• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

REPUBLIK INDONESIA

No.604, 2014 KOMISI YUDISIAL. Hakim Agung. Calon. Seleksi.

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014

TENTANG

SELEKSI CALON HAKIM AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2011 tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung dan Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pedoman Penentuan Kelayakan Calon Hakim Agung dipandang tidak sesuai lagi untuk digunakan kembali sebagai acuan penyelenggaraan seleksi calon hakim agung;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu membentuk Peraturan Komisi Yudisial tentang Seleksi Calon Hakim Agung.

Mengingat : 1. Pasal 24A dan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

(2)

Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250); 4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

27/PUU-XI/2013 tanggal 9 Januari 2014. MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KOMISI YUDISIAL TENTANG SELEKSI CALON HAKIM AGUNG.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Komisi Yudisial ini yang dimaksud dengan:

1. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Masyarakat adalah semua komunitas atau kelompok di luar Pemerintah dan Mahkamah Agung.

5. Profesi hukum adalah bidang pekerjaan seseorang yang dilandasi pendidikan keahlian di bidang hukum atau perundang-undangan, antara lain, advokat, penasehat hukum, notaris, penegak hukum,

(3)

akademisi dalam bidang hukum, dan pegawai yang berkecimpung di bidang hukum atau peraturan perundang-undangan.

6. Putusan pengadilan adalah putusan yang dibuat oleh calon hakim agung pada saat ia menjadi ketua atau anggota majelis hakim negeri dan/atau tinggi dalam menangani perkara.

7. Tuntutan jaksa adalah tuntutan/requisitoir, yang dibuat oleh calon hakim agung pada saat menjadi penuntut umum.

8. Pembelaan adalah pembelaan/pledoi, gugatan-gugatan, jawaban terhadap gugatan, replik, duplik dan simpulan yang dibuat oleh calon hakim agung pada saat ia membantu kliennya menangani perkara di dalam atau di luar pengadilan.

9. Publikasi ilmiah adalah karya ilmiah dari calon hakim agung yang telah dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk Jurnal, buku, artikel, makalah, dan tulisan lain.

10. Seleksi uji kelayakan calon hakim agung adalah rangkaian kegiatan seleksi kualitas, kesehatan dan kepribadian, serta wawancara.

11. Tim teknis adalah perseorangan atau lembaga yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial sesuai dengan keahliannya untuk membantu melaksanakan seleksi calon hakim agung.

12. Sistem kamarisasi adalah mekanisme seleksi yang didasarkan pada pilihan kamar peradilan perdata, pidana, agama, Tata Usaha Negara dan militer.

13. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2

Seleksi calon hakim agung dilaksanakan secara transparan, partisipatif, obyektif dan akuntabel.

Pasal 3

Seleksi calon hakim agung dilaksanakan melalui tahapan: a. penerimaan usulan;

b. seleksi administrasi; c. seleksi uji kelayakan; d. penetapan kelulusan; dan

(4)

BAB II

PENERIMAAN USULAN CALON HAKIM AGUNG Bagian Kesatu

Umum Pasal 4

(1) Penerimaan usulan calon hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan dengan cara mengumumkan penerimaan usulan calon hakim agung paling lama 15 (lima belas) hari sejak menerima surat pemberitahuan mengenai lowongan jabatan Hakim Agung dari Mahkamah Agung.

(2) Penerimaan usulan calon hakim agung dilakukan selama 15 (lima belas) hari sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengusulan calon hakim agung kepada Komisi Yudisial dapat

dilakukan oleh Mahkamah Agung, Pemerintah, dan Masyarakat.

(4) Usulan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari :

a. hakim karir; atau b. non karir.

Pasal 5

Calon hakim agung yang sebelumnya telah mengikuti 2 (dua) kali seleksi secara berturut-turut tidak dapat diusulkan mengikuti 1 (satu) kali seleksi berikutnya.

Bagian Kedua

Persyaratan Administratif Pasal 6

(1) Calon hakim agung yang berasal dari hakim karir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. warga Negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; d. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;

e. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

(5)

f. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan

g. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. (2) Calon hakim agung yang berasal dari non karir sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. warga negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;

d. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

e. berpengalaman dalam profesi hukum dan atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;

f. berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan

h. Tidak pernah dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin.

(3) Usulan calon hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) melampirkan kelengkapan administrasi sebagai berikut:

a. Daftar riwayat hidup, yang memuat riwayat pekerjaan dan pengalaman organisasi;

b. Copy ijazah yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; c. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah

sakit pemerintah;

d. Daftar Harta Kekayaan Serta Sumber Penghasilan Calon (dibuktikan dengan tanda bukti penyerahan LHKPN Form A dan Form B dari KPK);

e. Copy Nomor Pokok Wajib Pajak;

f. Copy Kartu Tanda Penduduk (yang masih berlaku);

g. Pas photo terbaru sebanyak 3 (tiga) lembar ukuran 4x6 (berwarna);

(6)

h. Surat keterangan berpengalaman dalam bidang hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun dari instansi yang bersangkutan; i. Surat pernyataan dari pengadilan negeri setempat bahwa calon

tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, bagi calon Hakim Agung yang berasal dari nonkarier;

j. Surat keterangan tidak pernah dijatuhi pemberhentian sementara bagi calon Hakim Agung yang berasal dari hakim karier, dan sanksi disiplin dari instansi/lembaga asal calon yang berasal dari Non karier;

k. Surat pernyataan tidak akan merangkap sebagai pejabat negara, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, pengusaha, karyawan badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha milik swasta, pimpinan/pengurus partai politik atau organisasi massa yang memiliki afiliasi dengan partai politik, atau jabatan lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, jika diterima menjadi Hakim Agung;

l. Surat pernyataan kesediaan mengikuti proses seleksi calon Hakim Agung;

m. Surat pernyataan pilihan kompetensi bidang hukum (Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara, Agama dan Militer); dan

n. Surat pernyataan tidak pernah mengikuti seleksi calon hakim agung dua kali secara berturut-turut.

BAB III

SELEKSI ADMINISTRASI Pasal 7

(1) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan melalui penelitian persyaratan administrasi calon hakim agung.

(2) Penetapan hasil penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui rapat pleno.

(3) Komisi Yudisial mengumumkan calon hakim agung yang memenuhi persyaratan administrasi dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak penetapan hasil penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Calon hakim agung yang dinyatakan lulus seleksi administrasi berhak mengikuti seleksi kualitas.

(7)

(5) Ketentuan lebih lanjut tentang seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung.

Pasal 8

(1) Masyarakat berhak memberikan informasi dan pendapat terhadap calon hakim agung yang lulus seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).

(2) Pengumuman permintaan informasi dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).

(3) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diumumkan. (4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima Komisi

Yudisial setelah nama-nama calon hakim agung disampaikan ke DPR, akan diteruskan ke DPR.

Pasal 9

(1) Calon hakim agung yang dinyatakan lulus seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) wajib menyerahkan: a. surat rekomendasi dari 1 (satu) orang mengenai integritas, satu

orang mengenai kualitas (kapasitas) dan 1 (satu) orang mengenai kinerja.

b. Karya profesi yang berupa:

1. 1 (satu) putusan tingkat pertama dan 1 (satu) putusan tingkat banding bagi calon yang berasal dari hakim karir; 2. 2 (dua) karya ilmiah yang dipublikasikan bagi calon yang

berasal dari akademisi dan lainnya;

3. 2 (dua) tuntutan bagi calon yang berasal dari jaksa; dan 4. 2 (dua) pembelaan bagi calon yang berasal dari advokat.

(2) Surat rekomendasi dan karya profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan seleksi kualitas.

BAB IV

SELEKSI UJI KELAYAKAN CALON HAKIM AGUNG Bagian Kesatu

Umum Pasal 10

(1) Seleksi uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dilakukan untuk menentukan kelayakan dari calon hakim agung,

(8)

(2) Seleksi uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. seleksi kualitas;

b. seleksi kesehatan dan kepribadian; dan c. wawancara.

(3) Seleksi uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah pengumuman seleksi administrasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang seleksi uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung.

Pasal 11

(1) Dalam melaksanakan uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Komisi Yudisial dapat membentuk tim teknis.

(2) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membuat pertanyaan dan/atau menentukan parameter penilaian dan menilai hasil uji kelayakan.

Pasal 12

(1) Dalam melaksanakan uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Komisi Yudisial dapat membentuk Tim Asistensi yang mempunyai tugas melakukan analisa dan penyiapan bahan uji kelayakan.

(2) Tim Asistensi terdiri dari tenaga ahli Komisi Yudisial yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal.

Bagian Kedua Seleksi Kualitas

Pasal 13

(1) Seleksi kualitas sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf a dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat kapasitas keilmuan dan keahlian calon hakim agung.

(2) Seleksi kualitas sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan menurut sistem kamarisasi dengan cara:

a. pembuatan karya tulis ditempat atau ujian tertulis; b. penyelesaian kasus hukum;

c. penyelesaian kasus Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; dan d. penilaian karya profesi.

(9)

Pasal 14

(1) Penilaian seleksi kualitas dilakukan dengan menggabungkan nilai pembuatan karya tulis, penyelesaian kasus hukum, penyelesaian kasus Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dan Penilaian karya profesi

(2) Dalam menentukan kelulusan seleksi kualitas, Komisi Yudisial menetapkan passing grade nilai kelulusan didasarkan pada sistem kamarisasi.

(3) Calon hakim agung yang nilai seleksi kualitasnya diatas passing grade

dinyatakan lulus seleksi kualitas.

(4) Hasil kelulusan seleksi kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui rapat pleno.

(5) Komisi Yudisial mengumumkan daftar nama calon hakim agung yang dinyatakan lulus seleksi kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat.

(6) Calon hakim agung yang dinyatakan lulus seleksi kualitas berhak mengikuti seleksi kepribadian.

Bagian Ketiga

Seleksi Kesehatan dan Kepribadian Pasal 15

(1) Seleksi kesehatan dan kepribadian sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf b dilakukan untuk mengetahui, mengukur dan menilai kelayakan kesehatan dan kepribadian calon hakim agung. (2) Seleksi kepribadian dan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan: a. Pemeriksaan kesehatan; b. Profile Assessment; dan c. Rekam Jejak.

Pasal 16

(1) Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dilakukan untuk menilai kesehatan jasmani dan rohani peserta seleksi calon hakim agung.

(2) Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Teknis Pemeriksa Kesehatan yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial.

(10)

(4) Komisi Yudisial mengumumkan penetapan hasil pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Calon hakim agung yang dinyatakan tidak lulus pemeriksaan kesehatan, tidak akan dilakukan klarifikasi dan tidak dapat mengikuti proses selanjutnya.

Pasal 17

(1) Profile assessment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dilakukan untuk mengukur dan menilai integritas dan kompetensi calon hakim agung.

(2) Profile assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Teknis Konsultan Kepribadian yang ditetapkan oleh Komisi Yudisial.

Pasal 18

(1) Rekam jejak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 huruf c dilakukan untuk meneliti informasi atau pendapat yang diajukan oleh masyarakat, serta mendapatkan data dan informasi terkait reputasi dan gambaran diri calon hakim agung.

(2) Rekam jejak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerimaan informasi atau pendapat masyarakat, investigasi, dan self assessment.

(3) Pelaksanaan penelitian atas informasi atau pendapat masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pemberian informasi atau pendapat berakhir.

Pasal 19

(1) Komisi Yudisial melakukan klarifikasi terhadap hasil penerimaan informasi atau pendapat masyarakat, investigasi, dan self assessment.

(2) Calon hakim agung yang sebelumnya pernah mengikuti seleksi calon hakim agung dan telah dilakukan klarifikasi dipertimbangkan untuk tidak diklarifikasi ulang, sepanjang tidak ada informasi baru.

Pasal 20

(1) Penentuan kelulusan seleksi kepribadian dengan mempertimbangkan hasil rekam jejak, self assesment, dan klarifikasi.

(2) Penetapan kelulusan seleksi kepribadian ditetapkan melalui rapat pleno.

(3) Komisi Yudisial mengumumkan penetapan kelulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(11)

(4) Calon hakim agung yang dinyatakan lulus kepribadian berhak mengikuti seleksi wawancara.

Bagian Keempat Wawancara

Pasal 21

(1) Pelaksanaan wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c dilakukan secara terbuka untuk menilai:

a. pemahaman kode etik, hukum acara, serta teori dan filsafat hukum;

b. kemampuan dalam mengkaji masalah hukum secara sistematis dan metodologis;

c. wawasan tentang pengetahuan peradilan dan perkembangan hukum didasarkan pada sistem kamarisasi;

d. komitmen dan visi; dan

e. klarifikasi terhadap informasi baru.

(2) Penilaian wawancara merupakan akumulasi dari nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Wawancara tertutup dilaksanakan dalam rangka pendalaman informasi terkait dengan kesusilaan.

BAB V

PENETAPAN KELULUSAN Pasal 22

(1) Penetapan kelulusan seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d dilaksanakan secara bertahap melalui sistem gugur, dengan didasarkan pada sistem kamarisasi.

(2) Komisi Yudisial mengumumkan daftar nama calon hakim agung yang dinyatakan lulus seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat.

(3) Pertimbangan kelulusan seleksi dimuat dalam Berita Acara Penetapan Kelulusan dengan melampirkan pertimbangan penetapan kelulusan.

Pasal 23

(1) Penentuan kelulusan calon hakim agung dilakukan melalui rapat pleno yang dihadiri seluruh Anggota Komisi Yudisial secara musyawarah mufakat.

(2) Apabila rapat pleno belum dihadiri oleh seluruh Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka rapat dapat ditunda 1 (satu) kali atau paling lama 3 (tiga) hari dan setelah itu

(12)

pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh 5 (lima) orang Anggota Komisi Yudisial.

(3) Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak paling sedikit 5 (lima) suara.

(4) Penentuan kelulusan akhir didasarkan pada pertimbangan akumulasi nilai seleksi kualitas dan wawancara, dengan mengutamakan integritas calon hakim agung.

BAB VI

PENYAMPAIAN USULAN CALON HAKIM AGUNG Pasal 24

(1) Pengajuan nama calon hakim agung kepada DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak berakhirnya seleksi wawancara.

(2) Pengajuan nama calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diminta persetujuannya dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.

(3) Pengajuan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan lowongan jabatan berdasarkan sistem kamarisasi.

(4) Pengajuan calon hakim agung kepada DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Anggota Komisi Yudisial dengan menyerahkan dokumen disertai penjelasan pertimbangan kelulusan setiap calon hakim agung.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi calon hakim agung tercantum dalam lampiran Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Komisi Yudisial ini.

Pasal 26

Pada saat Peraturan Komisi Yudisial ini mulai berlaku, Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2011 tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 329) dan Peraturan Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pedoman Penentuan

(13)

Kelayakan Calon Hakim Agung (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1191), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan Komisi Yudisial ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangkan Peraturan Komisi Yudisial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2014 KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA,

SUPARMAN MARZUKI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

(14)

LAMPIRAN I

PERATURAN KOMISI YUDISIAL NOMOR 1 TAHUN 2014

TENTANG

SELEKSI CALON HAKIM AGUNG

PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN SELEKSI CALON HAKIM AGUNG BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 27/PUU-XI/2013 yang dibacakan pada sidang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) tanggal 9 Januari 2014, menetapkan bahwa Komisi Yudisial mengajukan 1 calon hakim agung untuk setiap 1 lowongan kepada DPR, telah meletakkan dasar dan konstruksi hukum baru dalam proses rekrutmen hakim agung. Sebagai konsekuensi hukumnya, Pedoman Uji Kelayakan Calon Hakim Agung yang ditetapkan dengan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 6 Tahun 2013 perlu direview dan diubah agar substansinya sesuai dengan semangat dan muatan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Proses Seleksi Calon Hakim Agung merupakan sistem rekrutmen terbuka. Sistem rekrutmen terbuka memungkinkan bagi orang dari luar Hakim Karir untuk dapat menjadi Calon Hakim Agung. Dengan dibukanya pendaftaran, terdapat kualifikasi yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi Calon Hakim Agung.

Kualifikasi tersebut dimaksudkan agar seseorang dengan kemampuan yang dipersyaratkan saja yang dapat menjadi peserta seleksi. Jadi pada dasarnya kemampuan merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjadi seorang CHA. Persyaratan administrasi merupakan bukti bahwa seseorang mempunyai adequate skill untuk diuji dalam proses Seleksi Calon Hakim Agung.

Dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, diatur bahwa setelah Komisi Yudisial mengumumkan kelulusan seleksi administrasi, Komisi Yudisial kemudian melakukan Seleksi Uji Kelayakan.

Pembentukan Pedoman Uji Kelayakan Calon Hakim Agung itu sendiri merupakan penjabaran amanat Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18

(15)

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, yang menyatakan bahwa “Dalam rangka melakukan seleksi, Komisi Yudisial membuat pedoman untuk menentukan kelayakan calon hakim agung”

Oleh karena itu, disusunlah Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung ini yang pada prinsipnya merupakan penyempurnaan dari Pedoman Penentuan Kelayakan Calon Hakim Agung yang telah ada. Sebagian besar materi dari Pedoman Penentuan Kelayakan Calon Hakim Agung masih sesuai dan karenanya tetap dipertahankan. Adapun materi yang diubah adalah beberapa ketentuan yang terkait implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi, memperbaiki sistem uji kelayakan, dan adanya penerapan sistem kamarisasi di Mahkamah Agung.

Penerapan sistem kamarisasi di Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tanggal 19 September 2011 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar di Mahkamah Agung, disebutkan pada point kedua bahwa sampai dengan bulan April 2014, atau selama masa transisi, penerapan sistem kamar dilakukan dengan penyesuaian terhadap kondisi dan struktur organisasi Mahkamah Agung. Hal tersebut mempunyai korelasi dalam rekrutmen hakim agung yang dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Penerapan sistem kamar yang mengklasifikasikan menjadi 5 kamar yaitu Kamar Pidana, Kamar Perdata , Kamar Tata Usaha Negara , Kamar Agama, dan Kamar Militer, melahirkan kriteria dalam penempatan Hakim Agung di masing-masing kamar yang ditentukan oleh :

1. Asal lingkungan peradilan, khusus untuk Hakim Agung yang berasal dari jalur karir.

2. Latar belakang pendidikan formal, khusus untuk Hakim Agung yang berasal dari jalur non karir, dan

3. Pelatihan yang pernah dilalui.

Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung ini berguna untuk mendukung tujuan kamarisasi yaitu menjaga konsistensi putusan, meningkatkan profesionalisme hakim agung serta mempercepat proses penanganan perkara di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, Panduan Seleksi Calon Hakim Agung dimaksudkan untuk menghasilkan hakim agung yang mampu mewujudkan tujuan tersebut.

Selain itu, dalam pedoman penilaian dan penentuan kelayakan calon hakim agung memuat aspek-aspek utama yang dinilai oleh Komisi Yudisial dalam menentukan kelayakan calon hakim agung, yang meliputi: aspek kualitas dan integritas (kepribadian) serta instrumen-instrumennya yang terkait. Dalam aspek integritas (kepribadian) terkandung juga muatan untuk menilai kemampuan kepemimpinan atau kemampuan manajerial calon hakim agung. Instrumen-instrumen yang digunakan untuk menilai dan menentukan kelayakan calon hakim agung antara lain adalah instrumen penilaian, parameter penilaian, dan cara penilaian atas aspek-aspek tersebut.

(16)

Dengan perkataan lain, Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung ini didesain sedemikian rupa sebagai sistem dan metode untuk mencari dan menemukan calon hakim agung yang memenuhi kriteria sebagaimana diamanatkan Pasal 24A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu hakim agung yang memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Selain itu, hakim agung yang terpilih menguasai dan berkomitmen menjunjung tinggi 10 prinsip KEPPH yaitu, adil, jujur, arif bijaksana, mandiri, berintegritas, bertanggungjawab, menjunjung harga diri, disiplin tinggi, rendah hati, dan profesional.

Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung ini merupakan acuan bagi Komisi Yudisial dalam menyelenggarakan Seleksi Uji Kelayakan Calon Hakim Agung agar dapat berjalan secara transparan, partisipatif, objektif dan akuntabel.

B. PENGERTIAN

Dalam Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung ini yang dimaksud dengan:

1. Seleksi Administrasi adalah penerimaan berkas administrasi

pendaftaran, input data dan telaah kelengkapan administrasi dan pleno kelulusan seleksi administrasi;

2. Berkas administrasi adalah kelengkapan pendaftaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Komisi Yudisial.

3. Calon Hakim Agung, yang selanjutnya disingkat CHA adalah pendaftar seleksi calon hakim agung, baik yang berasal dari karir maupun non karir.

4. Uji Kelayakan adalah kegiatan untuk menilai dan menentukan kelayakan calon hakim agung untuk diusulkan menjadi calon hakim agung kepada DPR melalui seleksi kualitas, kepribadian, dan wawancara.

5. Seleksi Kualitas adalah rangkaian kegiatan untuk menilai dan mengukur tingkat kapasitas keilmuan dan keahlian yang harus dimiliki oleh calon hakim agung sebagai bekal untuk menjalankan tugasnya sebagai hakim agung.

6. Seleksi Kepribadian adalah rangkaian kegiatan untuk mengukur dan menilai kelayakan kepribadian calon hakim agung untuk diangkat menjadi hakim agung melalui self assessment, profile assessment, investigasi, dan klarifikasi.

7. Sistem kamarisasi adalah mekanisme seleksi yang didasarkan pada kompetensi bidang hukum perdata, pidana, agama, tata usaha negara dan militer.

8. Tim kasus hukum adalah tim yang beranggotakan para mantan hakim agung, akademisi, dan praktisi, yang diangkat dan bertanggung jawab

(17)

kepada Komisi Yudisial untuk melakukan tugas membuat soal dan menilai hasil kasus hukum.

9. Tim penilai karya tulis adalah tim yang beranggotakan para mantan hakim, akademisi, dan praktisi, yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Komisi Yudisial untuk melakukan tugas menilai karya tulis.

10. Tim penilai kasus KEPPH adalah tim yang beranggotakan tenaga ahli Komisi Yudisial, yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Komisi Yudisial untuk melakukan tugas membuat soal dan menilai hasil soal KEPPH.

11. Penilai kepribadian adalah konsultan sumber daya manusia yang ditunjuk berdasarkan hasil lelang menurut ketentuan perundang-undangan untuk melakukan pekerjaan profile assessment calon hakim agung.

12. Tim asistensi adalah tim yang beranggotakan tenaga ahli Komisi Yudisial yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Komisi Yudisial untuk melakukan asistensi pelaksanaan seleksi calon hakim agung.

13. Penilai kesehatan adalah Dokter Rumah Sakit Pemerintah yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan kesehatan calon hakim agung.

14. Panel ahli adalah tim yang beranggotakan mantan hakim agung, pakar dan/atau negarawan yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Komisi Yudisial untuk melakukan wawancara terhadap calon hakim agung.

C. TUJUAN

Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Sebagai pedoman dalam menyelenggarakan Seleksi calon Hakim Agung; 2. Untuk menjamin proses seleksi calon hakim agung secara transparan,

partisipatif, objektif, dan akuntabel;

3. Mendapatkan peserta uji kelayakan yang kompeten;

4. Menghasilkan calon hakim agung yang layak dan mempunyai integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan pengalaman di bidang hukum.

D. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pedoman Teknis Pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung meliputi: seleksi administrasi, seleksi kualitas, seleksi kepribadian, wawancara, dan tata cara penyampaian usulan Calon Hakim agung ke Dewan Perwakilan Rakyat.

