• Tidak ada hasil yang ditemukan

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp ,00;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp ,00;"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-68824/PP/M.XIA/17/2016

Jenis Pajak : PPnBM Tahun Pajak : 2008

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp8.988.000,00;

Menurut Terbanding : bahwa Terbanding melakukan koreksi DPP PPnBM sebesar Rp8.988.000,00 dengan alasan bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Terbanding melakukan penelitian terhadap invoice Pemohon Banding dan sudah memisah-misahkan atau membagi satu set furniture menjadi satu unit furniture, apabila hasil bagi melebihi Rp2.000.000,00 maka Terbanding kenakan PPnBM tetapi apabila di bawah Rp2.000.000,00 maka Terbanding tidak kenakan PPnBM;

Menurut Pemohon : bahwa Koreksi Terbanding atas DPP PPnBM tidak seluruhnya benar karena tidak semua barang yang dijual Pemohon Banding yang menjadi DPP PPnBM tersebut, harganya di atas Rp2.000.000,00. Jenis Usaha Pemohon Banding adalah furniture sehingga terjadi ketidaksepahaman pengertian “unit/set” furniture antara Pemohon Banding dan Terbanding;

Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut :

1. bahwa menurut Majelis, Terbanding melakukan koreksi berupa DPP atas PPn BM sebesar

Rp8.988.000,00dengan mendasarkan pada:

1) Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Undang-Undang PPN) yang menyatakan : “Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dan bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.”;

2) Pasal 5 Undang-Undang PPN yang menyatakan:

“Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;

b. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.

c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.”;

3) Pasal 8 Undang-Undang PPN yang menyatakan:

(1) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

(2) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dengan Keputusah Menteri Keuangan.”;

4) Pasal10 Undang-Undang PPN yang menyatakan:

(1) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan Dasar Pengenaan Pajak.

(2) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut berdasarkan undang-undang ini.

(3) Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar pada waktu perolehan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut.;

5) Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN yang menyatakan:

“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

(2)

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut; f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.;

6) Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang menyatakan:

“Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 40% (empat puluh persen), adalah

a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol;

b. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari kulit atau kulit tiruan. c. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari sutera;

d. Kelompok barang kaca dari kristal timah hitam dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;

e. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;

f. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebut dalam ayat (3), kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;

g. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;

h. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;

i. Kelompok perlengkapan untuk permainan dalam ruangan, di atas meja dan dalam taman hiburan untuk orang dewasa dan kanak-kanak; dan

j. Kelompok pesawat penerima siaran televisi selain yang disebut dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3);

k. Kelompok jenis alas kaki;

l. Kelompok alat makan, alat dapur, barang rumah tangga lainnya, dan barang rias; m. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;

n. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik; o. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu, selain batu jalan

dan batu tepi jalan.;

7) Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2007 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menyatakan:

Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen) adalah barang-barang sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.

No. j.1 Tempat duduk, dapat diubah menjadi tempat tidur maupun tidak, dengan nilai impor atau harga jual Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan:

- Tempat duduk dari jenis yang digunakan untuk kendaraan bermotor - Tempat duduk berputar yang dapat diatur tingginya

- Tempat duduk selain dari tempat duduk taman atau perlengkapan perkemahan, dapat diubah menjadi tempat tidur

- Tempat duduk dari tanaman beruas, osier, bambu atau bahan semacam itu: · dari Rotan

· lain-lain

- Tempat duduk lainnya, dengan rangka kayu · diberi lapisan penutup, dirakit

· lain-lain, dirakit

- Tempat duduk lainnya, dengan rangka logam · diberi lapisan penutup

· lain-lain

- Tempat duduk lainnya · baby walkers · lain-lain

No. j.2 Perabotan lainnya dengan nilai impor atau harga jual Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan :

- Perabotan dari logam dari jenis yang digunakan di kantor - Perabotan logam lainnya

- Perabotan kayu dari jenis yang digunakan di kantor, dirakit - Perabotan kayu dari jenis yang digunakan di dapur, dirakit - Perabotan kayu dari jenis yang digunakan di kamar tidur

· perangkat kamar tidur, dirakit · lain-lain, dirakit

(3)

