NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB
MAU’IDHAH AL
- MUKMIN
Ī
N
KARYA SYAIKH MUHAMMAD JAMALUDDIN AL-
QĀSIMI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
NIQMATUL ISTIQOMAH
NIM: 111 13 266
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, apabila ada seorang fasik datang padamu dengan membawa
suatu berita, maka carilah kenyataannya terlebih dahulu (periksalah dengan seksama), supaya kamu tidak sampai mencelakakan suatu kaum dengan tidak diketahui yang sebenarnya.”
(Q.S Al Hujurat: 6)
Berhati-hatilah dalam melangkah
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT, maka skripsi yang telah penulis susun ini dipersembahkan kepada:
Allah SWT yang telah memberikan kesempatan umur sampai detik ini
sebagai wujud kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Bapak (Muhammad Yamin), Ibuk (Hadhiroh) yang telah begitu ikhlas dan
sabar membesarkan dan mendidikku sampai saat ini.
Ahli baitii, terutama kakak (Hadziq Mubarok) dan kedua adikku (Khoirotul
Ummah dan Muhamad Ali Mahsun) yang menjadi semangatku.
Romo Kyai As’ad Haris Nasution dan Ibunda Nyai Fatihah Ulfah Imam
Fauzi beserta ahlul bait yang dengan sabar dan tulus mendidikku.
Calon suamiku mas Zainul Arifin yang selalu memberikan semangat
sampai terselesaikannya skripsi ini.
Dewan Asatidz wa al-Asatidzah Al-Manar khususnya Ning Latif, mbok
Diyah, kakak Atik, dek Enduutt, dek U, dek enNur, dek Rif’a, dek Umah, dek
Tipeh, dek anggik, dek Robiah, dek Mia, dek Yeyen, dek Eva, dek Uyun, dek Dilla yang telah sudi ikut berjuang bersama penulis. Terima kasih telah memberikan banyak hal, memberikan motivasi, dukungan, baik dukungan secara fisik atau non fisik. Umumnya kepada seluruh keluarga Al-Manar yang telah menjadi keluarga kedua penulis.
Teman sekaligus sahabat penulis, terkhusus buat Mbak Uyul dan Mbak
Qiemta yang telah mendukung, menemani perjuangan penulis hingga saat ini.
KATA PENGANTAR
ميحّرلا نحمّرلا للها مسب
َرئاصب َرّصبو ،َينِّقتملِل ِةداعّسلا َجهنم َلّهسو ،َينِبلاّطلل َقيرّطلا َحضوأ يِذّلا ِلله ُدملحا
ِناسحلإا َراونأو ِنايملإا َرارسأ مهَحنمو ،ِنيِّدلا في ِماكحلأاو ِمكلحا ِرئاسب َينِقّدصلما
ّلإ هلإ لآ ْنأ ُدهشأو ،ِينقيلاو
ّنأ ُدهشأو ،ُينبلما قلحا َُللما ُهل ََيرش ل َدحو ُللها
ِب ُللها ِدِرُي ْنَم ُلئاقلا ،ُينملا ُدعولا ُقداّصلا هُلوسرو ُدبع اًدممح انَدّيس
ُهْهِّقَفُ ي اًرْ يَخ ِه
ِنيّدلا ِموي َلَإ ٍناسحإب مله ،َينِعباّتلاو هِباحصأو هِلآ ىَلعو ِهيلع ُللها ىّلص ،ِنْيِّدلا ِفي
.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
‘Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidupmanusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI. Selaku pembimbing yang telah
ABSTRAK
Niqmatul Istiqomah. 2017. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Mau’idhah al-Mukminīn Karya Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah Susilawati, M.SI.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak.
Lingkungan memberikan kontribusi sangat besar dalam kehidupan, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang. Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Baik buruknya lingkungan akan diikuti oleh mereka. Maka, dengan bekal pendidikan akhlak seseorang akan mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang buruk. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan akhlak menurut Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi dalam kitab Mau’idhah al
-Mukminīn. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Apa saja pokok bahasan yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al-Mukminīn, (2) Bagaimana model pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al -Mukminīn, dan (3) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak dalam kitab
Mau’idhah al-Mukminīn dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data primer adalah kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, sumber
sekundernya adalah kitab Mau’idhah al-Mukminīn dan terjemahannya serta sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode content analysis dan reflektif thinking.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa pokok bahasan yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al-Mukminīn karya Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi secara garis besar menjelaskan tentang berbagai hikmah ‘ibadah,
mu’amalat, munakahat serta pendidikan akhlak. Model pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al-Mukminīn dikelompokkan menjadi tiga skala besar, yaitu pendidikan terhadap Allah SWT, pendidikan terhadap diri sendiri dan pendidikan terhadap lingkungan. Sedangkan implikasi dalam kehidupan manusia sehari-hari sesuai dengan apa yang di jelaskan dalam kitab Mau’idhah al
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
DEKLARASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelilitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Metode Penelitian ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II. BIOGRAFI A. Sekilas Kitab Mau’idhah al-Mukminīn ... 14
1. Latar Belakang Kitab Mau’idhah al-Mukminīn ... 14
B. Biografi Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi ... 31
1. Riwayat Hidup Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi ... 31
2. Pendidikan dan Perjuangan Syaikh Muhammad Jamaluddin
al-Qāsimi ... 33
3. Karya-karya Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi ...,... 37
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH MUHAMMAD JAMALUDDIN AL-QĀSIMI TENTANG NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB MAU’IDHAH AL-MUKMINĪN
A. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 39
1. Pengertian Pendidikan ... 39
2. Pengertian Akhlak ... 41
B. Pemikiran Syeh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi tentang Nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Mau’idhah al-Mukminīn ... 42
BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB
MAU’IDHAH AL-MUKMINĪN
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Mau’idhah al-Mukminīn ... 54
B. Implikasi Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kehidupan Manusia
Sehari-hari ... 88
C. Kelebihan dan Kekurangan Kandungan Kitab Mau’idhah al
-Mukminīn bagi Pendidikan Akhlak ... 94
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 96
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan
manusia, mulai dari hal-hal yang terkecil sampai pada hal-hal yang besar.
Baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan manusia. Dalam hal
ini Islam memberikan pendidikan kepada manusia dan sebagai pedoman
hidup untuk manusia seluruh alam. Rasulullah SAW. sebagai utusan yang
menyempurnakan akhlak manusia, karena beliau dalam hidupnya penuh
dengan akhlak-akhlak yang mulia dan sifat-sifat yang baik. Para sahabat dan
keluarga beliau menjadikan perjalanan Nabi SAW. sebagai pelita untuk
penyiaran agama. Hal ini digambarkan oleh Allah di dalam al-Qur’an:
ميظع قلخ ىلعل َّنإو
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". (Q.S. Al-Qalam: 4) (http//www.alquran-digital.com).
Pujian Allah tersebut merupakan kepribadian yang terdapat dalam diri
Rasullullah. Yang memang benar-benar dituangkan dalam kehidupan
sehari-hari beliau. Akhlak ditempatkan dalam mata air Islam yang pertama
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah dan dia itu agama secara keseluruhan.
Jika ada sedikitpun kekurangannya, hubungan suatu umat dengan Allah atau
berkurang dan akhlaknya akan menurun sebanyak kekuranganya itu
(Masy’ari, 2008: 11).
