DAFTAR ISI
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12
1. Tujuan Penelitian ... 12
BAB II KEGIATAN EKSTRA KURIKULER KEAGAMAAN SEBAGAI UPAYA PENYEMPURNAAN PROSES PENDIDIKAN AGAMA
B. Pengembangan Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ... 39
1. Konsep Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 39
b. Materi kegiatan ektrakurikuler keagamaam ... 41
c. Proses kegiatan ektrakurikuler keagamaan ... 41
d. Evaluasi kegitan ektrakurikuler keagamaan ... 43
2. Macam-Macam Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 43
3. Aspek Yuridis Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 46
C. Beberapa Temuan Terkait Dengan Penyempurnaan Pendidikan Agama Islam ... 49
1. Model Integrasi Nilai-Nilai Taqwa ... 49
2. Pengembangan Strategi Pendidikan Berbahasa Sastra ... 51
3. Model Pembelajaran Aksi Sosial Untuk Pengembangan Nilai-Nilai dan Keterampilan Sosial ... 52
D. Penyempurnaan PAI Kaitannya dengan PendidikanUmum/ Pendidikan Nilai ... 54
1. Kedudukan Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Pendidikan Umum ... 54
2. Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Agama Islam ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN TEMUAN
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 211
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Fasilitas Bangunan SMK Negeri 6 Bandung ... 132
Tabel 4.2 Susunan Jabatan di MAN 1 Bandung ... 138
Tabel 4.3 Data Kepegawaian MAN 2 Bandung Berdasarkan Fungsi
Golongan ... 144
Tabel 4.4 Data Kepegawaian Berdasarkan Umur dan Masa Kerja MAN 2
Bandung ... 144
Tabel 4.5 Guru dan Tenaga Administrasi Berdasarkan Status Kepegawaian
dan Jenis Kelamin ... 145
Tabel 4.6 Data Siswa dan Rombel Tahun Pelajaran 2008-2009 MAN 2
Bandung ... 145
Tabel 4.7 Program Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan SMA Negeri 24
Bandung ... 150
Tabel 4.8 Daftar Pembimbing Tes Kompetensi PAI SMA Negeri 24
Bandung ... 152
Tabel 4.9 Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 174
Tabel 4.10 Materi Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan ... 183
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Alur Fikir Menuju Insan Kamil ... 22
Bagan 3.1 Alur Perolehan Data Primer ... 80
Bagan 3.2 Paradigma Penelitian ... 92
Bagan 4.1 Struktur Organisasi DKM Baiturrohim (SMK Negeri 7
Bandung) ... 161
Bagan 4.2 Struktur Organisasi Ikrima Baiturrahim Tahun Diklat 2008-2009
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia Nomor: 0430/H40.7/DT/2008 Tentang Pengangkatan
Pembimbing Penulisan Disertasi Program Doctor/S3.
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Lapangan dari Sekolah Pascasarjana
Lampiran 3 Surat Pengantar dari Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan
Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Kota Bandung
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Bandung
Lampiran 5 Kisi-kisi Pengumpulan Data Penelitian
Lampiran 6 Pedoman Observasi
Lampiran 7 Pedoman Wawancara
Lampiran 8 Daftar Inisial Lokasi Penelitian
Lampiran 9 Daftar Inisial Responden
Lampiran 10 Program Kerja Implementasi Peningkatan IMTAK di SMA Negeri
24 Bandung Tahun Pelajaran 2008 – 2009
Lampiran 11 Jadwal Keputrian DKM Daarul Fikri SMA Negeri 24 Bandung
Lampiran 12 Jadwal Kultum Mesjid Daarul Fikri SMA Negeri 24 Bandung
Lampiran 13 Program Kerja DKM Daarul Fikri SMA Negeri 24 Bandung
Lampiran 14 Hasil Tes Kemampuan Membaca al Qur’an Tahun 2008-2009
SMA Negeri 24 Bandung
Lampiran 15 Selayang Pandang SMA Negeri 24 Bandung
Lampiran 16 Program SMA Negeri 11 Bandung Tahun Pelajaran 2008-2009
Lampiran 17 Selayang Pandang SMK Negeri 6 Bandung
Lampiran 18 Buku Panduan Belajar Siswa MAN 1 Bandung
Lampiran 19 Struktur dan Program Kerja Gabungan Remaja Islam (Garis)
MAN 1 Bandung
Lampiran 20 Lamporan Pertanggung Jawaban Porum Remaja Islam (FORIS)
DKM I’anatu Attholibin Masa Bakti 2008-2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep-konsep Pendidikan Nilai lahir untuk menyeimbangkan
kemampuan moral dengan intelektual. Hal itu penting karena kini telah terjadi
spesialisasi yang semakin tajam pada setiap kajian ilmu pengetahuan. Tetapi,
Pendidikan Nilai bukan pendidikan yang anti spesialisasi. Gagasan-gagasan
konseptual dan praktik Pendidikan Nilai berfungsi sebagai “pembulat “ ketika
suatu proses pendidikan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang miskin secara moral
(Mulyana, R. 2004: 160)
Sumantri, E (1993:7) menjelaskan bahwa: keutuhan lahir dan batin
manusia mengandung arti bahwa dalam diri manusia terjadi proses perpaduan
gaya yang wajar antara peran dan fungsi jasmani yang sehat dalam arti manfaat
dengan peran dan fungsi rohani yang bajik dalam arti bijaksana dan arif, hingga
dapat melahirkan manusia (individu) atau warga masyarakat yang bermoral,
berwatak dan berakhlak karimah.
Program Integrasi dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Nasional,
merupakan sejumlah program yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan muatan
kurikulum atau domain peserta didik telah banyak dikembangkan oleh
pemerintah, khususnya oleh departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan
Departemen Agama (Depag). Program integrasi lahir seiring dengan munculnya
pandangan yang bersifat komplekmenter dalam melihat kesatuan belajar.
meliputi: (1) pengintegrasian nilai agama ke dalam mata pelajaran umum; (2)
penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkekembangan religious
peserta didik; (3) pengembangan kegiatan ekstrakurikuler yang bernafaskan
agama; dan (d) peningkatan kerja sana antar sekolah, masyarakat dan
pemerintahan dalam pengembangan program keagamaan.
Cara berpikir demikian akhirnya mendorong pemerintah untuk
menyelenggarakan sejumlah program integrasi seperti: Integrasi IMTAK dengan
Mata Pelajaran umum, Program Sains, Teknologi dan Masyarakat atau disebut
Science-Technologi-Siciety Program keterpaduan Intrajurikuler dengan
ekstra-kurikuler Keagamaan. Program-program yang dikemukakan tadi pada dasarnya
dimaksudkan untuk membuka peluang kepada peserta didik agar memiliki
kesadaran nilai yang tinggi.
Tujuan pendidikan nasional harus menjadi acuan pokok dan pengendalian
arah dalam ikhtisar pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk
membentuk manusia utuh seperti yang dicita-citakan oleh Pendidikan Umum
yang tidak dapat dilepaskan dari arti penting norma-norma dan nilai-nilai
termasuk agama.
Proses pendidikan merupakan langkah nyata ke arah terciptanya
humanisasi, yaitu manusia yang memiliki kepribadian utuh (Islam: Insan Kamil);
terbentuknya kepribadian muslim yang integratif antara dunia dan akherat
Marimba (1986:39); Terbentuknya manusia yang berakhlak mulia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kesadarn Ilahiyah dalam kehidupan sehari-hari (al
Abrasyi, 1979:15); Mengembangkan pribadi dalam semua aspeknya mencakup
Djahiri, K (1985:1) menjelaskan bahwa; siswa sebagai insan potensial
merupakan generasi penerus kehidupan bangsa dan Negara hendaknya harus kita
bina menjadi manusia yang utuh dan sadar akan dirinya serta berbuat sesuai
dengan potret dirinya pula. Kita mendambakan hari esok generasi penerus yang
benar-benar berkepribadian dan bukan generasi yang penuh kepura-puraan atau
kepalsuan.
Hal tersebut akan tercapai dengan baik jika ada tujuan pendidikan yang
mengarahkan dan membimbing pelaksanaannya. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan: “Pendidikan nasional bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”.
Rumusan nasional di atas menjelaskan bahwa iman dan takwa menjadi
tujuan yang esensial, sama halnya dalam sudut pandang Islam, bahwa aspek
keimanan dan ketakwaan merupakan aspek terpenting yang dapat memayungi
semua aspek-aspek lainnya. Agama Islam sebagai way of life telah memberikan
petunjuk dan bimbingan yang mantap bagi penganutnya. Untuk itu proses
humanisasi sebagai hakikat ikhtiar pendidikan Islam, seperti dikemukakan Tafsir
(1994:46) bahwa: “Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah
Pendapat ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al Dzariat ayat
56 yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepada-Ku”. Ibnu Katsir dalam Arrifa’i MN, (2000:480)
menjelaskan bahwa: Allah SWT berfirman: Allah menciptakan jin dan manusia
untuk beribadah, bukan karena Allah membutuhkannya, tetapi sebaiknya jin dan
manusia beribadah penuh kerelaan dan hanya kepada Allah, sehingga jika Allah
ridha maka Allah akan memasukan manusia ke dalam surga, jadi bukan untuk
kepentingan Allah SWT tetapi manusia beribadah tetapi sesungguhnya untuk
kepentingan manusia juga.
Proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh
mengesampingkan proses pembelajaran. Pendidikan tidak boleh semata-mata
berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi berusaha memperoleh hasil
atau proses belajar yang terjadi pada diri anak. Dalam pendidikan antara proses
dan hasil belajar harus berjalan secara seimbang. Pendidikan yang hanya
mementingkan salah satu diantaranya tidak akan dapat membentuk manusia yang
berkembang secara utuh.
Akhir dari proses pendidikan kemampuan anak memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal
ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan
kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai dengan
kebutuhan. Ketiga aspek inilah (kecerdasan, sikap dan keterampilan) arah dan
Tampaknya pelaksanaan pendidikan disekolah belum sesuai dengan
harapan di atas. Para guru di sekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan
mata pelajaran yang diberikannya, seakan-akan mata pelajaran yang satu dengan
yang lainnya. Hal ini bisa terjadi karena selama ini belum ada pedoman yang bisa
dijadikan rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung. Seperti
juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Pendidikan Nasisonal dikatakan bahwa Standar Pendidikan
Nasional dikatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1: 1).
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa
dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak didik
lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoretis, tetapi mereka miskin aplikasi
(Sanjaya, W. 2006:1)
Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata Pelajaran science
tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan
sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik
dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas. Mata Pelajaran Agama, tidak
dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena
materi pelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan berkominikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai
ilmu bukan sebagai alat komunikasi.
Arifin (1993: 14) mengemukakan pendapatnya tentang proses pendidikan
bahwa: Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar
dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan
pribadinya sebagai makhluk individual, dan sosial serta hubungannya dengan
alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam
nilai-nilai Islam, yaitu nilai-nilai-nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlakul
karimah.
Proses pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal, informal,
atau non formal. Pada pendidikan di sekolah proses pendidikan dapat ditempuh
melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler atau ko-kurikuler. Kegiatan intra
kurikuler untuk setiap jenjang pendidikan selalu diberikan suatu kumpulan materi
yang mempersiapkan peserta didik untuk mengembangkan nilai-nilai
keagamaan.Untuk tingkat TK disebut dengan bidang pengembangan Agama dan
moral, untuk tingkat SD disebut Studi Pendidikan Agama (2 jam
pelajaran/minggu), untuk tingkat perguruan tinggi disebut Mata Kuliah
Pendidikan Agama (2 jam pelajaran/minggu) dan untuk tingkat perguruan tinggi
disebut Mata Kuliah Pendidikan Agama (2 SKS).
Kegiatan Intrakurikuler keagamaan yang hanya 2 jam pelajaran dalam satu
minggu kurang mencukupi untuk dapat mengembangkan kemampuan keagamaan
berbagai bentuk kegiatan di bawah koordinasi guru Pendidikan Agama dan Wakil
Kepala Sekolah bidang kesiswaan dijenjang pendidikan SLTP/SLTA.
Namun pada umumnya di tingkat SLTA guru PAI atau Wakil Bidang
Kesiswaan sering merasa percaya kepada para siswanya terutama ditingkat SLTA,
sehingga kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dipercayakan kepada OSIS atau
DKM Sekolah, namun karena kesibukan kegiatan pembelajaran Intrakurikuler
yang harus dihadapi sehingga guru terlalu percaya kepada sebagian siswanya yang
dinggap sudah cukup dewasa terutama mulai dari siswa tingkat SLTA, sehingga
kegiatan ekstrakurikuler kurang mendapat perhatian dan pemantauan baik dari
Guru PAI atau PKS Kesiswaan. Hasil pengamatan penulis untuk sementara hal
inilah yang banyak terjadi di sekolah-sekolah tingkat SLTA.
Program kegiatan ekstrakurikuler merupakan proses kegiatan pemberian
sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam rangka pengembangan bakat
dan minat agar menjadi manusia utuh, yaitu manusia yang tidak hanya memiliki
sejumlah pengetahuan saja melainkan memiliki keterampilan dan sikap yang baik.
Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan dari berbagai jenjang sekolah
sangat beragam tergantung pada kebijakan sekolah yang disesuaikan dengan
ketentuan kurikulum. Pada umumnya program kegiatan ekstrakurikuler yang
diselenggarakan oleh sekolah meliputi kegiatan pengembangan bidang seni (seni
musik, seni suara, seni drama, dan seni lukis), bidang kegiatan olahraga (sepak
bola, renang, pencak silat, bola voli, basket dan sebagainya), kegiatan
keterampilan (memasak, merajut, dan menjahit), pendidikan komputer, serta
kegiatan keagamaan (Tekhnik Baca Tulis al Quran, Bahasa Arab, dakwah
Seperti yang telah diungkapkan di atas, penentuan kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kebijakan sekolah, sekolah memiliki otonomi untuk menetapkannya.
Penentuan kegiatan tersebut biasanya di dasarkan oleh visi dan misi lembaga
pendidikan, termasuk pada kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan diadakan dalam upaya penyempurnaan kegiatan
ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. Namun pada kenyataannya kegiatan
ekstrakurikuler keagamaam ternyata banyak dijadikan kesempatan oleh
kelompok-kelompok keagamaan yang ingin menyebarkan faham-faham dari
aliran yang mereka yakini, dan tidak sedikit aliran yang menyesatkan mulai
disebarkan dengan berbagai modus yang sangat menarik dan menggugah
semangat jihad, dengan mengaku sebagai alumni yang ingin ikut memajukan
sekolahnya. Apakah benar atau tidak mereka alumni tidak ada jaminan.
Namun yang jelas faham yang menyesatkan itu telah memasuki dan
menjadi suatu keyakinan yang benar oleh para siswa yang aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan, dan pada akhirnya akan menjadi kemunduran Umat
Islam, khususnya Pendidikan Agama Islam. Kemunduran umat Islam pada saat ini
tentu ada penyebabnya, Hadian, N (2007: 1993) menjelaskan faktor-faktor
penyebab kemunduran umat Islam yang berdampak seperti kasus di bawah ini
disebabkan dua faktor: faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal diantaranya: 1) jauhnya umat Islam dari as Sunah; 2)
terpecah karena adanya masalah furu; 3) adanya perasaan rendah diri dan tidak
tsiqah pada umat Islam; 4) adanya gejala taklid dengan semua yang datang dari
kaum kafir; 5) tertinggal dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Adapun faktor
(perang pemikiran) dan harakatul irtidad (gerakan pemurtadan) dari
musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari umat-umatnya (Hardian, N. 2007:
196).
