• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adat merupakan warisan nenek moyang yang harus ditaati. Masyarakat harus memiliki pengetahuan tentang adat yang berlaku di masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam bermasyarakat. Masyarakat yang tidak mengetahui adat istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Pantang Larang merupakan salah satu adat yang dijunjung tinggi dalam puak Melayu Akit Hatas. Hal tersebut berarti bahwa pantang larang sangat penting artinya dalam kehidupan sehari-hari dan telah dianggap sebagai sarana yang paling tepat untuk penyampaian nasihat. Pantang larang disampaikan orang tua secara lisan dengan bahasa sehari-hari yang mereka gunakan, yaitu bahasa Akit. Melalui pantangan yang disampaikan, maka seseorang akan mengetahui maksud dari pantang larang tersebut.

Pantang larang memiliki banyak macam. Seperti pantang larang dalam aktivitas ekonomi misalnya ada pantangan untuk mereka yang berada di laut, ada juga pantang larang untuk orang yang menanam padi di ladang.Ada pula pantang larang untuk berbagai siklus kehidupan seperti kelahiran, kematian, sunatan, tindik dan lain sebagainya.

Keterikatan masyarakat Akit Hatas pada nilai adat istiadat sangat tinggi.

Meski sebagian orang menganggap pantang larang adalah mitos, namun dilihat dari isinya pantang larang merupakan norma-norma yang harus diperhatikan oleh

(2)

masyarakat dalam berbuat dan bertingkah laku. Oleh sebab itu, budaya pantang larang mengandung nilai-nilai yang memandu masyarakat dalam bertindak. Hamidy (1995:155) mengatakan “Pantang larang cukup erat hubungannya dengan adat dan resam (tradisi)”. Pantang larang disampaikan orang tua melalui lisan dengan bahasa yang mudah dipahami. Pantang larang ini biasa disampaikan saat duduk santai di sore hari atau kapanpun saat ada kesempatan. Adat istiadat merupakan hal yang sangat kental dengan masyarakat. Seperti dikatakan oleh Semi (1984:54) bahwa hubungan antara kebudayaan dengan masyarakat itu amatlah erat. Kebudayaan itu sendiri adalah cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu beberapa aturan yang menentukan suatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain. Keterikatan pada sistem nilai, adat istiadat masih sangat tinggi. Masyarakat mengenal banyak pantangan yang apabila dilanggar mereka beranggapan akan timbul ketidakseimbangan dalam masyarakat. Mengenai ungkapan itu, Hamidy (1995:10) mengatakan “Ungkapan dapat terdiri atas sebuah kata atau beberapa kata membentuk kesatuan demikian rupa sehingga mengandung suatu pengertian yang khas”. Pantang larang merupakan komunikasi dalam masyarakat seperti memberitahukan keburukan dalam melakukan pekerjaan yang ditujukan secara umum kepada masyarakat, khususnya anak-anak sewaktu akan melakukan pekerjaan ataupun dalam melakukan kesalahan. Kata-kata yang digunakan dalam pantang larang biasanya berhubungan dengan hal yang menakutkan. Pantang larang dihubungkan dengan sesuatu yang amat ditakuti, seperti binatang, jenis penyakit, bencana dan makhluk halus.

(3)

Pantang larang dalam masyarakat mengandung makna yang sangat menentukan gerak-gerik generasi penerus. Ungkapan tersebut bukan hanya disampaikan begitu saja melainkan mempunyai makna yang sangat besar.Hal ini dapat dilihat pada isi pantang larang yang merupakan suatu penuntun dalam masyarakat.Hamidy mempertegas “Pada pokoknya pantang larang sebenarnya semacam norma-norma yang memandu warga masyarakat dalam berbuat dan bertindak” (1995:156). Berdasarkan pandangan tersebut dirasakan betapa pentingnya sebuah peraturan yang dapat memandu masyarakat dalam berbuat dan bertindak.

Tanpa sebuah aturan, kehidupan masyarakat tidak akan tenang. Terlebih lagi bagi Puak Melayu Akit Hatas yang meletakkan hukum sebagai aturan tertinggi.

Pantang larang yang berada di Desa Titi Akar memiliki nilai yang berguna dalam tata pergaulan masyarakat. Nilai yang terkandung dalam pantang larang tersebut bukan sekadar diketahui saja, akan tetapi untuk dijadikan pedoman hidup masyarakat, baik dalam perilaku maupun dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Keberadaan pantang larang di Desa Titi Akar saat ini sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang karena pergeseran nilai, pergantian waktu dan kemajuan teknologi, serta pengaruh modernisasi yang akan mempengaruhi tata kehidupan masyarakat. Namun, sebagian masyarakat masih menganggap pantang larang tetap ada dan dikenal dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, penulis merasa pantang larang perlu dikembangkan dan dilestarikan agar nilai yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk meneliti serta menggali pantang larang Puak Melayu Akit

(4)

Hatas Pulau Rupat Utara. Penulis sangat menyadari upaya melestarikan dan mengangkat nilai-nilai suatu daerah bukanlah tanggung jawab suatu individu, melainkan tanggung jawab semua pihak. Seperti yang diketahui bersama, kebudayaan nasional adalah kumpulan dari kebudayaan-kebudayaan di daerah.Usaha ini adalah salah satu yang dapat penulis lakukan untuk menjaga agar pantang larang Suku Akit Hatas di Rupat Utara tidak dilupakan.

1.2 Permasalahan

Pantang larang yang ada di Desa Titi Akar mempunyai peranan penting bagi Puak Melayu Akit Hatas. Patang larang merupakan alat komunikasi terbaik untuk menyampaikan informasi dan berfungsi mengatur tingkah laku dalam kehidupan mereka. Pantang larang dilihat dari isinya sangat erat kaitannya dengan adat istiadat, dan mempunyai nilai-nilai yang bermanfaat serta berdaya guna dalam tata pergaulan bermasyarakat, dan merupakan norma-norma yang harus diperhatikan dalam berbuat atau bertingkah laku. Oleh sebab itu, pantang larang bermuatan nilai-nilai yang berpedoman dalam memandu perilaku masyarakat serta memberi petunjuk agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang merugikan seseorang atau suatu kaum.

Meskipun pantang larang dianggap bermakna, namun kenyataan pada masyarakat masih ada yang melanggar. Puak Melayu Akit Hatas percaya bahwa pantang larang adalah adat istiadat mereka yang dianut sejak zaman nenek moyang.

Apabila mereka melanggar pantang larang tersebut maka dipercayaakan menimbulkan suatu bencana bagi diri sendiri maupun dalam keluarga. Di dalam

(5)

masyarakat, pantang larang sangat erat hubungannya dengan mitos. Meskipun sebagai mitos, mereka menjadikan pantang larang dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu tanda yang harus dijaga. Dengan demikian, sangat jelas tentang pentingnya pantang larang bagi Puak Melayu Akit Hatas dalam bertingkah laku yang baik dan buruk sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pantang larang tersebut.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana ragam dan isi pantang larang yang terdapat pada Puak Melayu Akit Hatas di Pulau Rupat pada aktivitas ekonomi berkebun dan menangkap ikan?

2. Bagaimana makna yang terkandung dalam pantang larang yang terdapat pada Puak Melayu Akit Hatas di Pulau Rupat pada aktivitas ekonomi berkebun dan menangkap ikan?

3. Mengapa Puak Melayu Akit Hatas masih mematuhi pantang larang serta masih menggunakan pantang larang sebagai acuan dalam aktivitas ekonomi sehari- hari?

2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian pantang larang pada suku Akit Hatas di Pulau Rupat ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja macam dan isi pantang larang pada aktivitas ekonomi berkebun dan menangkap ikan yang terdapat pada Suku Akit Hatas.

(6)

2. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam pantang larang di Pulau Rupat sehingga pantang larang tersebut menjadi acuan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari.

3. Untuk mengetahui alasan apa yang menyebabkan Puak Melayu Akit Hatas masih percaya terhadap pantang larang bahkan menjadikannya aturan dalam aktivitas ekonomi mereka.

Adapun manfaat dari penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk menerapkan dan memperdalam pengetahuan penulis pada metode penelitian dan sebagai bahan rujukan penelitian lainnya. Ditinjau dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi lembaga instansi dan institusi yang menangani bidang kebudayaan dalam upaya pelestarian kebudayaan tradisional pada Puak Melayu Akit Hatas Pulau Rupat. Secara edukatif, penelitian ini bermanfaat bagi dunia pendidikan, yaitu pengajaran budaya daerah yang juga termasuk didalamnya mengenai pembahasan pantang larang.

1.3 Tinjauan Pustaka

Di beberapa daerah di Provinsi Riau juga terdapat pantang larang, akan tetapi terdapat perbedaan bunyi sedangkan maksud dan tujuannya hampir sama. Penelitian tentang pantang larang pernah dilakukan oleh Hubayati (2007) dengan hasil penelitiannya yang berjudul “Nilai Agama Moral, Sosial UngkapanPantang Larang di Desa Bagan Sinembah Kecamatan Bagan Sinembah KabupatenRokan Hilir”.

(7)

Penelitian yang dilakukan oleh Hubayati yaitu suatu ungkapan pantang larang yang dilihat dari segi nilai agama moral, sosial di Desa Bagan Sinembah Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir. Penelitian tentang pantang larang pernah dilakukan juga oleh Ely Marlina (2004) dengan hasil penelitiannya yang berjudul

“Nilai Pantang Larang Pada Tradisi Belo Kampong di Anak Setatah Kecamatan Rangsang Barat Kabupaten Bengkalis”.Penelitian yang dilakukan oleh Ely Marlina

yaitu pantang larang yang dilaksanakan dalam bentuk upacara tradisi Belo Kampong.

Selain itu, Penelitian tentang pantang larang pernah dilakukan juga oleh Suparni (2004) dengan hasil penelitiannya yang berjudul “Nilai Budaya Pada Teks Ungkapan Pantang Larang Orang Melayu Suku Laut di Desa Concong Luar Kecamatan Kulau Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir”. Penelitian yang dilakukan oleh Suparni yaitu

mengenai teks pantang larang dalam nilai budaya yang mencakup aspek kehidupan.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini penulis meneliti tentang pantang larang yang mencakup mata pencaharian Puak Melayu Akit Hatas.

Pantang larang tersebut merupakan kebiasaan dan ketentuan yang melarang atau mencegah seseorang atau sekelompok masyarakat yang harus dihindari ketika sedang berladang dan berlayar karena perbuatan tersebut tidak baik dilakukan sesuai dengan nilai adat, moral, dan sosial yang berlaku pada masyarakat tersebut.

1.5 Kerangka Pemikiran

Menurut Hamidy (1995:156) pantang larang merupakan seperangkat norma yang mencakup efektif (mangkus) untuk mengendalikan tingkah laku individu

(8)

maupun satu puak atau suku bangsa yang mendukungnya. Pantang atau pantangan dapat dikatakan sebagai sejumlah ketentuan yang sedapat mungkin tidak dilanggar oleh warga masyarakat. Ketentuan tersebut sebagian besar berisi larangan, yaitu jangan melanggar atau melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, maka selanjutnya aturan ini disebut dengan pantang larang.

Dilihat dari isinya, pantang larang merupakan norma-norma (ketentuan) yang harus diperhatikan dalam berbuat atau bertingkah laku. Dimensi budaya ini juga bermuatan nilai-nilai yang memadu perilaku masyarakatnya. Keadaan yang demikian membuat pantang larang cukup erat hubungannya dengan adat dan resam (tradisi).

Besar kemungkinan beberapa ketentuan adat telah terdapat dalam pantang larang.

Pantang larang dibuat demi kepentingan memelihara adat. Begitu pula dengan resam yang telah dikokohkan oleh sejumlah pantang larang.

Pada pokoknya, pantang larang sebenarnya semacam norma-norma yang memandu warga masyarakat dalam berbuat dan bertindak. Mana perbuatan atau tindakan yang boleh dilakukan dan mana yang harus berpantang (dihindari) oleh tiap warga atau masyarakat. Oleh karena itu, sebagian dari pantang larang juga mengandung kebenaran sehingga dapat pula diterima oleh akal pikiran masyarakatnya. Akan tetapi, karena pantangan dan larangan itu dihubungkan dengan makhluk halus, binatang, maupun bencana (penyakit) sebagai ancaman atau sanksi, sepintas lalu tidak masuk akal. Meskipun semuanya tidak dapat diterima oleh akal sehat, pantang larang tetap dijaga semata-mata untuk memelihara kepercayaan masyarakat terdahulu.

(9)

Menurut Katan1, Puak melayu masih memiliki beberapa „alat‟ yang digunakan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yan ada, yakni pantang larang. Pantang larang disini menyerupai undang-undang yang dikeluarkan oleh negara, hanya saja perbedaannya lebih kepada tataran kehidupan secara luas. Pantang larang dikenal dalam kehidupan keluarga Melayu sedangkan undang-undang sebagai suatu produk hukum mengatur kehidupan manusia dengan negara.

Tradisi pantang larang merupakan sebuah contoh folklor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara turun temurun namun tidak dibukukan. Pada Puak Melayu Akit di Pulau Rupat, folklor sudah menjadi pegangan hidup. Fungsi folklor dapat berupa alat pendidik, pelipur lara, dan protes sosial. Biasanya folkor diajarkan dalam bentuk bidal, gurindam, syair maupun untaian kata. Adapun kegunaan tradisi pantang larang dalam proses mata pencaharian ini ialah sebagai alat pendidik agar generasi Suku Akit tetap terjaga moralnya serta dapat melestarikan alam.

Masyarakat mendapatkan aturan pantang larang dari nenek moyang.Hingga kini tidak satu orangpun tahu siapa yang telah menciptakan aturan pantang larang tersebut. Pantang larang kini menjadi milik bersama dan harus dijaga kelestariannya.

Studi mengenai pantang larang secara umum memang sudah banyak dilakukan di daerah Riau dan Riau Kepulauan karena banyak macam suku bangsa asli yang menggunakan pantang larang sebagai aturan hidup sehari-hari. Akan tetapi, dalam

1 Dalam/Konsepsi.Patut.dalam.Melayu.Melayu.Online.htm

(10)

penelitian ini kajian penulis terfokus dalam aktivitas ekonomi khususnya berladang dan menangkap ikan pada Puak Melayu Akit Hatas yang belum pernah dilakukan.

Pada siklus kehidupan terdapat banyak ragam pantang larang yang diperuntukkan bagi anak-anak, dewasa, maupun orang tua. Pada aktivitas ekonomi, pantang larang banyak terpusat pada pekerjaan penangkapan ikan dan berladang. Hal itu dikarenakan mata pencaharian Suku Akit yang memang sebagian besar bergantung pada alam sehingga banyak cara dilakukan oleh mereka agar alam tersebut tetap terjaga kelestariannya. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah memelihara tradisi pantang larang. Pantang larang dalam keseharian Puak Melayu Akit Hatas berfungsi sebagai pengatur hubungan antara manusia dengan manusia serta manusia dengan alam.

Menurut Kluckhohn, manusia memiliki lima masalah dasar dalam hidup, diantaranya hakekat hidup, hakekat kerja, hubungan manusia dan waktu, hubungan manusia dengan alam, serta hubungan manusia dengan manusia. Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah tersebut dengan berbagai variasi yang berbeda beda. Seperti masalah pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan.Oleh karena itu, pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana dan mengkesampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu secara keseluruhan yang akhirnya

(11)

berpengaruh pada pola menjalani hidup. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Pandangan masyarakat saat ini lebih tepat di katakan bahwa hidup itu sulit tapi harus diperjuangkan.

Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidupsemata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi, ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan, dan kehormatan. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa kerja dilakukan semata-mata untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.

Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai fokus usaha dalam perjuangannya.Sebaliknya, ada yang jauh melihat kedepan.Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya. Pada Puak Melayu Akit Hatas, masa lampau dalam pencarian nafkah sangat berpengaruh. Mereka masih memegang teguh peringatan nenek moyang yang terdapat dalam tradisi pantang larang. Dalam mencari penghasilan, mereka tidak berfikir untuk berlomba-lomba mencari kekayaan.

Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Sebaliknya, ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap

(12)

pola aktivitas masyarakatnya. Puak Melayu Akit Hatas juga percaya bahwa alam sangat luar biasa. Mereka sangat tunduk pada alam, namun disatu sisi mereka juga menjaga keselarasan dengan alam, hidup harmoni bersama alam. Alam berfungsi sebagai guru yang mengatur waktu pencarian nafkah. Semua hal tersebut terdapat dalam isian pantang larang yang masih sangat di pegang oleh masyarakat Akit Hatas.

Menurut Durkheim, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian atau elemen yang saling berkaitan fungsinya antara satu sama lain. Perubahan fungsi antara satu bagian akan berpengaruh pada bagian lainnya. Oleh sebab itu, penjagaan terhadap alam harus tetap dijunjung agar tidak adanya ketimpangan yang terjadi.

Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan, dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak asasi, kemerdekaan, dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakategaliterian. Sebaliknya, kebudayaan yang menekankan hubungan vertikal cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin).Orientasi ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistik (kebapaan).

Puak Melayu Akit Hatas dalam hal pemerintahan menggunakan pola hubungan vertikal yaitu ketua adat dan Tuk Kadi masih sangat memegang kuasa atas masyarakatnya.

(13)

Pantang larang merupakan sebuah hukum positif yang berfungsi juga sebagai kontrol sosial masyarakat. Pantang larang ini berfungsi sebagai pengendali perilaku yang menekankan kepada pengajaran pendidikan, tingkah laku, kerja keras,kebersihan dan lain sebagainya. pantang larang ini berpegang pada Tunjuk Ajar Melayu, dengan menjadikan penyakit, makhluk ghaib dan bencana sebagai ancamannya.

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Penentuan Lokasi

Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian yaitu di Desa Titi Akar, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Pulau Rupat. Penulis memilih Desa Titi Akar karena penduduk Desa sebagian besar merupakan Puak Melayu Akit Hatas.

Walaupun sebenarnya Puak Melayu Akit Hatas tersebar hampir merata di Provinsi Riau serta Riau kepulauan, namun data statistik menunjukkan mereka paling banyak bermukim di Desa Titi Akar. Selain itu berbeda dengan Puak Melayu Akit Hatas yang tersebar di daerah lain yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan sudah banyak yang bekerja di pemerintahan, penutur bahasa Akit di Desa Titi Akar masih murni mempergunakan bahasa Akit dalam pergaulan sehari- hari meskipun umumnya mereka sudah mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Dengan demikian, diperkirakan penduduk di Desa Titi Akar tersebut masih mengamalkan tradisi lisan pantang larang dalam kehidupan sehari-hari.

(14)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan Pantang larang Suku Akit Hatas Pulau Rupat ini akan dilakukan dengan menggunakan metode observasi agar masalah pokok yang terjadi di lapangan dapat dirasakan dan dilihat langsung oleh peneliti.

Selain itu juga akan digunakan metode wawancara mendalam. Wawancara perupakan bantuan utama dalam metode observasi (Koentjaraningrat, 1997:129). Wawancara mendalam dilakukan kepada sejumlah informan yang memiliki pengalaman terhadap proses berlayar atau berladang. Penulis sangat mengusahakan mendapatkan informan yang tepat untuk membantu proses pencarian data. Informan yang memberikan informasi dalam penelitian ini adalah mereka yang mengetahui ragam dan makna pantang larang, mematuhi dan menerapkan serta mengajari sanak keluarga mereka perihal pantang larang tersebut. Dapat berbicara dengan pelafalan yang jelas, dan sehat jasmani serta rohani, informan terdiri dari tokoh masyarakat yang menjalani kehidupan di daerah tersebut dan memahami benar mengenai pantang larang yang terdapat di daerah tersebut, serta beberapa orang pelaku pekerjaan. Informan yang membantu penulis berjumlah dua belas orang yang berusia antara 35 tahun hingga 72 tahun dengan profesi sebagai tani, nelayan, ibu rumah tangga, buruh serta PNS.

Penelitian ini juga dilengkapi dokumentasi berupa foto yang diambil dengan kamera digital dan kamera ponsel. Isi percakapan sebagian besar direkam dengan ponsel dan sebagian lainnya ditulis secara manual. Kekurangan data setelah melewati cara tersebut akan dilengkapi dengan data perpustakaan.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan analisis data kualitatif adalah mencari makna dibalik data yang melalui pengakuan subyek pelakukanya[5]. Peneliti dihadapkan kepada berbagai objek

Peneliti memilih logo Hoka Hoka Bento karena tanda linguistik yang terdapat pada logo Hoka Hoka Bento bervariasi dan memiliki makna tersembunyi dibalik setiap tanda

Dari ungkapan 「つもり」 ‘tsumori’ yang memiliki makna dan struktur yang beragam, maka timbullah masalah dalam penelitian ini.. Agar mempermudah dan memperjelas

masalah umum dalam penelitian ini adalah: “Apa persamaan dan perbedaan ungkapan yang menyatakan makna potensial dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Jepang jika dilihat

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, peneliti ingin mengungkap pesan moral dalam film dengan menggunakan metode analisis isi karena dengan analisis isi dapat

Untuk mengetahui penerapan strategi college ball dalam meningkatkan pemahaman materi jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia pada mata pelajaran IPS kelas V

mempunyai pengertian jasmani dan rohani, material maupun spritual dan nyata maupun hanya dalam bentuk lambang (simbolik). Berdasarkan penjelasan di atas, rumah juga adalah

Jadi yang ditekankan dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat Ruteng Pu’u memaknai simbol atau makna yang terdapat pada konstruksi rumah adat Manggarai dilihat