Agama Islam sangat memperhatikan masalah akhlak, melebihi
perhatiannya dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa,
sehingga akhlak sebagai salah satu pokok tujuan risalah. Akhlak merupakan
lambang kualitas seorang manusia, masyarakat, dan umat. Karena itulah
akhlak yang menentukan eksistensi seorang muslim. Agama Islam
mempunyai tiga cabang yang saling berkaitan, yaitu akidah, syariat, dan
akhlak. Akhlak hendaknya menciptakan manusia sebagai makhluk yang
tinggi dan sempurna, dan membedakannya dengan makhluk-makhluk
lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik, bertindak tanduk
yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk, dan terhadap Tuhan
(Masy’ari, 2008: 10).
Saat ini lingkungan pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan, karena
sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh remaja.
Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan
dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang (Al-Jaza’iri, tt: 223).
Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah.
Baik buruknya lingkungan sedikit banyak akan diikuti oleh mereka. Padahal
semua orang telah menyaksikan bagaimana perilaku orang-orang yang berada
di sekelilingnya sangat memprihatinkan. Kemerosotan akhlak pada anak-anak
saat ini dapat dilihat dengan banyaknya tawuran, mabuk, membolos, berani
1). Hal ini menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk
membentengi anak-anak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk,
maka bisa dipastikan mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk,
dan bukan tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk
melakukan perbuatan yang buruk.
Sesungguhnya manusia mereka yang masih janin, bayi, kanak-kanak,
remaja dan lain-lain. Itu nantinya sudah tentu mereka akan menjadi dewasa,
menjadi manusia besar yang akan merupakan generasi baru untuk
menggantikan para orangtua sekarang yang sudah tua-tua. Orangtua pun
secara pasti akan meninggalkan hidup mereka di alam fana ini, melanjutkan
perjuangan dan penghidmatan pendahulunya terhadap bangsa, negara, juga
agama (Al-Ghalayaini, 2000: 313).
Oleh karena itu, orangtua harus lebih memperhatikan anak-anaknya
dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka
tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat
ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar
penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi
penerus bangsa negara, dan juga agama.
Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam,
posisi ini terlihat dari kedudukan al-qur’an sebagai referensi paling penting
tentang akhlak bagi kaum muslimin: individu, keluarga, masyarakat, dan
umat. Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan
merupakan alat kontrol psihis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa
akhlak, masyarakat manusia tidak akan berbeda dari kumpulan binatang
(Munzier, 2008: 89).
Dengan bekal pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui batas
mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu
sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad,
taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat.
Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di
dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat
ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk (FIP-UPI,
2007: 18).
Merespon akan pentingnya pendidikan akhlak yang harus dimiliki
oleh setiap manusia sebagai bekal hidupnya, Muhammad Jamaluddin
al-Qāsimi seorang ulama terkenal dari Syam (Syiria) akhirnya membuat sebuah
ringkasan dari sebuah kitab yang sangat terkenal setelah melakukan
percobaan dalam beberapa tahun. Kitab yang menurut beliau adalah kitab
yang dapat digunakan untuk memberikan nasihat kepada seluruh umat, yaitu
kitab Ihya’ Ulumuddin sebuah karangan dari al-‘Allamah al-Imam Hujjatul
Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali
Ath-Thusi, ‘alaihir rahmah warridhwan. Beliau kemudian memberi nama
ringkasan tersebut dengan sebutan Mau’idhah al-Mukminīn (Bimbingan
Menurut beberapa pendapat, kitab Ihya’ Ulumuddin merupakan kitab
yang sempurna dalam hal nasihat. Setelah melakukan percobaan dalam
beberapa tahun, al-Qāsimi sendiri berpendapat bahwa “semanfaat-manfaatnya
kitab yang dapat digunakan untuk bahan pemberian nasihat dan pengingat
kepada seluruh kaum muslim dan mukmin adalah judul-judul yang dipilih
dan disaring dari sebuah kitab yang disaring dari sebuah kitab yang bernama
Ihya’ Ulumuddin.”
Suatu ketika secara kebetulan al-Qāsimi sempat bertukar pikiran
dengan al-Ustadz Syaikh Muhammad ‘Abduh, seorang mufti Mesir, tepatnya
pada tahun 1321 tentang apa yang beliau maksudkan tersebut, lalu al-Ustadz
Syaikh Muhammad ‘Abduh berkata “memang dalam urusan ini belum ada
suatu naskahpun yang sudah dikarang, tetapi menurut pendapat kami yang
terbaik adalah kitab Ihya’ Ulumuddin, namun harus dibuat sebuah kesimpulan
atau keringkasannya terlebih dahulu.” Ada juga seorang yang terkemuka di
daerah Damsyik yang memberikan sebuah pertimbangan kepada orang-orang
yang meminta pendapatnya tentang bagaimana cara mengajarkan kitab
Ihya’Ulumuddin tersebut, sebab sebelumnya beliau mengajarkan bacaannya
sehuruf demi sehuruf, dengan meneliti benar-benar kaidah nahwu sharafnya,
lalu dia mengadu karena merasa sempit dadanya, harus mengadakan
pembahasan yang sukar dimengerti oleh orang-orang awam dan tidak dapat
diambil manfaatnya, kecuali oleh orang-orang khusus saja. Oleh sebab itu,
sangat penting dan perlu dimaklumi oleh masyarakat umum (Rathomy, 1975:
12).
Dari beberapa pendapat tersebutlah, kemudian Muhammad
Jamaluddin al-Qāsimi semakin mantap untuk membuat sebuah kitab hasil
ringkasan dari kitab Ihya’ Ulumuddin. Meskipun kitab tersebut hanya sebuah
ringkasan, akan tetapi al-Qāsimi tidak merubah tata letak kesesuaian dengan
kitab asli. Selain itu beliau juga mengikuti cara penerbitan seperti keadaan
semula. Hanya, dalam kitab ringkasan tersebut menggunakan kata yang lebih
sederhana dan dapat dipahami oleh masyarakat pada umumnya.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al-Mukminīn, yang
memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Imam al-Ghazali yang telah diringkas
oleh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi tentang tata cara dan langkah-langkah
seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia akhirat.
Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul: NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB MAU’IDHAH AL-MUKMINĪN
KARYA SYAIKH MUHAMMAD JAMALUDDIN AL-QĀSIMI. Penulis
akan berusaha mengulas nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab
Mau’idhah al-Mukminīn. Diharapkan nantinya dapat dijadikan referensi
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja pokok bahasan yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al
-Mukminīn?
2. Bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab
Mau’idhah al-Mukminīn?
3. Bagaimana implikasi model Pendidikan Akhlak kitab Mau’idhah al
-Mukminīn dalam kehidupan manusia sehari-hari?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan kandungan kitab Mau’idhah al
-Mukminīn bagi pendidikan akhlak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui pokok bahasan yang terdapat dalam kitab Mau’idhah al
-Mukminīn.
2. Mengetahui bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam
kitab Mau’idhah al-Mukminīn.
3. Mengetahui implikasi model Pendidikan Akhlak kitab Mau’idhah al
-Mukminīn dalam kehidupan manusia sehari-hari.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kandungan kitab Mau’idhah
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis
bagi dunia pendidikan akhlak.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas
lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam. Diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan
pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis
kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefrensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya
(Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, bagi
Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai
sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau
jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan
kepadanya, baik maupun jelek kepadanya (Al-Jaza’iri, tt: 223).
Dengan demikian Nilai Pendidikan Akhlak adalah sesuatu yang
dianggap baik untuk diusahakan dalam membimbing dan mengarahkan
seseorang supaya mencapai suatu tingkah laku (akhlak) yang terpuji,
serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari.
2.Mau’idhah al-Mukminīn
Mau’idhah al-Mukminīn adalah kitab yang ditulis oleh
Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi hasil ringkasan dari kitab Ihya’
‘Ulumuddin karya Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad al-Ghazali Ath-thusi. Arti kitab ini
mempunyai pengertian bimbingan untuk mencapai tingkat mukmin.
Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai
mau’idhah (nasehat atau bimbingan) tentang usaha yang harus ditempuh
untuk mencapai derajat mukmin yang mengharapkan kebahagian di
dunia dan akhirat. Kitab ini terbagi dalam dua jilid. Pada jilid pertama
terdapat 18 bab pembahasan, dimulai dari kata pengantar, khutbah kitab,
kemudian dilanjutkan bab satu, dua, tiga sampai bab 18 yang di dalam
setiap babnya terdapat beberapa fasal dan diakhiri dengan fahrasat
dimulai dari bab 19 sampai pada bab 34 yang di dalam setiap babnya
terdiri dari beberapa fasal dan diakhiri dengan fahrasat (daftar isi).
3. Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi
Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi adalah pengarang kitab
Mau’idhah al-Mukminīn. Beliau merupakan ulama’ yang sangat
mencintai ilmu. Seorang ulama’ muhaddits dan mufassir terkenal yang
memiliki kegemaran berziarah ke berbagai situs peninggalan Islam,
berkunjung dari satu tempat menuju tempat lain untuk membagikan
ilmunya. Beliau tumbuh dalam didikan ayahandanya sehingga
memperoleh prinsip-prinsip dasar ilmu agama dari orangtuanya.
Muhammad Rasyid Ridha berkata tentang Syaikh Jamaluddin:
“Dia adalah orang alim dari Syam yang langka, pembaru ilmu-ilmu
keislaman, penghidup sunnah dengan ilmu dan amal dalam pengajaran
dan terpelajar, dalam karya dan termasuk dari lingkaran pertemuan antara
petunjuk salaf dan perkembangan yang dibutuhkan zaman. Ia seorang
ahli Fiqih, Mufassir, ahli Hadits, ahli Sastra, Seniman yang takwa dan
selalu kembali kepada Allah yang memiliki karangan melimpah dan
bahasan yang diterima” (Mahmud, 2006: 234).
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
bersumber dari pustaka (Hadi, 1990: 3). Dan yang dijadikan obyek kajian
adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan). Maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari
perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang
berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari tiga sumber:
a. Sumber Primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
permasalahan yang didapat yaitu: kitab Ihya’ ‘Ulumuddin.
b. Sumber Skunder, adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung
untuk memperjelas data primer. Yaitu kitab Mau’idhah al
-Mukminīn, terjemahan kitab Mau’idhah al-Mukminīn, Al-Qur’an dan
Hadits.
c. Sumber Tersier, dalam penelitian ini, data tersiernya penulis ambil
dari kitab-kitab, buku-buku, dan media elektronik seperti internet,
yang mendukung objek penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan tiga
metode, yaitu:
a. Metode Induktif
Metode induktif yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta
dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat
umum (Hadi, 1990:26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui
fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus kemudian ditarik
kesimpulan menjadi umum. Metode ini penulis gunakan untuk
menganalisis data tentang nilai-nilai pendidikan akhlak menurut
Jamaluddin al-Qāsimi, yang tertuang dalam kitab Mau’idhah al
-Mukminīn.
b. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen” (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung
dalam ulasan-ulsan kitab Mau’idhah al-Mukminīn dan kaiatanya
dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.
c. Metode Reflektif Thinking
Metode Reflektif thinking yaitu berfikir yang prosesnya
mondar-mandir antara yang empiri dengan yang abstrak. Empiri
yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak
yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi empiri pertama
yang dibangunnya (Muhadjir, 1991: 66-67). Metode ini digunakan
untuk melihat implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab
Mau’idhah al-Mukminīn dalam kehidupan sehari-hari.
4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode
Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran
awal dalam memahami skripsi ini.
Bab II: Sekilas tentang kitab Mau’idhah al-Mukminīn dan biografi
Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi.
BAB III: Konsep pemikiran Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi.
BAB IV: Pembahasan, menguraikan pokok bahasan, model
pendidikan akhlak dalam kitab Mau’idhah al-Mukminīn, implikasi dalam
kehidupan manusia sehari-hari serta kelebihan dan kekurangan kandungan
kitab Mau’idhah al-Mukminīn bagi pendidikan akhlak.
BAB II
BIOGRAFI
A. Sekilas Kitab Mau’idhah al-Mukminīn
1. Latar Belakang Kitab Mau’idhah al-Mukminīn
Mau’idhah al-Mukminīn adalah kitab yang mengupas sebagian
tema yang termuat dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, karya Hujjatul Islam
al-Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. Sebagaimana dikatakan
Syaikh Jamaluddin dalam muqaddimahnya, karya ini terlahir dari sebuah
kegundahan rekan sesama ulama terkemuka di Damaskus, di dalam
memberi pemahaman pengkajian kitab Ihya’ bagi kalangan awam, yang
memang menyukai tema-tema agama yang sederhana namun sulit
dimengerti. Al-Ihya’ seakan hanya dapat memberikan manfaat bagi
segelintir orang yang sudah mapan pengetahuan agamanya.
Walhasil, berangkat dari tujuan mulia ini, yakni membumikan
kitab Ihya’ bagi masyarakat, Syaikh Jamaluddin mulai meringkasnya
pada tahun 1323 H/1905 M. Beliau memilih tema-tema yang sederhana,
dengan mengikuti tertib pasalnya sebagaimana kitab aslinya, hingga
tersusun menjadi dua juz (jilid).
Nyatanya, kitab tersebut tidak hanya bertujuan untuk kemudahan
tersebut, bahkan juga menjadi bahan acuan materi para da’i, di dalam
salah satu sumbangsih terbesar yang terasa hingga kini dari pengabdian
keilmuan Syaikh Jamaluddin al-Qāsimi.
Pemberian nasihat secara merata kepada masyarakat umum serta
mengusahakan memberikan petunjuk kepada mereka secara menyeluruh
merupakan hal-hal yang sangat penting dan utama, khususnya golongan
umat yang istimewa, yakni para alim ulama, mubaligh dan sebagainya.
Karena golongan mereka inilah yang merupakan orang-orang
kepercayaan syariat, bahkan mereka pulalah yang menjadi cahaya lampu,
pelita-pelita ilmu pengetahuan serta penjaga pagar-pagarnya.
Orang-orang salaf terdahulu selalu menyampaikan apa saja yang
terkandung dalam dada mereka, yaitu segala sesuatu yang telah mereka
ketahui mengenai hal ihwal, zaman atau tempat mereka. Kemudian
setelah pembahasan-pembahasan tersebut meluas di kalangan Islam,
mulailah dihimpunkan berbagai petunjuk yang diterima langsung dari
Nabi SAW untuk diketengahkan kepada seluruh umat manusia.
Selanjutnya demi kekuasaan makin luas dan kemajuan makin besar,
maka mulailah percabangan, pengeluaran hukum dan
pengambilan-pengambilan secara beristinbat dalam segala bidang sesuai dengan
peluapan kesempurnaan yang ada. Dengan demikian, buku-buku dan
naskah-naskah dalam berbagai ilmu pengetahuan dapat terkumpul
bagaikan meluapnya air lautan, sehingga menjadi mudahlah pembahasan
secara besar-besaran bagi siapa saja yang ingin memetiknya. Bahkan
bahan penyiaran, juga sebagai tempat berlindung untuk mengetahui
hakikat-hakikat sari ilmu pengetahuan yang diselidiki. Akhirnya
beraneka ragamlah ciptaan-ciptaan serta susunan-susunan dalam setiap
jenis ilmu tersebut.
Oleh sebab bermacam-macamnya naskah yang sudah tersusun
sehingga pencari atau penuntut ilmu merasa bingung untuk memilih
mana yang tertinggi mutunya. Penyelidikan untuk meneliti mana yang
terbaik tersebut sampai-sampai menjadi tanda kecerdikan dan mengambil
mana yang paling bermanfaat lalu menjadi suatu bukti kepandaian dan
kemajun.
Memberi nasihat kepada golongan kaum awam, yaitu dengan cara
menunjukkan kepada mereka akan jauharnya agama islam, memberi
tahukan kebaikan-kebaikan agama serta kewajiban-kewajibannya,
sunnah serta haramnya, juga memerintahkan kepada mereka agar berbudi
luhur dan mulia, melarang mereka dari segala macam akhlak yang rendah
dan hina, agar dengan demikian mereka dapat menaiki tingkatan yang
akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan mereka merupakan suatu
hal yang penting dan utama untuk dilaksanakan, bahkan termasuk
sekokoh-kokoh kefardhuan yang harus dikerjakan, karena memang Allah
SWT memang sengaja memberikan kepada golongan para alim ulama
supaya mengajak kepada kebaikan, memerintahkan hal yang ma’ruf dan
melarang hal yang munkar, juga agar orang-orang yang menerima ajakan
mematuhi apa saja yang diperintah dan dilarang, mau memperhatikan apa
yang dijanjikan dan diancamkan, apa yang digembirakan dan apa yang
ditakut-takuti, maka wajiblah bagi setiap penyiar agama Allah SWT
supaya giat dalam usaha untuk menempuh jalan apa saja dalam menuju
kesempurnaan dakwahnya. Hal ini tentu memerlukan kecerdikan dan
kebijakannya. Oleh karena itu, mereka harus pandai-pandai memilih
karangan-karangan yang paling banyak manfaatnya juga harus meneliti
dari inti dan sari mana yang tertinggi mutu dan nilainya. Maka dari itu,
perlulah dicari dengan secermat-cermatnya, sebab belum tentu yang
paling banyak digunakan untuk bahan pengajaran dalam berbagai majlis
berupa kitab yang kokoh dasarnya atau memberikan banyak faidah
kepada masyarakat umum.
Suatu karangan yang berjudul sebagai peringatan-peringatan atau
nasihat-nasihat untuk masyarakat umum merupakan suatu naskah yang
amat tinggi nilainya. Tidak mungkin dapat dikerjakan melainkan oleh
seorang yang bijak, amat cerdik dan pandai.
Seorang juru pengingat, juru pemberi nasihat atau juru pemberi
petunjuk adalah seorang manusia yang amat tinggi kedudukannya. Dia
adalah seorang manusia yang benar-benar menjaga hukum-hukum dan
ketentuan-ketentuan Allah SWT, bekerja untuk menerangi akal pikiran,
mendidik jiwa, menjernihkan serta memberi kebudayaan hati nurani
dalam taraf yang tinggi, memberi cahaya otak, meluruskan i’tikaf dan
tutup yang menyelubungi faham-faham yang terkekang dan terbatas
karena daki-daki yang disebabkan oleh kebodohan dan pusaka-pusaka
berupa kesesatan semata.
Juru pengingat merupakan pewaris Nabi Muhammad SAW, yang
berdiri tegak atas dasar-dasar dan tujuan syari’at yang murni serta hikmat
yang tersirat di dalamnya, mengetahui letak masalah yang menjadi
perselisihan atau persesuaian antar ulama.
Selain itu, juru pengingat merupakan pendorong utama dalam
mengeluarkan seluruh umat manusia dari kegelapan kebodohan ke dalam
cahaya ilmu pengetahuan, membebaskan dari perbudakan serta belenggu
kekhurafatan dan kemewahan (kebimbangan).
Sepanjang yang diketahui oleh Syaikh Muhammad Jamaluddin
al-Qāsimi, bahwa dari sekian banyak karangan yang telah disusun
sebagai bahan pengingat untuk masyarakat umum, belum dapat beliau
peroleh, yang sekiranya dapat memenuhi syarat-syarat dengan sempurna,
dapat dimengerti benar-benar apa maksud dan tujuannya, dicapai yang
tersurat dan tersirat di dalamnya, mencukupi kebutuhan, memuaskan
karena kelengkapannya, terhindar dari segala macam persoalan yang
rumit, mudah diambil dan dipahami, sehingga setiap juru pengingat yang
memerlukan dapat meminta pertolongan dari padanya, setiap orang yang
menyelidiki dapat petunjuk dengan menelaahnya, bahkan beliau selalu
yang kira-kira dapat menenangkan hati, sehingga setelah beliau
mengadakan percobaan dalam beberapa tahun pengajaran dari setiap
kitab yang indah, kemudian beberapa tahun kemudian, beliau
berpendapat bahwa semanfaat-manfaatnya kitab yang dapat digunakan
untuk bahan pemberian nasihat dan pengingat-pengingat kepada seluruh
kaum muslimin dan mukminin adalah judul-judul yang dipilih dan
disaring dari sebuah kitab yang bernama Ihya’ Ulumuddin
(menghidup-hidupkan ilmu-ilmu agama), yaitu sebuah karya besar dari al-‘Allamah
al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali ath-Thusi ‘alaihir rahmah wa ridhwan.
Suatu ketika secara kebetulan sekali Syaikh Jamaluddin al-Qāsimi
bertukar pikiran dengan yang mulia dan bijaksana, yaitu Ustadz Syaikh
Muhammad ‘Abduh, seorang mufti Mesir. Beliau ingin sekali meminta
pendapat dari Syaikh Muhammad ‘Abduh perihal yang beliau
maksudkan, lalu dengan sangat menyesal al-Ustadz mengemukakan buah
pikirannya dan berkata: “Memang dalam urusan ini belum ada suatu
naskahpun yang sudah dikarang, tetapi menurut pendapat kami yang
terbaik adalah kitab Ihya’ Ulumuddin, namun harus dibuatkan sebagai
kesimpulan atau keringkasan terlebih dahulu.” Pendapat yang demikian
tersebut beliau anggap sebagai suatu yang amat kebetulan. Kemudian
beliau ingat pula bahwa ada seorang yang terkemuka di daerah Damsyik
yang memberikan sebuah pertimbangan kepada orang-orang yang
tersebut, sebab sebelumnya beliau mengajarkan bacaannya sehuruf demi
sehuruf, dengan meneliti benar-benar kaidah nahwu sharafnya, lalu dia
mengadu karena merasa sempit dadanya, harus mengadakan pembahasan
yang sukar dimengerti oleh orang-orang awam dan tidak dapat diambil
manfaatnya, kecuali oleh orang-orang khusus saja. Oleh sebab itu
dikemukakan pendapatnya agar dipilih saja beberapa fasal yang dianggap
sangat penting dan perlu dimaklumi oleh masyarakat umum (Rathomy,
1975: 12).
Dari beberapa peristiwa tersebutlah, kemudian Syaikh
Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi semakin mantap untuk membuat
sebuah kitab hasil ringkasan dari kitab Ihya’ Ulumuddin. Beliau
memulainya sejak tahun 1323 M yang kemudian diberi nama Mau’idhah
al-Mukminīn yang memiliki arti bimbingan untuk mencapai tingkat
mukmin.
2. Sistematika Penulisan Kitab Mau’idhah al-Mukminīn
Kitab Mau’idhah al-Mukminīn terdiri dari dua jilid yang terdiri
dari 34 bab pembahasan dan pada setiap babnya terdiri dari beberapa
fasal, yang dimulai dengan:
a. Khutbah kitab jilid pertama
b. Bab pertama. Pada bab ini membahas tentang ilmu pengetahuan
yang terdiri dari: keutamaan ilmu pengetahuan, keutamaan belajar,
c. Bab kedua. Pada bab ini membahas tentang akidah ahli sunnah wal
jama’ah tentang dua kalimah syahadat.
d. Bab ketiga. Pada bab ini menjelaskan tentang rahasia-rahasia
thaharah (bersuci) yang terdiri dari:
1) Menyucikan kotoran atau najis, alat penyucian dan cara
menyucikan.
2) Menyucikan hadats, adab kesopanan membuang hajat, cara
beristinjak, cara berwudhu, yang makruh dalam berwudhu,
anggapan terhadap thaharah, cara mandi dan cara tayamum.
3) Kebersihan, membersihkan kotoran yang tidak najis, kotoran
yang menempel, adab kesopanan di tempat mandi, kotoran yang
tumbuh di badan.
e. Bab keempat. Pada bab ini menjelaskan tentang rahasia-rahasia
shalat dan keutamaannya, yang terdiri dari: keutamaan adzan,
keutamaan shalat-shalat yang diwajibkan, keutamaan
menyempurnakan rukun-rukun shalat, keutamaan berjamaah,
keutamaan sujud, kewajiban khusyu’, keutamaan masjid dan tempat
shalat, perilaku shalat yang lahiriah, bacaan do’a iftitah, alfatihah
dan surat-surat lain, ruku’, sujud, tasyahud, berbagai larangan dalam
shalat, fardhu dan sunnah shalat, syarat-syarat bathiniah (khusyu’
dan kehadiran hati), sikap bathiniah yang menjadi keistimewaan
kehidupan shalat, cara memelihara kehadiran hati di waktu shalat,
atau syarat shalat, imam, keutamaan jum’at dan adab-adabnya, aneka
masalah yang perlu diketahui, ibadat-ibadat sunnah, waktu-waktu
yang dimakruhkan untuk shalat, mengqadha shalat-shalat sunnah.
f. Bab kelima. Pada bab ini menjelaskan tentang rahasia-rahasia zakat
yang meliputi: penunaian zakat dan syarat-syaratnya, rahasia zakat
sebagai salah satu sendi islam, kewajiban orang-orang yang
berzakat, pengeluaran zakat dan orang-orang yang berhak
menerimanya, tugas-tugas penerima zakat, keutamaan tata cara
menerima dan memberikannya sedekah sunnah, sedekah tanpa
diketahui orang.
g. Bab keenam. Pada bab ini menjelaskan tentang rahasia-rahasia puasa
yang meliputi: kewajiban-kewajiban puasa yang lahiriah, hal-hal
yang wajib dilakukan karena rusaknya puasa, hal-hal yang sunnah
dilakukan dalam puasa, macam-macam puasa dan tingkatannya,
rahasia puasa dan syarat bathiniah, puasa sunnah.
h. Bab ketujuh. Pada bab ini menjelaskan tentang rahasia berhaji yang
meliputi: keutamaan berhaji, keutamaan Baitullah, Makkah,
Madinah dan menyiapkan keberangkatan ke masjid-masjid,
syarat-syarat wajibnya haji, syahnya rukun-rukun haji,
kewajiban-kewajiban serta larangan-larangannya, urutan perilaku lahiriah sejak
berangkat hingga kembalinya, perjalanan haji, tata cara ihram dari
Miqat sampai masuk kota Makkah, tata cara waktu memasuki
sebelumnya, berbagai amalan haji lainnya, sifat ‘umrah dan hal-hal
sesudah itu hingga thawaf wada’, berziarah ke Madinah dan tata
caranya, berbagai sunnah sekembali dari bepergian, tata kesopanan
amalan bathiniah, ajaran yang dapat diambil dari ibadah haji.
i. Bab kedelapan. Pada bab ini menjelaskan tentang tata kesopanan
membaca al-Qur’an yang meliputi: keutamaan al-Qur’an dan
pembacanya serta celaan bagi orang yang melalaikan membacanya,
tata cara lahiriah membaca al-Qur’an, amalan bathiniah dalam
membaca al-Qur’an.
j. Bab kesembilan. Pada bab ini menjelaskan tentang dzikir dan do’a
yang meliputi: keutamaan dzikir, keutamaan majlis dzikir,
keutamaan tahlil, keutamaan bertasbih, bertahmid dan dzikir lainnya,
rahasia keutamaan dzikir, keutamaan berdo’a, tata cara memanjatkan
do’a, keutamaan membaca shalawat Nabi SAW, keutamaan
beristighfar (mohon ampun), tata kesopanan tidur, wirid-wirid bagi
orang-orang yang waktunya melulu digunakan untuk beribadat,
keutamaan bangun shalat malam, sebab-sebab yang memudahkan
untuk bangun malam, kenikmatan bermunajat dari segi akal dan
naqal, petunjuk dalam penggunaan waktu malam.
k. Bab ke 10. Pada bab ini menjelaskan tentang tata kesopanan makan,
mengundang makan dan menghormat tamu yang meliputi: hal-hal
yang harus diperhatikan oleh seseorang yang makan, adab sebelum
kesopanan makan bersama, keutamaan menghidangkan makanan
pada tamu dan tata caranya, beberapa persoalan, undangan dan
jamuan, keutamaan memberi jamuan, aneka ragam adab kesopanan.
l. Bab ke 11. Pada bab ini menjelaskan tentang tata kesopanan
pernikahan yang meliputi: anjuran melakukan pernikahan, hal-hal
yang harus diperhatikan dalam memilih jodoh, kewajiban wali
wanita, pergaulan suami istri, kewajiban suami, hak-hak suami atas
istrinya, kewajiban orang tua terhadab putrinya.
m. Bab ke 12. Pada bab ini menjelaskan tentang tata kesopanan mencari
kasab dan biaya hidup yang meliputi: keutamaan bekerja dan anjuran
melaksanakannya, melaksanakan keadilan dalam bermu’amalat dan
menjauhi penganiayaan, berlaku baik dalam mu’amalat, sikap dan
perhatian pedagang pada agamanya.
n. Bab ke 13. Pada bab ini menjelaskan tentang halal dan haram yang
meliputi: keutamaan halal dan celanya haram, macam-macam benda
halal dan penggolongannya, tingkat halal dan haram, tingkat
syubhat, suatu peringatan, berbagai pembahasan dan penelitian
tentang halal dan haram, bagaimanakah seseorang dapat bertaubat
dari hasil-hasil keuangan penganiayaan.
o. Bab ke 14. Pada bab ini menjelaskan tentang tata kesopanan hidup
rukun dan bergaul yang meliputi: keutamaan hidup rukun dan
persaudaraan, cinta karena Allah SWT, kupasan kebencian karena
hak-hak persaudaraan dan persahabatan, tata kesopanan bergaul dengan
seluruh lapisan masyarakat, hak-hak orang islam, keluarga dan
tetangganya, hak-hak orang islam , hak-hak tetangga, hak-hak kaum
kerabat dan keluarga, hak-hak kedua orang tua dan anak.
p. Bab ke 15. Pada bab ini menjelaskan tentang ‘uzlah (menyendiri)
dan mukhalatah (bergaul).
q. Bab ke 16. Pada bab ini menjelaskan tentang tata kesopanan
bepergian yang meliputi: tata kesopanan musafir dan rukhsah
(keringanan hukum) yang perlu dipelajari oleh musafir.
r. Bab ke 17. Pada bab ini menjelaskan tentang amar ma’ruf nahi
munkar yang meliputi: kewajiban beramar ma’ruf, keutamaannya
serta celaannya apabila dilalaikan, syarat-syarat untuk nahi munkar,
tingkat-tingkat nahi munkar, tata kesopanan beramar ma’ruf dan
nahi munkar, kemunkaran yang berlaku dalam kehidupan
sehari-hari.
s. Bab ke 18. Pada bab ini menjelaskan tentang adab kenabian dan
akhlak rasulullah Muhammad SAW yang meliputi: pendidikan Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan al-Qur’an, berbagai
keluhuran akhlak Rasulullah SAW, akhlak dan adab Rasulullah
SAW, percakapan dan ketawa Rasulullah SAW, akhlak Rasulullah
SAW waktu makan, akhlak Rasulullah SAW dalam berpakaian, sifat
pemaaf Rasulullah SAW, kehalusan perangai Rasulullah SAW,
tawadhu’nya Rasulullah SAW, keadaan tubuh Rasulullah SAW yang
mulia, berbagai mukjizat Rasulullah SAW.
t. Khutbah kitab jilid kedua
u. Bab ke 19. Pada bab ini menjelaskan tentang latihan mental,
pendidikan akhlak dan pengobatan penyakit hati yang meliputi:
keutamaan budi pekerti yang baik dan celanya budi pekerti yang
jelek, pendapat kaum salaf tentang budi pekerti yang baik, peranan
latihan dalam pembinaan akhlak, dorongan untuk mencapai budi
pekerti yang baik, jalan yang ditempuh bagi pendidikan akhlak,
usaha untuk mengetahui cela diri sendiri, ciri-ciri budi pekerti yang
baik, pembinaan akhlak anak-anak.
v. Bab ke 20. Pada bab ini menjelaskan tentang bahaya lisan yang
berisi uraian tentang afat-afat lisan, seperti: berkata yang tidak
berguna, berlebih-lebihan dalam berkata, bercakap-cakap dalam
kebathilan, berbantah dan bertengkar lidah, permusuhan,
membuat-buat keindahan kata-kata, berkata kotor memaki-maki serta ucapan
yang rendah, melaknat, bernyanyi dan bersajak (bersyair), bersenda
gurau, penghinaan dan ejekan, menyiar-nyiarkan rahasia, janji dusta,
berdusta dalam kata dan sumpah, ghibah (mengumpat), mengadu
domba, ucapan orang yang bermuka dua, memuji,
kesalahan-kesalahan dalam pembicaraan yang pelik-pelik, berbagai masalah
w. Bab ke 21. Pada bab ini menjelaskan tentang celanya marah, dendam
dan hasud (dengki) yang meliputi: celanya marah, tingkatan manusia
dalam hal marah, peranan latihan dalam menghilangkan marah,
sebab-sebab yang menimbulkan kemarahan, usaha menurunkan
kemarahan yang meluap-luap, keutamaan menahan kemarahan,
keutamaan bersikap sabar, membalas ucapan umpatan, dendam dan
natijahnya, keutamaan memaafkan dan berbuat kebaikan, keutamaan
bersikap lemah lembut, cela dengki (iri hati atau hasud), hakikat dan
hukum hasud, sebab-sebab timbulnya kedengkian, usaha
menghilangkan penyakit dengki dari dalam hati.
x. Bab ke 22. Pada bab ini menjelaskan tentang celanya dunia yang
meliputi: dunia yang tercela dan hakekat dunia.
y. Bab ke 23. Pada bab ini menjelaskan tentang celanya kikir dan harta
yang meliputi: celanya harta dan kecenderungan mencintai harta,
kebaikan harta dan usaha menguasainya, jenis harta dan faedahnya,
celanya loba dan tamak, keutamaan kedermawanan, celanya kikir,
mengalahkan diri sendiri dan keutamaannya, batas dermawan dan
kikir serta hakikat kedu sifat tersebut, mengobati kekikiran.
z. Bab ke 24. Pada bab ini menjelaskan tentang celanya pangkat dan
ria’ (pamer) yang meliputi: batas kepangkatan yang dibolehkan,
sebab-sebab senang dipuji dan benci dicela, mengobati cinta
pangkat, mengobati penyakit gemar dipuji, mengobati benci dicela,
ria’, hukum ria’, tingkatan ria’, tujuan berbuat ria’, ria’ yang samar,
hubungan ria’ dengan amal kebaikan, mengobati ria’,
memperlihatkan ketaatan atau peribadatan, memperlihatkan amal
kebaikan, mempercakapkan amalan setelah selesai, meninggalkan
ketaatan karena ria’, hal-hal yang perlu diketahui dalam melakukan
kebaikan, orang yang melakukan ‘uzlah (menyendiri).
aa. Bab ke 25. Pada bab ini menjelaskan tentang celanya takabbur dan
bangga akan diri yang meliputi: hakikat takabbur dan bahayanya,
hal-hal yang dapat dijadikan kesombongan, akhlak orang tawadhu’,
mengobati sikap takabbur dan berusaha untuk tawadhu’, amalan
sebagai imtihan (latihan), peranan latihan dalam tawadhu’, celanya
‘ujub, bahaya ‘ujub, pengobatan ‘ujub, hal yang dapat menimbulkan
‘ujub dan usaha pengobatannya.
bb. Bab ke 26. Pada bab ini menjelaskan tentang celanya tertipu
(ghurur) yang meliputi: hakekat dan celanya ghurur, bentuk ghurur
yang terhebat, kekeliruan dalam memberi pengertian harapan dan
tertipu, letaknya harapan yang benar dan terpuji, macam-macam
orang yang tertipu, penggolongan ahli ibadat yang tertipu,
penggolongan orang tasawuf yang tertipu, para pemilik harta yang
tertipu, menjaga hati agar jangan tertipu.
cc. Bab ke 27. Pada bab ini menjelaskan tentang attaubah (taubat) yang
meliputi: hakikat taubat, kewajiban taubat dan keutamaannya,
pasti diterima, dosa yang perlu ditaubati, penggolongan dosa kecil
dan besar, dosa kkecil yang dapat menjadi dosa besar, syarat-syarat
kesempurnaan dan kelangsungan taubat, bertaubat dari dosa yang
berhubungan dengan orang lain, penggolongan manusia menurut
kelangsungan taubatnya, yang harus dilakukan oleh orang yang
bertaubat setelah berbuat dosa, usaha menyembuhkan kelangsungan
berbuat maksiat.
dd. Bab ke 28. Pada bab ini menjelaskan tentang sabar dan syukur yang
meliputi: keutamaan sabar, hakikat sabar dan bagiannya, tempat
yang memerlukan kesabaran, usaha untuk bersabar, keutamaan
syukur, hakikat syukur, bersyukur karena Allah, batas mensyukuri
dan kufur ni’mat, sebab yang membelokkan syukur, hal yang
memerlukan sabar dan syukur.
ee. Bab ke 29. Pada bab ini menjelaskan tentang harapan dan ketakutan
yang meliputi: hakikat pengharapan, hakikat ketakutan (khauf),
usaha memperoleh rasa takut.
ff. Bab ke 30. Pada bab ini menjelaskan tentang kefakiran dan
kezuhudan yang meliputi: keutamaan kefakiran, tata kesopanan
orang fakir dalam kefakirannya, tata kesopanan orang fakir dalam
menerima pemberian yang datang tanpa diminta, hukum dan tata
kesopanan orang meminta, keutamaan zuhud dan hakikatnya.
gg. Bab ke 31. Pada bab ini menjelaskan tentang niat, ikhlas dan benar
berhubungan dengan niat, keutamaan ikhlas dan hakikatnya,
keutamaan berlaku benar dan tingkatannya.
hh. Bab ke 32. Pada bab ini menjelaskan tentang muhasabah (membuat
perhitungan) dan muraqabah (mengadakan penelitian) yang
meliputi: keharusan muhasabah (membuat perhitungan), syarat
kebersihan diri, keutamaan muraqabah (mengadakan penelitian),
hakikat muraqabah, mengevaluasi diri setelah beramal,
memperolok-olok serta mencerca diri sendiri.
ii. Bab ke 33. Pada bab ini menjelaskan tentang berfikir yang meliputi:
keutamaan berfikir, yang perlu difikirkan, cara memikirkan makhluk
Allah SWT, tanda-tanda kekuasaan Allah SWT dalam tubuh
manusia, tanda kekuasaan Allah SWT dalam bumi,
tanda-tanda kekuasaan manusia dalam tubuh binatang, tanda-tanda-tanda-tanda
kekuasaan Allah SWT dalam lautan, tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT dalam udara, tanda-tanda kekuasaan Allah SWT dalam langit.
jj. Bab ke 34. Pada bab ini menjelaskan tentang mengingat kematian
yang terjadi sesudah itu yang meliputi: keutamaan mengingat
kematian, keutamaan berangan-angan pendek, menyegerakan
beramal dan bahaya menangguhkannya, sakaratul maut dan teladan
yang diambil dari jenazah serta ziarah kubur, kematian anak,
memikirkan alam barzah dan kesengsaraan di hari kiamat, sifat
kesengsaraan yang dialami di neraka jahannam, keadaan surga dan
berbagai kenikmatannya.
kk. Penutup kitab
B. Biografi Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi
1. Riwayat Hidup Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi
Nama lengkap beliau adalah Jamal ad-Din bin asy-Syaikh
Muhammad Sa’id ad-Dimasyqi bin asy-Syaikh Muhammad Qāsim
al-Hallaq asy-Syafi’i al-Atsari. Ada juga yang menyebutnya dengan Jamal
ad-din bin Muhammad Sa’id bin Qāsimi al-Hallaq al-Qāsimi. Jamaluddin
al-Qāsimi hidup pada paruh kedua abad ke-19 M dan awal abad ke-20 M,
yang digambarkan sebagai masa-masa yang berat dalam kehidupan era
kemunduran. Beliau lahir pada waktu dhuha, tepatnya pada hari senin 08
jumadal ula tahun 1283 H/1866 M di sebuah desa kecil, Qāsimi, Syam
(Suriah). Beliau meninggal pada sore hari sabtu 23 jumadal ula tahun
1332 H /18 april 1914 M dalam usia 48 tahun (Ghofur, 2008:158).
Syaikh Jamaluddin biasa dipanggil dengan sebutan al-Qāsimi.
Beliau tumbuh di tengah keluarga yang dikenal takwa dan berilmu. Ayah
beliau adalah seorang ahli fiqih dan juga seorang sastrawan bernama Abu
‘Abdillah Muhammad Sa’id Abi al-Khair. Ayahnya mewarisi
perpustakaan yang berisi banyak literatur keilmuan dari kakeknya. Dan
ayahnyalah yang mewariskan dan mengalirkan berbagai ilmu kepada
al-Qāsimi langsung dari sumbernya, yaitu buku-buku. Perlu diketahui,
tafsir, hadits, fiqih, bahasa, tasawuf, sastra, sejarah ushul fiqih, sosial
kemasyarakatan, olah raga, hukum, perbandingan, filsafat, dan
perbandingan agama (al-Majid, 1997:35-36).
Karena fasilitas tersebut, al-Qāsimi menjadi seorang yang
mengkaji karya-karya para ahli hadits, ushul fiqih, tasawuf, ilmu kalam,
sastra, baik yang klasik maupun kontemporer. Tidak mengherankan jika
beliau menjadi seorang ilmuan yang mumpuni dalam segala cabang ilmu
pengetahuan. Al-Qāsimi dianugrahi kecerdasan yang luar biasa. Karena
itu, amat wajar jika beliau piawai dalam berbagai keilmuan.
Walaupun beliau lebih banyak belajar secara autodidak lewat
buku-buku yang ada di perpustakaan ayahnya, beliau juga tidak bisa
melepaskan diri dari pengaruh ilmuan lain yang dianggap sebagai
gurunya. Muhammad ‘Abduh merupakan salah satu ulama yang banyak
mempengaruhi perkembangan intelektual beliau. Sejak perkenalan beliau
dengan Muhammad ‘Abduh pada tahun 1904, beliau mengganti gaya
bahasa sajak yang sejak lama digelutinya dengan gaya bahasa prosa
dalam banyak karya tulisnya (al-Majid, 1997:35-36).
Kemudian al-Qāsimi menjadi seorang pakar dari berbagai cabang
ilmu pengetahuan dan seni di Syam. Beliau selalu disibukkan dan sangat
peduli terhadap pendidikan. Beliau juga termasuk orang yang anti taklid
dan menyerukan dibukanya pintu ijtihad. Pemerintah pernah
mengadakan perjalanan intelektual ke negara Suriah. Sehingga kemudian
beliau melanjtkan perjalanan ke Mesir dan menuju Madinah.
Ketika Syaikh Jamaluddin kembali dari perjalanannya, beliau
dituduh oleh orang-orang yang iri kepadanya dengan tuduhan mendirikan
madzhab agama yang baru, yang diberi nama madzhab al-jamalī. Maka,
pada tahun 1313 H beliau ditangkap oleh pemerintah kemudian
diinterogasi. Akan tetapi, akhirnya beliau dibebaskan kembali. Setelah
peristiwa penangkapan tersebut, al-Qāsimi menetap di Damaskus. Beliau
berdiam diri di rumahnya dan mengkonsentrasikan diri untuk mengarang
berbagai kitab dan mencurahkan perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan
sampai akhir hayatnya.
2. Pendidikan dan Perjuangan Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qāsimi
Dalam hal pendidikan, berbagai lembaga pendidikan islam
banyak yang ditutup dan hilang digerus zaman sehingga tampak
kebodohan dan buta huruf melanda kaum muslimin. Bahkan, hampir saja
orang yang mau belajar membaca jumlahnya tidak lebih dari hitungan
jari. Begitulah kondisi masyarakat ketika Syaikh Jamaluddin hidup.
Zafir al-Qāsimi yakni putra Syaikh Jamaluddin menyebutkan,
Sang ayah hidup pada masa penuh kedhaliman dan orang-orang dhalim
untuk bangkit dari penjajahan Barat sulit diekspresikan, undang-undang
negara terikat kolonialisme dan mengikat rakyat.
Pendidikan dasar keagamaan diperoleh dari ayahnya. Ketika
beranjak dewasa, barulah beliau berguru kepada sejumlah ulama
terkemuka pada masanya, seperti Syaikh al-Bakri al-Authar dan Syaikh
‘Abdur Raziq al-bithar (Ghofur, 2008: 156).
Syaikh Jamaluddin tumbuh dalam keluarga yang mengutamakan
ilmu dan kemuliaan ilmu. Mulanya beliau belajar mengaji kepada
ayahnya, Syaikh Muhammad Sa’id, ulama yang dikenal sebagai ahli fiqih
dan sastra. Kepada ayahnya, Jamaluddin muda memperoleh ilmu yang
banyak. Kemudian beliau menimba ilmu kepada sekian guru. Beliau
belajar al-Qur’an kepada Syaikh ‘Abdurrahman al-Mishri, serta menulis
dan menekuni kaligrafi kepada Syaikh Mahmud al-Qushi. Selanjutnya
beliau mendalami ilmu tauhid dan ilmu bahasa kepada Syaikh Rasyid
Quzaiha, yang termasyhur dengan panggilan “Syaikh Ibnu Sinan”. Untuk
memperbagus bacaan al-Qur’annya, beliau belajar kepada guru besar
qurra` (para qari, pelantun bacaan al-Qur’an) negeri Syam, Syaikh
Ahmad al-Halwani. Kepada Syaikh Salim al-‘Aththar, beliau mengkaji
berbagai kitab besar, seperti Syarh Syudzur adz-Dzahab, Syarh Ibn Aqil,
Jam’u al-Jawami’, Tafsir al-Baidhawi, Shahih Bukhari,
al-Muwaththa`, Mashabih as-Sunnah, hingga memperoleh semua ijazah
ilmu dan kitab atas garis sanad gurunya pada tahun 1301 H/1884 M,
Ketika ayahnya wafat pada tahun 1898 M, saat beliau berusia 32
tahun dan mengajar di Universitas Sinan, pihak rektorat memintanya
untuk menggantikan kedudukan ayahnya di Universitas tersebut.
Beliaupun menerimanya. Universitas ini kemudian menjadi tempatnya
menunjukkan kapasitas dan kualitas keulamaannya di kemudian hari.
Satu diantaranya adalah aktivitas menulis yang ditempuhinya selama 12
tahun. Maka terlahirlah karya-karya besar, diantaranya kitab Mau’idhah
al-Mukminīn.
Syaikh Jamaluddin adalah seorang imam dan pendakwah bagi
penduduk Syam. Sebagaimana telah disebutkan, sejak belia beliau
mengajar di berbagai pelosok negeri Syam atas ijin pemerintah, sebelum
akhirnya memilih melakukan rihlah (perjalanan) ilmiah ke Mesir,
Palestina, Makkah, dan Madinah. Beliau merupakan seseorang yang suka
berziarah dan melakukan rihlah ilmiah. Beliau berkunjung ke Mesir,
berziarah ke berbagai situs peninggalan masa islam, memberikan kuliah
umum di al-Azhar asy-Syarif, dan melakukan diskusi dengan para ulama
reformasi Mesir, seperti Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Ridha. Begitu
juga beliau melakukan muhibah ilmiah ke Baitul Maqdis, Makkah, dan
Madinah.
Sebab berhentinya mengajar konon lantaran tuduhan yang
ditimpakan kepadanya, yakni ingin mendirikan madzhab baru dalam
agama yang dinisbatkan kepada namanya. Madzhab Jamalī. Pemerintah
akan tetapi pada kenyataannya tuduhan tersebut tidak terbukti sama
sekali.
Selama masa penyegelan aktivitas mengajar tersebut, Syaikh
Jamaluddin tidak patah arang. Beliau menyibukkan dirinya dalam
menulis. Beliau tetap mengajar murid-murid serta masyarakat umum.
Kekangan dakwah dan ta’lim yang dihadapinya tersebut justru
membuatnya semakin kreatif dan produktif menulis. Tak kurang dari 73
penulisan buah buku diselesaikannya dalam tempo singkat. Bahkan ada
yang melansir bahwa karyanya mencapai ratusan buku. Belum lagi
profesinya sebagai kolumnis keagamaan di berbagai majalah dan harian,
yang banyak mengungkap buah pikirannya. Sehingga seorang intelektual
Lebanon bernama George Affandi Haddad memujinya dengan sebuah
syair duka cita saat Syaikh Jamaluddin wafat:
Tidurlah dengan nyenyak
Wahai Jamaluddin
Sesungguhnya zaman
Menanggung apa yang menimpamu
Kelak pastilah
Para generasi penerus akan tahu
Jika generasi yang kini
Tidak tahu kapasitasmu
Riwayat hidup al-Qāsimi tidak pernah sepi dari pengembaraan
menuntut ilmu. Sejumlah kota besar seperti Mesir, Madinah dan
Damaskus pernah disambanginya dalam rangka memuaskan dahaga
pengetahuan. Di usia tuanya, ia lebih sering menghabiskan waktu di
rumah untuk mengarang dan mengoper ilmu kepada murid-muridnya
hingga akhir hayat. Beliau wafat pada sore hari Sabtu 23 Jumadal Ula
1332 H/18 April 1914 M dalam usia 48 tahun. Singkatnya batas usia
kehidupan Syaikh Jamaluddin bertolak belakang dengan pencapaian
keilmuannya. Karyanya jauh melampaui usia. Umur boleh pendek, tapi
karya dan aktivitasnya berjejer panjang (Ghofur, 2008: 157).
3. Karya-karya SyaikhMuhammad Jamaluddin al-Qāsimi
Syaikh al-Qāsimi adalah seseorang yang ahli dalam bidang tafsir,
ilmu-ilmu keislaman, dan seni. Selain itu beliau juga menghasilkan
beberapa karya dibidang lain. Seperti tauhid, hadits, akhlak, tarikh, dan
ilmu kalam. Selain menulis beberapa buah kitab, al-Qāsimi juga
mempublikasikan buah pikirannya di majalah-majalah dan suhuf-suhuf.
Total karyanya berjumlah 72 kitab (Nawaihadl,1986:128).
Karya terawal ditulisnya pada tahun 1299 H/ 1882 M, pada saat
orisinilnya dari hasil menelaah tema-tema adab, akhlak, sejarah, syair
dan sebagainya.
Intelektualitas Syaikh Jamaluddin yang begitu cemerlang tampak
pada sejumlah karyanya. Beliau menulis berbagai permasalahan agama.
Hal tersebut menandakan keluasannya dalam ilmu pengetahuan. Diantara
karya-karya beliau diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Al-Ajwibah Gahaliyah fil Mustadililin bi Tsubut sunnah
al-Maghrib al-Qabliyah
b. Irsyad al-Khalq
c. Al-Isra’ wa al-Mi’raj
d. ‘Awamir Muhimmah fi Islah al-Qadha asy-Syar’iyy
e. Faslu al-Kalām fi Haqiqat audi Ruh ilal Mayyit hina al-Kalām
f. Al-Bahtsu fi Jami’i al-Qirā’ati al-Utari ‘alaiha
g. Dalail al-Tauhid
h. Mau’idhah al-Mukminīn
i. Qawaid al-Tahdits fi Funun Mutstalah al-Hadits
j. Madzāhib al-A’rab wa falāsifah al-Islām fī al-Jin
k. Jawami’ al-Adab fi Akhlak al-Anjab
l. Ta’thir al-Masyaam fī Mātsari Dimasyqi al-Syām
m. Syarāf al-Asbath
n. Tarjamah al-Imām al-Bukhārii
o. Mahasin al-Ta’wīl fī Tafsīr al-Qur’an al-Karīm
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH MUHAMMAD JAMALUDDIN
AL-QĀSIMI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB MAU’IDHAH AL-MUKMINĪN
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan
Dalam buku kapita selekta pendidikan Islam, bahwa untuk
memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat
dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan
pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis (Nata, 2003:210).
Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah
pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk
memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada
pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis,
maupun historis filosofik (Nata, 2003:210).
Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan
pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi
yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara
optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi
nilai-nilai utama (Nata, 2003:211).
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN, bab
mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan atau latihan, bagi perannya di masa yang akan datang” (Nata,
2003:211).
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan
tidak hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari
posisinya sebagai khalifah Allah fī al-ardhi, yang pada gilirannya akan
semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa,
beriman, berilmu dan beramal saleh (TPIP FIP-UPI, 2007: ix).
Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu
dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa
berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan
ilmu yang manfaat bagi negaranya (Al-Ghulayaini, 2009: 69).
Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi
landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan
meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu
sendiri (Al-Ghulayaini, 2009: 69).
Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib,
sebagaimana dikatakan imam Ghazali bahwa, mendidik anak adalah
suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah
bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang
paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa