• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembangunan nasional guna menciptakan negara yang sejahtera.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembangunan nasional guna menciptakan negara yang sejahtera."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Didalam suatu negara berkembang terdapat penerimaan negara yang digunakan untuk pembangunan nasional guna menciptakan negara yang sejahtera. Dari berbagai peneriman negara, di Indonesia telah diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu sumber penerimaan yang ada di APBN adalah pajak. Menurut Soemitro (2003:1) pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang belaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Pajak juga diatur dalam undang-undang.

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan kewajibannya (Suminarsasi, 2011:1).

Di Indonesia, perpajakan telah diatur oleh Direktorat Jendral pajak. Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah instasi yang di bentuk pemerintah di bawah departemen kementrian keuangan sebagai pengelola sistem perpajakan

(2)

di Indonesia, untuk mengoptimalkan dan meningkatkan penerimaan pajak dengan menformasikan pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih modern. Ditjen pajak juga menjadi aparat yang menegakan bila terjadi penyimpangan yang dilakukan beberara Wajib Pajak. Semua penerimaan negara yang berasal dari pajak digunakan untuk membiayai semua pengeluaran umum negara guna memnyejahterakan dan memakmurkan rakyat Indonesia (Waluyo, 2011). Oleh karena itu bila setiap Wajib Pajak taat dan displin dalam membayar pajak, pembangunan nasional bisa berjalan lancar dan merata di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Akan tetapi uang yang dikeluarkan setiap wajib Pajak untuk membayar pajak dirasa kurang adil dan merata oleh seluruh rakyat. Sementara itu, setiap tahun jumlah penerimaan pajak yang disetorkan selalu meningkat dan disisi lain, pemerataan dari pajak yang disetorkan belum dirasakan masyarakat secara adil (Prasetyo, 2010)

Sistem perpajakan perpajakan yang lebih modern diharapkan wajib pajak sadar akan kewajibanya untuk membayar pajak, sehingga penerimaan pajak di indonesia terus meningkat, bukanya berkurang karena jumlah wajib pajak potensial cenderung bertambah setiap tahunnya. Maka dari itu Ditjen Pajak terus berupaya mengomptilkan penerimaan pajak yang setiap tahunya cenderung meningkat. Elemen yang penting dalam meningkatkan penerimaan pajak adalah sistem pemungutan pajak. Di indonesia, Ditjen pajak menerapkan sistem Self Assessment System. Dimana wajib pajak dutuntut berperan aktif pula mulai dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT (Surat Pemberitahuan), menghitung besarnya wajib pajak terhutang dan menyetorkan kewajibanya.

(3)

Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai pembina, pembimbing dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukakan oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan lancar apabila tingkat kesadaran wajib pajak secara sukarela yang tinggi (Suminarsasi, 2011:1). Dengan menganut prinsip self assessment system tersebut pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, serta dengan menegakan keadilan hukum dan kepastian hukum juga perbaikan mutu pelayanan yang prima diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dibidang perpajakan dan ikut serta berperan dalam mensukseskan pembangunan nasional (Setiawan, 2008:174).

Tetapi kenyataan yang ada sekarang di dalam pepajakan indonesia, kesadaraan masyarakat untuk menbayar pajak secara sukarela masih rendah. Buruknya sistem adminitrasi menambah kurang baiknya sistem perpajakan yang ada di indonesia. Sehingga dengan demikian bisa terjadi hal-hal yang menyimpang didalam sistem perpajakan di Indonesia. Lima tahun terakhir realisasi penerimaan pajak belum mencapai target yang ditentukan, hal ini salah satunya adalah karena Wajib Pajak membayar beban pajak terutang tidak sesuai dengan yang telah dibebankan sesuai Undang-Undang Perpajakan, bisa dikatakan bahwa wajib pajak tidak membayar beban pajak terutang 100%.

Diketahui penerimaan pajak di indonesia menjadi sumber yang utama penerimaan negara di dalam APBN. Pada tahun 2015 APBNP menargetkan penerimaan sektor pajak sebesar Rp 1.294 triliun. Hasil ahkir perhitungan realisasi

(4)

penerimaan pajak selama tahun 2015 tercatat mencapai Rp 1.060 triliun. Dari hasil tersebut masih ada kekurangan sekitar Rp 234 triliun. Menurut Suminarsasi dan supriyadi (2011), salah satu indikasi adanya penggelapan pajak dapat dilihat dari tidak tercapainya target penerimaan pajak, dan faktanya dari tiap tahun realisasi penerimaan pajak terutama PPh, tidak mencapai jumlah yang ditargetkan. Dan dilihat dalam lima tahun terakhir realisasi penerimaan pajak cenderung mengalami penurunan, berikut peneliti tampilkan target dan realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011-2015 pada Tabel 1.1:

Tabel 1.1

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak

Tahun Target Penerimaan Pajak

(dalam triliun rupiah)

Realisasi Penerimaan Pajak

(dalam triliun rupiah)

Persentase Penerimaan Pajak(%) 2011 878,65 873,82 triliun 99,45 % 2012 1.011,70 triliun 980,17 triliun 96,88 % 2013 1.139,32 triliun 1.040,32 triliun 91,31 % 2014 1.246,00 triliun 1.143,00 triliun 91,70 % 2015 1.294,00 triliun 1.016,00 triliun 93,80 % Sumber : Kementrian Keuangan, Republik Indonesia (diolah, 2015).

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukan bahwa dari tiap tahun mulai dari tahun 2011 hingga 2015 realisasi pajak tidak bisa mencapai target yang sudah direncanakan. Tapi dari tiap tahun penerimaan pajak mengalami fluktuaktif meskipun realisasi pajak tidak mencapai target. Inilah fenomena yang membuat menarik untuk melakukan penelitian tentang tindakan penggelapan pajak.

Pemerintah melakukan berbagai usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meminimalisir hal tersebut. Penerimaan negara dari sektor pajak tidak akan

(5)

memberikan kontribusi yang maksimal jika tidak dilakukan pemeriksaan pajak. Untuk melakukan pemeriksaan pajak perlu juga melakukan perencanaan pajak agar hasil yang didapatkan bisa optimal. Akan tetapi pelaksanaan tax planning atau perencanaan pajak tidak berjalan sesuai tujuan awal sistem perpajakan. Perencanaan Pajak (Tax Planning) yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak dapat dilakukan dengan Tax Avoidance maupun dengan Tax Evasion. Meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, namun karakteristik keduanya sangatlah berebeda. Tax Avoidance diartikan sebagai kegiatan penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah–celah (loophole) dari peraturan– peraturan dan perundang–undangan perpajakan yang berlaku di negara tempat masyarakat pembayar pajak berada. Sulitnya penerapan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk melakukan tax evasion, yaitu melakukan penghematan pajak dengan menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan pajak (Ayu, 2009:2). Lemahnya sistem perpajakan ini bisa dimanfaatkan oleh oknum ataupun wajib pajak untuk tidak melakukan atau menghindari kewajibanya untuk membayar pajak. Beberapa contoh kasus wajib pajak yang melakukan penggelapan pajak di indonesia adalah kasus penggelapan pajak tahun 2009 yang dilakukan oleh Roberto Santonius dengan melakukan penyuapan kepada petugas yang bernama Gayus Halomoan Tambunan. Penyuapan tersebut bertujuan untuk mengurus gugatan keberatan pajak PT Metropolitan dan tiga perusahaan Grup Bakrie yaitu PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan Pt Bumi Resource ( liputan6.com, April 2011).

(6)

Pada dasarnya semua wajib pajak pribadi maupun badan yang ada di indonesia berupaya untuk membayar kewajiban pajaknya serendah-rendahnya. Padahal tarif pajak yang ditetapkan pada undang- undang telah sesuai dan adil dengan kekayaan atau aset yang mereka punya. Kurangya kesadaraan ini yang menjadikan wajib pajak enggan untuk membayar pajak yang telah disesuaikan. Faktor paling utama yang menjadikan para Wajib Pajak lebih memilih tindakan penggelapan pajak (tax evasion) dibandingkan penghindaran pajak (tax avoidance) adalah untuk melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) diperlukan wawasan dan pemahaman yang detail tentang perundang-undangan pajak sehingga dapat menemukan celah yang dapat ditembus untuk mengurangi beban pajak yang dibayarkan tanpa melanggar undang-undang. Tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) biasanya hanya dilakukan oleh para penawar jasa konsultan pajak, sehingga dapat disimpulkan para Wajib Pajak lebih memilih untuk melakukan penggelapan pajak (tax evasion) karena lebih mudah dilakukan walaupun melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Tax evasion

adalah perbuatan melanggar UUP, dengan menyampaikan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih rendah daripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar dibandingkan yang sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Tindakan penggelapan pajak dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu Wajib pajak tidak melaporkan harta yang sesungguhnya, membayar beban pajak terutang tidak sesuai yang telah dibebankan, dan yang lebih parah adalah tidak melaporkan SPT (Prasetyo, 2014).

(7)

Dari berbagai istilah dan teori yang diungkapkan para ahli ataupun para peneliti tentang penggelapan pajak, pada dasarnya wajib pajak menganggap bahwa membayar pajak sesuai kewajibannya adalah beban. Oleh karena itu setiap manusia pasti ingin mengurangi beban tersebut. Upaya tersebut akan terus dilakukan hingga wajib pajak mau membayar kewajiban pajaknya sesuai yang diingikan. Apabila pemerintah menunjukan sikap baik dan hasil nyata pembangunan nasional yang dapat dirasakan masyarakat, akan sedikit mengurang persepsi bahwa pajak itu sama dengan beban. Dan juga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat pentingnya dana pajak untuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan peneliti yang melakukan penelitian sebelumnya mengenai tentang penggelapan pajak, guna mengungkapan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi wajib pajak untuk melakukan tindakan penggelapan pajak atau tax evasion. Keadilan merupakan faktor yang mempengaruhi untuk melakukan tindakan penggelapan pajak. Sebagian wajib pajak memiliki persepsi bahwa pajak yyang harus dibayarkan tidak adil dengan wajib pajak lainya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Theo (2014) keadilan tidak berpengaruh. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Mila (2016) menghasilkan bahwa keadilan tidak berpengaruh, penelitian serupa dilakukan oleh Devi (2016) mengungkapan bahwa keadilan tidak berpengaruh.

Faktor lain yang mempengaruhi penggelapan pajak adalah sistem perpajakan. Di indonesia sistem perpajakan yang diterpakan adalah self assessment sytem. Dimana sistem tersebut menuntut wajib pajak untuk melaporkan sendiri tarif pajak yang harus dibayarkan. Lemahnya pengawasan

(8)

aparatur pajak bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk mencari celah agar tarif pajak yang dikenakan bisa diperkecil. Pada penelitian yang diungkapan Mila (2016) sisem perpajakan berpengaruh terhada penggelapan pajak. Menurut Devi (2016) penelitinya mengungkapkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh terhadap penggelapan pajak.

Diskriminasi salah satu faktor yang juga mempengaruhi wajib pajak untuk melakukan penggelapan pajak. Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Dari penelitian Devi (2016) diskriminasi berpengaruh. Dan pada penelitin Mila (2016) juga berpengaruh.

Dari penelitian sebelumnya, kemungkinan terdeteksinya kecurangan merupakan faktor yang dapat memepengaruhi penggelapan pajak. Pemerikasaan yang kurang tegas dalam menindak wajib pajak yang menyimpang, membuat wajib pajak berani untuk melakukan penggelapan pajak. Apabila kemungkinan terdeteksinya kecurangan tinggi mungkin wajib pajak akan cenderung patuh dalam membayar pajak sesuai ketentuan undang-undang dan tidak melakukan penggelapan pajak. Pada penelitian Theo (2014) mengungkapkan bahwa kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap pengelapan pajak. Hal yang sama juga diungkapkan pada penelitian Mila (2016) kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap penggelapan pajak.

(9)

Peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena maraknya tindak penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat mengukur sejauh mana keberhasilan suatu negara dalam mengoptimalkan penggunaan dana pajak secara adil dan merata, Serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel terkait tindakan penggelapan pajak (tax evasion).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Mila (2016), perbedaan penelitian ini sebagai berikut: Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar maupun tidak terdaftar di Kantor Pelayan Pajak Pratama yang di Kota Semarang Metode penelitian ini akan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Berdasarkan uraian diatas, Maka dilakukan penelitian yang mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan tax evasion dalam bentuk skripsi dengan judul “DAMPAK KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSINYA KECURANGAN TERHADAP TINDAKAN PENGGELAPAN PAJAK DI KOTA SEMARANG”

(10)

1.2 Rumusan Masalah

Tindakan Penggelapan Pajak adalah tindakan merekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak dengan cara melawan hukum yang berlaku. Dampak dari tindakan penggelapan pajak beragam dari merugikan negara dalam hal pendapatan negara yg berpengaruh pada pembangunan nasional. Adapun faktor-faktor yang mengaruhi tindakan pengelapan pajak yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan. Berdasarkan permasalahan tersebut disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor keadilan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak pribadi mengenai tindakan penggelapan pajak?

2. Apakah faktor sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak pribadi mengenai tindakan penggelapan pajak?

3. Apakah faktor diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak pribadi mengenai tindakan penggelapan pajak?

4. Apakah faktor kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai tindakan penggelapan pajak?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut: Untuk menganalisis secara empiris pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan

(11)

terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai perilaku penggelapan pajak.

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Kantor Pelayanan Pajak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

b. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya, dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

(12)

d. Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak

(13)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Penelitian 1. Variabel dependen

Variabel dependen adalah suatu bentuk variabel terikat yang merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tindakan penggelapan pajak.

2. Variabel Independen

variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya atau timbulnya variabel dependen atau variable terkait. Variabel independen dalam penelitian ini adalah keadilan pajak, sistem perpajakan, diskriminasi, dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan.

3.1.2 Definisi Operasional Variabel 1. Tindakan penggelapan pajak (Y)

Menurut Mardiasmo (2011) mendefinisikan penggelapan pajak adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang.

Variabel ini diukur dengan berdasarkan aspek keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan serta

(14)

diukur dengan menggunakan skala likert (likert scale) yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. 2. Keadilan (X1)

Dalam undang-undang, adil diartikan bahwa tarif pajak yang dikenakan merata serta adil sesuai penghasilan wajib pajak yang berbeda-beda. Dan didalam undang-undang memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Ditambah sistem yang digunakan di indonesia adalah self assessment sytem. Maka dari itu keadilan sangat diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan karena ketidakadilan. Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.

3. Sistem Perpajakan (X2)

Sistem perpajakan yang diterapkan di indonesia adalah self assessment sytem. Self assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung atau memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi (Mardiasmo,2011). Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.

(15)

4. Diskriminasi (X3)

Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain.

Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju

5. Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (X4)

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya ditulis UU No. 28/2007) Pemeriksaan Pajak adalah kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Waluyo, 2010:66). Pengukuran variabel ini

(16)

menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju

Tabel 2.2

Definisi Operasional Variabel

No Nama Variabel Definisi Variabel Indikator Sumber 1 Tindakan

Penggelapan Pajak (Y)

penggelapan pajak adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang

1. Penerapan tarif pajak dan Pentingnya kerjasama yang baik antara fiskus dan WP 2. Penggelapan pajak

dianggap beretika karena pelaksanaan hukum yang

mengaturnya lemah dan terdapat peluang terhadap WP dalam melakukan penggelapan pajak 3. Integritas atau mentalitas aparatur perpajakan/fiskus dan pejabat pemerintah yang buruk serta pendiskriminasian terhadap perlakuan pajak 4. Konsekuensi melakukan penggelapan pajak Mila (2016)

(17)

No Nama Variabel Definisi Variabel Indikator Sumber 2 Keadilan Dalam undang-undang,

adil diartikan bahwa tarif pajak yang dikenakan merata serta adil sesuai penghasilan wajib pajak yang berbeda-beda

1. Prinsip manfaat dari penggunaan uang yang bersumber dari pajak 2. Prinsip kemampuan

dalam membayar kewajiban pajak

3. Keadilan horizontal dan keadilan vertikal dalam pemugutan pajak 4. Keadilan dalam penyusunan undang-undang pajak 5. Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan Mila (2016) 3 Sistem Perpajakan

Self assessment System

merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung atau

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan

1. Tarif pajak yang

diberlakukan di Indonesia 2. Pendistribusian dana

yang bersumber dari pajak

3. Kemudahan fasilitas Sistem Perpajakan

Mila (2016)

(18)

No Nama Variabel Defenisi Variabel Indikator Sumber 4 Diskriminasi perlakuan yang tidak

seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras,

kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial 1. Pendiskriminasian atas agama, ras, kebudayaan dan keanggotaan kelas-kelas sosial. 2. Pendiskriminasian terhadap hal- hal yang disebabkan oleh manfaat perpajakan Mila (2016) 5 Kemungkinan terdeteksinya kecurangan kemungkinan terdeteksinya kecurangan hasil proses dari

pemeriksaan pajak langsung

1. Masyarakat memenuhi kewajibannya atas dasar karena takut terhadap hukum 2. Diterapkan pemeriksaan pajak untuk mengidentifikasi adanya kecurangan Mila (2016)

Sumber: didapat dari berbagai jurnal

3.2. ObjekPenelitian, Unit Sampel, Populasi dan Penentuan Sampel 3.2.1. Objek Penelitian dan Unit Sampel

Objek penelitian ini wajib pajak yang terdaftar di KPP Kota Semarang. Unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini wajib pajak pribadi yang berkerja sebagai pengusaha atau wiraswasta di Kota Semarang.

(19)

3.2.2. Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi adalah sekumpulan obyek yang menjadi pusat perhatian yang dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Pada penelitian ini populasinya adalah semua Wajib pajak yang terdaftar di KPP kota Semarang. Sampel adalah sebagian objek yang diselidiki dari keseluruhan obyek yang ada. Sampel penelitian ini adalah Wajib Pajak Pribadi yang bekerja wiraswasta atau pengusaha yang terdaftar pada KPP pratama Semarang timur. Teknik penentuan sampel penelitian ini menggunakan

Convenience Sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, dengan pertimbangan lokasi yang tidak jauh dari pusat pemerintahan daerah yaitu wilayah Kota Semarang.

3.3. Jenis dan Sumber data 3.3.1. Jenis data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data subyek. Data subyek adalah jenis data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karateristik dari seseorang atau sekelompok yang menjadi subyek penelitian atau responden.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini didapat dari data primer yang diperoleh dari kuisioner yang dibagikan dan isi oleh respoden yang merupakan wajib pajak pribadi yang berada di kota semarang.

(20)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data berupa metode kuisioner yang dibagikan kepada respoden yaitu Wajib pajak pribadi yang berkerja sebagai pengusaha atau wiraswasta yang terdaftar di KPP kota Semarang.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis kuantitatif dengan statistik

Model persamaan struktural (SEM) merupakan suatu teknik analisis multivariate yang menggabungkan analisis faktor dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan antara variabel eksogen dan endogen multiple dengan banyak faktor (Ghozali dan Latan, 2012).

PLS merupakan metode analisis yang powerfull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Ghozali dan Latan, 2012). Partial Least Square (PLS) adalah bagian dari SEM. PLS adalah teknik terbaru yang banyak diminati, karena tidak membutuhkan data yang terdistribusi normal atau sebuah penelitian dengan sampel yang sedikit.

3.5.2. Model Pengukuran (outer model)

Model pengukuran (measurement model) atau outer model menunjukkan bagaimana variabel manifest mempresentasikan variabel

(21)

laten untuk diukur (Ghozali, 2012). Tahap pertama dalam SEM-PLS adalah menilai outer model, yang memfokuskan pada pengujian validitas dan reliabilitas yang mempresentasikan setiap konstruk. Bagian ini memberikan evaluasi mengenai keakuratan (reliabel) dari item dan juga untuk validitas convergent dan discriminant. Uji validitas convergent

indikator refleksif dapat dilihat dari nilai loading factor untuk tiap indikator konstruk. Sedangkan validitas discriminant berhubungan dengan prinsip bahwa manifest variabel konstruk yang berbeda seharunya tidak berkolerasi dengan tinggi (Ghozali & Latan, 2012). Uji yang dilakukan pada model pengukuran atau outer model sebagai berikut :

1. Convergent Validity. Untuk menilai validitas convergent dilihat dari nilai loading factor, untuk indikator refleksif dikatakan tinggi jika nilai loading factor lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian, pada penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading factor 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2008). Konstruk dengan nilai

loading factor kurang dari 0,50 harus didrop (dihapus) agar dapat menghasilkan model yang baik.

2. Untuk melihat convergent validity juga dapat dilihat dari nilai Average Variance Extracted (AVE). Nilai AVE harus lebih dari 0.5.

3. Discriminant Validity yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model.

(22)

4. Cronbach Alpha. Uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai cronbach alpha, dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha lebih dari 0,70. 5. Composite Reliability. Untuk menilai reliabilitas konstruk yang nilai

composite reliability harus lebih besar dari 0.7.

3.5.3. Model Struktural (inner model)

Model struktural dengan menggunakan PLS, kita mulai dengan melihat nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural (Ghozali dan Latan, 2012). Model struktural atau inner model merupakan bagian pengujian hipotesis yang digunakan untuk menguji variabel laten eksogen (independen) terhadap variabel laten endogen (dependen) apakah mempunyai pengaruh yang subtantive. Nilai R-Squares 0.75, 0.50, 0.25 menunjukkan bahwa model kuat, moderate, lemah. Pengaruh F2 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana R2 included dan R2 excluded adalah R-Squares dari variabel laten endogen ketika predictor variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam persamaan structural. Nilai f2 0.02, 0.15, dan 0.35 menunjukkan bahwa predictor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah dan besar pada level structural.

Disamping melihat besarnya nilai R-Squares, evaluasi model PLS dapat juga dilakukan dengan predictive relevance atau Q2 predictive sample, dengan rumus :

(23)

=

dimana :

D = omission disatnce

E = the sum of squares of prediction error

O = the sum of squares errors using the mean for prediction

Nilai >0 menunjukkan bahwa model mempunyai mempunyai

predictive relevance, sedangkan Nilai <0 menunjukkan bahwa model mempunyai kurang mempunyai predictive relevance.

3.5.4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian. Tingkat reliabilitas yang digunakan adalah 95%, sehingga batas keakuratan sebesar 0,05. Sehingga :

1. Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabel (t-statistik < 0,96), maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Jika nilai t-statistik lebih besar atau sama dengan t-tabel (t-statistik >1,96), maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran Multimedia dengan siswa yang mengikuti

Jumlah luka pada tanaman yang memiliki ketahanan horizontal lebih sedikit daripada varietas yang rentan pada kondisi yang sama dan diinokulasi dengan jumlah spora

Evaluasi pelaksanaan pembelajaran daring diantaranya, partsispasi siswa dalam mengikuti pembelajaran daring , aplikasi yang digunakan dalam pembelajaran daring,

Nama alkena diturunkan dari nama alkana yang sesuai jumlah atom karbonnya dengan mengganti akhiran –ana menjadi –ena.. Rantai induk adalah rantai terpanjang yang mengandung ikatan

Oksigen akan bereaksi dengan sari makanan di dalam sel-sel tubuh manusia, kemudian menghasilkan energi yang digunakan untuk.. menghasilkan energi yang digunakan untuk

Ia akan mengurangkan respon masa, menyediakan keputusan segera dan data dapat diperoleh melalui masa nyata (real time) di samping memelihara keutuhan dan integriti data

Perbincangan klasifikasi litik dalam konteks Lembah Lenggong akan membincangkan tentang klasifikasi klasik oleh Movius (1955) dan klasifikasi Kota Tampan oleh Zuraina

Kemudian, cari jarak minimum untuk setiap pasangan (karakter akhir S , karakter awal T ) dengan menggunakan BFS dari semua petak yang mungkin seperti pada subsoal 5. Perhatikan