• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATIFIKASI INDUK DAN PEBINAAN KELOMPOK SEBAGAI BAGIAN DALAM PERBAIKAN MUTU GENETIK SAPI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATIFIKASI INDUK DAN PEBINAAN KELOMPOK SEBAGAI BAGIAN DALAM PERBAIKAN MUTU GENETIK SAPI BALI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

STRATIFIKASI INDUK DAN PEBINAAN KELOMPOK

SEBAGAI BAGIAN DALAM PERBAIKAN MUTU

GENETIK SAPI BALI

(The Stratification of Cow and the Function of Livestock Service as a Part of

Improvement Genetics Quality of Bali Cattle)

AINUR RASYID1, L. AFFANDHY1, D.B. WIJONO1, MADE LONDRA2 danA.R. SIREGAR3

1Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan 2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 3 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor16002

ABSTRACT

The traditional breeding stock of beef cattle is mostly oriented on cow ability to produce the calf, but still not for the quality. The genetic improvement of beef cattle can be done by empowerment of groups of breeding stock.The survey is aimed to stratification cow of Bali cattle, for the proces of forming breeding stock. The survey was carried out in the Tabanan regency, province of Bali, as the area of local village breeding centre and combined with the Bali Cattle Improvement Project (P3 Bali). The survey was done through the observation technique, monitoring and livestock services of farmer groups. The observation was done on the performance body weight of cow and linier body size. The stratification of cow was grouped into three groups (Class) namely a group of cow having performance over means (A), a group of cow of the same means (B) and a group of cow under means (C). The livestock services were done to groups institution and gave suitable innovation technology. The data analysis on descriptive consisting of the average value, variety, and frequency distribution. The results of the survey showed that the average body weight of dam was 282.44 ± 51,53 kg (192.5–424 kg), body length, body height and chest girth were 121.1 cm; 114.3 cm and 162.4 cm. The stratification body weight of cow for Group A was 295–424 kg, B was 260–294 kg and C was 192.5–259 kg. It was concluded that the empowerement of groups by guidance service, and selecting and recording regularly will reinforce to keep good dam and the improvement of calf produced.

Key Words: Bali Cattle, Stratification, Genetics Quality ABSTRAK

Pembibitan sapi potong rakyat sebagian besar masih berorientasi pada kemampuan induk dalam produksi pedet, tetapi belum pada peningkatan kualitas pedet yang dihasilkan. Peningkatan mutu genetik sapi potong antara lain dapat dilakukan dengan pemberdayaan kelompok peternak penghasil bibit yang bermutu (breeding

stock), melalui rekording, seleksi dan pembinaan kelembagaan. Penelitian bertujuan untuk stratifikasi induk

sapi Bali, dalam rangka proses pembentukan kelompok penghasil bibit (breeding stock). Penelitian dilakukan di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali yang merupakan wilayah pembibitan dan dipadukan dengan kegiatan Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali). Penelitian dilakukan secara survei dengan teknik observasi, monitoring dan pembinaan kelompok. Observasi dilakukan terhadap performans bobot hidup dan ukuran linier tubuh tubuh. Stratifikasi induk dikelompokan menjadi 3 kelompok (Kelas) yaitu: kelompok sapi induk yang mempunyai performans di atas rata-rata (Kelas A), sama dengan rata-rata kelompok (Kelas B) dan di bawah rata-rata kelompok (Kelas C). Pembinaan kelompok dilakukan terhadap kelembagaan atau infrastruktur kelompok dan memberikan inovasi teknologi yang sesuai. Analisis data secara deskriptif meliputi nilai rataan, keragaman dan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans rata-rata bobot hidup induk sebesar 282,44 ± 51,53 kg dengan kisaran 192,5–424 kg, panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada masing-masing sebesar 121,1 cm; 114,3 cm dan 162,4 cm. Stratifikasi berat badan induk untuk klas A sebesar 295–424 kg, B sebesar 260-294 kg dan C sebesar 192,5–259 kg. Disimpulkan bahwa stratifikasi induk dan pembinaan kelompok peternak yang diikuti dengan rekording dan seleksi yang teratur akan mendorong peternak untuk mempertahankan induk yang baik dan peningkatkan kualitas pedet yang dihasilkan.

(2)

PENDAHULUAN

Usaha pembibitan sapi potong rakyat sebagai pemasok utama sapi potong bakalan di dalam negeri, sebagian besar dikelola secara tradisional karena keterbatasan modal, teknologi dan sumberdaya sehingga produktivitasnya rendah. Pola pembibitan rakyat sebagian besar berorienstasi pada kemampuan induk untuk menghasilkan anak, dan belum mengarah pada peningkatan kualitas pedet yang dihasilkan (RASYID et al. 2003). Oleh karena itu diperlukan program pembibitan sapi potong melalui pembinaan kelompok penghasil bibit.

Sapi Bali merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang diandalkan karena mempunyai kualitas daging dan karkas yang baik, kemampuan reproduksi baik dan mempunyai adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga tersebar secara luas dibandingkan dengan sapi potong lokal lain. Ada persepsi menyatakan bahwa terjadinya penurunan produksi dan kualitas sapi Bali di Indonesia belum dapat dibuktikan kebenarannya, walaupun bobot sapi Bali yang dipotong sekarang ini lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya (LINDSAY and ENTWISTLE, 2003).

Upaya peningkatan mutu genetik sapi potong telah banyak dilakukan dalam berbagai program pembibitan tetapi belum memberikan hasil yang optimal (MUDIKJO dan MULADNO 1999). Program breeding pada sapi potong rakyat sulit dilakukan karena pendapatannya lambat dan berjangka panjang, sedangkan pendapatan yang memadai memerlukan tujuan pengembangan genetik yang stabil dalam periode yang lama (HUSODO, 2000; MARTOJO, 2003). Selanjutnya MARTOJO (2003) menyatakan bahwa program breeding yang tepat dan sederhana untuk peternakan sapi potong di pedesaan adalah pembentukan kelompok penghasil bibit, melalui rekording, seleksi dan pembinaan kelompok Rekording dan seleksi dilakukan terhadap induk dan hasil turunannya, yaitu induk-induk dengan performans produktivitas di atas rata-rata kelompok, bebas cacat genetik dan tidak pernah melahirkan cacat. Genetik diprioritaskan untuk dipertahankan dalam kelompok.

Peningkatan mutu genetik pada dasarnya memerlukan dua pendekatan yaitu seleksi dan

perkawinan silang dan untuk sapi potong murni seperti sapi Bali di Propinsi Bali hanya dapat dilakukan melalui seleksi dan pembentukan breeding stock (THALIB, 2001). Stratifikasi induk sapi Bali dan pembinaan kelompok sebagai penghasil bibit yang bermutu diharapkan dapat memotivasi kelompok peternak dalam seleksi sapi induk dan hasil turunannya, guna memperbaiki mutu genetik sapi Bali. Tujuan penelitian adalah stratifikasi induk dalam rangka proses pembentukan kelompok penghasil bibit.

MATERI DAN METODE

Kegiatan penelitian dilakukan tahun 2004 di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali yang merupakan daerah pembibitan sapi Bali dan wilayah Village Breeding Centre (VBC) setempat. Kegiatan ini dipadukan dengan kegiatan Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali).

Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan teknik observasi, monitoring dan pembinaan kelompok. Observasi dilakukan terhadap performans bobot hidup dan ukuran tubuh induk sapi Bali. Pengumpulan data dilakukan setiap tiga bulan selama 10 bulan pengamatan. Hasil pengukuran terhadap performans bobot hidup induk kemudian di stratifikasi menjadi tiga kelompok yaitu kelas A, B dan C. Kelas A merupakan kelompok induk yang mempunyai berat badan diatas rata-rata kelompok, Kelas B adalah kelompok induk yang mempunyai berat badan sama dengan rata-rata kelompok, dan Kelas C adalah kelompok induk yang mempunyai berat badan dibawah rata-rata kelompok. Metode pengelompokan berdasarkan nilai percentil (P) yaitu Kelas C: P<33, Kelas B: P34-P66 dan Kelas A: P≥67. Materi penelitian menggunakan 100 ekor sapi Bali induk milik anggota kelompok peternak. Pembinaan kelompok dilakukan terhadap fungsi kelembagaan atau infrastruktur, kelompok, seleksi, rekording, dan memberikan inovasi teknologi yang sesuai. Pembinaan kelompok dilakukan dengan mengadakan pertemuan anggota sebanyak 2 kali, terhadap sebanyak 25–30 peternak yang berasal dari anggota kelompok tani dengan mengikutsertakan petugas P3 Bali.

(3)

Analisis data disajikan secara deskriptif meliputi nilai rataan, keragaman dan distribusi frekuensi. Parameter yang diukur meliputi bobot hidup dan ukuran linier tubuh induk, dan kelembagaan kelompok.

HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi sapi potong di Bali

Populasi sapi betina dewasa tahun 2002 di Bali berjumlah sebesar 167.937 ekor atau sebesar 32,17% dari total populasi sapi potong di Bali tertera pada Tabel 1, adalah paling besar dibandingkan dengan populasi sapi jantan dewasa (14,72%), jantan muda (15,70%), betina muda (13,28%), pedet jantan (11,75%) maupun pedet betina (11,81%). Kondisi ini disebabkan karena sapi betina mempunyai peranan yang penting sebagai penghasil sapi bakalan, sehingga diberlakukan peraturan larangan pengeluaran sapi betina keluar Bali maupun pemotongan sapi betina produktif.

Kabupaten Tabanan yang digunakan sebagai lokasi pengamatan merupakan wilayah yang digunakan sebagai instalasi populasi dasar (IPD) oleh Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) dalam penjaringan sapi rakyat untuk calon bibit pada

Breeding Centre yang berlokasi di Pulukan

Kabupaten Jembrana. Populasi sapi betina

dewasa (sapi induk) di Kabupaten Tabanan berjumlah sebesar 19.127 ekor atau sebesar 33,46% dari populasi sapi potong di Kabupaten Tabanan, dengan populasi terbanyak berada di Kecamatan Selemadeg (8.375 ekor), Kecamatan Baturiti (2.880 ekor), Kecamatan Marga dan Kecamatan Panebel masing-masing sebesar 2.538 ekor dan 1.512 ekor (ANONIMUS, 2002b).

Performans induk

Kondisi performans induk sapi Bali di lokasi pengamatan menunjukan bahwa rata-rata bobot hidup sebesar 282,44 ± 51,53 kg, panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada masing-masing sebesar 121,1 ± 5,79 cm, 114,3 ± 3,93 cm dan 162,4 ± 10,50 cm tertera pada Tabel 2.

Hasil distribusi frekuensi terhadap bobot hidup pada ketiga lokasi pengamatan menunjukan bahwa frekuensi terbesar berada pada kisaran bobot hidup antara 260–294 kg sebanyak 32%, dan diikuti dengan kisaran bobot hidup 225–259 kg sebanyak 23% dan bobot hidup 295–329 kg (18%) dan frekuensi terkecil (3%) pada kisaran bobot hidup antara 400–434 kg tertera pada Tabel 3. Kondisi ini menunjukan bahwa berat badan induk sapi Bali paling banyak pada kisaran 260–294 kg, sesuai dengan nilai modus sebesar 294,4 kg tertera pada Tabel 2.

Tabel 1. Populasi sapi potong di Bali tahun 2002

Sapi jantan Sapi betina

Kabupaten

Dewasa Muda Pedet Kebiri Dewasa Muda Pedet Jumlah

Denpasar 62 599 764 118 2.638 1.421 1.169 6.774 Badung 4.650 5.720 4.790 973 12.662 6.192 5.315 40.302 Gianyar 6.477 7.885 6.123 - 19.233 6.936 6.072 52.726 Klungkung 3.908 3.935 5.161 32 17.849 5.157 5.423 41.465 Karangasem 21.254 18.522 14.646 - 43.013 19.272 14.851 131.558 Bangli 18.162 19.335 5.383 - 12.244 5.422 4.339 64.885 Buleleng 14.086 14.689 15.120 1.214 31.241 14.357 15.623 106.330 Jembrana 756 1.157 2.015 515 9.930 3.475 2.939 20.786 Tabanan 7.525 10.113 7.309 11 19.127 7.124 5.938 57.147 Jumlah 76.880 81.955 61.311 2.861 167.937 69.359 61.668 521.973 Sumber:ANONIMUS (2002a)

(4)

Tabel 2. Performans induk sapi Bali yang beranak rata-rata 2 kali di Kabupaten Tabanan - Bali Kecamatan N (ekor) BB (kg) PB (cm) TB (cm) LD (cm) TP (cm) Panabel 42 250,9 117,8 113,3 156,3 112,7 Baturiti 19 298,7 124,2 113,2 165,2 - Marga 35 311,4 123,1 116,4 157,9 117.5 Rata-rata 96 282,44 121,1 114,3 162,4 114,9 SD 51,53 5,79 3,93 10,50 Minimal 192,5 107,00 106,00 140,00 Maksimal 424,00 135,00 124,00 190,00 - Median 258,7 120,0 114,0 160,0 Modus 294,4 120,0 115,0 162,0

BH = bobot hidup; PB = Panjang badan; TB = Tinggi badan; LD = Lingkar dada; TP = Tinggi pinggul Tabel 3. Distribusi frekuensi bobot hidup induk sapi Bali di Kabupaten Tabanan-Bali

Frekuensi Lokasi pengamatan

Interval berat badan(kg)

(ekor) (%) Marge Baturiti Panebel

190–224 10 11 1 - 9 225–259 22 23 4 3 15 260–294 31 32 10 7 14 295–329 17 18 6 6 5 330–364 9 9 8 1 - 365–399 4 4 2 2 - 400–434 3 3 3 - - Total 96 100 34 19 43

Hasil pengelompokan terhadap performans bobot hidup dan ukuran tubuh induk sapi Bali menunjukan bahwa kelompok di atas rata-rata (Kelas A) mempunyai bobot hidup antara 295– 424 kg, kelompok rata-rata (Kelas B) mempunyai bobot hidup antara 260–294 kg dan kelompok di bawah rata-rata (Kelas) adalah seberat 192,5–259 kg. tertera pada Tabel 4.

Stratifikasi performans bobot hidup dan ukuran linier tubuh induk sapi Bali hasil pengamatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu sapi induk yang digunakan oleh Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) yaitu untuk bobot hidup Skor A sebesar >265 kg, skor, B sebesar 225–265 kg dan skor C adalah sebesar <225 kg tertera pada Tabel 5.

Kelembagaan kelompok

Pembinaan kelompok dilakukan terhadap fungsi kelembagaan, infrastruktur kelompok; serta memotivasi peternak dalam upaya menumbuhkan kemajuan kelompok sehingga menjadi kelompok yang dinamis. Kelompok dinamis merupakan suatu kondisi kearah kemajuan kelompok dan akan terwujud apabila fungsi kelompok tani dapat berjalan secara baik (SUWASONO, 1989). Fungsi kelompok tani yaitu sebagai kelas belajar, unit produksi dan wahana kerjasama dapat terwujud apabila dalam kelompok itu ditimbulkan suatu dinamika. Dinamika kelompok menjadi ukuran sampai berapa jauh kelompok tersebut dapat mengorganisasikan dan didalamnya tercakup unsur memajukan suatu kelompok itu hidup, bergerak aktif dalam mencapai tujuan kelompok (GUNTORO dan SULASTRI, 2000)

(5)

Tabel 4. Hasil pengelompokan terhadap induk sapi Bali yang beranak rata-rata 2 kali di Kabupaten Tabanan-Bali

Kelompok (Kelas) Uraian BH (kg) PB (cm) TB (cm) LD (cm)

A Minimal 295 124 117 165 Maximal 424 135 124 190 B Minimal 260 120 113 158 Maximal 294 123 116 164 C Minimal 192,5 107 106 140 Maximal 259 119 112 157

Kelas A: di atas rata-rata kelompok, B: rata-rata kelompok, Kelas C: di bawah rata-rata kelompok Tabel 5. Standar performans induk sapi Bali umur 5 tahun

Skor sapi induk

Uraian A (Baik) B (Cukup) C (jelek)

Bobot hidup (kg) >265 225–265 < 225

Panjang badan (cm) >122 113–122 < 113

Tinggi badan (cm) >118 109–118 < 109

Lingkar dada (cm) >162 153–162 < 153

Temperamen Jinak Dapat dikendalikan Sulit dikendalikan

Warna bulu Merah bata Merah bata coklat Pucat/kecoklatan

Sumber: ANONIMUS (1983) (Data diolah kembali) Hasil pengamatan terhadap kelembagaan dan aktivitas kelompok peternak sapi Bali di lokasi pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan/ aktivitas kelompok dapat berjalan dengan baik walaupun struktur atau kelembagaan kelompok belum baik tertera pada Tabel 6. Kondisi ini disebabkan karena kelompok peternak telah lama dibentuk, tetapi fungsi kelembagaan kelompok belum berjalan dengan baik. Struktur kelompok merupakan cara kelompok untuk mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan kelompok, terkait dengan struktur kekuasaan, pengambilan keputusan, struktur tugas atau pembagian kerja dan struktur komunikasi (SLAMET,1978, disitasi oleh GUNTORO dan SULASTRI, 2000).

Kegiatan kelompok peternak binaan dari P3 Bali yaitu kegiatan pemeriksaan umum (PU) meliputi kegiatan penimbangan ternak, pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi; dan kegiatan penyuluhan massal (PM). Disamping itu dalam proses produksi peternak binaan mendapat bantuan kredit berupa 2 ekor sapi

Bali yang pengembaliannya sampai 5 tahun (ANONIMUS, 2004).

Tujuan pembinaan kelompok dalam kegiatan ini adalah membantu proses pembentukan kelompok peternak penghasil bibit (breeding stock). Untuk membentuk kelompok breeding stock diperlukan suatu kelembagaan dan infrastruktur kelompok yang kompak serta mampu memanfaatkan/ mengarahkan sumberdaya semaksimal mungkin.

Pembinaan kelompok diharapkan memberikan suatu pemahaman dan partisipasi peternak dalam mempertahankan sapi yang baik; karena akibat kebutuhan ekonomi peternak harus mengeluarkan ternak peliharaannya walaupun ternak tersebut bermutu baik (THALIB dan SIREGAR, 1991). Keberhasilan program pengembangan ternak selain ditentukan aspek teknis, aspek sosial (individu peternak) sangat menentukan dalam proses sosialisasi program sebelum diimplementasikan (WAHYUNI dan HENDAYANA, 2001).

(6)

Tabel 6. Diskripsi kelembagaan dan aktivitas kelompok sapi Bali di lokasi pengamatan

Uraian Aktifitas kegiatan

Struktur kelembagaan kelompok Belum jelas

Ketua kelompok Ada, umumnya pamong desa

Pengurus kelompok Belum jelas

Administrasi kelompok Belum lengkap

Kegiatan keuangan untuk modal kelompok Belum ada Kegiatan kelompok

Kesehatan dan vaksinasi Ada, secara berkala

Rekording dan penimbangan ternak Ada, secara berkala

Pertemuan kelompok Ada, secara berkala

Kelembagaan proses produksi Ada

Pola hubungan dengan pihak luar Terbatas.

Jaringan pemasaran Terbatas pada blantik lokal

Dengan metode recording dan seleksi secara sederhana serta diikuti dengan pembinaan kelompok, maka sapi induk terpilih (mempunyai performans produksi dan reproduksi baik) diupayakan dipertahankan dalam kelompok. Dalam hal ini kelompok berperan dalam menjaga ternak yang masuk kategori baik, tidak dikeluarkan dari kelompok dengan cara dibeli dan digaduhkan kembali kepada peternaknya. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pemupukan modal kelompok melalui simpan pinjam yang diawali dengan kegiatan menabung bagi anggotanya serta menggalang kerjasama dengan lembaga keuangan atau KUD setempat.

KESIMPULAN

Performans bobot hidup induk sapi Bali terpilih pada kelompok A sebesar 295–424 kg, kelompok B sebesar 260–294 kg.

Pemberdayaan kelompok peternak melalui pembinaan kelembagaan dan diikuti dengan rekording dan seleksi yang teratur akan mendorong peternak untuk mempertahankan induk dan turunannya yang bermutu guna peningkatan mutu genetik sapi Bali.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada staf Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali yaitu Ir. I Gede Bagus Mahabratha, I Ketut. Terima, I Ketut

Suryana, Bambang Wijono dan petugas teknis di Instalasi Populasi Dasar unit Kecamatan Panebel (I Ketut Budharsa) dan unit Kecamatan Marga (I Nyoman. Wata) yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dwi Supriyanto, Worosabana dan Bambang Suryanto teknisi litkayasa Loka Penelitian Sapi Potong yang ikut membantu pelaksanaan kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 1983. Petunjuk Teknis Penentuan Urutan Nilai Mutu Genetik (Ranking). Proyek Pembibitan Sapi Bali. Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (Inpress).

ANONIMUS. 2002a. Laporan Tahunan 2002. Dinas Peternakan Propinsi Bali.

ANONIMUS. 2002b. Laporan Cacah Jiwa Ternak Propinsi Bali Tahun 2002. Dinas Peternakan Propinsi Bali.

ANONIMUS. 2004. Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali. Kerjasama antara Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dengan Proyek Pembinaan Peningkatan Produksi Peternakan Tahun Anggaran 2004.

GUNTORO, B. dan E. SULASTRI. 2000. Pengaruh Jarak Antara Lokasi Kelompok Tani Ternak Sapi Potong dan Pusat Kota Terhadap Dinamika Kelompoknya pada Sistem Perkampungan Ternak di Kabupaten Bantul.

(7)

HUSODO, S.Y. 2000. Upaya HKTI dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional dan Agribisnis Peternakan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18–19 September 2000 Puslitbang Peternakan. hlm.

LINDSAY, D. and K. ENTWISTLE. 2003. Summary and Recommendations. Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Proc. of Workshop 4–7 February 2002, Bali, Indonesia. ENTWISTLE, K. and D.R. LINDSAY (Eds.). ACIAR. No. 110. Canberra.

MARTOJO, H. 2003. A Simple Selection Program for Smallhorder Bali Cattle Farmers. Proc. of Workshop 4–7 February 2002, Bali, Indonesia. ENTWISTLE, K. and D.R. LINDSAY (Eds.). ACIAR. No. 110. Canberra.

MUDIKJO, K dan MULADNO. 1999. Pengembangan Industri Sapi Potong pada Era Pasca Krisis. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1–2 Desember 1998 Puslitbang Peternakan, Bogor (Jilid I).

RASYID, A., GUNAWAN, L. AFFANDHY, D.B. WOJONO dan A.R. SIREGAR. 2003 Pembentukan Bibit Unggul Sapi Potong: Analisis Potensi Biologis Berbagai Genotipe Sapi Potong. Laporan Akhir. Loka Penelitian Sapi Potong. Grati.

SUWASONO, S. 1989. Upaya Mendinamiskan Kelompok Tani Nelayan di Jawa Timur. Pros. Seminar Penyuluhan Pertanian, APP Penanggungan Malang dan ISPI Jawa Timur. Malang, 23 Desember 1989.

THALIB, C. 2001. Pengembangan Sistem Perbibitan Sapi Potong Nasional. Wartazoa 11(1): 10–19. THALIB, C. dan A.R. SIREGAR. 1991. Peranan

Pemuliaan Ternak Potong di Indonesia. Wartazoa 2 (1–2) September 1991.

WAHYUNI, S., R. HENDAYANA. 2001. Rekayasa Sosial Dalam Pengembangan Peternakan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17–18 September 2001 Puslitbang Peternakan.

Gambar

Tabel 1. Populasi sapi potong di Bali tahun 2002
Tabel 3. Distribusi frekuensi bobot hidup induk sapi Bali di Kabupaten Tabanan-Bali
Tabel 4. Hasil pengelompokan terhadap induk sapi Bali yang beranak rata-rata 2 kali di Kabupaten Tabanan- Tabanan-Bali
Tabel 6. Diskripsi kelembagaan dan aktivitas kelompok sapi Bali di lokasi pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

Prakiraan SPBK untuk tanggal 12 Juli 2016 , menunjukkan sebagian besar Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan, dan

Klik tombol “View Proforma” untuk melihat perhitungan estimasi biaya dari daftar container yang telah dibuat.. Klik tombol “Create Job Order” untuk membuat

[r]

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, serta adanya beberapa perbedaan dari hasil-hasil penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu

kasus-kasus tanah, masalah hukum di kalangan masyarakat. Adanya peningkatan usaha-usaha penggalangan massa oleh kekuatan sosial politik.. 2) Dari informasi yang diperoleh

Setiap perbuatan orang seperti ini yang (dilakukan demi) meraih keridhaan Tuhan akan akan menganugerahkannya keridhaan Tuhan. Setiap Ahmadi yang telah Bai'at dengan cara ini

MajIis Majlis Mesyuarat Kerajaan dibahagikan kepada dua, Majlis Negeri.. yang mempunyai kuasa perundangan dan Jemaah Menteri yang mempunyai kuasa pe1aksanaan. MB Majlis

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan mulai dilaporkan pada tahun 2005 dan setiap penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan tahunnya cenderung meningkat.. Pada