· perangkat ruang makan dan ruang keluarga, dirakit · lain-lain dirakit

- Perabotan dari plastik

· perabotan dari jenis yang digunakan di kantor · lain-lain

- Perabotan dari bahan lainnya, termasuk tanaman beruas, osier, bambu atau bahan semacam itu :

· perangkat kamartidur, ruang makan atau ruang keluarga dari rotan · perangkat kamar, tidur, ruang makan atau ruang keluarga dad bahan lain · dari jenis yang digunakan di taman, kebun atau ruang depan

§ dari batu monumen atau batu bangunan yang dikerjakan § dari segmen, dari beton, atau batu tiruan

§ dari asbes-semen, dari serat semen setulosa atau sejenisnya § dari keramik

§ lain-lain;

2. bahwa menurut Majelis, Terbanding melakukan koreksi atas DPP PPn BM berdasarkan LPP Halaman 14 dan 15, koreksi DPP PPn BM untuk masa Januari s.d Desember 2008 adalah sebesar Rp3.719.394.471,00 yang termasuk dalam jumlah penyerahan BKP Lokal (dalam negeri) yang PPN belum dilaporkan untuk Masa Januari s.d. Desember 2008 sebesar Rp5.316.421.751,00 (di dalam penyerahan lokal di dalamnya terdapat penyerahan yang menjadi obyek PPn BM). Atas jumlah tersebut memenuhi kriteria sebagai penyerahan yang dikenakan PPn BM sesuai ketentuan dimaksud Pasal 1 ayat (4) huruf m Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 yaitu sebagai Kelompok Barang-Barang Perabot Rumah Tangga dan Kantor dan memenuhi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2007 yaitu memenuhi BKP PPn BM dan memenuhi harga per satuan/unit lebih dari Rp2.000.000,00, sehingga dilakukan koreksi oleh Terbanding dengan mengenakan tarif sebesar 40%;

bahwa Terbanding telah melakukan pemilahan Penyerahan yang dikenakan PPn BM dari seluruh penyerahan barang lokal yang menjadi koreksi dengan cara membagi harga jual barang dengan jumlah unit barangnya untuk menentukan harga barang per unitnya, sehingga atas penyerahan yang harga per unit sebesar Rp2 juta atau lebih oleh Terbanding selain dikenakan PPN juga dikenakan PPn BM, sementara atas penyerahan yang harga per unitnya tidak melebihi Rp2 jt hanya dikenakan PPN dan tidak dikenakan PPn BM.

bahwa jumlah yang menjadi sengketa banding pada Masa Pajak April 2008 adalah DPP PPn BM sebesarRp8.988.000,00,dengan rincian PPn BM sebagai berikut:

Pembeli Comercial Invoice Nama Barang Qua ntity (Pcs) Harga Jual (IDR) Poton gan harga (IDR) UM diter ima (ID R) DPP (IDR) Harga Jual per Unit (IDR) PPn BM (IDR) Nama NPWP Nomor Tanggal

PT AAAIndo nesia 000 022/BCF/ VII/2008 17/04/200 8 Lounge Chair A 2 4.410.0 00 0 0 4.410.00 0 2.205.00 0 1.764.000 17/04/20 08 Side Table 1 2.553.0 00 0 0 2.553.00 0 2.553.00 0 1.021.200 17/04/20 08 Dresser Chair 1 990.000 0 0 990.000 990.000 0 17/04/20 08 FramedMirror 1 2.025.000 0 0 2.025.000 2.025.000 810.000 17/04/20 08 Lounge Chair 2 3.550.0 00 0 0 3.550.00 0 1.775.00 0 0 13.528. 000 13.528.0 00 3.595.200

3. bahwa menurut Majelis, dalam penjelasannya Pemohon Banding menyatakan bahwa koreksi Terbanding (pemeriksa) berupa DPP PPn BM tidak seluruhnya benar karena tidak semua barang yang Pemohon Banding jual yang menjadi DPP PPn BM tersebut, harganya diatas Rp2.000.000,00. Bahwa harga jual barang yang ada di invoice untuk 1 quantity sebenarnya adalah harga untuk 1 set furniture yang terdiri dari beberapa item furniture yang masing-masing memiliki harga jual sendiri sebagaimana termuat dalam Invoice detail (perincian invoice) yang menjadi lampiran dari Invoice. Sebagai ilustrasi, untuk 1 set furniture yang harganya 5 juta, terdiri dari 1 meja Rp1.500.000,00, 2 kursi single @ Rp1.000.000,00 dan 1 kursi panjang Rp1.500.000,00;

bahwa jumlah unit atas jumlah unit yang dipakai sebagai pembagi oleh pemeriksa dalam menentukan obyek PPn BM atau bukan, sebenarnya masih terdapat unit yang lebih kecil lagi.

Contoh :

Dalam invoice Nomor 423/BCF/2008 tanggal 12 Mei 2008 kepada PT AAA Indonesia, dalam item Nomor 1 terdapat penjualan sofa dengan quantity 6, unit price Rp5.800.800,00 dan jumlah total Rp34.804.800,00.

Sebenarnya atas per unit sofa tersebut masih terbagi atas beberapa item yang masing-masing memiliki harga sendiri. Perinciannya dapat terlihat dalan invoice detail sebagai berikut :

(4)

- 6 Sofa 1 Base dengan harga per unit Rp1.900.000,00, - 6 Sofa Cushion dengan harga per unit Rp1.410,000,00,

- 48 meter Sofa Fabric dengan harga per meternya Rp311.350,00;

bahwa harga jual yang terdapat pada invoice untuk 1 quantity adalah untuk 1 set furniture. Pihak pembeli dapat memesan sesuai dengan keinginannya, tetapi pada dasarnya, atas seluruh barang yang dipesan, harganya adalah per unit terkecil. Misalnya pembeli dapat membeli satu set meja dan kursi sofa, kursi sofanya bisa dipesan 4 atau 5 atau 6, yang penting harga per unit kursinya yang dihitung berdasarkan per unit terkecil;

bahwa Terbanding (Pemeriksa) telah menetapkan PPn BM atas harga 1 set furniture yang sebenarnya dijual dengan harga per M2, sementara penjualan yang Pemohon Banding lakukan sebagian besar berdasarkan pesanan, oleh sebab itu, biasanya dihitung dengan harga per M2. Sebagal contoh adalah untuk invoice Nomor 145/BCF/XII/2008 tanggal 17 Desember 2008. Terdapat penjualan 2 set Mirror Frame dengan harga USD1136 per M2 atau sama dengan Rp12.636.410,00. Sebenarnya Mirror Frame tersebut dijual dengan harga USD 113.60 per M2;

bahwa menjawab pertanyaan Majelis Hakim perihal apakah Pemohon Banding sudah pernah menunjukan detail invoice, Pemohon Banding menyatakan bahwa pada saat keberatan sudah menunjukan invoice detail dan detail invoice digunakan sebagai lampiran invoice dan tidak ada perbedaan warna karena hasil print out komputer dan di cap;

4. bahwa menurut Majelis, yang menjadi pokok sengketa adalah dua hal, yang pertama adalah pengertian dari per satuan atau per unit dan yang kedua adalah penerapan harga per satuan atau per unit lebih dari Rp2.000.000,00 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2007. Adapun pengertian satuan atau unit menurut Terbanding adalah per satu unit furniture, seperti contohnya kursi yang terdiri dari sofa dan kayu yang sudah “mempunyai fungsi” sebagai kursi. Terbanding berpendapat satu set Gate Mirror terdiri dari frame dan kacanya;

bahwa sementara Pemohon Banding menjelaskan dalam satu unit furniture terdiri dari beberapa komponen, seperti contoh meja rias yang terdiri dari meja dan kaca rias yang memiliki harga tersendiri. Pemohon Banding juga menjelaskan bahwa satu unit barang yang terdapat di invoice terdiri dari beberapa komponen lagi, sebagai contoh barang Gate Mirror terdiri dari Gate Mirror Frame dan Gate Mirror dan satu kursi terdiri dari sofa dan kayu;

5. bahwa Majelis berpendapat, sengketa pertama mengenai pengertian per satuan atau per unit dapat diartikan sebagai satu kesatuan barang yang dapat terdiri atas lebih dari satu komponen, namun telah mempunyai fungsi sebagaimana tujuan pembuatan barang dimaksud. Sebagai contoh Gate Mirror terdiri dari Gate Mirror Frame dan Gate Mirror adalah satu unit Gate Mirror dan satu kursi terdiri dari sofa dan kayu adalah satu kursi. Meskipun sofa dapat saling dipertukarkan untuk dipasangkan dengan kayu yang lain sesuai dengan selera pembeli. Untuk satu set furniture yang terdiri atas beberapa satuan furniture yang memiliki fungsi masing-masing, seperti satu set furniture terdiri atas meja, satu sofa/kursi panjang dan tiga buah kursi, Majelis berpendapat untuk masing-masing sebagai satu satuan atau unit tersendiri yaitu satu meja, satu sofa/kursi panjang, dan tiga buah kursi;

6. bahwa menurut Majelis, sengketa kedua mengenai harga per satuan atau per unit lebih dari Rp2.000.000,00 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2007 yang harus diterapkan pada daftar Invoice yang dilakukan koreksi oleh Terbanding adalah quantity unit/satuan sebagai harga per item, sementara menurut Pemohon Banding bahwa quantity yang tertulis dalam invoice masih terbagi dalam item yang lebih kecil yang termuat dalam invoice detail. Atas sengketa kedua ini menurut Majelis memerlukan pembuktian dengan meneliti daftar invoice yang dilakukan koreksi oleh Terbanding dengan menggunakan konsep pengertian satuan atau unit sebagaimana di atas;

7. bahwa Majelis berpendapat, setelah melakukan penelitian atas daftar invoice yang dilakukan koreksi oleh Terbanding terbukti bahwa Terbanding telah menerapkan pengertian satuan atau unit sebagai satu kesatuan barang yang dapat terdiri atas lebih dari satu komponen, namun telah mempunyai fungsi sebagaimana tujuan pembuatan barang dimaksud dan menerapkan batas ambang nilai Rp2.000.000,00 atau lebih yang dikenakan PPN BM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2007;

8. bahwa berdasarkan hal-hal di atas, Majelis berkesimpulan untuk tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas DPP PPn BM untuk MasaApril 2008sebesarRp8.988.000,00.

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak; Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi

administrasi kecuali besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

(5)

Menimbang : bahwa berdasarkan kesimpulan Majelis terhadap sengketa di atas, maka dengan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Majelis memutuskan untuk menolak banding Pemohon Banding; Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan

perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan : Menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-907/WPJ.07/2014 tanggal 28 April 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penjualan atas Barang Mewah Masa Pajak April 2008 Nomor 00002/208/08/057/13 tanggal 31 Januari 2013, atas nama :XXX

Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin, tanggal 05 Oktober 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XI A Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis Hakim sebagai berikut:

A. Martin Wahidin sebagai Hakim Ketua,

Arif Subekti sebagai Hakim Anggota,

Agus Purwoko sebagai Hakim Anggota,

yang dibantu oleh Arief Kurniadi sebagai Panitera Pengganti.

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 29 Februari 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan tidak dihadiri oleh Terbanding serta tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

Referensi

Dokumen terkait

Kendala internal yang dialami selama massa pra produksi selama observasi yang penulis lakukan adalah tidak pernah adanya meeting pada saat pra produksi, berbeda dengan

Capaian Pembelajaran MK: Mampu mengevaluasi sistem pengendalian otomatis pada plant dengan tahapan yang benar baik secara mandiri maupun dalam kerjasama tim (C5, P4, A3). Mengaplikasi

bahwa dengan melihat fakta data seperti tersebut di atas biarpun Majelis berpendapat bahwa 2 (dua) atau lebih metode analisa kesebandingan (CUP dan TNMM) dapat dilaksanakan

Kedua model arloji ini akan dipasarkan dengan keuntungan sebesar Rp120.000,00 per buah untuk arloji dengan keuntungan sebesar Rp120 000 00 per buah untuk arloji bermerek terkenal

Bahwa karenanya yang menjadi objek sengketa berupa Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 sebesar Rp2.154.072.479,00, yang telah dipertimbangkan berdasarkan fakta

bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 465/KMK.01/1987 tanggal 31 Juli 1987 tentang Pedoman Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Pertambahan Nilai

: bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak dan Uraian Penelitian Keberatan diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Terbanding: bahwa kesimpulan Terbanding, jenis barang yang diberitahukan sebagai 5 jenis Hot Rolled H Beam yang diberitahukan dengan PIB Nomor: 037851