• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. ribuan jaringan dan jutaan komputer yang menghubungkan bisnis, institusi pendidikan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. ribuan jaringan dan jutaan komputer yang menghubungkan bisnis, institusi pendidikan,"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Umum

2.1.1. Pengertian Internet

Menurut Laudon dan Laudon (2003, p119), internet adalah jaringan yang terdiri dari ribuan jaringan dan jutaan komputer yang menghubungkan bisnis, institusi pendidikan, organisasi pemerintahan dan individual. Kata internet sendiri sebenarnya berasal dari kata internetwork atau koneksi antara dua atau lebih jaringan komputer.

Menurut Turban et al (2003, p208), internet adalah sebuah jaringan komunikasi public dan global yang menyediakan hubungan langsung kepada setiap organisasi melalui sebuah Local Area Network (LAN) atau Internet Service Provider (ISP).

Jadi dapat disimpulkan bahwa internet adalah sarana komunikasi antar badan dengan menggunakan teknologi jaringan komputer yang saling terkait.

2.1.1.1. Pengertian Web

Menurut McLeod (2001,p25), Web adalah ruang informasi yang terdapat di internet sebagai penyimpanan dokumen hypermedia dan dapat diambil melalui suatu skema alamat yang unik.

2.1.1.2. Pengertian PHP

Menurut Peranginangin (2006,p3), PHP digunakan sebagai bahasa server-side script dalam pengembangan web yang disisipkan pada dokumen HTML. Dapat dikatakan bahwa PHP adalah bahasa pemrograman khusus yang dirancang secara khusus untuk web.

(2)

2.1.1.3. Pengertian MySQL

Menurut Peranginangin (2006, p380), MySQL adalah suatu aplikasi database relasional yang digunakan untuk menciptakan database, menyimpan informasi ke dalam database, dan mendapatkan kembali informasi tersebut.

2.1.1.4. Pengertian Javascript

Javascript adalah bahasa scripting yang memungkinkan akses program kepada aplikasi dan bersifat object-oriented. Bahasa ini dirancang menyerupai Java tetapi mudah dugunakan oleh pengguna non-programmer.

2.1.2. Konsep Sistem Informasi 2.1.2.1. Pengertian Informasi

Menurut Laudon dan Laudon (2003, p7), informasi adalah data yang telah diolah ke dalam bentuk yang telah memiliki arti dan guna bagi manusia.

Menurut O'Brien (2005, p38), informasi adalah data yang telah disusun dan disertai dengan referensi terhadap suatu konteks atau hubungan yang memiliki arti untuk pengambilan keputusan.

Menurut Turban et al (2003, p17), informasi adalah kumpulan fakta-fakta yang terorganisir dalam aturan tertentu sehingga memiliki arti bagi penggunanya.

Informasi adalah fakta-fakta yang terorganisir dalam suatu aturan yang membuatnya berguna bagi penggunanya.

2.1.2.2. Pengertian Sistem

Menurut O'Brien (2005, p18), sistem adalah sekelompok komponen yang berhubungan dan saling berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan input

(3)

yang diterima yang kemudian ditransformasikan menjadi output. Sistem memiliki komponen penting, yaitu:

Input yang meliputi penangkapan dan perangkaian elemen yang memasuki sistem untuk diproses. Contohnya adalah: bahan baku, energi, dan usaha manusia.

Processing yang merupakan kegiatan yang mengubah input menjadi output. Contohnya adalah kegiatan manufaktur dan perhitungan matematis.

Output yang melibatkan perpindahan elemen yang telah dihasilkan oleh proses transformasi kepada tujuan akhirnya. Contohnya adalah barang jadi untuk konsumen.

2.1.2.3. Pengertian Sistem Informasi

Menurut O'Brien (2005, p5), sistem informasi merupakan kombinasi teratur dari manusia, piranti keras, piranti lunak, jaringan komputer, dan sumber daya data yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi dalam suatu organisasi.

Menurut Turban et al (2003, p17), sistem informasi mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisa, dan informasi untuk tujuan tertentu. Seperti sistem lainnya, sistem informasi memiliki input (data, instruksi) dan output (laporan dan perhitungan).

Sistem Informasi adalah pengolahan input yang diperoleh melalui suatu proses yang terdiri dari kombinasi piranti keras, piranti lunak, jaringan komputer, sumber daya data, dan sumber daya manusia untuk menghasilkan output yang berguna bagi perusahaan.

(4)

2.1.3. Konsep Sistem Informasi Manajemen 2.1.3.1. Pengertian Manajemen

Menurut Robbins dan Coulter (2005, p7), manajemen adalah proses koordinasi aktivitas – aktivitas kerja sehingga aktivitas – aktivitas tersebut dapat diselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.

Adapula kegiatan inti manajemen menurutnya adalah:

1. Perencanaan yang mencakup proses perumusan sasaran, penetapan strategi dan penyusunan rencana.

2. Pengorganisasian yang mencakup proses pembagian pekerjaan dan pembentukan struktur organisasi.

3. Kepemimpinan yang mencakup proses motivasi karyawan, pengarahan, dan pemecahan karyawan.

4. Pengawasan yang mencakup pemantauan aktivitas agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya dan koreksi atas penyimpangan yang terjadi.

2.1.3.2. Pengertian Sistem Informasi Manajemen

Menurut McLeod dan Schell (2007, p10), sistem informasi manajemen adalah sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi kepada user yang memiliki kebutuhan yang serupa.

Menurut Laudon dan Laudon (2003, p43), sistem informasi manajemen adalah sistem informasi pada tingkat fungsi manajemen dengan menyediakan laporan-laporan untuk manajer atau dengan akses langsung ke dalam kegiatan sebelumnya.

(5)

tingkatan manajerial untuk memberikan informasi tertentu kepada user.

2.1.4. Konsep e-business 2.1.4.1. Pengertian e-business

Menurut Laudon dan Laudon (2003, p23), e-business adalah penggunaan internet dan teknologi digital lainnya untuk komunikasi organisasional dan pengkoordinasian manajemen perusahaan.

Menurut Turban et al (2003, p389), e-business adalah proses pembelian dan penjualan, baik itu berupa barang, jasa, atau informasi, yang dilakukan menggunakan jaringan komputer, terutama internet. Hal ini mencakup pelayanan kepada konsumen, kolaborasi dengan mitra bisnis, dan pelaksanaan transaksi elektronik yang terjadi di dalam organisasi itu sendiri.

Menurut Chaudhury dan Kuilboer (2002, p30), e-business adalah penggunaan teknologi internet untuk meningkatkan dan mentransformasikan proses bisnis kunci.

Menurut Simchi-Levi et al (2003, p57), e-business adalah gabungan antara model bisnis dan proses yang dimotivasi oleh teknologi internet dan berfokus pada pengembangan performa perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa e-business adalah penggunaan internet dan teknologi digital lainnya untuk melakukan proses bisnis.

2.1.4.2. Nilai dari e-business

Menurut Indrajit & Djokopranoto (2003, p20-22), e-business memberikan nilai yang terkait kepada:

(6)

lebih baik.

• Efektifitas melalui kemampuan lebih yang dimungkinkan (seperti layanan 24/7 dan implementasi ERP)

• Jangkauan yang luas tanpa dibatasi batas geografis dan menyediakan sumber daya finansial yang sangat besar.

• Struktur yang memungkinkan terbukanya pelayanan dengan metode baru.

• Kesempatan yang dibukakan melalui kemudahan yang diberikan.

2.1.5. Konsep Enterprise Resource Planning 2.1.5.1. Pengertian Enterprise Resource Planning

Menurut O'Brien (2001, p127), Enterprise Resource Planning adalah sistem perusahaan yang memiliki sifat lintas fungsi untuk mengintegrasikan dan mengautomasikan banyak proses bisnis yang harus diselesaikan melalui kegiatan manufaktur, logistik, distribusi, akuntansi, keuangan, dan fungsi sumber daya manusia dalam bisnis.

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p241), Enterprise Resource Planning adalah teknologi yang menjadi tulang punggung untuk melaksanakan e-business, suatu framework yang menangani transaksi perusahaan secara luas dengan hubungan kepada sales order processing, manajemen inventoris dan kontrol, perencanaan produksi dan distribusi, dan keuangan.