Salah satu penyebab kemunduran Islam adalah akibat mereka mempelajari
Islam hanya karena mereka mengikuti pemahaman yang ada sekedar pemahaman
ikut-ikutan (taqlid buta), bukan pemahaman berdasarkan ilmu pengetahuan.
Faktor-faktor penyebab kemunduran umat Islam tersebut berdampak kepada
pencapaian keberhasilan Pendidikan Agama Islam. Khususnya pada kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan yang kurang mendapat perhatian yang serius.
Solusi yang dapat diselesaikan yang bisa menyelesaikan problematika
umat Islam diantaranya: umat Islam harus menerapkan syariat Islam dalam
seluruh aspek kehidupan, mendidik generasi Islam dengan manhaz pendidikan
yang syamil (sempurna) dan mutakamil (menyeluruh), menyiapkan kekuatan
semaksimal mungkin untuk menghadapi musuh dan dengan perjuangan serta
pengorbanan total. (Hardian, N. 2007: 197).
Bila dikaitkan dengan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan problematika
umat ternyata terbukti aliran-aliran yang menyesatkan mudah menyusup di
lingkungan sekolah. Berdasarkan paparan kondisi objektif di atas dapat
diungkapkan bahwa faktor timbulnya aliran-aliran yang menyesatkan itu masuk
ke lingkungan sekolah karena kurang terprogramnya kegiatan ektrakurikuler dari
pihak sekolah, belum memiliki suatu model kegiatan ekstrakurikuler keagamaan
yang benar-benar cocok untuk tingkatan siswa SLTP/SLTA, sehingga guru
Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan karena kondisi di sekolah
saat ini disinyalir berkembangnya aliran-aliran yang terdapat juga paham-paham
sesatnya. Apabila fenomena ini dibiarkan oleh sekolah, dapat lahir
kecenderungan-kecenderungan perilaku yang digambarkan pada contoh
kasus-kasus tersebut di atas lebih meluas dan merusak kepribadian generasi penerus, dan
ini jelas-jelas akan menjadi kemunduran umat Islam khususnya Pendidikan
Agama Islam.
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan solusi
alternatif dalam kegiatan ekstrakurikuler keagamaan sehingga dapat membantu
menyempurnakan proses Pendidikan Agama Islam yang sedang dilanda krisis
penurunan disebabkan banyak faktor yang memberikan kontaminasi terhadap
proses pendidikan agama. Permasalahan penelitian ini belum adanya suatu model
yang efektif dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler keagamaan untuk
membantu meningkatkan proses Pendidikan Agama Islam agar siswa memiliki
daya tahan untuk menangkal aliran-aliran yang menyebarkan ajaran dengan
berbagai modus dan strategi yang menarik, serta pengaruh-pengaruh negatif
lainnya”.
Penulis berpendapat perlu dicari suatu pemecahan dengan mencarikan
suatu pengembangan model kegiatan ekstrakurikuler keagamaannya yang lebih
rinci, jelas dan layak dioperasionalkan di sekolah-sekolah tingkatan SLTA.
Berdasarkan keadaan yang objektif sebagai latar belakang, maka peneliti
menetapkan topik permasalahan:“Pengembangan Model Kegiatan Ekstrakurikuler
Komperatif pada Sekolah Lanjutan Atas Negeri yang Telah Mengembangkan
Integrasi IMTAK dan IPTEK)”.
B. Rumusan Masalah
Inti permasalahan penelitian ini ialah belum adanya suatu model yang
efektif bagi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan untuk membantu meningkatkan
proses Pendidikan Agama Islam agar siswa memiliki daya tahan untuk menangkal
aliran-aliran yang menyebarkan ajaran dengan berbagai modus dan strategi yang
menarik, serta pengaruh-pengaruh negatif lainnya”.
Oleh karena fokus masalah dalam penelitian ini ialah penyebabkan
kurangnya perhatian serius pada kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di
sekolah. Untuk menjawab masalah tersebut perlukan langkah-langkah yang dapat
dijadikan solusi dalam kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah. Untuk itu
perlu dicari model kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang lebih rinci, jelas dan
lebih layak dioperasikan di sekolah-sekolah tingkatan SLTA yang mudah
terpantau oleh guru Agama Islam khususnya, selanjutnya dikembangkan
pertanyaan penelitian masalah sebagai berikut:
1. Apa tujuan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah?
2. Apa materi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan disekolah?
3. Seperti apa kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah ?
4. Seperti apa evaluasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujun akhir dari penelitian ini adalah ditemukannya
pengembangan model kegiatan ekstrakurikuler kegiatan keagamaan dalam upaya
penyempurnaan proses Pendidikan Agama Islam di tingkat SLTA. Pengembangan
model tersebut disusun dalam bentuk langkah-langkah secara teori maupun
praktis yang dapat digunakan oleh para pengelola pendidikan di sekolah. Adapun
tujuan khususnya untuk mengetahui, mendeskripsikan, menganalisis, dan
menemukan:
1. Tujuan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah.
2. Materi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah.
3. Proses kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah.
4. Evaluasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan secara teoretis dan kegunaan
secara praktis sebagai berikut:
a) Kegunaan Secara Teoretis: penilaian ini dapat memberikan kontribusi,
memperkaya dan menyempurnakan konsep pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di sekolah-sekolah khususnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
b) Kegunaan Praktis: menjadikan Pengembangan model ekstrakurikuler
kegiatan keagamaan suatu upaya penyempurnaan proses pembelajaran Agama
kendala-kendala yang dihadapi oleh para pendidik khususnya dalam proses
Pendidikan Agama Islam, dan menjadi bahan koreksi serta evalusi sehingga
pelaksanaan proses Pendidikan Agama Islam lebih meningkat dari
sebelumnya.
D. Metode dan Pendekatan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka Metode dan pendekatan
yang dipergunakan adalah Metode Pengembangan (Development Research)
dengan pendekatan Naturalistik (berdasarkan prosesnya) atau Kualitatif
(berdasarkan jenisnya) fenomenologis.
Adapun tekhnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:
observasi, wawancara, studi literatur, studi dokumentasi dan studi lapangan.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLTA Negeri Kota Bandung yang telah
mengembangkan IMTAK dan IPTEK dibawah pembinaan Dinas Pendidikan dan
Kantor Departemen Agama Kota Bandung, dalam hal ini penulis memilih sekolah
yang ditunjuk diantaranya:
1. Berdasarkan surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Bandung
Nomor 421.5/90-PSMAK/2008 dan Nomor 070/56/Sekre/2008 penulis
memilih sekolah yang dijadikan lokasi penelitian sbb:
a. SMA Negeri 11 Jl. H. Aksan Moh. Toha Kota Bandung.
b. SMA Negeri 24 Jl. Raya Ujung Berung Kota Bandung.
c. SMK Negeri 6 Jl. Sukarno Hatta – Riung Bandung Kota Bandung.
2. Berdasarkan surat dari Kandepag Kota Bandung Nomor Kd.1019/4/
PP.00.11/527/2008:
a. Madrasah Aliyah Negeri 1 Jl. H. Alfi Cijerah Kota Bandung.
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara garis besar metode penelitian telah dijelaskan pada Bab I terdahulu,
sehingga pada Bab 3 ini merupakan penjabarannya.
A. Desain Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLTA Negeri yang telah berhasil
mengembangkan IPTEK dan IMTAK di bawah pembinaan Dinas Pendidikan
Kandepag Kota Bandung, diantaranya:
1. Berdasarkan surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Bandung Nomor
421.5/90-PSMAK/2008 dan Nomor 070/56/Sekre/2008:
a. SMA Negeri 11 Jl. H. Aksan Moh. Toha Kota Bandung.
b. SMA Negeri 24 Jl. Raya Ujung Berung Kota Bandung.
c. SMK Negeri 6 Jl. Soekarno Hatta - Riung Bandung Kota Bandung.
d. SMK Negeri 7 Jl. Soekarno Hatta No. 96 Kota Bandung.
2. Berdasarkan surat dari Kandepag Kota Bandung Nomor Kd.1019/4/
PP.00.11/527/2008:
a. Madrasah Aliyah Negeri 1 Jl. H. Alfi Cijerah Kota Bandung.
b. Madrasah Aliyah Negeri 2 Jl. Cipadung No. 57 Kota Bandung.
Subjek penelitian yang penulis tetapkan adalah guru Pendidikan Agama
Islam dan umumnya seluruh civitas akademik sekolah yang terlibat dalam
kegiatan ektrakurikuler keagamaan pada Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah
Madrasah Aliyah yang telah ditetapkan oleh Kantor Departemen Agama Kota
Bandung, akan tetapi dalam pelaksanaannya hanya beberapa orang yang
ditentukan melalui observasi awal untuk diwawancarai.
Keutuhan kehidupan yang melibatkan seluruh warga sekolah dimaksudkan
untuk mengamati kehidupan sekolah secara umum melalui observasi. Sedangkan
subjek yang ditentukan, dimaksudkan untuk memperoleh informasi melalui
wawancara.
Untuk memperoleh data melalui wawancara, ditentukan subjek penelitian
yaitu:
1. Kepala Sekolah, selaku penanggungjawab secara umum seluruh kegiatan yang
dilaksanakan oleh sekolah.
2. Wakil kepala sekolah (wakasek) yang membantu kepala sekolah, khususnya
wakasek bidang kesiswaan yang salah satu tugasnya meng-koordinir kegiatan
ektrakurikuler termasuk di dalamnya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
3. Kepala Tata Usaha sekolah yang mengetahui secara umum keberadaan
sekolah.
4. Guru-guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam yang secara langsung
terlibat mengatur dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan di bawah koordinasi wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan.
5. Perwakilan siswa (Ketua OSIS beserta stafnya, Pengurus DKM dan perwakilan
Dalam alur perolehan data primer, data yang hendak diperoleh dari
penelitian dapat dilukiskan seperti bagan berikut ini:
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa garis (→) menunjukan jalur
penyempurnaan PAI melalui kegiatan ektrakurikuler keagamaan melibatkan
Kepala sekolah, wakasek kesiswaan, dan guru PAI serta karyawan. Adapun garis
( ) adalah interelasi data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi dilapangan.
B. Defenisi Operasional
Sebagai acuan mengenai beberapa konsep atau istilah yang diangkat dalam
penelitian perlu dikemukakan pendefenisian operasional dengan harapan akan
terjalin kesatu pemikiran dan pemahaman di dalam proses pelaksanaan penelitian.
1. Pengembangan
Pengembangan adalah upaya atau usaha yang disengaja agar sesuatu
menjadi lebih maju atau sempurna dari sebelumnya, baik kuantitas maupun
kualitas.
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru-guru, Karyawan Sekolah
Visi dan Misi
Sekolah
Faktor Lain
Siswa-siswi ekstrakurikuler Kegiatan
keagamaan
2. Model
Elias MA. (dalam Hasan, 2001: 47) mengemukakan: “a model is a
representation is a real or a planned system” artinya model merupakan
pencerminan, penggambaran sistem yang nyata atau direncanakan.
Murdick & Ross, (1982: 500) menyatakan model merupakan abstraksi
realitas, suatu ”penghampiran” kenyataan, sebab model tidak menceritakan
perincian atau detail perencanaan tersebut, melainkan hanya porsi atau
bagian-bagian tertentu yang penting saja, atau yang merupakan sosok kunci atau pokok
(Key Features).
Sedangkan menurut Law dan Keeton (1991: 5) mengemukakan bahwa
model merupakan representasi sebuah sistem dimana model di pandang sebagai
sesuatu yang memiliki sistem yang sesungguhnya. Miliset al. (1989: 4)
berpendapat, bahwa:
Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan pustaka yang terprosentasi oleh model itu. Jadi, model atau pola pada hakekatnya merupakan visualisasi atau konduksi kongkrit dari suatu konsep. Visualisasi atau kontruksi itu dirumuskan melalui upaya mental, berupa cara bertikes (wayof thonking) tertentu cuku melakukan kongritisasi atas fenomena abstrak.
Jadi pengembangan model adalah upaya mengembangkan atau
meningkatkan suatu acuan atau pola yang terencana untuk menghasilkan yang
lebih baik/sempurna dari sebelumnya baik kuantitas maupun kualitas.
3. Kegiatan Ektrakurikuler Keagamaan
Pengertian kegiatan ekstrakurikuler menurut Keputusan Menteri
pembinaan kesiswaan (Tim Penghimpun, 1997:79) memberikan pengertian
bahwa:
Kegiatan ekstrakurikuler adalah: Kegiatan diluar pelajaran biasa dan pada waktu libur sekolah, yang dilakukan baik di sekolah maupun diluar sekolah dengan tujuan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan seutuhnya.
Macam-macam kegiatan ekstrakurikuler ditingkat Sekolah Dasar dan
Menengah berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 226/C/Kep/O/1992
tentang pedoman pembinaan kesiswaan Bab VI Pasal 14 Ayat 1 salah satunya
berisi kegiatan keagamaan yaitu pembinaan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa berupa: a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama
masing-masing; b. Memperingati hari-hari besar Agama; c. Melaksanakan
perbuatan amalih sesuai dengan norma agama; d. Membina toleransi kehidupan
antar umat beragama; e. Mengadakan kegiatan lomba yang bersifat keagamaan; f.
Menyelenggarakan kegiatan seni yang bernafaskan keagamaan.
Jadi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan adalah Kegiatan diluar pelajaran
biasa dan pada waktu libur sekolah, yang dilakukan baik di sekolah maupun di
luar sekolah berupa pembinaan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
seperti: a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama
masing-masing; b. Memperingati hari-hari besar Agama; c. Melaksanakan perbuatan
amaliah sesuai dengan norma agama; d. Membina toleransi kehidupan antar umat
beragama; e. Mengadakan kegiatan lomba yang bersifat keagamaan; f.
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti. Peneliti merupakan “key instrument”, artinya alat penelitian utama.
Peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki kelebihan sebagai berikut: “(1) ia
akan bersikap responsif terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang
menciptakan lingkungan; (2) dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi
lapangan penelitian terutama jika ada kenyataan ganda; (3) mampu melihat
persoalan dalam suatu keutuhan dalam konteks suasana, keadaan, dan perasaan;
(4) mampu memproses data secepatnya setelah diperolehnya, menyusunnya
kembali.
D. Proses Pengembangan Instrumen
Proses pengembangan instrumen dilakukan oleh penulis dengan membuat
pedoman observasi, Kisi-kisi pengumpulan data dan Pedoman wawancara agar
ketika pelaksanaanya tidak salah arah atau melantur, tetapi terarah kepada apa
yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat digali secara mendalam, baik yang
hiden atau aktual seperti di bawah ini: (Terlampir pada Tabel 3.1, Tabel 3.2,
Tabel 3.3).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian
pengembangan model kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam upaya
penyempurnaan Pendidikan Agama Islam (Studi komperatif pada sekolah lanjutan
atas yang mengembangkan IPTEK dan IMTAK) terlebih dahulu mempersiapkan
pengumpulan data yang penulis gunakan adalah: observasi, wawancara, studi
literatur, studi dokumentasi dan field study.
1.Observasi
Tekhnik observasi secara intensif oleh penulis digunakan untuk
memperoleh data mengenai kegiatan ekstrakurikuler keagamaan melalui kepala
sekolah, wakasek kesiswaan, guru PAI dan siswa. Observasi dilaksanakan di
dalam setiap aktivitas yang terkait dengan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan
seperti: (a) pelaksanaan peribadatan yang sesuai dengan ketentuan agama; (b)
kegiatan memperingati hari-hari besar agama; (c) kegiatan pelaksanaan perbuatan
amaliah yang sesuai dengan norma agama; (d) kegiatan lomba yang bersifat
keagamaan; (e) penyelenggaraan kegiatan seni yang bernafaskan keagamaan.
Jenis observasi yang digunakan adalah non sistematis, yakni tidak
menggunakan pedoman baku, berisi sebuah daftar yang mungkin dilakukan atau
diisi oleh kepala sekolah, para wakasek, guru atau siswa, akan tetapi pengamatan
dilakukan secara spontanitas, dengan cara mengamati apa adanya pada kepala
sekolah, para wakasek, guru atau siswa dalam aktivitas yang terkait dengan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan aktivitas sebagai akibat dari peran kepala
sekolah, para wakasek, guru pada kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
Observasi partisipan merupakan daerah yang diperluas untuk menjangkau
dan menguatkan observasi yang penting. Observasi pertisipan sangat diperlukan
terutama menyangkut data yang dilakukan siswa pada kegiatan ekstrakurikuler
2. Wawancara
Teknik penelitian yang kedua peneliti tetap menggunakan wawancara yang
sesuai dengan sember data yang hendak digali. Terlebih dahulu penulis
ketengahkan makna dari wawancara itu sendiri. Di bawah ini penulis kutif
beberapa defenisi wawancara menurut para pakar dibidang penelitian diantaranya:
Sudjana, N. (2004: 10) mengemukakan bahwa wawancara adalah teknik
pegumpulan data/informasi melalui tatap muka antara pihak peneliti sebagai
penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya (interviewee) dengan
menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Sedangkan Dexter dalam
(Lincoln dan Guba, 1985: 28) mengarti-kan bahwa wawancara adalah suatu
percakapan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perorangan,
kejadian, kegiatan, parasaan, motivasi, kepedulian, disamping itu dapat
mengalami dunia pikiran dan perasaan responden.
Melalui teknik wawancara data utama yang berupa ucapan, pikiran
perasaan dan tindakan dari guru dan kepala sekolah diharapkan akan lebih mudah
diperoleh, seperti yang dikemukakan oleh Nasution ( 1988: 73) bahwa dalam
teknik wawancara terkandung maksud untuk mengetahui apa yang ada dalam
pikiran dan perasaan responden.
Oleh karena itulah salah satu cara yang akan ditempuh peneliti adalah
melakukan wawancara secara mendalam terhadap subjek penelitian dengan tetap
berpegang pada arah, sasaran dan fokus penelitian.
Pedoman wawancara peneliti persiapkan untuk menghindari bias
penelitian, dan yang sesuai dengan sumber data yang hendak digali. Pedoman
perkembangan data yang terjadi dilapangan. Mekipun fleksibel, namun tetap
mengacu pada fokus penelitian yaitu mengenai pengembangan model kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan dalam upaya menyempurnakan Pendidikan Agama
Islam (Studi komperatif pada Sekolah Lanjutan Atas yang mengembangkan
IMTAK dan IPTEK di Kota Bandung).
Pelaksanaan wawancara tersebut dilakukan ketika proses kegitan
berlangsung dan di luar kegiatan untuk menggali data agar sesuai konteksnya.
Adapun yang peneliti wawancarai dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, para
wakasek khususnya wakasek bidang kesiswaan dan guru agama serta beberapa
orang siswa yang aktif dalam kegiatan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan
wawacara dengat alat bantu tape recorder dan berupa catatan. Penggunaan kedua
alat bantu ini mengingat data yang dikumpulkan bersifat verbal dan non verbal.
Setelah dilakukan wawancara, informasi yang diperoleh diolah dan
dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dan member check. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh masukan kesesuaian data tersebut.
3. Studi Literatur
Studi Literatur adalah teknik untuk menghimpun data/informasi dari
sumber tertulis seperti dokumen, laporan, hasil penelitian, jurnal ilmiah, buku,
dsb. yang mendukung pengumpulan data selain melalui teknik-teknik di atas.
Penelitian ini bukan kajian pustaka terhadap penerimaan atau penolakan
pada suatu teori, namun penulis relatif banyak mengkaji buku-buku yang
Pertama, sebagai acuan penulis dalam menyusun suatu hasil karya yang
bermakna, sehingga bentuk, sistematika, bahasa dan etika penulisan ilmiah dapat
diikuti dengan baik.
Kedua, semakin banyak literasi yang digunakan mungkin hasilnya akan
lebih baik karena banyak masukan-masukan yang berarti dari para ahli, sehingga
diharapkan mampu melahirkan suatu teori baru yang bisa dimanfaatkan oleh
semua lapisan masyarakat terutama oleh masyarakat akademik pada khususnya.
Ketiga, dapat membantu mempercepat penyelesaian disertasi ini dengan
tidak terlalu banyak menyita waktu karena dapat bekerja secara efektif, fleksibel
dan akurat.
4. Studi Dokumentasi
Dokumentasi dan catatan merupakan sumber informasi yang sangat
berguna, bahwa sumber informasi yang berupa dokumen dan rekaman yang
sangat bermanfaat, antara lain: (a) merupakan sumber data yang stabil dan kaya,
(b) berguna sebagai bukti pengujian, (3) bersifat alamiah, (4) relatif murah dan
mudah didapat, (5) tidak reaktif.
Dengan demikian studi dokumentasi sebagai alat dalam penelitian mutlak
diperlukan, karena tanpa data yang akurat peneliti dapat dikatakan tidak berhasil
atau merasa kurang ke absahannya, terutama dalam bentuk foto,tulisan, atau pun
gambar hidup sekarang ini sudah merupakan hal yang wajib dilakukan, karena
selain sebagai data yang akurat, juga dari data tersebut dianalisis kembali oleh
peneliti berikutnya dengan obyek penelitian yang berbeda akan tetapi pada lokasi
Adapun data yang bersifat dokumenter itu berupa: (1) arsip-arsip sekolah,
(2) program sekolah khususnya program kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, (3)
Visi dan Misi, (4) Buku catatan prestasi, (5) sarana dan prasarana, (6) foto-foto
kegiatan, (7), jadwal kegiatan.
5. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan jenis penelitian yang berhubungan dengan
peneliti yang terlibat dalam lapangan penelitiannya, maksudnya peneliti
berpartisipasi selama beberapa lama dalam kehidupan sehari-hari kelompok sosial
yang diteliti. Dengan demikian berarti peneliti banyak waktu untuk bersosialisasi
dan menggali data dengan kelompok yang diteliti.
F. Pendekatan dan Paradigma Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah Pendekatan
Naturalistik (berdasarkan prosesnya) atau Kualitatif (berdasarkan jenisnya)
pendekatan fenomenologis. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, sebab
seperti dinyatakan Nasution (1988: 18) “sifat data yang dikumpulkan bercorak
kualitatif”, tidak menggunakan alat-alat pengukur. Sedangkan bila disebut
pendekatan naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau
wajar”, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau
test. Sedangkan Bogdan (1982: 3) menjelaskan bahwa, penelitian kualitatif
acapkali disebut naturalistik, sebab peneliti tertarik menyelidiki
peristiwa-peristiwa sebagaimana terjadi secara natural.
Sedangkan menggunakan pendekatan fenomenologis karena Pendekatan
penelitian kualitatif. Fenomenologi adalah suatu ilmu tentang fenomena atau yang
dapat diamati untuk menggali esensi mana yang terkandung di dalamnya.
(Mulyana, 1996:65).
Pendekatan fenomenologis yang penulis gunakan mengarah kepada dwi
fokus dari pengamatan, yaitu:
a. Sesuatu yang tampil dalam pengaitan yang berarti bahwa seluruh proses
merupakan objek studi (noesis). Hal ini berarti bahwa seluruh proses
merupakan objek studi dari penelitian adalah seluruh kegiatan ektrakurikuler
keagamaan dalam upaya penyempurnaan Pendidikan Agama Islam pada
sembilan sekolah yang dijadikan tempat penelitian.
b. Sesuatu yang langsung diberikan (given) dalam pengalaman itu secara
langsung hadir (present) bagi yang mengalaminya (noema).
Adapun langkah-langkah pendekatan fenomenologis yang penulis
laksanakan terdiri dari dua langkah yaitu:
Pertama, epoche ialah menangguhkan atau menahan diri dari segala
keputusan positif. Menahan diri dalam pengertian menangguhkan pengambilan
keputusan, ini penting artinya agar ditemukan makna esensinya pada enam
sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Reduksi yang dilakukan adalah sesuai
dengan apa yang nampak dari pengamatan kebetulan atau aksidental tampil dari
pengamatan peneliti. Oleh karena itu ketajaman dan kecermatan dalam mengamati
sasaran menjadi tanggung jawab secara fenomenologis. Kedua, Ideation, adalah
menemukan esensi dari realitas kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang menjadi
sasaran pengamatan reduksi objek: (1) karakteristik umum yang dimiliki semua
yaitu mencakup sejumlah benda atau hal-hal yang sejenis yang dimiliki oleh
sekolah lanjutan tingkat atas; (3) kondisi yang harus dimiliki benda-benda atau
hal-hal tertentu untuk dapat digolongkan dalam jenis yang sama.
Berdasarkan hal itu maka ketika menyaksikan kegiatan ekstrakuri-kuler
keagamaan yang dilakukan peneliti tidak secara langsung menyimpulkan
(epoche), melainkan mencoba mencari makna sejati dibalik kegiatan tersebut
(ideation). Dalam pendekatan rumpun kualitatif, langkah-langkah fenomenologis
tidak terlepas dari ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang
diamati data yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif lebih berupa kata-kata
dari pada angka-angka berdasarkan hal itu peneliti akan memusatkan perhatian
pada ucapan dan tindakan subjek dan penelitian, serta situasi yang dialami dan di
hayatinya dengan berpegang pada kekuatan dari hasil wawancara mendalam.
Melalui pendekatan penelitian tersebut penelitian ini diarahkan untuk
memahami latar belakang individu secara alamiah dan secara utuh yang tidak
terlepas dari konteksnya, sebab hanya dengan keutuhan itu dapat dipahami
permasalahan yang ingin diteliti.
Moleong (1996: 73) menyatakan bahwa pengamatan, penafsiran, dan
penyimpulan terhadap suatu konteks peristiwa secara utuh dilakukan atas dasar
asumsi bahwa:
keseluruhan pengaruh lapangan; dan 3). Sebagian struktur nilai konteks nilai bersifat determinatif terhadap apa yang dicari.
Adapun yang menjadi paradigma penelitian yang penulis tetapkan adalah
G. Prosedur dan Tahan-Tahap Penelitian
Prosedur dan tahap-tahap penelitian yang penulis lakukan dimulai dengan
melakukan tahapan-tahapan yang sudah dilaksanakan secara matang, dan
terencana sebagai berikut:
1. Persiapan
Penelitian ini adalah kelanjutan penulisan tesis, penulis mengangkat
sebuah kegiatan ekstrakurikuler keagamaan pada sebuah sekolah yang bercirikan
Islam yaitu kegiatan tazkiyyatu al Qalb dalam upaya peningkatan proses
Pendidikan Agama Islam.
Penulis merasa tertantang ingin mengadakan penelitian selanjutnya pada
sekolah-sekolah yang tidak hanya berciri khas Islam saja, namun justru ingin
mengadakan studi komperatif pada sekolah-sekolah yang setingkatannya juga,
siapa tahu pada sekolah-sekolah lain terdapat model kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan yang jauh lebih baik, lebih kondusip dan dipandang lebih berhasil
serta dapat membantu menyempurnakan proses Pendidikan Agama Islam.
Penulis memandang penelitian itu merupakan penelitian awal sehingga
untuk studi awal yaitu menemukan berbagai permasalahan pendidikan di lapangan
telah penulis temukan.
Awalnya penulis menentukan sebuah sekolah yang akan dijadikan tempat
penelitian, sekolah itu dipandang penulis cukup rawan, karena lokasinya berada
dipinggir jalan raya, memudahkan dijangkau dari berbagai jurusan angkot, dan
lebih mudah posisinya jika ada orang-orang yang bertanggung jawab yang akan
Namun ternyata tidak terwujud karena promotor mengarahkan tempat
penelitian bukan kehendak sendiri tapi berdasarkan informasi dari Depdiknas dan
Kandepag, agar lebih akurat dan menghindari penelitian yang subyektif.
kemudian melakukan perencanaan penelitian, mempertajam fokus dan perumusan
penelitian. Setelah mendapatkan resmi SK pembimbing peneliti melanjutkan
dengan pengurusan surat izin penelitian dan keluar pada tanggal 20 Februari 2008
No. 0964/H40.7/PL/2008 yang ditujukan ke Dinas Pendidikan dan Kantor
Departemen Agama Kota Bandung yang terlebih dahulu mengajukan izin ke
Pemerintahan Kota Bandung Bidang Badan Kesatuan Bangsa Perlindungan dan
Pemberdayaan Masyarakat dengan izin surat No. 70/527/BKPPM/2008 tanggal 27
Februari 2008, surat izin ini sebagai bahan rujukan ke Dinas Pendidikan Kota
Bandung dan Kantor Departemen Agama.
Pada tanggal 29 Februari 2008 surat izin pengadaan studi lapangan dari
Dinas Pendidikan Kota Bandung telah keluar dengan No. 421.5/90-PSMAK/2008
dengan menunjuk sekolah yang dijadikan tempat penelitian sebanyak 7 sekolah,
terdiri dari empat Sekolah Menengah Atas Negeri: SMAN 1, SMAN 2, SMAN
11, SMAN 24 Kota Bandung, dan tiga Sekolah Menengah Kejuruan yaitu SMKN
6, SMK, SMKN 7 dan SMKN 13 (tertulis pada lokasi subjek penelitian).
Sekolah sekolah tersebut dinilai dan dipandang oleh Dinas Pendidikan
adalah sekolah-sekolah yang telah melaksanakan pengintegrasian nilai-nilai
IMTAK dan IPTEK, bahkan memiliki prestasi yang bagus. Namun dari pihak
dikna tidak mewajibkan semuanya dijadikan tempat penelitian, penulis boleh
memilih dari ketujuh sekolah tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kelengkapan
Pada tanggal 10 Maret 2008 izin penelitian dari kantor Departemen Agama
Kota Bandung telah keluar dengan No. Kd.10.19/4/PP.00.11/ 257/2008, ditujukan
Madrasah Aliyah yang ditunjuk oleh Kantor Departemen Agama sebagai tempat
penelitian adalah Madrasah Aliyah Negeri 1 Cijerah Bandung dan Madrasah
Aliyah Negeri 2 Cibiru, karena memang Madrasah Aliyah Negeri di Kota
Bandung baru dua buah sekolah, sementara Madrasah Aliyah Swasta cukub
banyak.
Namun Kandepag hanya memberikan dan mengizinkan kedua MAN
tersebut tersebut yang dapat dijadikan lokasi penelitian. Bagi penulis tidak
masalah karena justru sekolah yang dijadikan tempat penelitian adalah sekolah/
madrasah yang ke level agar seimbang.
Setelah mempersiapkan alat-alat yang membantu instrument penelitian,
maka mulailah penulis pengadakan tahap orientasi dengan tekhnik observasi dan
wawancara awal bersilaturahim dengan yang terkait dengan subjek penelitian
sambil, sambil menunggu penyelesaian surat pengantar dan izin penelitian secara
resmi untuk ke sekolah yang ditunjuk, sebagai bahan penyusunan pedoman
wawancara, kisi-kisi dan pedoman wawancara, dan menentukan langlah
selanjutnya.
Tahapan orientasi ini, merupakan tahap awal penelitian yang dilakukan
untuk memperoleh informasi yang dianggap penting yang berhubungan dengan
subjek penelitian, karena siapa tahu masalah yang diangkat oleh penulis tidak
2. Pelaksanaan
Satu minggu kemudian surat pengantar dan izin penelitian secara resmi
telah selesai dan siap dikirimkan. Pada tahap pelaksanaan diawali dengan
menyampaikan surat izin penelitian ke sekolah-sekolah yang ditunjuk oleh Dinas
Pendidikan Kota Bandung dan Kantor Departemen Agama.
Selanjutnya peneliti menyusun pedoman observasi, kisi-kisi wawancara
dan pedoman wawancara (terlampir) yang akan di pergunakan dalam pelaksanaan
penelitian untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai
elemen-elemen yang ditentukan untuk dicari keabsahannya.
Dan ternyata dari observasi dan wawancara awal dihasilkan data yang
mengarah kepada penulis untuk menentukan pilihan, apakah semua sekolah yang
direkomendasi oleh diknas dan kandepag akan diambil semua atau dipilih,
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akan keberhasilan penelitian.
Akhirnya Setelah mempertimbangkan dari berbagai hal, mulai dari
keseimbangan data sekolah, dan program-programnya serta pelayanannya, maka
penulis memilih dan menetapkan dari Sembilan sekolah menjadi enam sekolah;
setelah dikonsultasikan dengan para pembimbing, yaitu: dua SMAN (SMAN 11
dan SMAN 24); dua SMKN (SMKN 6 dan SMKN 7) dan dua MAN (MAN 1 dan
MAN 2)
Awalnya promotor tidak menyetujuinya, namun setelah penulis berusaha
memberikan penjelasan yang dapat dimengerti dan dipertanggung jawabkan,
akhirnya semua pembimbing sepakat menyetujuinya.
Peneliti selanjutnya mengadakan tahapan eksplorasi dengan observasi
meneropong dan memotret kegiatan yang berlangsung dan yang akan
dilaksanakan, tidak hanya itu penulis sendiri mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan secara langsung untuk mengambil data penelitian yang akurat. Tidak
hanya itu penulis memfoto copy arsip-arsip kegiatan, mulai dari
program-programnya, materinya, pengisi materinya, absensi kehadiran ustadz dan peserta
didiknya.
Setiap data yang diperoleh dari semua subjek penelitian diadakan
trianggulasi kepada sumber-sumber yang dapat dipercaya, sebagai bahan untuk
melakukan tahapan member check. Untuk mendapatkan data yang akurat cukup
memakan waktu, karena untuk satu sekolah saja penulis harus beberapa kali
dating.
Rata-rata untuk setiap sekolah memakan waktu enam sampai 7 kali datang
karena setiap tidak setiap sekolah dapat mengkondisikan orang-orang yang akan
diwawancarai dapat hadir bersamaan, sehingga penulislah yang harus
menyesuaikan waktu dengan mereka; ditambah lagi kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan hampir semua sekolah mengadakan dalam waktu yang sama yaitu hari
jumat untuk program mingguan.
Awalnya memang cukup melelahkan dan benar-benar diuji mental,
kesabaran dan kemampuan untuk menggali data. Namun setelah dijalani dan
dinikmati ternyata banyak hal yang dapat menantang penulis untuk terus dan
berkeinginan segera menuangkan dalam susunan laporan atau tulisan.
3. Penyusunan
Tahap penyusunan merupakan tahapan member check untuk
dengan data yang ditampilkan subjek dengan cara mengoreksi, merubah, dan
memperluas data tersebut sehingga menampilkan data yang terpercaya.
Untuk selanjutnya penulis melakukan analisis data yang dilakukan dengan
proses pengumpulan data sejak awal hingga akhir penelitan. Analisis data
dilakukan secara induktif, yaitu: Suatu penarikan kesimpulan dari yang umum
(berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal-hal yang
khusus (beberapa/sedikit).
Analisis ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa proses induktif
lebih dapat menentukan kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam data, dapat
membuat hubungan peneliti dan responden menjadi eksplisit. Melalui analisis
induktif diharapkan mampu menangkap makna data yang bersifat ganda,
menginterpretasi dan menyimpulkan hasil-hasil temuan.
Cara analisis data yang penulis tempuh berdasarkan pendapat Moleong
(1994:5):
Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda yang terdapat dalam data, analisis induktif lebih dapat membuat peneliti dan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel. Analisis tersebut lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat/tidaknya pengalihan kepada latar lain; dan analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama, menghitung nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian struktur analitik.
Sebagai peneliti yang menggunakan pendekatan fenomenologis juga,
mengupayakan pula terjadinya proses reduksi, interpretasi dan analisis data
dengan mengikuti alur pendekatan tersebut. Proses reduksi dilakukan untuk
mencari inti atau bagian pokok dari data yang diperoleh, interpretasi dilakukan
untuk merumuskan kembali hasil reduksi sebagai bahan untuk menganalisis/
struktur dasar dari upaya yang dilakukan kepala sekolah, wakasek kesiswaan,
guru agama, siswa secara keseluruhan.
4. Pengembangan Model
Pada tahap akhir ini penulis mencoba mengembangkan model yang
penulis temukan di lokasi penelitian baik tujuannya, materinya, prosesnya dan
evaluasinya berdasarkan paradigma penelitian, sehingga diperoleh suatu pedoman
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan untuk dipergunakan di SLTA, dengan
harapan dapat membantu menyempurnakan proses Pendidikan Agama Islam.
Bentuk pengembangan model tujuan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan juga mengacu kepada tujuan pendidikan secara umum yaitu
merupakan langkah nyata ke arah terciptanya humanisasi, yaitu manusia yang
memiliki kepribadian utuh (Islam: Insan Kamil); terbentuknya kepribadian
muslim yang integratif antara dunia dan akherat; Terbentuknya manusia yang
berakhlak mulia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesadaran Ilahiyah dalam
kehidupan sehari-hari; Mengembangkan pribadi dalam semua aspeknya
mencakup jasmani, akal dan hati/manusia yang sempurna; manusia yang utuh dan
sadar akan dirinya serta berbuat sesuai dengan potret dirinya, generasi penerus
yang benar-benar berkepribadian.
Bentuk pengembangan model materi kegiatan ekstrakurikuler : a)
Sistem dan pengembangan materi selaras dengan fitrah insan, sehingga memiliki
peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan dan
menyelamatkannya; b) materi diarahkan untuk mencapai tujuan akhir Pendidikan
Agama Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah SWT, sebagai
c) Pentahapan serta pengkhususan materi hendaknya memperhatikan periodesasi
perkembangan peserta didik maupun unisitas (ke-khas-an nya) seperti
karakteristik ke-anak-an (dalam berbagai tahapan perkembangannya), kewanitaan
dan kepriaan; d) Dalam berbagai pelaksanaan materi memelihara segala
kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang pada kejiwaan
dan cita ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai umat Islam
serta tetap mendukung dan menegakkannya; e) Secara keseluruhan struktur dan
organisasi materi tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan,
bahkan sebaliknya; terarah kepada pola hidup Islami. Dengan kata lain materi
tersebut berpeluang untuk menempuh kesatuan jiwa umat; f) materi itu realistis,
dalam arti dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi; g); materi
memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami, seperti pendidikan
untuk berjihad dan menyebarkan dakwah Islamiyah, serta membangun
masyarakat Muslim di lingkungan sekolah.
Bentuk pengembangan model proses kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan: (1)Perencanaan disusun oleh guru agama baik program harian,
mingguan, bulanan dan tahunan kemudian diajukan kepada sekolah agar
mendapat dukungan dari semua pihak karena ada kegiatan yang perlu terintegrasi
dengan kegiatan lainnya seperti membaca al Quran diawal pembelajaran dengan
dipandu oleh semua guru yang kebetulan mengajar pada jam pelajaran pertama,
sehingga bukan hanya siswa yang dituntut mampu membaca al Quran dengan
tartil, dan terjemahannya serta membaca tafsir al Quran tetapi semua gurunya
akan termotivasi untuk mendalami ilmu Agama Islam; (2) Pengisi materi
mengoptimalkan kinerja guru Agama Islam yang sudah terjamin kelurusan
aqidahnya. Guru agama harus memaksimalkan tugasnya sebagai pembimbing,
pengajar dan pelatih. Dalam Implementasinya mudah meraih keberhasilan dengan
cara memberi keteladanan yaitu: (a) memberi keteladan dengan tutur kata yang
baik (dialog pengenalan, dialog pengertian, dialog penghargaan, dialog
persahabatan; (b) memberi teladan dengan memenuhi keinginan anak (merespon
pertanyaan dan perkataan anak, biasakan melihat kondisi dan situasi anak,
menerima semua apa yang dilakukannya, mengadakan sentuhan fisik dan
kelembutan, menatap wajah dengan kontak mata, mendengarkan apa yang
diucapkan dan ditanyakan anak); (c) melepaskan beban-bebannya (pahami
kemauan dan kesenangan anak, melibatkan diri dalam keinginan dan kebutuhan
anak, memberi informasi jelas dan padat saat bertemu dengan anak, hindari
keluhan, memberikan sesuatu sesuai dengan kemampuannya, hindari harapan
yang berlebihan; (d) memberikan teladan dengan contoh pribadi (mempunyai
kesan, bersikap konsisten, menggunakan kata-kata mengajak, memberikan
pengenalan, memberikan pengertian); (e) memberi contoh dengan kebiasaan
(mengajarkan suatu perbuatan baik, konsisten dalam memberi perlakuan,
membiasakan untuk meminta maaf, meningkatkan aqidah, mampu menghindari
cela dari kejahatan, mampu merubah lingkungan); (f) memberi contoh tentang
sosial (memberikan pendekatan diri pada Allah, berhubungan sesama manusia
dengan baik). (3) Membutuhkan strategi pendidikan Agama Islam: Jadikan
iman dan takwa inti dari pendidikan nasional; Optimalkan pendidikan Agama
Islam; teladankan perilaku yang sesuai ajaran Islam; biasakan perilaku yang
pelajaran; integrasikan ajaran Islam ke dalam kegiatan ekstrakurikuler; ciptakan
suasana kondusif; kerjasama sekolah dengan orang tua siswa. (4) Pengembangan
waktu dan tempat: sekolah harus selektif mengenai waktu dan tempat acara
kegiatan ektrakurikuler keagamaan; ditentukan oleh pihak oleh sekolah atau
pengajuan dari siswa dan guru Pembina yang menyeleksi dan menetapkannya
berdasarkan berbagai pertimbangan. disusun jadwal kegiatan ekstrakurikuler
yang ada, bahkan sebaiknya kegiatan ektrakurikuler keagamaan diwajibkan
diikuti oleh setiap siswa, karena terkait dengan pembinaan keimanan dan
ketakwaan (program IMTAK), dalam hal metode pendidikan/pengajaran itu
bersifat luwes, efektif, dan menggugah perangkat nilai edukatif yang
membuahkan tingkah laku yang positif serta meningkatkan dampak afektif (sikap)
yang positif pula dalam jiwa.
Evaluasi kegiatan ekstrakurikuer keagamaan terdapat sekolah yang
sudah memiliki alat ukur penilai kegiatan ekstrakurikuler keagamaan berupa buku
tes kompetensi, namun ada juga sekolah yang belum memiliki buku tes
kompetensi keagamaan padahal kegiatannya terprogram dengan baik. Untuk
mendapatkan sesuatu yang diharapkan tidak semudah yang dibayangkan karena
disana dihadapkan dengan berbagai faktor kendala seperti kurang motivasi dari
peserta didik untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan lebih
memilih mengikuti ekstrakurikuler lainnya yang bersifat seni dan olah raga,
kurangnya dukungan dan perhatian dari orang tua terhadap keaktifan
ekstrakurikuler keagamaan apalagi adanya isu-isu masuknya aliran sesat
kelingkungan sekolah, kesibukan guru PAI sendiri sehingga kurang memberikan
terpilih menjadi pengurus. Ditambah lagi nilai kegiatan ekstrakurikuler tidak
dicantumkan dalam buku raport secara khusus seperti ekstrakurikuler bidang
kesenian. Olah raga, pramuka, dan PMR; tetapi untuk nilai kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan terintegrasi pada nilai PAI. Bentuk pengembangan
model evaluasi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan: Evaluasi dilakukan
harian, mingguan dan tahunan melalui buku laporan hasil kegiatan
ekstrakurikuler, dan diberikan nilai akhir pada buku raport yang bersifat kualitatif
sehingga peserta didik merasa diberikan penghargaan dan berubahan sikap dapat
sambil berjalan kegiatan dan dapat dilakukan sebagai tindakan preventif.
Pengembangan model kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ini tertuang
dalam sebuah buku, yang penulis susun dengan harapan dapat bermanfaat bagi
BAB V
KESIMPULAN, APLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah membahas hasil penelitian yang diketengahkan dalam bab IV,
banyak temuan-temuan , untuk selanjutnya pada bab V ini penulis menyimpulkan
penelitian Pengembangan Model Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan di
Sekolah (Sudi komperatif pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri yang telah
mengembangkan Integrasi IMTAK dan IPTEK) sebagai berikut:
Tujuan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di masing-masing sekolah
pada umumnya sama menghendaki peserta didiknya memiliki akhlakul karimah,
dan itu tidak dapat diraih hanya melalui jalur pendidikan agama Islam secara intra
kurikuler saja yang hanya memiliki kapasitas dua jam pelajaran, tetapi untuk
penyempurnaanya dibutuhkan proses pembelajaran di luar jam pelajaran yaitu
melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, di SLTA lebih dikenal dengan istilah
kegiatan pengembangan IMTAK dengan mengusung misi dan visi sekolah
masing-masing. Tujuan kegiatan ektrakurikuler mengacu kepada tujuan
pendidikan Nasional yang terdapat pada Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun
2003 dapat tercapai; melengkapi dan menyempurnakan Pendidikan Agama Islam
di kelas sesuai yang diharapkan oleh KTSP, membina moralitas keagamaan sesuai
dengan ajaran Al Quran dan Al Hadits, sebagai bentuk implementasi dari
pengembangan nilai-nilai IMTAK. Bentuk pengembangan model tujuan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan juga mengacu kepada tujuan pendidikan
secara umum yaitu merupakan langkah nyata ke arah terciptanya humanisasi,
kepribadian muslim yang integratif antara dunia dan akherat; Terbentuknya
manusia yang berakhlak mulia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesadaran
Ilahiyah dalam kehidupan sehari-hari; Mengembangkan pribadi dalam semua
aspeknya mencakup jasmani, akal dan hati /manusia yang sempurna; manusia
yang utuh dan sadar akan dirinya serta berbuat sesuai dengan potret dirinya,
generasi penerus yang benar-benar berkepribadian.
Materi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan pada tingkat SLTA
beragam mengacu kepada tujuan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang telah
ditetapkan masig-masing, membutuhkan penyempurnaan dalam hal susunannya.
Materi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan meliputi: a) Baca tulis al Qur’an, rutin
dan khusus; b) Ibadah Syariah; c) Pembinaan akhlakul karimah; d) Praktek
ibadah: keterampilan menjadi imam, qiyamulail, shalat tarawih,
menyelenggarakan buka puasa bersama, menyelenggarakan zakat fitrah
menyelenggarakan halal bil halal, menyelenggarakan sholat idul adha dan
penyembelihan hewan Qurban; e) pembinaan jiwa sosial; kerja sama dengan
masyarakat, menyelenggarakan bakti sosial; f) pembinaan keputrian; g) latihan
dasar kepemimpinan; h) tadabur alam; i) lomba PHBI (memperingati Isra Mi’raj,
Nuzulul Quran, memperingati 1 Muharram, memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW) meliputi: MTQ, Adzan, puitisasi terjemahan al Qur’an,
menulis indah kaligrafi Al-Qur’an, cerdas cermat PAI mengarang cerita dan
pidato keagamaan; j) mengadakan acara istighasah; k) mabit (malam bina iman
dan takwa); m) bedah buku Islam; n) nasyid. Bentuk pengembangan model
materi kegiatan ekstrakurikuler : a) Sistem dan pengembangan materi selaras