(18)

BAB II

SELEKSI ADMINISTRASI

Dalam rangka menentukan terpenuhinya persyaratan administrasi calon hakim agung, Komisi Yudisial melakukan seleksi administrasi dengan mengacu kepada pedoman sebagai berikut:

A. PROSES PENERIMAAN USULAN CALON HAKIM AGUNG 1. Usulan Calon Hakim Agung

a. Subjek Pengusulan

Pengusulan Calon Hakim Agung dapat dilakukan oleh Pemerintah, Mahkamah Agung dan Masyarakat. Yang dimaksud dengan:

1) Pemerintah: adalah lembaga kepresidenan beserta instansinya baik instansi pusat maupun instansi daerah. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

2) Mahkamah Agung: adalah lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24a Undang-undang Dasar 1945. Pengusulan calon Hakim Agung oleh Mahkamah Agung dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi di lingkungan Mahkamah Agung.

3) Masyarakat: adalah organisasi atau lembaga di luar Mahkamah Agung dan Pemerintah.

b. Syarat Hakim Agung

Peraturan mengenai persyaratan administrasi diatur dalam Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yang menentukan:

1) Hakim karier:

a) Warga Negara Indonesia;

(19)

c) Berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

d) Berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun; e) Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas

dan kewajiban;

f) Berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan

g) Tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

2) Nonkarier:

a) Warga Negara Indonesia;

b) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c) Berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

d) Berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun; e) Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas

dan kewajiban;

f) Berpengalaman dalam profesi hukum dan atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;

g) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

h) Tidak pernah dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin.

Selain persyaratan tersebut, seorang calon hakim agung harus memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial:

a) Daftar riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan; b) Ijazah asli atau yang telah dilegalisasi;

c) Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;

d) Daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon; e) Nomor Pokok Wajib Pajak.

(20)

c. Kelengkapan Administrasi

1) Surat Pengusulan Calon Hakim Agung;

2) Daftar riwayat hidup, yang memuat riwayat pekerjaan dan pengalaman organisasi;

3) Copy ijazah beserta transkrip nilai yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;

4) Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;

5) Daftar Harta Kekayaan Serta Sumber Penghasilan Calon

(dibuktikan dengan tanda bukti penyerahan LHKPN Form A dan Form B dari KPK) ;

6) Copy Nomor Pokok Wajib Pajak;

7) Copy Kartu Tanda Penduduk (yang masih berlaku);

8) Pas photo terbaru sebanyak 3 (tiga) lembar ukuran 4x6 (berwarna);

9) Surat keterangan berpengalaman dalam bidang hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun dari instansi yang bersangkutan; 10) Surat keterangan dari pengadilan negeri setempat bahwa calon

tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, bagi calon Hakim Agung yang berasal dari nonkarier;

11) Surat keterangan tidak pernah dijatuhi pemberhentian sementara bagi calon Hakim Agung yang berasal dari hakim karier, dan sanksi disiplin dari instansi/lembaga asal calon yang berasal dari Non karier;

12) Surat pernyataan tidak akan merangkap sebagai pejabat negara, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, pengusaha, karyawan badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha milik swasta, pimpinan/pengurus partai politik atau organisasi massa yang merupakan underbouw partai politik, atau jabatan lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, jika diterima menjadi Hakim Agung;

13) Surat pernyataan kesediaan mengikuti proses seleksi calon Hakim Agung;

14) Surat pernyataan pilihan kamar peradilan (Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara, Agama dan Militer).

(21)

2. Petugas Penerimaan

Petugas Penerimaan administrasi adalah staf Komisi Yudisial yang ditugaskan untuk menerima pendaftaran berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial. Dalam melaksanakan tugasnya, petugas pendaftaran melakukan:

a. Hak :

1) memeriksa keaslian berkas dan memberikan keterangan pada fotokopi berkas jika CHA menunjukkan aslinya kepada petugas. Bunyi keterangan tersebut adalah “Pendaftar menunjukkan berkas yang diklaim sebagai asli” dengan ditandatangani oleh yang bersangkutan dan petugas;

2) mengambil berkas pendaftaran dari berkas lama (berkas pendaftar yang pernah digunakan untuk mendaftar) sejauh masih berlaku;

3) menghubungi Calon Hakim Agung yang diusulkan untuk

melengkapi berkas;

4) menentukan lengkap tidaknya berkas kelengkapan administrasi.

b. Kewajiban :

1) menerima usulan calon hakim Agung;

2) memeriksa kelengkapan berkas pendaftar dan menyerahkan tanda bukti penyerahan berkas kepada pendaftar;

3) melakukan proses register usulan calon hakim Agung;

4) melakukan input data (kode kelengkapan), penyusunan profil kelengkapan administrasi Calon Hakim Agung).

B. PARAMETER SYARAT DAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI CALON HAKIM AGUNG

1. Definisi Persyaratan Administrasi Hakim Karir

a. Warga Negara Indonesia

1) Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

2) Untuk membuktikan kewarganegaraan Indonesia, seorang calon Hakim Agung berkewajiban untuk menyerahkan fotokopi KTP.

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Yang dimaksud dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah bahwa calon hakim agung menganut salah satu agama yang diakui oleh Negara sebagaimana tercantum dalam fotokopi KTP.

c. Berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;

(22)

1) Yang dimaksud dengan “magister di bidang hukum” adalah gelar akademis pada tingkat strata 2 dalam bidang ilmu hukum, termasuk magister ilmu syari’ah atau magister ilmu kepolisian

2) Yang dimaksud sarjana lain yang mempunyai keahlian bidang hukum adalah sarjana di luar sarjana hukum yang mempunyai keahlian di bidang hukum yang meliputi sarjana syari’ah dan sarjana kepolisian.

d. Berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;

1) Yang dimaksud berusia 45 tahun adalah usia pada saat diusulkan sudah melebihi atau sama dengan 45 tahun.

2) Pengukuran usia 45 tahun dihitung dari tanggal penutupan penerimaan usulan calon hakim agung.

e. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

1) Yang dimaksud mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban akan secara detail diujikan dalam tahapan seleksi uji kelayakan;

2) Sebagai bukti administrasi pendukung kemampuan rohani dan jasmani adalah dengan menyerahkan surat keterangan sehat jasmani dan rohani.

f. Berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi;

1) Yang dimaksud dengan 20 tahun menjadi hakim adalah dihitung mulai dari TMT pertama kali menjadi hakim tingkat pertama.

2) Untuk membuktikan pengalaman menjadi hakim dibuktikan dengan SK pengangkatan sebagai hakim.

3) Untuk menghitung 3 tahun hakim tinggi dihitung dari pelantikan pertama kali hakim tinggi.

g. Tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.

Yang dimaksud sanksi pemberhentian sementara adalah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial yang menyebutkan bahwa:

Sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dapat berupa:

a. teguran tertulis;

b. pemberhentian sementara; atau c. pemberhentian.

(23)

2. Definisi Persyaratan Administrasi Non Karir

a. Berpengalaman dalam profesi hukum dan atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;

1) Yang dimaksud profesi hukum adalah bidang pekerjaan seseorang yang dilandasi pendidikan keahlian di bidang hukum atau perundang-undangan, antara lain, advokat, penasihat hukum, notaris, penegak hukum, akademisi dalam bidang hukum, dan pegawai yang berkecimpung di bidang hukum atau peraturan perundang-undangan.

2) Penghitungan pengalaman profesi hukum 20 tahun dihitung sejak lulus gelar Sarjana Hukum.

b. Berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; 1) Yang dimaksud dengan “doktor dan magister di bidang hukum”

adalah gelar akademis pada tingkat strata 2 dan strata 3 dalam

bidang ilmu hukum, termasuk ilmu syari’ah atau ilmu

kepolisian.

2) Yang dimaksud sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum adalah sarjana di luar sarjana hukum yang mempunyai keahlian di bidang hukum yang meliputi sarjana syari’ah dan sarjana kepolisian.

c. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

1) Yang dimaksud dengan pidana penjara sebagaimana dimaksud diatas adalah tindak pidana yang ancaman pidananya lebih dari 5 tahun;

2) Tindak pidana yang diancam dipidana lebih dari 5 tahun adalah tindak pidana yang secara positif diatur oleh undang-undang yang ancaman pidananya lebih dari 5 tahun;

3) Walaupun putusan pengadilan menyatakan hanya dihukum 0 sampai kurang dari 5 tahun, namun apabila tindak pidana yang dilakukan secara positif diancam dengan pidana lebih dari 5 tahun, maka yang bersangkutan tidak lulus administrasi

4) Penentuan ancaman hukuman dilihat dari peraturan perundang-undangan, dan mengesampingkan tuntutan jaksa.

d. Tidak pernah dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin.

Sanksi pelanggaran disiplin adalah sanksi yang diberikan oleh atasan yang bersangkutan.

(24)

3. Parameter Kelengkapan Administrasi

Di dalam persyaratan administrasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini, penerimaan usulan calon hakim agung harus melampirkan data pendukung sebagai berikut:

a. Surat pengusulan calon hakim Agung

1) Diusulkan oleh Pemerintah, MA dan Masyarakat

Untuk dapat disebut sebagai masyarakat minimal mempunyai struktur organisasi.

2) Surat Pengusulan berisi:

a) Identitas pengusul dan yang diusulan; b) Alasan pengusulan;

c) Tandatangan Pengusul

3) Surat pengusulan Calon Hakim Agung dibuat sesuai dengan Format II.A yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

b. Daftar riwayat hidup

1) Daftar riwayat hidup memuat: a) identitas diri

b) riwayat pekerjaan dan pengalaman organisasi; c) tandatangan yang bersangkutan.

2) Daftar riwayat hidup dibuat sesuai dengan Format II.B yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

c. Copy Kartu Tanda Penduduk

1) Copy Kartu Tanda penduduk yang masih berlaku untuk

mendapatkan informasi mengenai tanggal dan tahun lahir, agama, domisili dan kewarganegaraan dari calon hakim Agung.

2) Apabila Kartu Tanda Penduduk sudah habis masa berlakunya dan sedang dalam proses pembuatan, maka calon hakim Agung melampirkan copy Kartu Tanda Penduduk yang lama beserta surat keterangan domisili.

d. Pasphoto

1) Pasphoto terbaru ukuran 4x6 (dengan latar belakang warna merah)sebanyak 3 (tiga) lembar;

2) Pasphoto digunakan sebagai identitas selama mengikuti proses seleksi.

e. Copy ijazah

1) Copy ijazah sebagai bukti gelar akademis yang dipersyaratkan Undang-undang;

(25)

2) Copy ijazah harus dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. Apabila tidak dilegalisir dapat menunjukkan ijazah aslinya kepada panitia. 3) Copy ijazah yang dilegalisir untuk mengetahui otentifikasi ijazah; 4) Surat Keterangan Lulus tidak berlaku.

f. Surat keterangan berpengalaman dalam bidang hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun dari instansi yang bersangkutan

1) Surat keterangan berpengalaman dibidang hukum memuat: a) Identitas calon hakim Agung yang diusulkan;

b) Riwayat pekerjaan;

c) Tandatangan yang calon hakim Agung atau yang menerangkan 2) Surat Keterangan berpengalaman dibidang hukum dilengkapi

dengan SK Pengangkatan Calon Hakim Agung dalam profesi bidang hukum.

3) Surat keterangan berpengalaman dibidang hukum dibuat sesuai dengan Format II.C yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini. g. Surat keterangan sehat

1) Surat Keterangan sehat yang menyatakan kesehatan jasmani dan rohani calon hakim Agung;

2) Surat kesehatan dibuat oleh dokter rumah sakit pemerintah;

h. Tanda terima penyampaian Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)

1) Komisi Yudisial melakukan kerjasama dengan KPK untuk

memperdalam harta kekayaan calon hakim agung;

2) Calon hakim agung baik dari kamar karir maupun non karir harus menyerahkan laporan harta kekayaannya kepada KPK untuk dianalisa.

i. Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

j. Surat pernyataan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih di atas kertas bermaterai, bagi calon Hakim Agung yang berasal dari non karier.

1) Surat pernyataan memuat:

a) Identitas pembuat surat pertanyaan;

b) Pernyataan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

(26)

2) Dibuat di atas kertas bermaterai.

3) Surat pernyataan di buat sesuai dengan Format II.D yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

k. Surat keterangan tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara bagi calon Hakim Agung yang berasal dari hakim karier, dan sanksi pelanggaran disiplin dari instansi/lembaga asal calon yang berasal dari non karier.

1) Pemberi Keterangan merupakan atasan atau Lembaga; 2) Surat keterangan memuat:

a) Identitas pemberi keterangan; b) Identitas yang diterangkan;

c) Keterangan tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara bagi calon Hakim Agung yang berasal dari hakim karier, dan sanksi pelanggaran disiplin.

3) Surat keterangan di buat sesuai dengan Format II.E yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

l. Surat pernyataan tidak akan merangkap sebagai pejabat negara, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, pengusaha, karyawan badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha milik swasta, pimpinan/pengurus partai politik atau organisasi massa yang merupakan underbouw partai politik, atau jabatan lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan di atas kertas bermaterai, jika diterima menjadi Hakim Agung.

1) Surat pernyataan memuat:

a) Identitas pembuat surat pertanyaan;

b) Pernyataan tidak tidak akan merangkap sebagai pejabat negara, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, pengusaha, karyawan badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha milik swasta, pimpinan/pengurus partai politik atau organisasi massa yang merupakan underbouw partai politik, atau jabatan lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;

c) Tanda tangan pembuat pernyataan.

2) Surat pernyataan dibuat sesuai dengan Format II.F yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

m. Surat pernyataan kesediaan mengikuti proses seleksi calon Hakim Agung.

1) Surat pernyataan memuat:

a) Identitas pembuat surat pertanyaan;

b) pernyataan kesediaan mengikuti proses seleksi calon Hakim Agung;

(27)

2) Surat pernyataan dibuat sesuai dengan Format II.G yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

n. Surat pernyataan kamar peradilan yang dipilih (Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara, dan Agama) ;

1) Surat pernyataan memuat:

a) Identitas pembuat surat pertanyaan;

b) pernyataan kamar peradilan yang dipilih (Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara, dan Agama);

c) Tanda tangan pembuat pernyataan.

2) Surat pernyataan dibuat sesuai dengan Format II.H yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

o. Surat pernyataan tidak pernah mengikuti seleksi calon hakim agung dua kali secara berturut- turut yang dibuat oleh calon (pendaftar) diatas kertas bermeterai.

1) Surat pernyataan memuat:

a) Identitas pembuat surat pertanyaan;

b) pernyataan tidak pernah mengikuti seleksi calon hakim agung dua kali secara berturut- turut;

c) Tanda tangan pembuat pernyataan.

2) Surat pernyataan dibuat sesuai dengan Format II.I yang terdapat dalam Lampiran II Peraturan ini.

C. PENENTUAN KELULUSAN ADMINISTRASI

Kelulusan administrasi Calon Hakim Agung ditetapkan melalui Rapat Pleno Komisi Yudisial.

(28)

BAB III

SELEKSI KUALITAS

Dalam rangka menilai dan mengukur tingkat kapasitas keilmuan dan keahlian calon hakim agung, Komisi Yudisial melakukan seleksi kualitas dengan mengacu kepada pedoman sebagai berikut:

A. ASPEK PENILAIAN

Aspek-aspek yang dinilai dalam proses seleksi kualitas meliputi: 1. Aspek keilmuan

Aspek keilmuan yang dinilai dari calon hakim agung meliputi wawasan dan penguasaan ilmu hukum, analisa hukum, penerapan hukum, penemuan hukum, dan membuat kesimpulan secara tepat dan benar. 2. Aspek keahlian

Aspek keahlian yang dinilai adalah keterampilan calon hakim agung dalam membuat putusan yang mencerminkan nilai-nilai filosofis (nilai-nilai keadilan berdasarkan idealita), sosiologis (norma-norma yang hidup dalam masyarakat), dan yuridis (kepastian hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku).

B. INSTRUMEN DAN PARAMETER PENILAIAN 1. Instrumen Penilaian

Instrumen yang digunakan untuk menggali keilmuan dan keahlian calon hakim agung pada seleksi kualitas meliputi:

a. Karya Tulis

Setiap calon hakim agung wajib membuat karya tulis di tempat, dengan tema dan judul yang telah ditetapkan oleh Panitia.

b. Penyelesaian kasus hukum

Setiap calon hakim agung wajib menjawab soal kasus hukum dalam bentuk membuat putusan kasasi/peninjauan kembali/judicial review, yang telah disiapkan oleh Panitia.

c. Penyelesaian kasus Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Setiap calon hakim agung wajib menjawab soal kasus Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

d. Karya Profesi

Setiap calon hakim agung wajib menyerahkan karya profesinya kepada Panitia:

(29)

1) Bagi calon hakim agung dari jalur karier menyerahkan putusan pengadilan tingkat pertama dan/atau banding (pada saat calon hakim agung menjadi ketua atau anggota majelis dalam menangani dan memutus perkara).

2) Bagi calon hakim agung dari jalur karier menyerahkan putusan pengadilan tingkat banding (pada saat calon hakim agung menjadi ketua atau anggota majelis dalam menangani dan memutus perkara).

3) Bagi calon hakim agung dari jalur non karier yang; profesi jaksa menyerahkan tuntutan jaksa (dakwaan), profesi pengacara menyerahkan pembelaan (pledoi), dan profesi akademisi dan profesi hukum lainnya menyerahkan hasil karya/publikasi ilmiah.

Terhadap karya profesi, dan hasil pengerjaan karya tulis, dan kasus hukum diberikan identitas samaran, dan baru dibuka setelah kompilasi hasil seleksi kualitas selesai tersusun.

2. Parameter Penilaian

Penilaian terhadap karya profesi, karya tulis, dan pendapat hukum dilakukan menurut parameter penilaian sebagaimana tersebut di bawah ini:

a. Karya Tulis

1) Ketepatan merumuskan masalah;

2) Metode dan analisis pemecahan masalah;

3) Landasan teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan; 4) Penggunaan tata bahasa yang baik, baku, dan mudah dipahami; 5) Sistematika penulisan.

b. Kasus Hukum

1) Penguasaan Prosedur Hukum dan ketepatan memahami masalah; 2) Pertimbangan Hukum (legal reasoning) yang memuat landasan

filosofis, sosiologis dan yuridis;

Pertimbangan hukum berupa serangkaian pernyataan secara logis untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta sistem hukum dan penemuan hukum. Sedangkan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis yang dimaksud meliputi:

a) Kewajiban hakim menggali nilai-nilai keadilan yang hidup di dunia ide;

b) Kewajiban hakim menggali norma-norma yang hidup di dalam masyarakat;

(30)

c) Kewajiban hakim menerapkan peraturan perundangan sebagai dasar pembuatan putusan;

3) Sistematika putusan.

Sebagaimana diatur dalam KUHAP.

c. Kasus KEPPH

1) Ketepatan memahami permasalahan dalam kasus; 2) Ketepatan memahami aktor yang melanggar;

3) Analisis tentang point KEPPH yang dilanggar; 4) Perbuatan yang seharusnya dilakukan.

d. Karya Profesi 1) Putusan

a) Penguasaan Prosedur Hukum. b) Sistematika putusan.

Sebagaimana diatur dalam KUHAP. c) Ketepatan Memahami Masalah

Keselarasan antara kasus posisi, fakta hukum, pertimbangan hukum, dan amar putusan.

d) Pertimbangan Hukum (legal reasoning)

Alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas,

berupa: serangkaian pernyataan secara logis, untuk

memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta sistem hukum dan penemuan hukum.

e) Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis, yang meliputi: (1) Kewajiban hakim menggali nilai-nilai keadilan yang hidup

di dunia idealita.

(2) Kewajiban hakim menggali norma-norma yang hidup di dalam masyarakat

(3) Kewajiban hakim menerapkan peraturan perundangan sebagai dasar pembuatan putusan.

2) Gugatan atau Pembelaan

a) Uraian fakta yang jelas, dan didukung oleh alat bukti saksi, dan surat.

b) Penerapan hukum yang mengacu kepada keterangan saksi, surat, dan keterangan ahli, doktrin, dan sumber hukum.

c) Analisa hukum yang mengacu kepada keterangan saksi, surat, keterangan ahli, doktrin, dan sumber hukum.

(31)

3) Dakwaan

a) Uraian fakta yang jelas, dan didukung oleh alat bukti saksi, dan surat.

b) Penerapan hukum terhadap pasal yang didakwakan.

c) Analisa hukum yang mengacu kepada keterangan saksi, surat, dan keterangan ahli, doktrin, dan sumber hukum.

d) Kesimpulan.

4) Publikasi Ilmiah atau Karya Tulis Ilmiah

a) Sistematika penulisan minimal meliputi judul, latar belakang, rumusan masalah, pembahasan dan kesimpulan.

b) Kualitas penulisan

c) Konsistensi, kesinambungan, landasan konsepsional, ketajaman analisis.

d) Teknis penulisan.

C. TIM PENILAI SELEKSI KUALITAS

Penilaian seleksi kualitas dilakukan oleh tim sebagai berikut:

1. Tim Penilai Karya Profesi, terdiri dari Anggota Komisi Yudisial yang mempunyai tugas menilai karya profesi.

2. Tim Penilai Karya Tulis, terdiri dari para akademisi yang mempunyai tugas menilai karya tulis.

3. Tim Penilai Kasus KEPPH terdiri dari tenaga ahli di lingkungan sekretariat jenderal yang mempunyai tugas membuat kasus KEPPH, dan menilai hasil pengerjaan soal KEPPH.

4. Tim Penilai kasus hukum terdiri dari para mantan hakim agung, akademisi, dan praktisi hukum, yang mempunyai tugas membuat dan

menilai kasus hukum berdasarkan sistem kamarisasi

(perdata/pidana/agama/tata usaha negara/militer).

D. HASIL SELEKSI KUALITAS 1. Hasil Penilaian Karya Tulis

Karya tulis dinilai menurut parameter yang telah ditetapkan dengan pembobotan sebagaimana tabel di bawah ini:

(32)

Tabel 1

Penilaian Karya Tulis

Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

Ketepatan merumuskan masalah 25%

Metode dan analisis pemecahan

masalah 30%

Landasan teori yang digunakan untuk

menjawab permasalahan 25%

Penggunaan tata bahasa yang baik,

baku, dan mudah dipahami 10%

Sistematika penulisan 10%

Nilai Total 100%

2. Hasil Penilaian Pendapat Hukum

Hasil penilaian pendapat hukum dan/atau membuat putusan yang dikerjakan di tempat dituangkan dalam tabel pembobotan sebagaimana berikut ini:

Tabel 2

Penilaian Pendapat Hukum/Membuat Putusan Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

a. Penguasaan prosedur hukum dan ketepatan memahami masalah

30% b. Pertimbangan hukum yang

mencakup landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis

60%

c. Sistematika putusan (sebagaimana diatur KUHAP)

10%

(33)

3.Hasil Penilaian Kasus KEPPH

Hasil Penilaian Kasus KEPPH dituangkan dalam tabel berikut:

Tabel 3

Penilaian Kasus KEPPH

Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

a. Ketepatan memahami masalah 40%

b. Ketepatan memahami aktor yang

melanggar 30%

c. Perbuatan yang seharusnya

dilakukan 15%

d. Analisa tentang point KEPPH yang

dilanggar 15%

Nilai Total 100%

4. Hasil Penilaian Karya Profesi

Karya profesi dinilai menurut parameter yang telah ditetapkan dengan pembobotan sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 4

Penilaian Karya Profesi Putusan

Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

Penguasaan prosedur hukum 25%

Sistematika Putusan 15%

Ketepatan memahami masalah 25%

Pertimbangan hokum 25%

Alur pikir filosofis, yuridis, dan

sosiologis 10%

(34)

Tabel 5

Penilaian Karya Profesi Gugatan atau Pembelaan Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

Uraian fakta 15% Penerapan hukum 25% Analisa hukum 35% Kesimpulan 25% Nilai Total 100% Tabel 6

Penilaian Karya Profesi Dakwaan

Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

Uraian fakta 15% Penerapan hukum 25% Analisa hukum 35% Kesimpulan 25% Nilai Total 100% Tabel 7

Penilaian Karya Profesi Publikasi Ilmiah atau Karya Tulis Ilmiah Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

PARAMETER PENILAIAN BOBOT NILAI

Sistematika penulisan 10% Kualitas penulisan 40% Konsisten, kesinambungan, landasan konsepsional, ketajaman analisis 40% Teknis penulisan 10% Nilai Total 100%

(35)

5. Hasil Penilaian Seleksi Kualitas

Hasil seleksi kualitas merupakan gabungan dari hasil penilaian karya profesi, hasil penilaian karya tulis, dan hasil penilaian pendapat hukum dan/atau membuat putusan. Hasil seleksi kualitas dituangkan dalam tabel hasil seleksi kualitas.

Tabel 8

Penilaian Seleksi Kualitas

Seleksi Calon Hakim Agung Republik Indonesia

No Nama Nilai

Karya Tulis

Kasus

Hukum KEPPH KaryaNilai Profesi

Nilai Total

E. PENENTUAN KELULUSAN

Penentuan kelulusan dilakukan sebagai berikut:

1. Menetapkanpassing gradeberdasarkan sistem kamar;

2. Mengakumulasi nilai karya profesi, karya tulis, dan pendapat hukum/membuat putusan, kasus KEPPH kemudian dibagi empat;

3. Jika akumulasi nilai memenuhi passing gradedisetiap kamar maka calon hakim agung dinyatakan lulus, sedangkan jika tidak memenuhi passing grade maka dinyatakan tidak lulus.

(36)

BAB IV

SELEKSI KESEHATAN DAN KEPRIBADIAN

Seleksi kesehatan dan kepribadian dilakukan dalam rangka mengukur dan menilai kelayakan kesehatan dan kepribadian calon hakim agung. Pelaksanaan seleksi kepribadian berpedoman sebagai berikut :

A. SELEKSI KESEHATAN

Seleksi kesehatan dilakukan untuk menilai kesehatan jasmani dan rohani peserta seleksi calon hakim agung, sehingga calon hakim agung yang dihasilkan Komisi Yudisial terpilih menjadi hakim agung adalah mereka yang memenuhi syarat mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Hakim Agung.Seleksi kesehatan dilakukan dengan berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:

1. Aspek Penilaian

Aspek penilaian yang digunakan dalam seleksi kesehatan adalah mengacu pada panduan teknis penilaian kemampuan jasmani dan rohani para Calon Hakim Agung yang disepakati oleh Komisi Yudisial dan Rumah Sakit Pemerintah yang ditunjuk.

2. Instrumen dan Parameter Penilaian

Instrumen dan parameter penilaian kesehatan melalui pemeriksaan meliputi:

a. Anamnesis dan analisis riwayat kesehatan. b. Pemeriksaan psikiatri.

c. Pemeriksaan jasmani:

1) Penyakit dalam (internist), Jantung dan pembuluh darah (EKG dan treadmill test), Paru/Spirometri, Bedah, Obstetri Ginekologi, pap smear, dan USG Transvaginal (khusus wanita), Saraf, Mata, dan telinga hidung tenggorokan/audiometri.

2) Pemeriksaan penunjang: a) Pemeriksaan laboratorium:

Hematologi lengkap, urinalisis lengkap, tes faal hati, tes faal ginjal, profil lipid, metabolisme karbohidrat, serologi: HbsAg, Anti HbsAg, Anti HCV, PSA (pria) VDRL.

b) Foto thoraks c) USG abdomen.

3. Tim Penilai Kesehatan

Tim penilai kesehatan adalah tim medis yang profesional dan impartial (assesing physician) yang dibentuk secara resmi dan khusus melalui

(37)

Memorandum of Understanding (MoU) antara Komisi Yudisial dengan Rumah Sakit yang ditunjuk yang anggotanya terdiri dari para dokter ahli yang kompeten dan memiliki kredibilitas tinggi di lingkungan profesinya. Tugas Tim:

a. Menyusun protokol pemeriksaan kesehatan;

b. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pemeriksaan kesehatan calon hakim agung;

c. Menilai hasil pemeriksaan kesehatan;

d. Menyampaikan hasil pemeriksaan kesehatan paling lama 2 hari setelah selesai pemeriksaan kesehatan.

4. Hasil Seleksi Kesehatan

Hasil tes kesehatan berupa rekomendasi dari Tim Medis (Rumah Sakit) yang dihasilkan dari penilaian terhadap kesehatan peserta seleksi calon hakim agung berdasarkan panduan teknis penilaian kemampuan jasmani dan rohani calon hakim agung.

5. Penentuan Kelulusan

a. Jika pada Calon Hakim Agung tidak ditemukan disabilitas, maka dinyatakan memenuhi syarat secara kesehatan jiwa dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Hakim Agung.

b. Jika pada Calon Hakim Agung ditemukan salah satu disabilitas, maka dinyatakan tidak memenuhi syarat secara kesehatan jiwa dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Hakim Agung.

B. PENILAIAN KEPRIBADIAN 1.Profile Assessment

Profile assessment dilakukan untuk mengukur dan menilai kelayakan kepribadian calon hakim agung. Profile assessment yang dilakukan mengacu kepada prinsip dan norma Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dengan berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:

a. Aspek Penilaian

Aspek penilaian yang digunakan dalam Profile Assessment adalah sebagai berikut:

1) Karakter:

Mengukur konsistensi calon hakim agung dalam mematuhi etika perilaku, memegang pendirian atau pendapat.

2) Sensitivitas:

Aspek kepribadian yang berhubungan dengan nuansa hati dan tingkat kepekaan atau cepat lambatnya reaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

(38)

3) Sikap:

Mengukur sikap calon hakim agung (positif/negatif) dalam

kehidupan sehari-hari dalam berkeluarga dan dalam

pekerjaannya. 4) Stabilitas Emosi:

Mengukur kestabilan reaksi emosional calon hakim agung terhadap rangsangan dari lingkungan terhadap pekerjaannya sebagai hakim.

5) Responsibilitas:

Mengukur tanggung jawab calon hakim agung dalam hal berkeluarga, pekerjaan, atau tanggung jawab calon hakim agung atas semua hal yang telah dilakukannya.

6) Sosiabilitas:

Bagaimana calon hakim agung dalam hal yang berkaitan dengan hubungan interpersonal atau bagaimana kemampuan calon hakim agung dalam berkomunikasi dengan orang lain.

b. Instrumen dan Parameter Penilaian 1) Instrumen

Instrumen profile assessment merupakan kewenangan dari tim teknis yang dimaksudkan untuk menggali integritas dan kemampuan manajerial calon hakim agung pada seleksi kepribadian.

2) Parameter Penilaian

Parameter penilaian profile assessment dalam seleksi CHA dilakukan dengan mengacu pada kriteria-kriteria berikut:

a) Aspek alur berpikir

1) Menguasai kaidah-kaidah logika dan mampu

menerapkannya dalam kegiatan pembuatan keputusan. 2) Memiliki kerangka berpikir dan bekerja yang sesuai

dengan tugas hakim agung.

3) Memiliki pola penalaran sistematik.

4) Mampu melakukan diferensiasi dan integrasi informasi (kompleksitas-integratif yang tinggi).

5) Mampu membuat keputusan yang didasari oleh

pemahaman terhadap masalah secara integralistik-sistemik.

6) Memiliki ketegasan dan kejelasan dalam membuat

(39)

b) Aspek proses

1) Mengindikasikan penggunaan nilai-nilai yang sesuai dengan KEPPH sebagai dasar yang dianut selama menjalani proses pembuatan keputusan.

2) Mampu membuat prioritas yang sesuai dengan tuntutan tugas.

3) Menunjukkan kemampuan pengambilan keputusan

dengan menampilkan langkah yang efektif dan efisien. 4) Mampu melakukan penetapan hukum secara memadai

sesuai dengan syarat-syarat yang formal dan material. c) Aspek karakter

1) Memiliki nyali atau keberanian menyatakan dan

mempertahan keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam KEPPH.

2) Memiliki ketangguhan dan kesungguhan yang tinggi dalam bekerja

3) Memiliki stabilitas emosi yang tinggi 4) Mampu mengendalian diri

5) Mampu melakukan penyesuaian diri secara konstruktif dan produktif dalam rangka menyelesaikan tugas sebaik mungkin dan mencapai visi-misi Mahkamah Agung RI. d) Aspek moral

1) Jujur

2) Memilki komitmen tinggi pada pelaksanaan tugas sebagai hakim, keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

3) Memiliki persistensi.

4) Dapat dipercaya baik dalam menjalankan tugas sebagai hakim maupun sebagai warga negara.

5) Menjaga kehormatan baik sebagai hakim maupun sebagai warga negara.

e) Aspek perilaku

1) Mampu menampilkan secara konsisten perilaku yang menunjang dihasilkannya putusan yang adil

2) Mampu menampilkan secara konsisten perilaku yang menunjang keberhasilan pekerjaan

3) Mampu menampilkan secara konsisten perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

(40)

3) Tim Penilai Profile Assessment

Profile Assessment dilakukan oleh konsultan SDM yang profesional, impartial (assessing physician) dan independen. Konsultan SDM tersebut ditentukan Komisi Yudisial melalui proses lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tugas:

a) Konfirmasi kriteria calon hakim agung yang akan diasesmen kepada Komisi Yudisial;

b) Menetapkan dan merancang perangkat asesmen;

c) Menjadwalkan dan menyelenggarakan kegiatan asesmen sesuai jumlah peserta;

d) Menyusun dan mempresentasikan hasil profile assessment kepada Komisi Yudisial.

4) Hasil Profile Assessment

Hasil profile assessment berupa rekomendasi dari Konsultan SDM yang dihasilkan dari penilaian terhadap kompetensi peserta seleksi calon hakim agung berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

2. Rekam Jejak

Rekam jejak dimaksudkan untuk mendapat data dan informasi mengenai reputasi dan gambaran diri calon hakim agung di dalam kedinasan maupun di luar kedinasan

a. Tahapan Rekam Jejak

Pelaksanaan penyusunan rekam jejak calon hakim agung dilakukan dalam dua tahapan yaitu

1) Tahap pengumpulan data

a) penerimaan informasi atau pendapat masyarakat; b) self assessment;

c) investigasi

2) Tahap konfirmasi data (klarifikasi)

b. Instrumen Rekam Jejak 1) Tahap Pengumpulan Data

Dalam tahap pengumpulan data rekam jejak calon hakim agung, terdapat 3 instrumen untuk melakukan inventarisasi data yaitu:

(41)

Sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam seleksi calon

Hakim Agung, maka Komisi Yudisial menerima Informasi atau pendapat dari masyarakat mengenai calon hakim agung, serta informasi terkait dengan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dalam pengumpulan informasi atau pendapat masyarakat, Komisi Yudisial melakukan:

(1) Mengumumkan nama calon Hakim Agung dan

Permintaan masukan masyarakat di Media.

(2) Membuat database pelaporan dugaan pelanggaran KE & PPH.

b) Self Assessment

Dalam penentuan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam self-assessment calon hakim agung (CHA) dan dasar analisis terhadap hasilnya digunakan seperangkat konsep psikologis yang erat kaitanya dengan karakter. Konsep-konsep itu akan digunakan sebagai pisau analisis terhadap jawaban CHA dalam kegiatan self-assessment. Konsep-konsep itu adalah (1) konsep diri; (2) self-esteem; (3) motivasi; (4) kepemimpinan transformasional; (5) relasi sosial; (6) pengalaman; (7) nilai; dan (8) kebiasaan.

(1) Konsep Diri

Konsep Diri didefenisikan sebagai semua pikiran,

keyakinan dan kepercayaan yang merupakan

pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen 2005).

Konsep-diri memiliki tiga dimensi, yaitu: (a) Pengetahuan tentang diri sendiri

Informasi yang dimiliki seseorang tentang dirinya.

Misalkan jenis kelamin, penampilan, dan

sebagainya.

(b) Pengharapan terhadap diri sendiri

Gagasan seseorang tentang kemungkinan menjadi apa ia kelak.

(c) Penilaian terhadap diri sendiri

Pengukuran seseorang tentang keadaan dirinya dibandingkan dengan apa yang menurutnya dapat dan seharusnya terjadi pada dirinya. Hasil pengukuran itu adalah rasa harga diri (self-esteem).

(42)

(2) Self-Esteem

Self-Esteem atau harga diri adalah ukuran dari sejauh mana seseorang menghargai dirinya. Self-esteem mencakup bagaimana orang melihat dirinya, apa yang

diberikannya kepada pihak lain, kelemahan dan

kekuatan dirinya, dan penghormatan terhadap diri sendiri. Self-esteem adalah cara seseorang melihat himpunan karakteristik pada dirinya yang ia sebut "saya“ atau “aku”.

Orang yang memiliki harga-diri yang tinggi adalah orang yang tahu siapa dirinya, menerima diri sendiri, dan menampilkan dirinya apa adanya, tidak berpura-pura menjadi orang lain, dan bertingkahlaku dengan cara secara jujur. Orang dengan harga-diri tinggi percaya pada diri sendiri. Mereka ulet dan selalu berusaha bangkit kembali dari kegagalan apapun dengan cepat dan mudah.

Orang yang memiliki Harga-Diri rendah atau memiliki Harga-Diri negatif tidak melihat diri mereka dalam cara yang positif dan penuh kasih. Mereka sering mengkritik diri sendiri secara negatif, menempatkan diri di bawah orang lain, dan takut orang lain mengkritik mereka. Mereka sering tidak bahagia, agresif, dan mudah terombang-ambing. Orang dengan Harga-Diri rendah sering mengalami kesulitan mengakui aspek-aspek yang baik dari dirinya; semua yang mereka lihat pada dirinya negatif. Mereka terus melihat apa yang tidak dapat mereka melakukan atau tidak dapat mereka lakukan dengan sangat baik. Mereka jarang (atau bahkan tidak pernah) merayakan apa yang mereka lakukan dengan baik.

(3) Motivasi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.

Motivasi adalah kumpulan proses psikologis yang menyebabkan pergerakan dan kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan. Motivasi dapat dipahami pula sebagai suatu kumpulan kekuatan yang energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri

seseorang, yang mendorong usaha kerja, dalam

menentukan arah, intensitas, dan kegigihan.

McClelland (1961) mengemukakan tiga kebutuhan yang menjadi motif sosial manusia:

Gambar

Tabel 11 Hasil Klarifikasi No Nama Pertanyaan JawabanCalon Hakim Agung InformasiInforman Keterangan d
Tabel 12 Hasil Rekam Jejak

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ketuntasan belajar Hasil belajar tersebut belum mencapai target dari pembelajaran, sehingga dilanjutkan pada siklus II dengan melakukan refleksi terhadap proses

maka dalam penentuan tingkat resiko semi-kuanitatif dapat dilakukan dengan mengkombinasikan kategori peluang kegagalan ( likelihood of failure ) kategori konsekuensi kegagalan

Training Kewirausahaan Sosial bagi 8 KUB Kader Kesehatan Desa 3 Kali – 3 Bulan 137 Anggota 8 KUB Kader Wringingintung Tulis Wonokerso Beji Simbangjati Kenconorejo

Berdasarkan jenis konflik yang terjadi dalam masalah keberagamaan, ada tiga jenis konflik yang terjadi yaitu konflik intern pemeluk agama (internal), konflik yang terjadi

Saya lebih suka membeli produk-produk kosmetik dari perusahaan yang sudah identik dengan kesehatan.. 5 Aroma produk The Body Shop

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh intervensi program penanggulangan

Tahap kedua dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah pelaksaan yang merupakan penerapan yang berupa isi dari rancangan. Dalam tahap ke dua ini peneliti harus

menengahkan pada lereng yang lebih landai (di bawah 40%) pembebanan dapat berperan menambah gaya penahan gerakan pada lereng. 2) Sebagai tindakan preventif, beban