Enterprise Resource Planning adalah suatu framework dalam e-business yang bersifat lintas fungsi untuk mengintegrasikan dan mengautomasikan banyak proses bisnis yang harus diselesaikan melalui seluruh kegiatan perusahaan.

(7)

2.1.5.2. Tujuan Enterprise Resource Planning

Menurut O'Brien (2001, p 127), tujuan penggunaan ERP dapat dijabarkan melalui dua poin ini, yaitu:

• ERP membuat framework untuk mengintegrasikan dan mengimprovisasi sistem back-office yang menghasilkan peningkatan yang signifikan pada tigkat efisiensi pelayanan konsumen, produksi, dan distribusi.

• ERP menyediakan informasi vital lintas fungsi secara cepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan para manajer perusahaan untuk mengambil keputusan yang lebih baik.

• Saat ini, ERP telah dipandang sebagai hal yang diperlukan dalam mencapai efisiensi, agility atau kelincahan, dan tingkat respons kepada konsumen dan supplier.

2.1.6. Konsep Electronic Supply Chain Management 2.1.6.1. Pengertian Supply Chain

Menurut Pujawan (2005, p5), supply chain adalah jaringan perusahaan–perusahaan yang secara bersama sama bekerja sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola yaitu aliran barang, uang, dan informasi dari hulu ke hilir maupun dari arah sebaliknya.

Menurut O'Brien (2001, p132), supply chain adalah jaringan yang tercipta akibat hubungan bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam usaha untuk mencapai produk akhirnya.

(8)

Supply Chain adalah jaringan yang tercipta karena hubungan bisnis antar perusahaan untuk mencapai tujuan akhir dari masing-masing perusahaan.

2.1.6.2. Pengertian Supply Chain Management

Menurut Pujawan (2005, p22), supply chain management adalah metode atau pendekatan terintegrasi untuk mengelola aliran produk, informasi, dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak – pihak mulai dari hulu ke hilir yang terdiri dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa – jasa logistik.

Menurut Simchi-Levi et al (2003, p2), supply chain management adalah suatu rangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier, pemanufaktur, pergudangan, dan toko secara efisien dimana barang yang diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, ke tujuan yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Hal ini dilakukan agar pembiayaan dapat dikurangi sedangkakan pelayanan dapat ditingkatkan.

Menurut Chaudhury dan Kuilboer (2002, p416), supply chain management adalah manajemen atas informasi dan arus material yang terjadi dalam keseluruhan proses rantai.

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p274), supply chain management adalah koordinasi dari aliran material, aliran informasi, dan aliran keuangan antara semua perusahaan terkait dalam transaksi bisnis yang terjadi.

Jadi supply chain management adalah pendekatan yang digunakan untuk mengelola sumber daya perusahaan untuk diintegrasikan dengan pihak-pihak terkait mulai dari supplier hingga konsumen secara tepat. Ketepatan yang dimaksud adalah aspek waktu, tujuan, jumlah, pembiayaan, dan hasil yang dicapai.

(9)

2.1.6.3. Tujuan Supply Chain Management

Menurut Chopra dan Meindl (2004, p5), tujuan dari supply chain management adalah untuk memaksimalkan nilai keseluruhan yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan customer. Di sisi lain, tujuannya adalah untuk minimalisasi biaya secara keseluruhan.

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p279), SCM memiliki beberapa tujuan strategis, yaitu:

• Koordinasi antar perusahaan dari manufaktur dan proses bisnis.

• Distribusi yang efektif dan channel partnership.

Customer responsiveness dan accountability.

Jadi, tujuan dari Supply Chain Management adalah memaksimalkan nilai proses bisnis dengan pengurangan biaya melalui koordinasi yang tepat guna, distribusi yang efektif, dan kecepatan dan kehandalan dalam menanggapi keinginan konsumen.

2.1.6.4. Manfaat Supply Chain Management

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003, p4-5), keuntungan dari supply chain management adalah:

• Mengurangi tingkat persediaan barang.

Persediaan barang adalah asset perusahaan yang bernilai sekitar 30 % - 40 % dari total asset perusahaan. Biaya penyimpanan barang sendiri bernilai 20 % - 40 % dari nilai barang yang disimpan. Pengurangan tingkat persediaan perusahaan akan meningkatkan kelancaran aktiva perusahaan.

(10)

• Menjamin kelancaran aliran barang.

Aliran barang perlu dikelola dengan baik agar tidak terjadi kesalahan dalam mata rantai yang ada. Perlu diingat bahwa kekuatan supply chain hanya sebatas kekuatan mata rantai terlemahnya karena kesalahan yang terjadi pada mata rantai sebelumnya akan mempengaruhi performa keseluruhan mata rantai lanjutan. Berdasarkan hal ini maka pengaturan dalam Supply Chain Management menjamin kelancaran aliran barang.

• Menjamin mutu.

Mutu dalam tiap mata rantai akan mempengaruhi produk akhir. Tiap tahapan dalam proses pengolahan bahan baku menjadi produk akhir harus memberikan nilai tambah bagi produk.

Menurut Chaudhury dan Kuilboer (2002, p417), SCM bertujuan untuk menekan biaya pengapalan, produksi, dan penyimpanan. Tujuan lainnya adalah untuk memaksimalisasikan nilai bisnis perusahaan dengan cara merespon perubahan pasar dan lingkungan kompetitif secara cepat dan fleksibel. Melalui hal ini, penyampaian produk dapat dilakukan kepada konsumen yang tepat dan pada waktu tepat. Hal ini biasa dikenal sebagai Eficient Customer Response (ECR).

Dapat disimpulkan bahwa SCM memaksimalkan nilai bisnis perusahaan melalui jaminan aliran barang yang menjamin pemasukan bagi perusahaan dan dengan memberikan respon yang tepat terhadap lingkungan melalui mutu yang diberikan. Hal ini juga dicapai dengan menekan biaya yang dikeluarkan yang memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan.

(11)

2.1.6.5. Pengertian Electronic Supply Chain Management

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003, p169), e-supply chain management merupakan suatu konsep manajemen dimana perusahaan berusaha memanfaatkan teknologi internet untuk mengintegrasikan seluruh mitra kerja perusahaan, terutama yang berhubungan dengan sistem pemasokan bahan atau sumber daya yang dibutuhkan dalam proses produksi.

Menurut Turban et al (2003, p32), e-Supply Chain Management adalah penggunaan gabungan teknologi untuk meningkatkan aktivitas operasi supply chain dan juga supply chain management.

E-Supply Chain Management adalah penggunaan teknologi internet dan teknologi digital lainnya untuk meningkatkan aktivitas supply chain management melalui integrasi keseluruhan mitra kerja perusahaan.

2.2. Teori Khusus

2.2.1. Supply Chain Management

2.2.1.1. Tipe Supply Chain Management

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p281) terdapat 3 tipe supply chain yang berperforma tinggi, yaitu:

Responsive Supply Chain yang secara cepat dan akurat menanggapi kebutuhan customer. Available to promise adalah salah satu fitur yang penting dalam hal responsivitasnya.

(12)

perubahan dalam permintaan customer.

Intelligent Supply Chain bersifat dinamis dan selalu di-fine tuning agar berperforma dengan baik.

2.2.1.2. Komponen Supply Chain Management

Menurut Turban (2003, p301), supply chain management terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

Upstream Supply Chain

Merupakan bagian dari supply chain yang interaksinya terjadi antara supplier dengan pemanufaktur yang aktivitas utamanya adalah kegiatan fulfillment.

Internal Supply Chain

Pada bagian ini dilakukan transformasi barang dari supplier menjadi barang jadi di perusahaan manufaktur. Kegiatan yang terjadi di dalam internal supply chain berada di dalam perusahaan itu sendiri.

Downstream Supply Chain

Fokus dari downstream supply chain berada pada proses penyampaian produk kepada konsumen. Oleh karena itu bagian ini menangani distribusi, pergudangan, transportasi, dan pelayanan pasca pembelian.

2.2.1.3 Tantangan dalam Supply Chain Management

Menurut Pujawan (2005, p17-19), tantangan yang dihadapi dalam Supply Chain Management adalah:

(13)

Dalam suatu supply chain terdapat banyak pihak yang terkait dimana tiap pihak memiliki kepentingannya sendiri. Dari banyaknya kepentingan itu maka terjadilah benturan kepentingan dari para pihak terkait. Penyeimbangan kepentingan inilah yang sulit untuk ditentukan.

• Tingkat ketidakpastian yang tinggi.

Hal ini adalah permasalahan utama dari supply chain management dimana ketidakpastian dapat datang dari tingkat permintaan yang berubah-ubah sesuai spesifikasi konsumen, persediaan barang dari supplier yang tidak tersedia pada waktu dibutuhkan, dan permasalahan internal perusahaan pada saat operasional.

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p289), masalah yang sering ditemui dalam supply chain:

• Kurangnya pengetahuan mengenai perencanaan permintaan end-to-end yang mengakibatkan ketidak-stabilan kuantitas permintaan yang sering berubah dalam penjadwalan produksi dan dapat mengakibatkan keluarnya biaya lebih.

• Data yang tidak konsisten atau data yang kadaluarsa sehingga integrasi dengan ERP menjadi bermasalah dan dapat menghasilkan keputusan yang kontra produktif.

• Kurangnya integrasi dengan mitra lain karena teknologi yang digunakan kurang mampu untuk menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p290), untuk menangani permasalahan maka dapat digunakan empat tahapan dari supply chain fusion (penggabungan supply chain

(14)

antar badan terkait), yaitu:

• Memungkinkan pembagian informasi antar pihak melalui proses komunikasi yang solid.

• Membuat sistem pengukur performa gabungan dan proses perencanaan kolaborasi. Melalui sistem ini maka dapat diketahui biaya dan kegunaan integrasi supply chain yang dilakukan.

• Mengatur kembali pekerjaan dan berkolaborasi secara menyeluruh.

• Mendesign ulang produk dan proses sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien.

Menurut Simchi-Levi et al (2003, p3), hal yang membuat supply chain management sulit adalah:

• Dituntut untuk merancang dan mengoperasikan supply chain sehingga biaya keseluruhan sistem dapat diminimalisasikan dan tingkat pelayanan keseluruhan sistem terjaga. Tingkat kesulitan meningkat secara eksponensial saat suatu sistem harus dipandang secara keseluruhan dibanding pergerakan secara partial. Proses untuk menyimpulkan strategi terbaik untuk keseluruhan sistem dikenal sebagai global optimization.

• Ketidakpastian yang selalu ada dalam supply chain dimana tingkat permintaan konsumen tidak pernah dapat diramalkan secara tepat, waktu perjalanan yang tidak pasti, dan kerusakan mesin. Supply chain harus dirancang sedemikan rupa hingga mampu mengeliminasi sebanyak-banyaknya ketidakpastian dan menangani secara efektif ketidakpastian yang masih ada.

(15)

Menurut Simchi-Levi et al (2003, p12-13), isu penting dalam menangani suatu supply chain adalah:

• Perencanaan jaringan yang mencakup pengaturan letak plant untuk produksi dan gudang sehingga para retailer dapat dicapai dengan optimal.

• Pengaturan inventoris yang harus memperhatikan perubahan tingkat permintaan konsumen dan cara mengatur persediaan dalam menghadapinya. Selain itu juga harus diperhatikan motif yang mendasari pengadaan persediaan ini. Apakah karena permintaan konsumen, ketidakpastian proses produksi, atau karena hal lainnya. Jika dikarenakan permintaan konsumen maka dipikirkan hal apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat persediaan ini.

• Kontrak supply adalah perjanjian yang dilakukan antara pemasok dengan pemanufaktur. Hal ini dilakukan terkait pengaruh masing-masing pihak terhadap keselurahan supply chain. Melalui kontrak ini maka ketersediaan produk terjamin dan pihak yang terkait dapat memperoleh keuntungannya masing-masing.

• Strategi distribusi merupakan strategi yang dilakukan untuk menyampaikan produk kepada tujuan dengan biaya yang terendah. Dengan strategi distribusi yang baik maka biaya penyimpanan dapat ditekan karena barang tidak terlalu lama berada di gudang dan menjamin kelancaran aliran produk.

Supply Chain Integration dan Strategic Partnership yang mengintegrasikan supply chain dari pihak terkait dengan mendefinisikan bagaimana pengintegrasi dilakukan, informasi apa yang harus dibagi, bagaimana informasi tersebut

(16)

digunakan, pengaruhnya terhadap keseluruhan performa, sejauh mana tingkat integrasi dilakukan, strategi kemitraan, dan bagaimana menghadapi situasi tertentu.

• Strategi Outsourcing dan Procurement memikirkan apa yang harus diciptakan sendiri oleh perusahaan dan apa yang harus diambil dari luar perusahaan. Pemikiran ini harus didasari atas kompetensi inti apa yang diperlukan ada dalam suatu bidang usaha dan mana yang memiliki tingkat prioritas yang lebih rendah namun memakan banyak sumber daya untuk pengadaannya.

• Perancangan produk yang mempertimbangan rancangan atas produk dengan kepuasan konsumen. Beberapa rancangan memerlukan pembiayaan yang lebih tinggi untuk mengadakannya dibandingkan dengan rancangan lain. Dari detil rancangan dicarilah hal yang dapat dikompensasikan untuk dieliminasi tanpa harus mengurangi tingkat kepuasan konsumen secara signifikan.

Customer Value adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui kontribusi perusahaan terhadap konsumennya melalui produk, jasa, hal intangible yang ditawarkan perusahaan, kualitas yang diberikan, serta tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan. Penilaian konsumen dapat mempengaruhi kelancaran pelaksanaan supply chain management melalui sentimen yang timbul atas brand perusahaan.

Information Technology dan Decision-Support System adalah suatu faktor yang mendukung supply chain management dengan menganalisa data-data yang dipandang berguna menurut kelaziman yang ada. Analisis dapat dilakukan dengan cepat melalui penggunaan aplikasi ini. Teknologi yang tepat dapat

(17)

meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan.

Berikut adalah tabel yang menjelaskan peranan masing-masing poin terkait optimalisasi supply chain secara global dan pengaturan ketidakpastian.

Tabel 2.1 Permasalahan Utama dalam Supply Chain Management

Sumber: Simchi-Levi et al (2003, p17)

2.2.1.4. Kegiatan Supply Chain Management

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p274), kegiatan dalam Supply Chain mencakup fasilitas dimana bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi diperoleh, ditransformasikan, dan dijual. Fasilitas-fasilitas ini dihubungkan dengan jaringan transportasi yang memungkinkan terjadinya aliran material dan produk. Idealnya, sebuah gabungan supply chain dari beberapa perusahaan bergerak sebagaimana supply chain suatu perusahaan bergerak yaitu dengan kejelasan dan ketepatan informasi.

(18)

Gambar 2.1 Proses Supply Chain Sumber: Kalakota dan Robinson (2001, p274)

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p280), integrasi antar perusahaan dapat terbagi menjadi tiga, yaitu:

Enterprise Focus

Pada integrasi ini, tiap perusahaan yang terkait tidak membagi sistemnya dengan perusahaan lain.

Partner Focus

Integrasi jenis ini sudah membangun collaborative system di antara perusahaan yang terkait.

Direct Focus

Untuk integrasi jenis ini, konsumen juga masuk ke dalam sistem yaitu melalui penggunaan shared market data. Pada tahapan ini, mata rantai dapat dipersingkat dengan pengeliminasian retailer dari mata rantai.

(19)

Menurut Ballou (2004), kegiatan utama dalam supply chain adalah:

• Pelayanan konsumen standar yang dikooperasikan dengan marketing untuk menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen atas layanan, respon terhadap pelayanan, dan untuk menetapkan tingkat pelayanan yang diberikan.

• Transportasi menyangkut mode dan pemilihan jasa transport, penentuan rute, konsolidasi muatan, penjadwalan armada, pemilihan peralatan, proses claim, dan audit.

• Manajemen inventoris untuk bahan baku dan produk jadi, peramalan jangka pendek, dan product mix, besaran yang digunakan pada titik transit, dan strategi jist-in-time atau push-pull.

• Aliran informasi dan pemrosesan pesananan menyangkut prosedur interface, metode transmisi informasi, dan aturan dalam pemesanan.

Kegiatan pendukung supply chain adalah

Warehouse yang mengurus besarnya ruangan, rancangan layout dan design, konfigurasi, dan penempatan barang.

• Pengaturan material termasuk pemilihan peralatan, ketentuan penggantian barang, prosedur pengambilan order, dan penyimpanan barang serta retur.

• Pembelian yang mencakup pemilihan sumber, timing pembelian, dan jumlah pembelian.

Packaging yang digunakan untuk mengatur barang, penyimpanan, dan perlindungan.

(20)

• Kooperasi dengan bagian produksi untuk menspesifikasikan kuantitas rata-rata yang diperlukan, mengatur waktu produksi, dan menjadwalkan supply untuk produksi.

Information Maintanance yang mencakup pengkoleksian, penyimpanan, manipulasi informasi, analisis data, dan prosedur pengontrolan.

2.2.1.5. Supply Chain Integration

Menurut Simchi-Levi et al (2003, p42), integrasi supply chain dapat terbagi menjadi tiga, yaitu:

Push-Based Supply Chain

Keputusan produksi dan distribusi didasari oleh peramalan jangka panjang yang dapat memberi dampak seperti ketidakmampuan untuk memenuhi tingkat permintaan yang beragam dan kurang tanggapnya supply chain inventory terhadap berkurangnya permintaan atas produk tertentu.

Pull-Based Supply Chain

Pada sistem ini, produksi dan distribusi bergerak berdasarkan permintaan. Pada sistem murninya, perusahaan tidak memiliki persediaan dan hanya beroperasi pada saat menerima pesanan khusus.

Sistem ini menarik untuk digunakan karena:

¾ Mengurangi lead time melalui kemampuan antisipasi terhadap pesanan retailer yang masuk.

(21)

¾ Mengurangi variabilitas pada sistem karena pengurangan lead time.

¾ Mengurangi tingkat persedian pemanufaktur karena pengurangan variabilitas.

Pada sisi lain, sistem ini sulit untuk diimplementasikan bila lead time panjang sehingga sistem ini menjadi tidak praktis. Selain itu sistem ini juga sulit untuk mengambil keuntungan secara ekonomis dalam hal manufaktur dan transportasi karena kurangnya peramalan jangka panjang.

Push-Pull Supply Chain

Sistem ini beroperasi dengan aturan pada push-based strategy sedangkan area lainnya didasari pull-based strategy. Perbedaan karakteristik sistem ini tercantum dalam gambar berikut ini

Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik Push dengan Pull Supply Chain

Sumber: Simchi-Levi et al (2003, p50)

2.2.1.6. Aplikasi Supply Chain Management

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p283), supply chain dapat terbagi menjadi dua kelompok aplikasi, yaitu Supply Chain Planning dan Supply Chain Execution. Aplikasi Supply Chain Planning mengintegrasikan fungsi perencanaan seperti

(22)

peramalan permintaan, simulasi inventoris, perencanaan distribusi, perencanaan transportasi, dan perencanaan manufaktur. Aplikasi Supply Chain Execution mengintegrasikan fungsi pelaksanaan seperti procurement, kegiatan manufaktur, dan distribusi produk ke seluruh rantai nilai.

2.2.1.7. Supply Chain Planning

Supply Chain Planning memiliki modul-modul sebagai berikut:

Gambar 2.2 Supply Chain Planning Sumber: Kalakota dan Robinson (2001, p284)

Advanced scheduling and manufacturing planning module yang menyediakan koordinasi detil atas semua usaha manufaktur dan pen-supply-an berdasarkan pesanan individual dari customer. Penjadwalan didasari analisis real-time dari perubahan yang terjadi selama proses dan menangani proses manufaktur dan logistik supplier.

(23)

Demand-planning module menghasilkan dan mengkonsolidasikan permintaan dari seluruh unit bisnis dalam perusahaan besar. Modul ini mendukung pemakaian peralatan statistik dan teknik peramalan bisnis.

Distribution-planning functions membuat perencanaan operasi untuk manajer logistik perusahaan. Perencanaan distribusi terintegrasi dengan permintaan dan modul manufacturing-planning untuk menghasilkan model lengkap supply chain dan perencanaan operasi untuk order fulfillment. Modul ini juga dapat menyesuaikan dengan permintaan khusus customer.

Transportation planning bergerak dalam alokasi sumber daya dan pelaksanaan untuk memastikan bahwa material dan barang jadi dikirimkan tepat waktu, kepada tujuan yang benar, dengan biaya minimal. Modul ini menganalisa variabel-variabel seperti ketersediaan trailer, konsolidasi load, loading dock space, dan mencari solusi terbaik dari kombinasi sarana dan prasarana transportasi.

Aplikasi SCP yang fleksibel harus dapat mengevaluasi beberapa strategi, seperti:

Profitable to promise: Haruskah pesanan ini diambil?

Available to promise: Apakah inventoris yang diperlukan tersedia untuk memenuhi order.

Capable to promise: Apakah kapasitas manufaktur memungkinkan pemenuhan komitmen produksi.

(24)

2.2.1.8. Supply Chain Execution

Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p284), Supply Chain Execution adalah proses pemenuhan kebutuhan spesifik customer atas produk dan layanan yang memberi nilai tambah dengan tindakan yang tepat waktu, efisien, dan cost-effective. Pangsa pasar untuk aplikasi Supply Chain Execution bertumbuh sebagai hasil dari dua faktor utama, yaitu:

Bisnis yang telah memaksimalkan efisiensi internal berusaha untuk mencapai efisiensi operasional terhadap mitra supply chain mereka.

Seiring perusahaan mengusahakan pencapaian efisiensi operasional dalam hubungan distribusi, mereka menyadari bahwa aplikasi perencanaan bertujuan untuk mencapai solusi ideal. Untuk dapat teraplikasikan dengan benar, perencanaan harus memiliki akses data transaksi yang terus menerus.

Aplikasi SCE berfokus kepada manajemen yang efektif atas warehouse dan operasi dari transportasi serta integrasi antara sistem perencanaan dengan aplikasi perusahaan lainnya. Aplikasi SCE mengautomasikan order planning, produksi, replenishment, dan fungsi distribusi.

(25)

Gambar 2.3 Supply Chain Execution Sumber: Kalakota dan Robinson (2001, p287)

Order planning bertujuan untuk memilih rencana yang paling memenuhi keinginan customer dengan mempertimbangkan aspek transportasi dan manufaktur.

• Modul Produksi merencanakan kapan, dimana, dan berapa banyak kebutuhan yang diperlukan untuk membuat tiap produk.

Replenishment merupakan bagian dari produksi yang bertujuan untuk meminimalisasikan jumlah inventoris yamg digunakan saat beroperasi. Pemenuhan yang tepat waktu penting karena customer tidak mentolerir keadaan kita yang kehabisan stok.

• Manajemen distribusi mencakup keseluruhan proses dari kegiatan mentransportasikan barang dari pemanufaktur ke pusat distribusi hingga ke end

(26)

customer. Kegiatan manajemen distribusi menghasilkan integrasi perencanaan transportasi dan penjadwalan. Perencanaan transportasi mengkoordinasikan pergerakan produk selama proses transportasi dan memberikan customer kemampuan untuk mendeteksi barang mereka melalui jaringan transportasi multimodal. Aplikasi distribusi memberikan user akses yang mudah kepada shipping, tracking, dan data pengiriman yang juga mendukung kebutuhan perdagangan internasional yang selalu berubah, dengan penghasilan dokumen dan fitur regulasi.

Reverse distribution / Reverse Logistics adalah aliran distribusi yang berasal dari customer kepada pemanufaktur yang mencakup pengembalian atas produk yang rusak atau karena hal hal lainnya (seperti adanya bahan berbahaya dalam produk, produk yang dirancang ulang, atau kemasan yang dapat digunakan kembali.

2.2.1.9. Nilai informasi dalam suatu Supply Chain Management

Menurut Simchi-Levi et at (2003, p19), penggunaan informasi dalam supply chain dapat menggantikan posisi persediaan. Pergantian ini dimaksudkan pada penggunaan informasi secara tepat dapat meminimalisasi pengadaan persediaan. Dapat disimpulkan bahwa informasi dapat memberikan:

• Membantu mengurangi variabilitas dalam supply chain.

• Membantu supplier untuk membuat peramalan yang lebih baik, pemantauan perubahan dalam pasar, dan permasalahan akuntansi.

• Memungkinkan koordinasi dari sistem manufaktur dengan sistem distribusi dan strategi.

(27)

• Memungkinkan retailer untuk melayani konsumen dengan lebih baik dengan menyediakan alat untuk mencari item yang diinginkan.

• Memungkinkan retailer untuk dapat bereaksi dan beradaptasi kepada permasalahan supply chain dengan lebih sigap.

• Memungkinkan pengurangan lead time.

2.2.1.10. Preliminary Step

Menurut Ross (2003, p131-138), dalam menentukan strategi e-SCM terdapat langkah awal yang harus dilakukan, yaitu:

Tahap 1. Energize the Organization

Pada tahapan ini dilakukan persiapan perusahaan terhadap pemakaian e-SCM sebelum dilakukan penentuan strategi bisnis. Diperlukan 2 hal utama dari Sumber Daya Manusia perusahaan, yaitu:

• Mendapatkan dukungan top management untuk menyebarkan usaha dan mengintegrasikan para pekerja perusahaan dengan teknologi terkait.

• Mengintegrasikan penggunaan teknologi e-SCM dengan sumber daya manusia perusahaan.

Tahap 2. Enterprise Vision

Dalam tahap ini akan ditentukan kompetensi yang terdapat dalam jaringan supply chain perusahaan. Pemikiran atas visi dapat ditentukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

(28)

• Bagaimana pendekatan yang dilakukan perusahaan terhadap pasar?

• Proses apa yang paling menambah nilai bagi konsumen?

• Bagaimana hubungan perusahaan dengan supplier seiring berjalannya waktu?

• Bagaimana sifat pengorganisasian internal perusahaan?

• Apakah kekuatan dan kelemahan mitra bisnis?

• Kemampuan apa yang paling penting dalam menciptakan dan mempertahankan daya saing?

Tahap 3. Supply Chain Value Assessment

Hal yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah menentukan proses apa yang mendukung keunggulan kompetitif untuk dikonversikan ke dalam bentuk e-business. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberi prioritas inisiatif e-business yang dipilih agar dapat memberikan keuntungan terbesar bagi perusahaan dan rekan bisnis. Tahapan dalam menjalankan SCVA dapat disarikan ke dalam tiga langkah sebagai berikut:

• Pembentukan tim koloborasi antara perusahaan dan mitra dalam supply chain. Tim ini akan bertanggung jawab untuk mengidentifikasikan isu bisnis, mempersiapkan model proses yang kompetitif, dan menjelaskan detail dari implikasi penggunaan daya saing melalui integrasi supply chain, proses bisnis serta pengetahuan mengenai e-business.

• Pembentukan KPI berdasarkan identifikasi tahap pertama sertat alternatif yang mungkin tersedia. Penyelidikan menyeluruh terhadap solusi tersedia dilakukan untuk memvalidasikan performa yang akan dicapai.

(29)

• Perbandingan hasil KPI dengan aplikasi internet yang diajukan untuk menentukan kekuatannya dari segi resiko, hasil output, proses penambahan nilai yang dilakukan, kemampuan yang diperlukan, dan pengaruh secara keseluruhan terhadap supply chain serta perusahaan.

Tahap 4. Opportunity Identification

Tahap ini dilakukan dengan memprioritaskan alternatif e-business yang memungkinkan. Untuk menyelesaikan tahap ini, tim SCVA (Supply Chain Value Assessment) harus memecahkan inisiatif yang ada ke dalam evolutionary model dan revolutionary model. Hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk memulai proses dalam menentukan jenis implementasi e-SCM yang diinginkan, rangkaian peluang kompetitif yang tersedia, dan biaya rata-rata yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan rekan supply chain.

Tahap 5. Strategy Decision

Setelah keempat tahapan selesai dilakukan, para eksekutif perusahaan dapat memulai proses perencanaan.

2.2.1.11. Mengembangkan Strategi e-SCM

Berikut ini dijabarkan strategi pengembangan e-SCM menurut Ross (2003, p138-p161)

A. Membangun Business Value Proposition

Berdasarkan uraian Ross (2003, p138), Business Value Proposition adalah inti dari pemilihan strategi yang ada untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan dari konsumen.

(30)

Masa sekarang adalah masa dimana produk dan jasa harus mampu untuk menyediakan total value kepada konsumen, supplier, channel member, dan mitra kerja. Menurut Bovet dan Martha (Ross, 2003) Value Proposition yang efektif harus siap menanggapi tiga nilai, yaitu:

Super Service.

Merupakan kemampuan untuk menyediakan pelayanan yang superior yang mampu memperkaya nilai dari produk / jasa bagi konsumen. Atribut penting dalam membangun super service adalah kecepatan dan pengiriman yang dapat diandalkan.

Product / Service Solution.

Value yang diberikan kepada konsumen tidak terbatas pada suatu produk / jasa yang ditawarkan, bukan hanya kepemilikan yang ditawarkan tetapi juga hal hal yang lebih penting bagi konsumen. Hal-hal ini dapat berupa ketersediaan barang, murahnya biaya yang dikeluarkan, konfigurasi yang disertakan, dan hal hal lainnya.

Customization.

Menyesuaikan apa yang dilakukan perusahaan dengan apa yang diingini oleh konsumen dengan ketepatan yang tinggi adalah inti dari kegiatan ini.

(31)

Adapula perubahan nilai yang terjadi akibat pergeseran bentuk market diperlihatkan dalam table berikut:

Tabel 2.3 Perubahan Nilai Akibat Pergeseran Bentuk Pasar

Sumber: Ross (2003, p141)

B. Mendefinisikan Nilai dari Portfolio

Menurut Ross (2003, p141), process development yang harus disusun dengan baik agar dapat mendukung business value proposition dengan efektif adalah:

Design.

Melalui perancangan produk dan jasa, perusahaan harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tuntutan pasar.

Cost.

Manajemen biaya yang efektif menuntut perusahaan agar mengoptimalisasi proses dan mengurangi biaya serta inovasi yang cepat.

(32)

Service.

Pelayanan yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen menjadi nilai tambah.

Quality.

Jaminan atas kualitas yang diberikan kepada konsumen secara keseluruhan akan menambah nilai yang diberikan.

C. Menstrukturkan Cakupan dari Kolaborasi

Pada halaman 143, Ross menjelaskan bahwa ide dari kolaborasi adalah untuk mengejar konsep JIT dan TQM. Berikut dijabarkan mengenai pembangunan cakupan kolaborasi saat membangun strategi value network e-SCM.

• Menentukan dimensi dari kolaborasi

Supply Chain memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan pengambilan sumber daya dari mitra mereka untuk membantu dalam sourcing, menciptakan, dan pencapaian dari portfolio yang diinginkan.

Strategi kolaborasi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi vertikal dan sisi horizontal. Kolaborasi vertikal adalah hubungan kolaborasi yang mencakup hubungan dengan supplier dan saluran output. Sedangkan kolaborasi horizontal mencakup hubungan dengan mitra kerja atau penguatan portfolio perusahaan.

• Intensitas dari kolaborasi.

Seiring dengan peningkatan intensitas kolaborasi maka tingkat kompleksitas dan biaya yang diperlukan juga ikut meningkat. Menurut Prahalad dan Ramaswamy (Ross, 2003) terdapat empat tingkat kolaborasi yang dapat dicapai, yaitu:

(33)

1. Arms-length Relationship

Merupakan tingkatan yang umumnya dilakukan dimana perusahaan ingin mencapai kemudahan dalam transaksi market-based di sepanjang jaringan kolaborasi. Strategi seperti ini biasanya hanya memerlukan sebuah web portal dan tingkat kerumitannya bergantung kepada jumlah partisipan saja.

2. Information Sharing

Tingkat kolaborasi seperti ini bertujuan untuk mengumpulkan banyak varian informasi yang tersedia dari mitra-mitra yang ada dan digunakan untuk kepentingan yang lebih banyak, seperti peramalan penjualan dan stocking. Informasi yang disediakan akan lebih efektif untuk mengambil keputusan jika lebih banyak mitra yang terikut.

3. Sharing and Creating Knowledge

Pada tahap ini, strategi yang dibentuk berusaha untuk menggunakan dan mengintegrasikan kompetensi dari mitra dalam jaringan untuk pengembangan value proposition. Diperlukan kolaborasi secara on-line dan akses informasi yang tergabung. Target dari strategi ini adalah mengimpor kompetensi serta mengurangi fungsi yang redundan.

4. Sharing and Creating New Insights

Merupakan tingkat kolaborasi tertinggi dimana mitra-mitra jaringan tidak hanya saling menggunakan kompetensi yang ada tetapi juga bersama-sama menciptakan suatu pandangan baru yang membukakan suatu visi bersama dalam mengambil kesempatan yang ada.

(34)

5. Tingkatan teknis

Dukungan teknis diperlukan tergantung kepada intensitas kolaborasi yang dilakukan yang memiliki keperluan yang berbeda pula. Dari keperluan inilah disimpulkan teknologi apa yang dibutuhkan. Dukungan teknis diperlukan dalam cakupan yang luas, seperti teknologi non-internet, visibilitas akses, hubungan antar server, dan manajemen proses.

6. Outsourcing

Pengambilan sumber daya dari luar perusahaan dapat meningkatkan kompetensi perusahaan karena melalui pengurangan proses yang dilakukan perusahaan. Keuntungan yang diperoleh antara lain adalah peningkatan Return on Assets melalui pengurangan biaya, peningkatan produktivitas sumber daya manusia perusahaan, menyediakan fleksibilitas perusahaan, peningkatan pelayanan, dan pembentukan sistem informasi yang lebih menyeluruh.

D. Memastikan Manajemen Sumber Daya yang efektif

Manajemen Sumber Daya terbagi ke dalam tiga cakupan utama, yaitu (Ross, p149):

Human Knowledge

Bagian yang lebih dikembangkan pada Human Knowledge adalah Human Capital Management yang menghasilkan ide pengembangan produk, proses, sistem, dan hubungan dengan pihak lain. Keuntungan yang dapat dicapai antara lain adalah penguatan growth, produktivitas, performa, dan keuntungan; proses pemberlajaran dan pengembangan yang lebih baik; peningkatan proses perekrutan dan retensi pekerja; dan mempersonalisasikan hubungan antar

(35)

pekerja.

Physical Assets

Penggunaan physical asset secara tepat dapat membawa keuntungan bagi perusahaan. Hal ini lebih mengarah kepada penghematan penggunaan sumber daya persusahaan seperti dengan mengganti physical asset dengan informasi real-time, mengurangi kompleksitas proses kerja, mengurangi kerumitan produk, dan mengurangi variasi supplier.

Business Network Resource Management

Jaringan bisnis dapat membantu perusahaan dalam memperkaya nilai dari proses bisnisnya. Penggunaan jaringan dapat memungkinkan perusahaan untuk mensinkronkan pengiriman dengan produksi, memungkinkan perusahaan melakukan outsourcing, dan memungkinkan terciptanya suatu solusi kolaboratif.

E. Growth Management

Penerapan aplikasi e-SCM haruslah dapat diukur manfaatnya, namun metode pengukuran ini sulit untuk dilakukan. Pendekatan yang dilakukan antara lain adalah pendekatan biaya, pendekatan value, dan perancangan program pengukuran performa.

2.2.2. Konsep Transportation Management System

Menurut Chopra dan Meindl (2004, p52), transportasi bertanggung jawab pada pemindahan persediaan dari satu titik ke titik lain dalam suatu supply chain. Transportasi dapat terbentuk dari banyak kombinasi mode (jenis transportasi) dan rute, masing-masing dengan karakteristik dan kinerjanya sendiri.

(36)

Adapula hal yang harus diperhatikan adalah:

• Memilih jenis transportasi yang tepat dengan mempertimbangkan kecepatan, ukuran pengiriman, dan biaya pengiriman. Jenis yang tersedia antara lain adalah transportasi udara, truk, kereta api, kapal, pipa, dan elektronik.

• Pemilihan rute dan jaringan untuk mencapai titik-titik transit atau lokasi penyimpanan sementara yang akan dilewati.

• Memilih antara memiliki dan membangun sendiri armada transportasi atau menggunakan layanan jasa perusahaan transportasi.

Menurut Moser dan Ward (http1), transportation management system adalah pengaturan kegiatan pemindahan barang dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan IT sebagai sarana pendukungnya. Sedangkan transportation management system berbasis web adalah utilisasi teknologi internet sebagai enabler untuk memungkinkan akses informasi pengaturan transportasi yang diperlukan. Terdapat tiga area utama untuk diperhatikan dalam pengaturan fungsinya, yaitu:

• Teknologi

Seiring dengan integrasi supply chain, akses informasi logistik dan transportasi oleh badan fungsional lain telah menjadi umum dan penting. Agar dapat mencapai visibilitas pengapalan maka perusahaan mencari transportation management system untuk menguatkan fungsionalitas ERP.

• Proses

Melalui transportation management system maka proses yang terjadi dalam kegiatan transportasi dapat terpantau dan tercatat dengan baik. Perusahaan dapat

(37)

mengetahui posisi dan status barang dengan tepat sehingga dapat mempermudah kontrol.

• Organisasi dan manusia

Dengan adanya suatu sistem yang baik maka pengorgansasian dan pengalokasian pekerja dapat ditentukan dengan jelas dan dapat dipertanggung-jawabkan dengan data yang konkrit.

Terdapat tiga pilihan dalam memilih transportation management system seperti yang terlihat pada tabel berikut

(38)

Tabel 2.4 Alternatif pemilihan Transportation Management System

Karakteristik

Perpetual License dan Perpetual License with Hosting

Proses Transportasi dengan Outsourcing Private Software as a

Service (SaaS)

Multi-tenat Software as a Service

Pembayaran Lisensi software dan jasa dibayarkan di awal dengan pembayaran berkala kepada host vendor

Pembayaran berkala selama masa kontrak pemakaian untuk lisensi, jasa,

dan hosting

Pembayaran berkala selama masa kontrak pemakaian untuk lisensi, jasa,

dan hosting

Lama waktu hingga implementasi 4-6 bulan tergantung fungsi yang diperlukan 3-5 bulan tergantung fungsi yang diperlukan

2-3 bulan dengan menggunakan konfigurasi built-in dan jika

infrastruktur telah tersedia

Kebutuhan akan staff hardware Tinggi Rendah Rendah

Kebutuhan akan staff network Tinggi Sedang Rendah

Perlunya konsultan dalam implementasi Tinggi Sudah termasuk dalam proses Rendah

Kemudahan untuk di-upgrade Sedang Rendah Rendah

Tanggung jawab atas kinerja Staff IT atau host Provider Provider

EDI Links kepada Carrier Base Rendah Sedang Tinggi

Sekuritas Data Tinggi Tinggi Potential Problem

Akses kepada informasi pengapal Tinggi Tinggi Potential Problem

Performas pada Peak Times Tinggi Tinggi Potential Problem

Customization ataskonfigurasi Tinggi Tinggi Rendah

Kemampuan untuk mengatur jadwal

perbaikan system Tinggi Tinggi Rendah

(39)

Menurut Ballou (2004, p136), manajemen transportasi dapat memberikan keuntungan sebagai berikut:

• Menambah kemampuan bersaing perusahaan dengan memberikan potensi untuk melayani konsumen dengan lebih baik.

• Memberikan keuntungan secara ekonomis dengan menyediakan informasi strategis yang dapat membantu dalam mengambil keputusan.

• Mengurangi biaya yang diperlukan untuk menyampaikan produk kepada konsumen melalui pemilihan transportasi yang termurah.

Ballou (2004, p238) menyimpulkan pertimbangan dalam pemilihan transport menjadi:

• Biaya yang diperlukan untuk menyampaikan produk kepada konsumen.

• Waktu penyampaian dan variabilitas yang tersedia dalam transportasi.

Kombinasi jenis transportasi (rail, truck, air, water, dan pipeline) dapat menghasilkan kombinasi biaya dan waktu penyampaian terbaik.

• Kerusakan yang terjadi karena sarana transportasi.

Kerusakan barang dalam transportasi tidak dapat terhindarkan sehingga dalam pemilihan jenis transportasi dicari kerusakan minimum yang dapat dicapai, apakah dengan menggunakan asuransi perjalanan atau packaging khusus.

Menurut Ballou (2004), peranan transportasi dalam supply chain adalah sebagai penghubung antar pihak dalam supply chain yang bersama dengan manajemen inventoris menghabiskan setengah hingga dua pertiga biaya logistik untuk memberikan place value kepada produk dan jasa.

(40)

2.2.3. Traditional Life Cycle

Menurut Bennet et al (2002, p48), traditional life cycle terdiri atas: 1. System Engineering

Sistem informasi meliputi elemen manusia, software, dan hardware. Tingkat pertama dari proyek sistem informasi bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan utama dari keseluruhan sistem lalu untuk mengidentifikasikan mana yang terbaik untuk diimplementasikan pada masing-masing elemen. Tahapan ini kemudian menghasilkan spesifikasi yang mendefinisikan bagaimana tiap elemen saling berinteraksi.

2. Requirement Analysis

Tujuan dari tahapan ini adalah menentukan apa yang diperlukan oleh pengguna sistem atas elemen sistem.

3. Design

Setelah kebutuhan atas sistem diketahui maka proses perancangan menentukan bagaimana membangun suatu sistem yang dapat mencapai kebutuhan ini. Perancangan menitikberatkan pada spesifikasi dari arsitektur software untuk menentukan komponen software dan hubungan antar kompenen tersebut.

4. Construction

Perancangan yang dibuat ditranslasikan ke dalam code program. 5. Testing

Tahapan ini menguji sistem untuk memastikan bahwa sistem memenuhi user requirement secara akurat dan lengkap.

6. Installation

(41)

diterapkan. Pengenalan atas sistem harus diatur agar tidak menimbulkan gangguan dan untuk mengurangi resiko.

7. Maintenance

Pada tahapan ini dilakukan perbaikan atas error yang mungkin terjadi selama perjalanan sistem.

2.2.4. Konsep Object-Orientation Analysis & Desingn (OOAD)

Menurut Mathiassen et al (2000, p9-15), Object-Orientation Analysis & Design (OOAD) merupakan suatu metode untuk menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan berorientasi object. Dalam analisis dan perancangan sistem, OOAD menggunakan komponen-komponen yang terbagi menjadi kelompok class dan object. Tujuan utama OOAD adalah untuk merancang sistem yang berfokus pada fleksibilitas, kemudahan untuk dimengerti, dan kesesuaian dengan kebutuhan user.

Menurut Mathiassen et al (2000, p5-6), keuntungan penggunaan OOAD antara lain adalah:

1. Memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.

2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah besar dan mendistribusikan ke seluruh bagian organisasi.

3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi object, perancangan berorientasi object, user interface berorientasi object, dan pemrograman berorintasi object.

2.2.4.1. Pengertian Object dan Class

Menurut Mathiassen et al (2000, p51), object adalah suatu entitas yang memiliki identitas, status yang menyatakan kondisinya, dan perilaku tertentu yang berbeda satu

(42)

sama lainnya. Sedangkan class adalah sebuah deskripsi dari kumpulan object-object yang mempunyai struktur, pola kelakuan, dan atribut yang sama. (Mathiassen et al, 2000, p53).

2.2.4.2. Kegiatan utama dalam OOAD

Menurut Mathiassen et al (2000, p14-15), OOAD memiliki empat aktivitas utama dalam melakukan analisa dan perancangan berorientasi object, yaitu:

1. Problem Domain Analysis: bagian dari suatu konteks yang diadministrasi, dimonitor atau dikontrol oleh suatu sistem. (p6)

2. Application Domain Analysis: sebuah organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau mengontrol suatu problem analysis. (p6)

3. Architectural Design: suatu struktur sistem eksekusi yang terdiri dari proses yang saling bergantungan antar component. Bertujuan untuk menstrukturisasi suatu sistem terkomputerisasi. (p173)

4. Component Design: suatu proses untuk menentukan persyaratan-persyaratan implementasi di dalam suatu architectural framework. (p231)

2.2.5. Notasi Unified Language Model (UML)

Menurut Mathiassen et al (2000, p328), notasi adalah bahasa textual dan graphical untuk menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan secara terpisah. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.

(43)

2.2.5.1. Rich Pictures

Menurut Mathiassen et al (2000, p27), rich pictures adalah penggambaran informal yang mewakili pemahaman ilustrator terhadap situasi yang ada secara keseluruhannya. Fokus rich pictures berada pada aspek penting dalam situasi terkait, yang ditentukan oleh ilustrator, namun sebuah rich picture harus mampu untuk menggambarkan situasi dengan memberikan beberapa interpretasi alternatif. Pada halaman 335 dijelaskan bahwa rich picture tidak didasari oleh notasi khusus.

2.2.5.2. Class Diagram

Menurut Mathiassen et al (2000, p336), class diagram menggambarkan struktur object dari sistem. Sebuah class diagram dibuat untuk menggambarkan sistem dengan pendekatan data yang ada di dalamnya.

Menurut Whitten et al (2004, p414), terdapat tiga jenis hubungan antar class yang biasa digunakan dalam class diagram, yaitu:

1. Asosiasi

Merupakan hubungan statis antar dua object atau class. Hubungan ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah object atau class mereferensikan object atau class lain dan saling mengirimkan pesan.

2. Generalisasi

Terdapat dua jenis class dalam hubungan generalisasi, yaitu class supertype dan class subtype. Class Supertype atau class induk memiliki atribut dan behavior yang umum dari dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut dan behavior yang unik serta memiliki atribut dan behavior class

(44)

induknya. 3. Agregasi

Merupakan hubungan unik dimana sebuah object merupakan bagian dari object lain. Hubungan agregasi tidak simetris jika object B merupakan bagian dari object A, namun object A bukan merupakan bagian dari object B. Pada hubungan seperti ini, object yang menjadi bagian object lain tidak memiliki atribut atau behavior dari object tersebut.

2.2.5.3. Use Case Diagram

Menurut Mathiassen et al (2000, p119), Use Case menggambarkan suatu pola interaksi antara sistem dengan actor dalam suatu application domain. Actor adalah suatu abstraksi dari pengguna system yang berinteraksi dengan target sistem. Use Case dapat membantu untuk mencapai fokus relevan dan tingkatan abstraksi sistem. Penggambaran sistem menggunakan diagram ini menggunakan pendekatan proses yang terjadi dalam sistem.

Menurut Bennet (2002, p134), use case diagram menggambarkan fungsionalitas sistem yang dilihat dari sudut pandang user. Jadi diagram ini menggambarkan interaksi apa yang dilakukan dengan sistem dan oleh siapa interaksi tersebut dilakukan.

2.2.5.4. Sequence Diagram

Menurut Mathiassen et al (2000, p340), sequence diagram menggambarkan interaksi antara beberapa object yang bergerak berdasarkan waktu. Sebuah sequence diagram mampu untuk menceritakan mengenai situasi yang rumit dan dinamis mencakup object yang dihasilkan oleh class diagram.

(45)

2.2.5.5. Deployment Diagram

Menurut Mathiassen et al (2000, p340), deployment diagram mendeskripsikan konfigurasi sistem dalam bentuk sebuah processor dimana object-object terkait akan digambarkan interaksinya.

Menurut Bennet (2002, p497), penggunaan deployment diagram biasanya untuk menunjukkan elemen run-time processing dan komponen software. Penggambaran diagram menggunakan node yang menggambarkan interaksi dan proses sistem dengan lingkungan.

2.2.5.6. Activity Diagram

Menurut Bennet (2002, p105), tujuan dari activity diagram adalah untuk melakukan pemodelan sistem dari berbagai aspek. Pada tingkatan yang lebih tinggi, diagram ini dapat digunakan untuk pemodelan proses bisnis dalam sistem. Pada tingkatan yang lebih rendah, diagram ini digunakan untuk menjelaskan secara terperinci mengenai bagaimana suatu operasi dilakukan.

2.2.5.7. User Interface Diagram

Menurut Mathiassen et al (2000, p151), interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan fungsi yang tersedia untuk actor. Interface menghubungkan sistem kepada semua actor yang berhubungan. User Interface adalah penghubung sistem kepada user. Penggambaran user interface diagram merupakan penggambaran dari layar dimana user berinteraksi dengan sistem.

(46)

2.2.5.8. Navigation Diagram

Menurut Mathiassen et al (2000, p344), navigation diagram adalah penggambaran jalannya sistem dari interface yang satu kepada interface yang lain dari awal sistem berjalan hingga sistem diterminasi. Penggambaran mencakup kepada transisi layar yang terjadi selama sistem berjalan.

2.2.6. Graphical User Inerface (GUI)

Menurut Shneiderman (2005, p96), GUI telah menggantikan bahasa perintah, sintaks rumit yang memberikan cara untuk memanipulasi langsung representasi visual dari user task object dan actions.

2.2.7. Delapan Aturan Emas Perancangan User Interface

Menurut Shneiderman, merancang user interface yang interaktif diperlukan suatu aturan tertentu (2005, p74), biasanya dikenal dengan 8 aturan emas, yaitu:

1. Konsistensi

Rangkaian tindakan yang konsisten digunakan dalam keadaan yang terminology-nya seperti pada promp, menu dan layer help, warna, tampilan, dan kapitalisasi. Pengecualian dalam pembuatan password, tidak boleh berulang.

2. Memungkinkan user untuk menggunakan shortcut

Dalam tingkat penggunaan yang tinggi, user cenderung untuk mempercepat interaksi yang dilakukan sehingga perintah khusus menjadi sangat berguna bagi user.

3. Memberikan umpan balik yang informatif.

(47)

yang telah dilakukannya.

4. Merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir

Keadaan akhir menandakan selesainya suatu kegiatan yang diberitahukan kepada user melalui umpan balik. Tanpa adanya dialog untuk mencapai keadaan akhir maka user akan dibingungkan dengan apa yang ia kerjakan.

5. Memberikan penanganan kesalahan

Dengan memberikan penanganan kesalahan maka sistem dapat membantu memberikan solusi jika terjadi kesalahan.

6. Mengijinkan pembalikan aksi (undo) dengan mudah

Undo memberikan keleluasaan user untuk bergerak dimana jika user melakukan kesalahan, user dapat kembali tanpa harus cemas rusaknya hal yang sedang dikerjakan.

7. Mendukung pengaturan internal yang menyeluruh

Dengan pengaturan yang menyeluruh, user dapat menggerakkan sistem sesuai kebutuhan mereka dan menggunakan sistem dengan lebih maksimal.

8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek

Keterbatasan kemampuan manusia memproses informasi dalam jangka waktu yang pendek harus diperhatikan dalam membuat prosedur sehingga tidak menghalangi penggunaan sistem.

(48)

2.3. Analisis SWOT

Menurut David (2006, p283-287), analisis SWOT merupakan alat untuk mencocokkan hal-hal yang penting yang dapat membantu manager mengembangkan empat tipe strategi, yaitu:

1. Strategi SO (Strengths – Opportunities)

Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal perusahaan. Organisasi pada umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT agar dapat mencapai situasi dimana mereka dapat menerapkan strategi SO.

2. Strategi WO ( Weaknesses – Opportunities)

Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperbaiki kelemahan internal dengan pemanfaatan peluang eksternal. Perusahaan kadang mengalami kesulitan dalam mengeksploitasi peluang karena kelemahan yang ada.

3. Strategi ST (Strengths – Threats)

Strategi ini menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pengaruh ancaman yang berada di luar perusahaan.

4. Strategi WT ( Weakness – Threats)

Merupakan suatu strategi defensive yang diarahkan pada pengurangan kelemahan perusahaan dan menghindari ancaman pihak luar. Strategi ini digunakan pada saat perusahaan ingin bertahan hidup, melakukan penggabungan dengan perusahaan lain, downsizing, mendeklarasikan kebangkrutan, atau likuidasi.

(49)

Berikut adalah delapan langkah untuk membuat matriks SWOT: 1. Menuliskan peluang eksternal kunci perusahaan.

2. Menuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan. 3. Menuliskan kekuatan internal kunci perusahaan. 4. Menuliskan kelemahan internal kunci perusahaan.

5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil strategi SO dalam sel yang ditentukan.

6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil strategi WO dalam sel yang ditentukan.

7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil strategi ST dalam sel yang ditentukan.

8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil strategi WT dalam sel yang ditentukan.

Peluang dan ancaman termasuk kepada faktor eksternal perusahaan yang mencakup faktor ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, teknologi, dan persaingan. Evaluasi dari faktor eksternal ini disajikan dengan External Factor Evaluation Matrix. Sedangkan kekuatan dan kelemahan termasuk kepada faktor internal perusahaan disajikan dengan Internal Factor Evaluation Matrix.

Penulisan peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan menggunakan pembobotan nilai antara 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting) untuk setiap variabel yang dicantumkan dalam daftar. Kemudian berikan peringkat / rating untuk tiap variabel yang nilainya berupa bilangan bulat berkisar antara 1 (lemah) hingga 4 (kuat). Bobot dan rating dikalikan untuk mendapat nilai tertimbang dan dijumlahkan untuk mengetahui

(50)

total nilai tertimbang organisasi.

Dari nilai IFE dan EFE dibuatlah matrix IE dengan total nilai IFE sebagai sumbu x dan total nilai EFE sebagai sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda. Sel I, II atau IV dapat digambarkan sebagai kondisi Growth & Build. Strategi yang paling sesuai untuk kondisi ini adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrasi (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Cara terbaik untuk mengelola sel III, V, dan VII adalah dengan strategi keep & maintain, umumnya menggunakan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk Sedangkan pada sel VI, VIII, dan IX digunakan strategi harvest / divest.

Tabel 2.5: Matriks Internal – Eksternal (IE) Sumber: David (2006, p303)

Tujuan dari setiap alat pencocokan adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih untuk implementasi.

(51)

2.4. Kerangka Pikir

Gambar 2.4 Kerangka Pikir 1. Pengamatan

Pengamatan atas sistem yang akan dibuat dilakukan melalui pembacaan literatur dan dasar teori lainnya. Kebutuhan sistem akan diperkirakan pada tahapan ini.

2. Data Collecting

Data dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan sistem.

Pengumpulan dilakukan dengan studi lapangan dan wawancara dengan pihak perusahaan.

3. Analisis Sistem Berjalan

Dilakukan perbandingan antara sistem berjalan dengan dasar teori yang ada.

Kelebihan dan kekurangan sistem akan dideskripsikan pada tahapan ini melalui analisis Value Chain Analysis & SWOT.

4. Definisi Masalah

Dari hasil analisis akan disarikan permasalahan yang ada dan dicarilah alternatif solusi yang mungkin.

5. Perancangan Sistem yang

diusulkan

Penggambaran diagram diagram

Class Diagram Use Case Diagram

Sequence Diagram Activity Diagram

UI Diagram Navigation Diagram

Deployment Diagram

6. Coding Aplikasi

Penggunaan aplikasi OraExcel Perancangan Web dengan MySQL, HTML, Javascript, & PHP

7. Demo

Demo program yang telah

8. Input

Koreksi dan masukan terhadap sistem

9. Implementasi

Mengimplentasikan rancangan aplikasi pada perusahaan

(52)

Gambar

Tabel 2.1 Permasalahan Utama dalam Supply Chain Management
Gambar 2.1 Proses Supply Chain   Sumber: Kalakota dan Robinson (2001, p274)
Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik Push dengan Pull Supply Chain
Gambar 2.2 Supply Chain Planning   Sumber: Kalakota dan Robinson (2001, p284)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data dengan cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan agar secara otomatis menerima dan menyimpan data

Tujuan menganalisis aspek keuangan dari studi kelayakan bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan,