• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin maju atau yang lebih kita kenal dengan era globalisasi seperti sekarang ini ternyata mampu mengubah kehidupan manusia. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat nampaknya telah menghipnotis sebagian besar penduduk di muka bumi ini. Mereka dengan mudah mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan dengan cepat tanpa membutuhkan waktu yang lama. Untuk berkomunikasi pun dengan mudahnya mereka lakukan walaupun berada dalam tempat yang jauh. Kecanggihan alat informasi dan komunikasi setidaknya dapat mempermudah pekerjaan manusia. Banyak teknologi baru dengan berbagai inovasi bermunculan dengan harga yang semakin murah dan mudah didapatkan masyarakat seperti ponsel pintar, laptop, tablet yang semakin memudahkan masyarakat untuk saling berkomunikasi.

Perkembangan teknologi saat ini menyebabkan manusia sangat membutuhkan segala jenis pelayanan teknologi tertutama dalam bidang telekomunikasi untuk mempermudah setiap orang untuk bertelekomunikasi. Namun seringkali teknologi tersebut disalahgunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan persoalan yang rumit.1.

(2)

Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi dan informatika ini memberikan pelayanan dalam bentuk media baru dengan berbagai kemudahan yang diberikan. Mulai dari hal yang kecil seperti tidak perlu lagi membeli koran dipagi hari untuk membaca berita terkini, melalui media internet hal-hal terkini yang ada didunia yang ingin diketahui cukup hanya sekali sentuhan ditambah lagi tidak ada ruang batasan mengenai tempat dan waktu internet bias diakses dimana saja tanpa perlu menghabiskan biaya yang banyak mulai dari kalangan masyarakat kelas sosial atas hingga masyarakat kelas bawah dapat menikmati kemudahan yang diberikan media internet ini.

Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang mengalami perkembangan. Salah satu ciri perkembangan ini adalah dengan banyaknya program pembangunan di berbagai bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Perkembangan tersebut diatas misalnya dapat dilihat dari perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang kita kenal dengan istilah IPTEK, serta perkembangan di bidang informasi dan komunikasi yang sangat pesat dan tidak terbendung, dewasa ini yang sudah tentu berdampak pada seluruh aspek atau seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa perkembangan yang salah satunya dicirikan dengan banyaknya pembangunan senantiasa akan menimbulkan perubahan.2

2 Kristian dan Yopi Gunawan, 2013, Penyadapan Dalam Hukum Positif di Indonesia, Bandung,

(3)

Fenomena ini menunjukan bahwa kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain dimana informasi inilah yang menjadi jembatan penghubung antara satu dan lainnya yang memiliki keterkaitan seperti hubungan keluarga, persahabatan hingga koneksi kerja dimana informasi berbentuk internet yang memberikan banyak kemudahan. Maka manusia bergantung pada kemampuan internet ,sehingga perkembangan teknologi informatika menjadi kebutuhan yang setara dengan kebutuhan pokok manusia di era globalisasi saat ini.

Perkembangan dan kemajuan teknologi komputer dan telekomunikasi berupa media internet sebagai salah satu penyebaran informasi dalam kehidupan sehari-hari membawa dampak buruk berupa penyalahgunaan media internet sebagai salah satu sarana untuk melakukan perbuatan memperoleh data identitas diri seperti user id dan

password dengan menggunakan teknik phising.

Phising atau Identity theft adalah tindakan memperoleh informasi pribadi

seperti User ID, PIN, nomor rekening, nomor kartu kredit Anda secara tidak sah melalui e-mail palsu kepada seseorang atau suatu perusahaan atau suatu organisasi dengan menyatakan bahwa pengirim adalah suatu entitas bisnis yang sah.3 Informasi ini kemudian akan dimanfaatkan oleh pihak phiser untuk mengakses rekening, melakukan penipuan kartu kredit atau memandu nasabah untuk melakukan transfer ke rekening tertentu dengan iming-iming hadiah.

(4)

Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari bulan sebelumnya.

Anti-Phishing Working Group (APWG) dalam laporan bulanannya, mencatat ada 12.845 e-mail baru dan unik serta 2.560 situs palsu dan Selama tahun 2014 Anti-Phishing Working Group (APWG) dalam laporannya, mencatat ada 123.972 e-mail baru dan

unik serta 95.321 situs palsu yang digunakan sebagai sarana phishing dan diketahui 27.253 situs palsu diyakini dibuat oleh phiser.4 Selain terjadi peningkatan kuantitas, kualitas seranganpun juga mengalami kenaikan. Artinya, situs-situs palsu itu ditempatkan pada server yang tidak menggunakan protokol standar sehingga terhindar dari pendeteksian. Teknik ini bisa saja dilakukan melalui vuln xss dengan membuat halaman fake login atau login palsu.5

Kehadiran website palsu sebuah bank nasional pernah menjadi berita yang cukup menjadi perhatian masyarakat karena telah banyak memakan korban. Kasus

phising yang pernah menjadi pembicaraaan itu adalah Klikbca.com tetapi situs ini sekarang sudah tidak aktif, pada saat ramai terjadinya phising klikbca ini, Jika anda masuk ke lima situs ( wwwklikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com dan klikbac.com.), anda akan mendapatkan situs internet yang sama persis dengan situs klikbca.com. Hanya saja saat melakukan login, anda tidak akan masuk ke fasilitas internet banking BCA, namun akan tertera pesan "The page cannot be displayed".

4 antiphising.org, (cited 30 December 2015), Available from URL :

http://www.antiphishing.org/apwg-news-center/

(5)

Fatalnya, dengan melakukan login di situs-situs itu, username dan PIN internet anda akan terkirim pada sang pemilik situs. Jebakan website palsu menjadi penghambat bank untuk memberikan fasilitas yang semakin baik kepada nasabahnya. Di satu sisi bank memberikan kemudahan transaksi bagi nasabahnya cukup dengan internet banking namun di sisi lainnya terdapat pihak jahat yang memanfaatkan kelengahan nasabah untuk mengambil informasi penting nasabah seperti nomor pin rekening tabungan di bank dengan menggunakan website palsu yang memiliki tampilan sama persis dengan website bank yang aslinya.

Satu lagi contoh yang pernah terjadi dalam sebuah situs web game online yaitu milik Gemscool.com yaitu untuk mendapatkan id atau user serta password pemain game online lainnya dengan tujuan untuk mengambil item dalam game tersebut maka beberapa oknum menggunakan teknik phising untuk menjerat korban ke dalam web palsu tersebut. Berikut adalah contoh tampilan web asli Gemscool.com dan web palsu nya :

(6)

Gambar 1. 2 Web Gemscool Palsu

Dalam negara-negara berkembang khususnya kepolisian sangat susah untuk menanggulangi dan menangkal karena terbatasnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki. Saat ini pemerintah belum menganggap kejahatan komputer belum sebagai prioritas utama dalam penegakan kebijakan hukum dibandingkan terorisme dan korupsi padahal pada dasarnya terorisme pun bisa dimulai hanya cukup diam didepan komputer.

(7)

Di Indonesia sendiri setidaknya sudah terdapat UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ketentuan hukum yang mengatur tentang

phising (pencurian identitas) sampai saat ini belum diatur, akan tetapi beberapa

unsur-unsur perbuatan phising tersebut terdapat dalam beberapa pasal dalam beberapa pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008, yaitu Pasal 28 ayat 1 yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dan Pasal 35 yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Jika dilihat dari uraian diatas maka perbuatan phising ini dalam dimasukan dalam kategori kekosongan norma. Kekosongan norma dapat diartikan sebagai “suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang-undangan (hukum) yang mengatur tata tertib (tertentu) dalam masyarakat”, sehingga kekosongan hukum dalam hukum positif lebih tepat dikatakan sebagai “kekosongan undang-undang/peraturan Perundang-undangan”. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum, terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi ketidakpastian hukum atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan di masyarakat yang lebih jauh lagi akan berakibat pada kekacauan hukum

(8)

ada tata cara yang jelas dan diatur berarti bukan tidak boleh. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan (kekacauan) dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau diterapkan.

Dalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian aturan yang diterapkan untuk mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi. Maka daripada itu perbuatan mendapatkan data identitas diri menggunakan teknik phising perlu dikriminalisasi.

Melihat dari permasalahan di atas tentang tindak pidana phising, hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk mengangakat Skripsi dengan judul

“KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN MEMPEROLEH DATA

IDENTITAS DIRI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PHISING”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dalam skripsi ini akan ditulis beberapa permasalahan yang dianggap perlu diketemukan penyelesaiannya. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Hukum Positif di Indonesia mengatur perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising? 2. Bagaimanakah sebaiknya pengaturan perbuatan memperoleh data identitas

diri dengan menggunakan teknik phising kedepannya dalam hukum positif di Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

(9)

batasan-batasan terhadap permasalahan tersebut di atas. Terhadap permasalahan pertama akan dibahas mengenai Hukum positif di Indonesia mengatur perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan tekning phising.

Dengan melihat rumusan permasalahan yang di angkat sebelumnya, maka penulis menaruh suatu objek kajian dalam penulisan karya tulis ini yaitu akan membahas bagaimana kriminalisasi tentang perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan tekning phising. Dimana kita ketahui tidak ada peraturan khusus yang mengatur tentang perbuatan memperoleh data identitas diri menggunakan phising tersebut.

1.4. Orisinalitas

Skripsi ini merupakan karya tulis asli penulis, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka atas saran dan kririk yang membangun bagi penyempurnaannya. Untuk memperlihatkan orisinalitas dari skripsi ini, maka dapat dibandingkan dengan skripsi-skripsi yang pernah ada sebelumnya. Adapun skripsi-skripsi sebelumnya yang menyangkut tentang kebijakan hukum pidana dan/atau kejahatan terhadap data identitas diri adalah sebagai berikut.

(10)

Jateng)”, ditulis oleh Martini Puji Astuti tahun 2013 dari Universitas Negeri Semarang, dengan rumusan masalahnya adalah :

1) Bagaimanakah penentuan tempus dan locus delicti dalam kejahatan

cyber crime?

2) Bagaimanakah pengaturan kewenangan pengadilan yang berhak mengadili kasus cyber crime?

2. Skripsi dengan judul “KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE (CRACKING) DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK” ditulis oleh Alberth M. Rumahorbo tahun 2010 dari Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan masalahnya adalah :

1) Bagaimana kejahatan pembobolan website sebagai bentuk kejahatan di bidang informasi dan transaksi elektronik?

2) Apa faktor penyebab dan modus kejahatan pembobolan website? Bertolak dari beberapa skripsi diatas, maka dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penulis menekankan kepada kekosongan norma sehingga perbuatan pencurian identitas harus diatur kedepannya dalam hukum positif di Indonesia (Ius Constituendum).

(11)

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ada 2 (dua) tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah yakni untuk mengetahui perkembangan hukum di Indonesia dan menambah pengetahuan hukum pidana mengenai kriminalisasi perbuatan yang memperoleh data sensitif menggunakan teknik phising dalam RUU KUHP Pidana.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap pencurian identitas diri menggunakan teknik phising dalam hukum positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana sebaiknya kedepannya pengaturan perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising dalam hukum positif di Indonesia.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

1.6.1 Manfaat Teoritis

(12)

identitas diri menggunakan teknik phising dalam RUU-KUHP. Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penulis dapat memperoleh pencerahan mengenai permasalahan yang penulis hadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis bahwa suatu RUU-KUHP perlu dikaji dalam perumusan konsepnya agar penerapan tersebut nantinya bisa memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.

1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi pembentuk undang-undang khususnya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), sebagai badan legislatif pembuat undang-undang di Indonesia terkait dengan RUU-KUHP mengenai perbuatan memperoleh data identitas diri menggunakan teknik phising yang merupakan suatu hal yang baru sebagai perbuatan pidana.

1.7 Landasan Teoritis

Pembahasan ini akan menjelaskan suatu landasan teoritis yang menjadi landasan berpikir dan yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas mengenai kriminalisasi perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan tekning phising.

(13)

manusia hidup bermasyarakat membutuhkan peraturan-peraturan yang disebut hukum, yaitu suatu norma yang mengatur perilaku hidup manusia.6

Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) merupakan suatu pedoman dasar yang menjadikan hukum sebagai kaidah dalam berperilaku di masyarakat.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa hukum berlaku sebagai kaidah yang merupakan patokan berprilaku atau sikap yang sepantasnya bagi masyarakat. Patokan hukum tersebut memberikan pedoman, bagaimana seharusnya manusia berperikelakuan atau bersikap tindak dalam kehidupan bermasyarakat sehingga terciptanya suatu keselarasan kehidupan dan kedamaian di dalam kehidupan bermasyarakat.7 Berdasarkan penjelasan Soerjono Soekanto tersebut, maka dapat diartikan bahwa Soerjono Soekanto memberikan pemahaman bahwa hukum di dalam masyarakat memiliki tujuan yang jelas.

Hukum pidana dihubungkan dengan negara hukum berarti berbicara mengenai asas legalitas, asas legalitas menjelaskan haruslah ada suatu perumusan undang-undang yang tegas mengenai tindak pidana dan perbuatan pidana, yang menurut para ahli terbentuk dari terjemahan kata “strafbarfeit”, dan setelah adanya perumusan undang-undang yang tegas terhadap suatu tindak pidana, maka perlulah dipahami

6 Roni Wiyanto,2012, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Surakarta, h.1

(14)

mengenai asas “lex spesialis derogat legi generalis”yang artinya apabila suatu negara di dalam suatu sengketa atau masalah memiliki dua undang-undang yang dapat diterapkan, maka yang harus diterapkan adalah undang-undang yang secara khusus mengatur perkara tersebut.8

Berikut beberapa teori yang akan digunakan untuk membahas rumusan masalah diatas:

a. Teori Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Djokosutomo mengatakan, bahwa negara hukum menurut UUD 1945 adalah berdasarkan pada kedaulatan hukum.9 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Oleh karena itu, negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan belaka,tetapi harus berdasarkan pada hukum.

Secara teori, negara hukum (rechstaat) adalah negara bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan

8 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat

Peter Mahmud Marzuki I), h.260.

9 C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian

(15)

hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu, dan agar semua berjalan menurut hukum.10

Seiring dengan perkembangan negara hukum itu sendiri, kini suatu negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum asalkan memenuhi dua belas prinsip, yakni:

1. Supremasi Hukum (supremacy of law);

2. Persamaan dalam Hukum (equality before The Law); 3. Asas legalitas (due process of law);

4. Pembatasan kekuasaan;

5. Organ-organ eksekutif independen; 6. Peradilan bebas dan tidak memihak; 7. Peradilan tata usaha negara;

8. Peradilan tata negara;

9. Perlindungan hak asasi manusia;

10. Bersifat demokratis (democratische rechtstaat);

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare

rechtstaat);

12. Transparansi dan kontrol sosial.11

10 Hans Kelsen, 2006, Teori Tentang Hukum dan Negara, cetakan I, Penerbit Nusamedia dan

Penerbit Nuansa, Bandung, h. 382.

11 Jimly Assiddhiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitualisme, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi

(16)

Utrecht dan Rachmat Soemitro memberikan dua macam asas yang merupakan ciri negara hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap kebebasan setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya.12

Philipus M. Hadjon memberikan ciri-ciri negara hukum sebagai berikut:

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat;

2. Hubungan fungsional yang proposional di antara kekuasaan negara; 3. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, peradilan sarana

terakhir;

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.13

Sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaannya di berbagai negara, konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan tidak dapat dipisahkan dari asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas konstitusional.14 Hukum yang hendak ditegakkan dalam negara hukum agar hak-hak asasi warganya benar-benar terlindungi hendaklah hukum yang benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dibuat secara konstitusional tertentu. Dengan demikian, elemen-elemen yang penting dari sebuah negara hukum, yang merupakan ciri khas dan merupakan syarat mutlak adalah:

12 E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta, h. 305.

13 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan

Pemerintahan Yang Bersih, Surabaya, h. 45.

14 Murtir Jeddawi, 2012, Hukum Administrasi Negara, cetakan I, Penerbit Total Media,

(17)

1. Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia; 2. Asas legalitas;

3. Asas pembagian kekuasaan negara;

4. Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak.15 5. Asas kedaulatan rakyat

6. Asas demokrasi, dan 7. Asas konstitusionalitas

Teori negara hukum menggambarkan bahwasanya Negara Hukum adalah adanya kegiatan-kegiatan ketatanegaraan yang bertumpu pada keadilan.

b. Teori Kebijakan Kriminal (Criminal Policy)

Kebijakan penanggulan kejahatan atau politik kriminal (criminal policy) merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas yang seluruhnya merupakan bagian dari politik sosial, yaitu suatu usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.16

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang “kebijakan kriminal” (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu “kebijakan sosial” (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat.17 Sudarto pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu :

15 Ibid.

16 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,

(selanjutnya disingkat Muladi dan Barda Nawawi Arief I), h. 1.

17 Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi

(18)

a) Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar darireaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.

b) Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.

c) Dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jepsen) ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dalam masyarakat.

Menutut G. Peter Hoefnagels dalam bukunya Barda Nawawi Arief yang berjudul “Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru)” mendefinisikan kebijakan kriminal yakni :

1. Kebijakan kriminal adalah ilmu tanggapan (Criminal policy is the science of responses);

2. Kebijakan kriminal adalah ilmu pencegahan kejahatan (Criminal

policy is the science of crime prevention);

3. Kebijakan kriminal adalah kebijakan menunjuk perilaku manusia

sebagai kejahatan (Criminal policy is a policy of designating human

behavior as crime);

4. Kebijakan kriminal adalah total rasional tanggapan terhadap kejahatan (Criminal policy is a rational total of the responses to crime).18

dalam arti:

a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial;

b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non penal”.19

Pelaksanaan kebijakan kriminal dengan demikian harus menunjang tujuan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan masyarakat, serta harus dilakukan

18 Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan

Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief II),

h. 4

(19)

dengan pendekatan integral melalui keseimbangan sarana penal dan non penal untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan.

c. Teori Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)

Kebijakan hukum pidana merupakan bagian daripada politik kriminal (criminal policy). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana”. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law

enforcement policy).20

Kebijakan Hukum Pidana (politik hukum pidana/penal policy) dikaji konteks bagian dari politik hukum yang dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Politik hukum ini ditempatkan sebagai alat yang bekerja dalam sistem sosial dan sistem hukum tertentu untuk mencapai suatu tujuan masyarakat atau negara,21

20 Ibid, h.24.

21 Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum:Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, ( Alumni,

(20)

Politik hukum pidana atau kebijakan hukum pidana adalah bagaimana mengusahakan atau membuat atau merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Maka melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam artian memenuhi syarat keadilan dan daya guna.22

Menurut A. Mulder dalam bukunya Barda Nawawi Arief “Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana”, strafrechtspolitiek atau kebijakan hukum pidana ialah garis kebijakan untuk menentukan:

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbarui;

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana; c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan

pidana harus dilaksanakan.23

Kebijakan hukum pidana jika dilihat dari kedua pengertian diatas pada dasarnya adalah suatu usaha dalam penanggulangan kejahatan dengan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik atau memperbaharui undang-undang yang telah ada agar dapat mencegah terjadinya tidak pidana yang terjadi dalam masyarakat. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal dapat dilakukan dengan cara yang fungsionalisasi atau operasionalisasinya melalui beberapa tahap, yaitu :

1) Tahap formulasi (kebijakan legislatif);

22 Sudarto, 2007, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Sudarto

II), h. 153.

(21)

2) Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial); 3) Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).24

Tahap Formulasi merupakan upaya dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang bukan hanya tugas dari aparatur penegak hukum, tetapi juga tugas dari aparatur pembuat hukum yakni badan legislatif sebagai badan untuk kebijakan dalam bentuk perundang-undangan yang nantinya jika ada kelemahan dapat menjadi penghambat dalam penangulangan tahap aplikasi dan eksekusi.

d. Teori Pembaharuan Hukum Pidana (Penal Reform)

Pembaruan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana. Makna dan hakikat pembaruan hukum pidana berkaitan erat dengan latar belakang dan urgensi diadakannya pembaruan hukum pidana itu sendiri. Pada hakikatnya pembaruan hukum pidana merupakan suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.25 Makna dan hakikat pembaruan hukum pidana adalah :

a. Dilihat dari sudut pendekatan-kebijakan

- Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi

24 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

(22)

masalah sosial dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya).

- Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

- Sebagai bagian dari dari kebijakan penegakan hukum, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum (legal substance) dalam rangka mengefektifkan penegakan hukum.

b. Dilihat dari sudut pendekatan-nilai

Pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan kembali (reorientasi dan re-evaluasi) nilai-nilai sosiopolitik, sosiofilosofis dan sosiokultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan. Bukanlah pembaruan (“reformasi”) hukum pidana, apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan (misalnya KUHP Baru) sama saja dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP Lama atau WvS).26

e. Konsep Tindak Pidana

Istilah tindak pidana hakekatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Beberapa perkataan yang digunakan menerjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain yaitu tindak pidana, delict, dan perbuatan pidana. Sementara dalam berbagai perundang-undangan digunakan berbagai istilah, antara lain: peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam dengan hukum, dan tindak pidana.27

Pengertian sederhana dari tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

26Barda Nawawi Arief II, op.cit., h. 26

27 Ismu Gunadi W. dan Jonaedi Efendi, 2011, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,

(23)

pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.28 Unsur-unsur tindak pidana dalam rumusan pasal peraturan perundang-undangan terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Lamintang dalam bukunya Leden Marpaung yang berjudul “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana” mengemukakan bahwa:

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku harus dilakukan.29

Menurut teori monistis, unsur-unsur strafbaar feit itu meliputi baik unsur perbuatan yang lazim disebut unsur objektif, maupun unsur pembuat yang lazimnya dinamakan unsur subjektif. Teori dualistis sebaliknya ingin memisahkan (mengeluarkan) schuld itu dari pengertian tindak pidana.30 Teori dualistis itu sendiri adalah teori yang memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana.

1.8 Metode Penelitian

Didalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya menggunakan metode-metode ilmiah dalam penelitiannya. Demikian pula pada penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode ilmiah, yaitu:

28 Ibid.

29 Ledeng Marpaung, op.cit, h. 11.

30 Chairul Huda, 2011, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada

(24)

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, kaidah-kaidah atau norma-norma sebagai patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.31 Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum piositif yang berlaku.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang-undangan (the statue

approach), pendekatan analisis konsep hukum (analitical &conseptual approach)

dan pendekatan perbandingkan (comparative approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang phising dan ada atau tidaknya norma yang mengatur tindak pidana phising. Pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk memahami konsep-konsep aturan tentang dibuatnya perbuatan phising dalam RUU KUHP.

Pendekatan perbandingan digunakan untuk kedalaman pengkajian dengan membandingkan RUU KUHP di Indonesia dengan Undang-Undang di Amerika

(25)

Serikat yaitu “Identity Theft Penalty Enchancement Act” karena Amerika serikat yang mengatur perbuatan phising secara jelas.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari : 1. Bahan hukum primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan. Sumber bahan hukum primer yang digunakan yakni :

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. - RUU-KUHP Nasional Tahun 2013

- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

- Identity Theft Penalty Enchancement Act 2. Bahan hukum sekunder

(26)

3. Sumber bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadan bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (library research). Telaah kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa buku-buku yang terkait dengan penelitian ini kemudian mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

(27)

terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder.

Gambar

Gambar 1. 1 Web Gemscool.com yang asli
Gambar 1. 2 Web Gemscool Palsu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Penelitian menunjukkan infusa daun mangga arum manis (Mangifera indica L.) pada kadar 10% b/v dengan perendaman 8 jam memiliki efek paling besar

Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar yang terdiri dari Bupati beserta perangkat daerah otonom lainnya sebagai Badan Eksekutif

Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8

Pengaruh beberapa jenis minyak pelumas mesin yaitu oli Evalube Runner, oli Yamalube Gold dan oli Federal Racing terhadap viskositas disebabkan kenaikan temperatur sesuai

Beranjak dari ide kreatif tersebut dan tujuan yang ingin dicapai oleh guru untuk menyajikan pembelajaran yang terintegrasi karakter dan kecakapan hidup sebagai wujud

Terdapat perbedaan bermakna skor apgar pada bayi yang lahir dengan bedah sesar yang penggunaan tehnik anestesi umum dan analgesi spinal dimana skor apgar bayi

Hasil ini dapat memberikan gambaran bahwa tidak semua kejadian badai geomagnet kuat maupun badai geomagnet sangat kuat disebabkan oleh daerah aktif dengan