• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Buah Sawo. Produksi (Ton)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Buah Sawo. Produksi (Ton)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sawo (

Achras zapota, L

)

Buah sawo berasal dari Amerika Tengah, yakni meksiko dan Hindia Barat. Kini tanaman sawo telah menyebar luas didaerah tropik, termasuk Indonesia. Dulu, sawo dikenal dengan nama

Achras zapota, L atau Manilkara achras . Pohon sawo dapat mencapai 20 m. Batangnya berwarna cokelat dengan tajuk yang rimbun. Percabangannya rendah dan biasa condong horizontal. Bunganya tunggal, berbulu kecoklatan, keluar dari ketiak pada ujung cabang. Buahnya bulat sampai lonjong dengan permukaan kasar berwarna kecoklatan berdaging lunak, manis, berair, dan berbiji hitam kecoklatan sebanyak sampai 6 buah (Sunarjono, 1998).

Di kalangan ilmiah, sawo dikelompokkan kedalam divisi Spermatophyta, tumbuhan berbiji. Oleh karena bijinya yang tertutup daun buah, lebih lanjut sawo dimasukkan kedalam subdivisi Angiospermae, dan oleh karena keping bijinya yang berjumlah dua, tanaman sawo dimasukkan kedalam kelas Dicotyledonae. Secara lebih terperinci, sawo masih dikelompokkan lagi ke dalam bangsa Ebenales, keluarga Sapotaceae (Tim Penulis Penebar Swadaya 1993).

Di Indonesia, sentra produksi buah sawo yang terkenal antara lain, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Barat dan Bali (Sunarjono 2008). Masa berbuah sawo adalah bulan Maret sampai November, sedangkan masa berbuah banyak adalah pada bulan Januari dan Februari (Satuhu, 2004). Produksi buah sawo di dalam negeri pun menunjukkan statistik yang terus meningkat sepanjang tahun, hingga tahun 2009, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Buah Sawo

Tahun Produksi (Ton)

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 54.990 46.759 44.664 53.275 63.011 69.479 83.877 88.031 83.787 10.169 10.263 10.772 127.876

Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

Tanaman sawo mudah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru, dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Namun, daerah yang paling disenangi adalah daerah dataran rendah sampai pada ketinggian 700 m dpl. Tipe tanah yang dikehendaki adalah lempung berpasir, yang mengandung banyak bahan organik dan mempunyai pH antara 5.5-7. Curah hujan yang sesuai

(2)

1.500-4

2.500 mm/tahun (beriklim basah). Tanaman sawo tahan terhadap kekeringan dengan 5 bulan musim kemarau. Perakarannya cukup kuat, hingga tanaman sawo ini cukup baik untuk daerah erosi (Sunarjono, 1998).

Buah sawo pada umumnya disantap dalam bentuk buah segar, jarang yang diawetkan. Sesudah diperam beberapa hari, buah sawo tersebut akan matang dan beraroma. Buah sawo yang matang daging buahnya lunak dan rasanya manis sekali, karena mengandung gula yang cukup tinggi, yaitu sebesar 14%. Dari jumlah itu, 7.02% berupa sukrose, 3.7% berupa dekstrose dan sisanya 3.5% adalah levulose (Ashari, 2006).

Menurut BAPPENAS (2005), kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Sawo Liar atau Sawo Hutan

Kerabat dekat sawo liar diantaranya adalah sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Tinggi pohon mencapai 15 – 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan.

2) Sawo Budidaya

Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan menjadi dua yaitu : a. Sawo Manila

Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah : sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa.

b. Sawo Apel

Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah : sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawo duren.

Selain jenis sawo yang telah diuraikan, masih ada jenis sawo yang tidak begitu dikenal, diantaranya sawo duren, sawo alkesa, dan sawo kecik. Menurut sosrodiharjo dan Margono (1985), ,buah sawo memerlukan waktu 180 hari mencapai kematangan setelah bunga mekar.

B. Buah Sawo Sukatali ST1

Buah sawo yang akan dijadikan bahan baku pada penelitian ini adalah sawo kultivar Sukatali ST1. Sawo kultivar Sukatali ST1 (Sumedang Tandang I) dirilis oleh Menteri Pertanian tahun 2002 sebagai kultivar unggul. Sawo ini tergolong sawo apel yang dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Sawo Sukatali ST 1banyak di prosuksi di Sumedang, Jawa Barat. Secara geografis wilayah Kabupaten Sumedang berada pada ketinggian tempat antara 25 hingga 1001 meter dari permukaan laut (dpl), dengan tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk pada iklim agak basah dan sedang yaitu tipe C dan D, rata-rata curah hujan selama 15 tahun terakhir berkisar antara 899 – 4.503 mm/tahun, jenis tanah sebagian besar tanah lempung berpasir . Beberapa keunggulan sawo sukatali diantaranya adalah masa pembuahan yang tidak mengenal musim, konsisten berbuah sepanjang tahun, daging buah halus dan tidak berserat, rasa daging buah enak dan manis, serta bentuk pohon rindang.

