• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan salah satu fasilitas pendidikan yang disediakan oleh negara sebagai wujud dari bukti HAM bagi tiap warganya khususnya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa untuk dapat mengenyam pendidikan. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pemerintah membuat undang-undang khusus mengenai pendidikan bertujuan agar pelaksanaannya di sekolah tertib dan berjalan dengan apa yang diharapkan, idealnya siswa dapat mengenyam pendidikan dengan fasilitas yang disediakan sehingga sekolah dapat mencetak siswa yang dapat berperilaku baik.

Realita menunjukan dalam pelaksanaannya fasilitas pendidikan yang telah diberikan oleh negara tidak selalu berjalan dengan lancar tanpa hambatan dan permasalahan. Permasalahan pendidikan bermunculan baik dari sistem, pengajar atau guru, lingkungan sekolah bahkan dari peserta didik atau siswa. Salah satu isu permasalahan di dunia pendidikan yang hingga saat ini belum terselesaikan yaitu fenomena bullying yang terjadi di kalangan peserta didik, mengingat dampaknya bagi pelaku dan korban bullying akan mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Olweus (Koiv, 2012) menjelaskan bahwa bullying adalah fenomena dari bentuk perilaku agresi yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban secara berulang. Bullying biasanya dilakukan oleh siswa yang memiliki kedudukan lebih

(2)

tinggi seperti misalnya siswa yang lebih senior terhadap juniornya. Siswa yang melakukan bullying biasanya memiliki power yang lebih dari si korban. Bullying merupakan bagian dari bentuk perilaku agresif, biasanya korban yang mendapatkan perlakuan kasar dari pelaku akan merasakan perasaan terintimidasi karena perilaku agresif yang diterimanya berulang-ulang serta tidak memiliki daya dan upaya untuk melawannya (Sejiwa, 2008). Dampak dari bullying bagi korban salah satunya adalah muncul ide untuk bunuh diri (suicidal ideation) dan perilaku melukai diri sendiri (self-harm) akibat dari pengalaman emosi negatif seperti cemas, depresi dan rendah diri sebagai konsekuensi dari perilaku bullying (Hay & Meldrum, 2010).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mencatat tahun 2012 terdapat 147 kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah, sedangkan pada tahun 2013 jumlah kasus meningkat sebanyak 255 kasus. Menurut penuturan Samsul Ridwan selaku sekjen KPAI mengatakan bahwa 20 anak meninggal dunia akibat dari kasus kekerasan antar pelajar tingkat SMP dan SMA, selebihnya luka berat atau ringan (Okezone, 2014). Kasus di Indonesia terjadi di SMPN Tulungagung Jawa Timur, sejumlah siswa gempar ketika mengetahui temannya yang berinisial MAG jatuh pingsan dan mengalami kejang setelah dipukul teman sekelasnya sendiri yaitu HD di dalam lingkungan sekolah. MAG sering menjadi sasaran bullying HD, tanpa alasan jelas. Selain diperlakukan kasar secara fisik oleh HD, MAG yang berperawakan kurus kecil juga kerap dipermalukan HD yang bertubuh tinggi besar untuk melakukan hal-hal yang diperintahkan pelaku (Antarajatim, 2014). Kasus Bullying lainnya yang terkini baru saja terjadi tahun

(3)

2015 bulan September yang dilakukan oleh siswi SMP di Binjai Sumatera Utara yang saat ini sedang ditangani oleh pihak Kepolisian. Kasus tersebut merebak setelah tersebarnya sebuah video yang menunjukan seorang siswi perempuan menggunakan seragam pramuka yang di bully oleh siswi lainnya. Siswi tersebut memaki-maki dengan bahasa daerah serta menjambak rambut, menendang dan memukul rekan siswi yang menjadi korbannya sambil tertawa dan berteriak tanpa ada perlawanan sama sekali dari korban (Merah Putih, 2015).

Tumon (2014) melakukan studi deskriptif mengenai perilaku bullying pada remaja yang dilakukan terhadap siswa SMP. Hasilnya menunjukan dari jumlah subjek sebanyak 188 siswa kurang dari 50% siswa sering dan selalu melakukan perilaku bullying. Kejadian terbanyak kasus bullying di Indonesia dilakukan di sekolah-sekolah. Melihat realita tersebut menunjukan bahwa hingga saat ini kasus bullying masih kerap terjadi dan merupakan permasalahan di dunia pendidikan yang membutuhkan penanganan baik solusi maupun pemahaman mengenai bullying.

Perilaku bullying dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor keluarga, teman sebaya dan sekolah (Tumon, 2014). Salah faktor perilaku bullying yaitu keluarga memiliki pengaruh yang cukup penting terhadap terjadinya perilaku bullying yang dilakukan oleh seorang anak. Papanikolaou, Chatzikosma, dan Kleio (2011) menemukan bahwa peran keluarga berhubungan dengan perilaku bullying pada anak. Peran keluarga dapat merujuk kepada cara orang tua mengasuh anak dan juga dapat berkaitan dengan hubungan kelekatan anak dan orang tua.

(4)

Hubungan kelekatan antara anak dan orang tua yang terbentuk sejak dini memiliki peran penting terhadap perkembangan seorang anak di masa depan karena sifatnya yang kekal sepanjang waktu (Ainsworth, 1979). Saat seorang anak lahir orang tua hadir sebagai bagian dari lingkungan pertama yang dimiliki oleh anak. Keluarga merupakan lingkungan primer bagi anak dimana biasanya hubungan pertama kali yang anak jalin adalah dengan ibu yang merupakan orang tuanya sendiri. Orang tua merupakan kunci penting terhadap terbentuknya hubungan kelekatan terhadap anaknya karena kelekatan menurut Bowlby (Collins & Read, 1990) terbentuk berdasarkan pada kualitas usaha orang tua dalam membangun sebuah kehangatan, mampu mengetahui kebutuhan yang memang anak benar-benar butuhkan, mampu mencintai tanpa syarat terhadap anak dan mampu membuat anak merasa aman dan berfikir bahwa dirinya berharga dan dicintai oleh orang tuanya yang merupakan seseorang yang dapat membuatnya merasa nyaman.

Pengalaman dari usaha kelekatan yang diberikan oleh orang tua terhadap anak atau perilaku kelekatan dari orang tua ini akan tersimpan dalam ingatan seorang anak dan menjadi dasar dalam membimbing persepsi anak terhadap dirinya, hubungan kelekatannya dengan orang tua dan juga berpengaruh terhadap perilakunya di masa depan (Collins & Feeney, 2004). Cara mempersepsi seorang anak yang telah terbentuk mengenai dirinya dan orang lain yaitu hasil dari pengalaman hubungan kelekatan dengan orang tua yang tersimpan dalam memory atau ingatan anak ini menurut Bowlby disebut dengan istilah internal working model (Collins & Read, 1990). Internal Working Model yang dimiliki seorang

(5)

anak sangat berpengaruh terhadap kelekatan yang dibangun dengan orang tuanya serta menjadi dasar terbentuknya gaya kelekatan pada anak. Pengaruh tersebut akan berlangsung saat anak menjadi seorang remaja hingga beranjak dewasa. Selain itu internal working model dapat mempengaruhi pandangan seorang anak mengenai figur lekatnya, dunianya, bahkan menjadi alat pertimbangan dalam merespon atau beperilaku di dunia luar yaitu di masyarakat (Howe dkk, 1999). Bowlby (Howe dkk, 1999) menambahkan bahwa internal working model memiliki fungsi untuk menggambarkan atau simulasi perilaku seorang anak di dunia nyata yaitu di masyarakat.

Hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan menunjukan bahwa terjadinya perilaku bullying yang dilakukan oleh siswa berhubungan dengan kelekatan yang dimiliki terhadap figur lekatnya yaitu orang tua. Wahyuni dan Asra (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa anak yang memiliki kualitas kelekatan rendah terhadap ibunya akan cenderung menjadi pelaku bullying. Tingkat kualitas kelekatan anak dan figur lekatnya akan membentuk pola kelekatan tertentu. Kualitas kelekatan yang rendah akan membentuk kelekatan tidak aman (insecure attachment), sehingga mempengaruhi kecenderungan anak menjadi pelaku bullying. Erickson dkk. (1985) menemukan bahwa anak yang membangun kelekatan tidak aman dengan orang tuanya beresiko memiliki perilaku bermasalah di lingkungan sosialnya. Penelitian yang dilakukan Kõiv (2012) secara lebih spesifik menemukan bahwa kelekatan insecure dapat menjadi faktor resiko bagi anak menjadi pelaku bullying. Kõiv (2012) juga menemukan bahwa gaya kelekatan insecure subjek yang

(6)

diidentifikasi sebagai pelaku bullying adalah avoidant. Williams (2011) dalam penelitiannya dengan topik yang sama menemukan bahwa subjek yang diidentifikasi cenderung menjadi pelaku bullying memiliki gaya kelekatan insecure anxiety terhadap ayahnya.

Peneliti menduga dari beberapa hasil penelitian yang ditemukan bahwa gaya kelekatan yang dimiliki oleh anak berhubungan dengan kecenderungan anak menjadi pelaku bullying. Berdasarkan uraian singkat yang telah dijelaskan, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara gaya kelekatan terhadap perilaku bullying pada siswa SMP. Penelitian ini berusaha untuk memahami lebih mendalam mengenai hubungan antara gaya kelekatan terhadap perilaku bullying pada siswa SMP.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel gaya kelekatan dengan orang tua dan variabel perilaku bullying pada siswa SMP.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat secara kolektif, diantaranya :

1. Manfaat secara teoritis yaitu diharapkan akan memberikan sumbangan dalam perkembangan pemahaman mengenai fenomena perilaku bullying.

(7)

2. Manfaat secara praktis yaitu diharapkan dari hasil penelitian dapat memberikan solusi terkait penanggulangan saat ini maupun usaha penanggulangan preventif.

D. Keaslian Penelitian

Papanikolaou, Chatzikosma, dan Kleio (2011) melakukan penelitian dengan judul “ Bullying at School : The Role of Familly”. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui apakah peran keluarga dalam cara orang tua mengasuh dan mendisiplinkan anak merupakan faktor pengaruh terhadap terjadinya bullying pada anak di lingkungan sekolah. Subjek yang terlibat sebanyak sebanyak 460 siswa yang merupakan siswa SMP dan SMA. Alat ukur yang digunakan Olweus Bully/Victim Questionnare yang telah direvisi untuk bullying dan universal survey student’s health dari WHO untuk mengukur tingkat hubungan antara anak dan anggota keluarga, pengasuhan dan metode mendisiplinkan. Hasilnya menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pengasuhan dan cara mendisiplikan orang tua terhadap anak dengan bullying.

Penelitian yang kedua dengan topik yang sama dilakukan oleh Wahyuni dan Asra (2014) dengan judul penelitian “Kecenderungan Anak Menjadi Pelaku dan Korban Bullying Ditinjau Dari Kualitas Kelekatan Dengan Ibu Yang Bekerja”. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kelekatan antara anak dan ibu yang bekerja dengan kecenderungan anak menjadi untuk menjadi pelaku dan korban bullying. Subjek yang terlibat sebanyak 1690 siswa yang diseleksi menjadi 336 siswa. Alat ukur yang digunakan di susun sendiri oleh Wahyuni dan Asra (2014) untuk bullying berdasarkan bentuk-bentuk perilaku

(8)

bulying dari Sejiwa (2008) dan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) yang disusun oleh Armsden dan Greenberg (2009) untuk kelekatan anak terhadap ibu. Hasilnya menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kelekatan anak dengan ibu yang bekerja dan kecederungan anak menjadi pelaku (r = 0,288; p = 0,001 , p < 0,001) dan korban bullying (r = -0,185; p = 0,001 , p < 0,001).

Selanjutnya penelitian yang ketiga dengan topik yang sama dilakukan oleh Koiv (2012) dengan judul penelitian “Attachment Styles Among Bullies, Victims And Uninvolved Adolescents”. Tujuan dari penelitiannya ingin mengetahui perbedaan berbagai gaya kelekatan remaja terhadap orang tuanya pada pelaku (Bully), korban (Victim), pelaku/korban (Bully/Victim) dan yang tidak terlibat bullying (Uninvolved). Subjek yang terlibat sebanyak 1.921 siswa terdiri dari 1.006 perempuan dan 915 laki-laki yang berasal dari kelas 4 sampai kelas 9. Alat ukur yang digunakan Multiple-item Attachment yang dikembangkan oleh Simpson untuk mengukur gaya kelekatan dan Peer nomination inventory milik Perry dan Kussel untuk mengukur bully dan victim. Hasilnya menunjukan siswa yang merupakan pelaku bullying memiliki gaya kelekatan yang lebih insecure dibandingkan dengan remaja yang bukan merupakan pelaku bullying.

Berdasarkan uraian singkat dari berbagai penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan maka terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun beberapa poin perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya diantaranya :

(9)

1. Keaslian Topik

Penelitian ini memiliki kesamaan topik dengan penelitian Koiv (2012) namun terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Variabel bebas pada penelitian yang dilakukan adalah Gaya Kelekatan sedangkan variabel tergantung pada penelitian ini adalah kecenderungan siswa menjadi pelaku bullying. Penelitian ini fokus pada dimensi pelaku bullying, sedangkan penelitian Koiv (2012) meliputi pelaku, korban dan yang tidak terlibat.

2. Keaslian Teori

Teori yang digunakan untuk kecenderungan siswa menjadi pelaku bullying merujuk pada teori Olweus (Solberg & Olweus, 2003). Sedangkan untuk gaya kelekatan merujuk pada teori Hazen & Shaver (1987).

3. Keaslian Alat Ukur

Modified Agression Scale yang disusun oleh Bosworth dkk. (1999) digunakan untuk mengukur kecenderungan perilaku bullying. Gaya kelekatan anak dengan orang tua diukur menggunakan The Experience in Close Relationship Revise atau ECR-R (for mother and father) hasil modifikasi William (2011) yang diadaptasi dari ECR-R (for adult) milik Fraley dkk. (2000).

4. Keaslian Subjek

Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini merupakan siswa SMP di Jawa Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Asas Umum Pemerintahan yang baik sesuai Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

kabayan dan berbisik  &gt; !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya yang ngat!r.  &gt; !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Ilmu Pendidikan2. Universitas

(1) Seksi Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, memiliki ikhtisar jabatan memimpin dan melaksanakan tugas seksi perencanaan dan

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Lumpur akan tertahan oleh penyaringan lapisan tanah, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam

Penelitian yang lain digunakan untuk membunuh kutu Eriophyidae pada tanaman jarak pagar, dengan bahan alami yaitu belerang dan kapur yang mengandung bahan baku

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia