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan. Namun, keberhasilan pembangunan
juga sering tidak seimbang atau tidak merata sehingga menimbulkan sebuah
ketimpangan wilayah atau kondisi ketidakseimbangan pembangunan antar
wilayah satu dengan wilayah lainnya (Muta’ali, 2014). Bahkan Kuncoro (2011) menegaskan bahwa jika suatu daerah yang memprioritaskan pertumbuhan dalam pembangunan, maka akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan begitupun sebaliknya.
Kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi geografi dan potensi yang terdapat di setiap wilayah. Potensi tersebut meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, bahkan kebijakan pembangunan pemerintah daerah pun ikut andil di dalamnya. Kondisi potensi yang berbeda-beda tersebut akan mendorong proses pembangunan menjadi tidak seragam. Kesenjangan (ketimpangan) merupakan hal yang wajar terjadi pada wilayah yang sedang berkembang. Namun kesenjangan wilayah yang berlebihan juga menimbulkan dampak negatif. Kesenjangan wilayah menciptakan adanya wilayah maju (Developed Region) dan wilayah tertinggal (Underdeveloped Region) (Sjafrizal, 2012).
Wilayah tertinggal dapat diartikan sebagai suatu wilayah yang kondisinya
relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lainnya. Wilayah
tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya yang relatif
terpencil, miskin sumberdaya alam, atau rawan bencana alam. Wilayah tertinggal
merupakan suatu wilayah yang secara fisik, sosial, dan ekonomi kondisinya
mencerminkan keterlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan wilayah lainnya
(Bappenas, 2005). Pembangunan wilayah tertinggal merupakan upaya terencana
untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan berbagai
permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk menjadi daerah yang
maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, tetapi juga menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju, serta adanya tingkat kemakmuran antar daerah dengan daerah yang lainnya. Wilayah tertinggal biasanya berada di wilayah pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau keterbatasan tertentu seperti keterbatasan sumberdaya alam, keterbatasan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, dan keterbatasan aksesibilitas ke pusat-pusat pemukiman lainnya. Hal tersebut menyebabkan kemiskinan serta kondisinya relatif tertinggal dari pedesaan lainnya.
Ketimpangan pembangunan antar wilayah akan membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah tersebut. Maka tidak heran jika masalah ketimpangan dan kemiskinan seringkali dicampuradukkan meskipun kedua istilah ini berbeda. Pada umumnya, kemiskinan menunjukkan pada ketidakmampuan rumahtangga atau individu untuk memenuhi kebutuhannya, atau kondisi kehidupan yang berada di bawah standar minimal.
Sedangkan ketimpangan (inequality) mendeskripsikan mengenai jurang antara yang kaya dan yang miskin.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketimpangan
pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan negara
maju. Fenomena wilayah tertinggalpun sangat memprihatinkan. Maka dari itu,
masalah wilayah tertinggal tidak dapat dibiarkan begitu saja, tetapi harus
diberikan perlakuan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jika wilayah tertinggal tidak diberi perhatian khusus, maka jurang antara wilayah yang maju dan tertinggal akan semakin dalam. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi untuk pengembangan wilayah tertinggal yang disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya dan diawali dengan identifikasi, analisis, perhitungan dengan cermat tentang keberadaan desa tertinggal.
1.2 Rumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan merupakan negara kepulauan tentunya memiliki masalah dalam hal pemerataan pembangunan dan wilayah tertinggal. Menurut data dari Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT), di Indonesia masih terdapat 183 kabupaten yang masuk daerah tertinggal. Dari jumlah tersebut sekitar 30% berada di Kawasan Barat Indonesia dan sekitar 70% berada di Kawasan Timur Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan oleh minimnya aksesibilitas untuk menjangkau daerah tersebut karena Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga pembangunan terpusat di Jawa. Selain aksesibilitas, ketersediaan sumberdaya alam, dan manusia juga ikut mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling
banyak di Indonesia hingga mencapai 43.826.775 jiwa dengan kepadatan
mencapai 1.180,79 jiwa per Km
2dan tersebar secara tidak merata. Kepadatan
paling tinggi berada di Kota Bandung dan Kabupaten Bogor sedangkan paling
rendah ada di Kota Banjar dan Kabupaten Ciamis (BAPPEDA Jawa Barat, 2013).
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pun cenderung maju dari tahun ke tahun.
Namun dibalik pertumbuhan ekonominya yang semakin meningkat, ada gap yang semakin lebar di setiap kabupaten/kota di dalamnya. Pada dasarnya pembangunan di Jawa Barat belum merata di setiap kabupaten/kota. Masalah yang menjadi penghambatnya selain dari sumberdaya manusia yaitu aksesibilitas yang harus dibenahi sebagaimana tertuang dalam RKPD Jawa Barat tahun 2015.
Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kabupaten di bagian timur Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah merupakan salah satu kabupaten yang dapat dikatakan perkembangannya agak lambat dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Jika dilihat dari PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat, Kabupaten Kuningan berada di peringkat terbawah ke empat sebelum Kota Tasikmalaya, Sukabumi, dan Banjar. Dengan PDRB yang rendah perekonomian Kabupaten Kuningan terus meningkat dari tahun ke tahunnya, seperti pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonominya mencapai 5,43%
(BPS Kabupaten Kuningan, 2013).
Walaupun pembangunan ekonominya terus meningkat, namun dirasakan
belum menyeluruh. Terutama desa-desa di perbatasan Kabupaten Kuningan
dengan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah seperti
Kecamatan Cibingbin dan Cilebak. Selain itu, desa-desa di daerah perbukitan juga
cenderung tertinggal. Masyarakat di desa-desa tersebut kesulitan untuk
menjangkau daerah lainnya sehingga minim sekali interaksi desa-desa tersebut
dengan desa-desa lainnya. Selain kesulitan berinteraksi, mereka juga cenderung
kesulitan untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi, sehingga mayarakat seperti
terkurung di desanya yang serba kekurangan.
Untuk mengatasi masalah desa tertinggal tersebut diperlukan strategi pembangunan yang sesuai dengan karakteristik desa-desa tertinggal tersebut agar tercipta kesesuaian pembangunan sehingga pembangunan berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Dukungan untuk melakukan pembangunan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan itu sendiri sudah tertuang dalam visi dan misi serta RPJPD dan RPJMD Kabupaten Kuningan. Visi Kabupaten Kuningan yaitu, mewujudkan Kuningan Mandiri, Agamis, dan Sejahtera (MAS). Melalui visi dan misi tersebut diharapkan Kabupaten Kuningan dapat mandiri dalam perekonomian masyarakat yang salah satu pencapaiannya berupa kemandirian pangan; terciptanya kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, selaras dan kondusif bagi pelaksanaan pembangunan; serta terciptanya kesehjateraan yang merata dan hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Penulis tertarik untuk mengidentifikasi serta menganalisis tentang ketertinggalan desa tersebut, dan menganalisis faktor penyebab ketertinggalan desa tersebut, kemudian memberikan arahan pembangunan desa-desa tertinggal sesuai dengan karakteristik desa tersebut. Melalui unit kajian yang mengacu pada cakupan administratif berupa desa, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat perkembangan wilayah desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat?
2. Bagaimanakah tingkat ketimpangan pembangunan desa-desa di Kabupaten
Kuningan provinsi Jawa Barat?
3. Faktor-faktor apasaja yang menyebabkan ketertinggalan desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat?
4. Bagaimanakah arahan pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
2. Menganalisis tingkat ketimpangan pembangunan desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
3. Menganalisis faktor-faktor penyebab desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
4. Memberikan arahan pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti sebagai upaya pengembangan wawasan akademik dan pengetahuan praktis di bidang pengembangan wilayah tertinggal dan geografi perdesaan.
2. Bagi pemerintah, memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Kuningan khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) sebagai sebuah koreksi atau arahan dalam pemerataan pembangunan wilayah.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi kepada peneliti lainnya yang akan meneliti permasalah desa tertinggal untuk dapat mengembangakan hasil penelitian ini.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kajian pembangunan desa tertinggal sudah pernah
dilakukan oleh beberapa orang terdahulu. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan
dengan penggunaan beberapa metode, pendekatan dan daerah penelitian atau unit
analisis yang berbeda-beda. Cakupan wilayah yang pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti hanya mengkaji satu desa saja sebagai studi kasus, sehingga
dalam hasil analisis terdapat beberapa hasil yang menitikberatkan kepada kondisi
ketertinggalan yang dialami desa tersebut saja tanpa membandingkan dengan desa
tertinggal lainnya. Namun ada juga yang meneliti desa tertinggal dalam suatu
kawasan tapi fokus utama penelitiannya pada potensi aktivitas ekonomi serta
strategi pengembangannya tanpa menganalisis lebih dalam penyebab
ketertinggalan tersebut, untuk lebih jelas lagi pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Linggo Pandit Wardani, Tesis, UGM 2005
Fenomena Kemiskinan Desa Terpencil (Studi : Desa Ongulero dan Wiyapore Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)
1. Menganalisis faktor-faktor yang dapat menjelaskan fenomena
kemiskinan yang terjadi di dalam masyarakat Desa Ongulero dan Wiyapore
Kecamatan Marawola Kabupaten
Donggala Sulawesi Tengah
2. Menganalisis langkah-langkah strategis untuk menanggulangi kemiskinan di Desa Ongulero dan Wiyapore
Kecamatan Marawola Kabupaten
Donggala Sulawesi Tengah
Metode deskriptif kualitatif dengan cara mengembangkan
konsep serta
menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis
1. Kondisi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Desa Ongulero dan Desa Wiyapore disebabkan oleh kondisi alam yang tidak mendukung (tandus dan berbatu), infrastruktur jalan, sarana dan prasarana kesehatan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, keanekaragaman bahasa yang sering mengakibatkan kesalah pahaman antar suku.
2. Strategi yang harus digunakan untuk mengatasi kemiskinan di Desa Ongulero dan Wiyapore yaitu dengan menerapkan strategi pendekatan pemberdayaan masyarakat mix model.
Pemberdayaan masyarakat dengan cara melibatkan masyarakat secara langsung, dan pemerintah atau instansi terkait hanya sebagai fasilitator dan pendamping masyarakat dalam pelaksanaan program.
2 Trimo Yulianto, Tesis, UNDIP 2005
Fenomena Program- Program Pengentasan Kemiskinan di
1. Mengetahui
fenomena yang terjadi terhadap
Metode deskriptif kualitatif dengan metode wawancara
1. Program pengentasan kemiskinan menggunakan pendekatan perencanaan
top-down,kecuali PPK yang
9
No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian Kabupaten Klaten
(Studi Kasus Desa Jotangan Kecamatan Bayat)
program-program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten dengan studi kasus Desa Jotangan Kecamatan Bayat
langsung dan observasi lapangan, studi dokumentasi dan literatur.
menggunakan pendekatan perencanaan gabungan top-down dan bottom-up.
Model pembangunan yang dipakai adalah pemenuhan kebutuhan dasar kecuali PPK yang menggunakan model pemenuhan kebutuhan dasar dan pembangunan kualitas sumberdaya manusia.
3 Ibrahim, Tesis, UGM 2008
Distribusi keruangan desa-desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat
1. Mengidentifikasi karakteristik geografis desa-desa tertinggal di Kabupaten
Sumbawa Barat 2. Mempelajari
distribusi keruangan desa-desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat 3. Menentukan faktor-
faktor penentu dan besarnya faktor- faktor tersebut berpengaruh terhadap predikat desa-desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat
Metode survei data-data yang dikumpulkan dalam penelitian sampling, yaitu dengan proportional random sampling, analisis yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif
1. Karakteristik desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat bervariasi menurut karakteristik topografi.
2. Pada topografi berbukit jumlah desa tertinggal lebih banyak dari pada di daerah dataran, karena kesuburan tanah daerah perbukitan lebih rendah daripada di daerah dataran.
3. Faktor aksesibilitas, sarana prasarana sosial ekonomi dan sumberdaya alam memiliki korelasi positif yang erat, tetapi faktor yang paling berpengaruh
adalah sarana prasarana sosial ekonomi.
4 Afonso Paixao Martins, Tesis, UGM 2011
Profil kemiskinan di Ritabou Kecamatan Maliana Kabupaten Bobonaro Timor Leste
1. Mengetahui profil kemiskinan di Kecamatan Maliana Kabupaten
Bobonaro Timor
Metode survei dengan pengambilan data secara random sampling dengan menggunakan analisa kualitatif dengan
1. Potret kemiskinan masih cukup tinggi, sebesar 28,4% rumahtangga termasuk kategori miskin, sekitar 64,7% hampir miskin, dan rumah tangga yang termasuk dalam kategori tidak miskin
1 0
No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian Leste
2. Mengetahui faktor penyebab
kemiskinan di Kecamatan Maliana Kabupaten
Bobonaro Timor Leste
3. Mencari alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kemiskinan di Kecamatan Maliana Kabupaten
Bobonaro Timor Leste
wawancara mendalam dan kuesioner
sekitar 6,9%.
2. Faktor utama penyebab kemiskinan yaitu : pertama, akses rumah tangga terhadap fungsi-fungsi ekonomi dan budaya; kedua budaya atau mental rumahtangga terkait perilaku tidak produktif atau disebut dengan faktor struktural dan faktor kultural. Faktor kultural merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan kemiskinan.
3. Upaya yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan pembenahan infrastruktur umum terutama berupa jalan yang menghubungkan antar desa dan penghematan dengan cara menyederhanakan berbagai upacara adat.
5 Endah Djuwendah, et.,
al.,