(3)

5

Sebagai kultivar unggulan, sawo Sukatali ST1 harus ditingkatkan produksi dan penanganan pasca panennya, agar dapat memenuhi permintaan pasar dan dapat bersaing dengan varietas lainnya. Sawo hasil perkebunan rakyat Sukatali dipasarkan ke kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jakarta (Ashari, 2008).

C. Pasca Panen Buah

Penurunan kualitas dari buah-buahan yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, dengan demikian maka mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.

Selama pemasakan, buah segar mengalami perubahan nyata dalam warna, tekrtur dan bau yang menunjukkan telah terjadinya perubahan susunan bahan. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), perubahan umum yang terjadi adalah perubahan tekanan turgor sel, dinding sel, zat pati, senyawa turunan fenol, dan asam-asam organik.

Pada dasarnya peubahan-perubahan yang terjadi tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Aktivitas metabolisme yang terjadi pada buah-buahan adalah sebagai berikut :

1. Respirasi

Pada umumnya umur simpan berbagai komoditi pertanian berbanding terbalik dengan adanya laju respirasi dari komoditi itu sendiri. Bahan yang memiliki sifat umur simpan pendek adalah yang mempunyai laju respirasi yang besar atau tinggi. Kecepatan resprasi pada buah meningkat dengan meningkatnya suplai oksigen. Tetapi bila konsentrasi O2 lebih besar dari 20 persen respirasi hanya sedikit berpengaruh, konsentrasi CO2 yang cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan buah dengan cara menghambat proses respirasi (Muchtadi, 1991).

2. Susut Bobot

Kehilangan berat buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air. Kehilangan air yang disimpan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Susut bobot dapat juga disebabkan oleh kehilangan karbon selama respirasi, namun hal ini kurang berpengaruh (Muchtadi, 1992).

Produk buah-buahan tidak layak dipasarkan jika mengalami susut bobot sekitar 5-10%, karena kehilangan bobot 5% sudah cukup untuk menimbulkan pengeriputan buah, yang menyebabkan buah tidak menarik konsumen pada saat penjualan (Pantastico, 1986).

3. Perubahan Kekerasan

Selama pematangan, buah akan melalui suatu seri perubahan termasuk perubahan kekerasan. Pelunakkan buah dapat disebabkan oleh terjadinya pemecahan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, maupun oleh karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak. Sintesis lignin dalam beberapa macam buah juga dapat mempengaruhi tekstur (Muchtadi, 1992).

4. Perubahan Total Padatan Terlarut

Menurut Winarno dan Winartakusumah (1981), dikatakan bahwa meskipun banyak macam gula yang ada dalam buah dan sayuran tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya hanya

(4)

6

meliputi tiga macam gula utama yaitu glukosa, fruktosa, dan sukrosa. kandungan gula akan meningkat melalui pematangan dan pemasakkan buah.

Waspodo (1985) menyatakan bahwa sawo yang tidak diberi perlakuan, dilakukan pengasapan dan dengan pemberian karbit, setelah 5 hari disimpan menunjukkan bahwa sawo yang tidak dikenai perlakuan mempunyai kadar total padatan terlarut yang lebih tinggi dari sawo yang dikenai perlakuan pada suhu, 25°C, 15°C, dan 10°C.

5. Perubahan Warna

Perubahan warna kulit sawo menuju pematangan yaitu warna kulit sedikit hijau, lalu berubah menjadi coklat muda, dan menjadi tua saat matang (Kader, 2006). Quiping et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan klorofil pada jaringan kulit buah sawo menurun pada penyimpanan suhu 20°C. Kandungan klorofil selama pematangan buah menurun perlahan, klorofil tersebut mengalami degradasi, hal ini mengakibatkan warna sayur dan buah yang hijau berubah menjadi kuning (Winarno dan Aman, 1979). Umumnya sejumlah tertentu pigmen ini tetap ada dalam buah, terutama dalam jaringan internal (Muchtadi, 1992).

D. Pelilinan

Buah-buahan dan sayur-sayuran segar mempunyai selaput lilin alami dipermukaan luar yang sebagian hilang oleh pencucian. Suatu lapisan lilin tambahan yang tidak bersinambungan dengan kepekatan dan ketebalan yang cukup diberikan dengan sengaja (secara artifisial), untuk menghindari keadaan anaerobik dalam buah, dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap organism-organisme pembusuk. Pelapisan lilin penting sekali, khususnya bila terdapat luka dan goresan-goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran. Kerusakan-kerusakan itu dapat ditutupi oleh lapisan lilin. Keuntungan yang jelas dari pelapisan lilin adalah mengkilapnya buah-buahan atau sayuran. Dengan demikian kenampakannya menjadi lebih menarik dan menjadikan buah-buahan dapat diterima oleh konsumen (Pantastico, 1973).

Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan pembusaan, penyemprotan, pencelupan atau pengolesan (Pantastico, 1973). Beberapa formula lilin telah dikembangkan dan diuji secara eksperimental. Zat-zat pengemulsi yang cocok dicampurkan untuk mendapatkan emulsi lilin dalam air. Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah sekali terbakar. Emulsi lilin dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah terlebih dahulu. Untuk lilin yang dilarutkan, permukaan buah harus bebas dari air untuk mendapatkan kilap yang baik. Trietanolamin dan asam oleat biasanya digunakan untuk pegemulsi (Pantastico, 1973).

Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai pelilinan buah. Fatimah (1996) menyatakan bahwa pelilinan lebih menghambat proses respirasi dibandingkan kontrol. Pada penelitian ini konsentrasi 10% dengan waktu pencelupan 30 detik laju respirasinya relatif lebih dihambat selama penyimpanan.

Riza (2004) menyatakan pelapisan lilin dapat menghambat laju respirasi pada penyimpanan manggis segar. Dari hasil pengamatan bahwa pada penyimpanan suhu ruang, buah manggis tanpa pelilinan mempunyai laju konsumsi O2 dan produksi CO2 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

buah manggis terlapis lilin 3%,6%, dan 12%.

Rufiarti (1990) memaparkan bahwa penyimpanan buah mangga varitas Arumanis dan Indramayu yang diberi perlakuan pelapisan lilin dapat memperpanjang daya tahan simpan buah mangga segar. Lapisan lilin dapat menghambat laju respirasi dan transpirasi dari buah sehingga daya tahan simpan buah mangga segar dapat lebih lama jika dibandingkan dengan buah mangga tanpa dilapisi lilin.

(5)

7

Saptiono (1997) membuktikan pelilinan dengan konsentrasi emulsi lilin 2% ternyata mampu memperpanjang umur simpan paprika sampai hari ke-24 (paling lama).

Pada penelitian ini, akan digunakan lilin lebah sebagai lili pelapis buah sawo. Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol (Bennett, 1964). Lilin lebah merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifusi sisir madunya dapat digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981).

Lilin lebah pada umumnya digunakan sebagai bahan kosmetik, bahan pembuat lilin bakar, dan industri pemeliharaan. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat, titik cairnya 62.8-70 oC dan massa jenisnya 0.952-0.975 g/cm3. Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah didapat dan murah, digunakan dalam industri obat dan kosmetik (Pantastico, 1986).

E. PENYIMPANAN SAWO

Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran segar memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya, selain itu juga menghindarkan banjirnya produk kepasa, memberikesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan dan sayur-sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen, dan mempertahankan mutu produk-produk yang masih hidup. Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi, dan mempertahankan produkdalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen (Pantastico, 1986).

Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian penyakit-penyakit pasca panen, pengaturan atmosfer, perlakuan kimiawi, penyinaran dan pendinginan. Sampai sekarang, pendinginan merupakan satu-satunya cara yang ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah-buahan dan sayuran segar, cara-cara lain untuk mengendalikan pematangan dan kerusakan, paling banyak hanya merupakan pelengkap bagi suhu yang rendah. Sesungguhnya, cara-cara lain untuk mempertahankan mutu tidak akan dapat berhasil dengan memuaskan tanpa pendinginan (Pantastico, 1986).

Untuk mendapatkan umur simpan sawo yang baik perlu dilakukan penyimpanan dingin, Kader, 2011) mengemukakan bahwa suhu optimum penyimpanan sawo adalah 14°C ± 1°C (58°F ± 2°F) dan berpotensi disimpan selama 2-4 minggu tergantung kultivar dan tingkat ketuaan. Penyimpanan pada suhu dibawah 5°C selama lebih dari 10 hari mengakibatkan chilling injury dengan ciri-ciri noda coklat-hitam pada kulit, gagal untuk matang,dan meningkatnya kebusukan jika dipindah ke suhu yang lebih tinggi.

Penyimpanan sawo kulon pada suhu 10°C berlangsung kurang dari 8 hari karena pada hari ke-8 sudah terjadi kerusakan akibat pendinginan dengan ciri terdapat bintik-bintik hitam pada kulit buah (Fatimah, 1996).

Secara umum, setiap penurunan suhu sebesar 10°C akan mengurangi laju kerusakan bahan pangan setengah kalinya. Pada penelitian ini, dilakukan pelilinan dan penyimpanan pada suhu ruang, dan mengetahui perbedaan umur simpan buah sawo pada tingkat suhu yang lebih rendah, maka dilakukan penyimpanan buah sawo pada suhu 15°C.

Gambar

Tabel 1. Produksi Buah Sawo

Referensi

Dokumen terkait

Sesat Tok Bomoh, Tok Dukun, Tok Pawang, Mak Bidan dan Mak Andam dan seumpamanya Kesesatan yang sering berlaku pada golongan ini, ialah melalui proses mengubati pesakit atau

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh data, yaitu 317 data, terhadap naskah pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tahun 2006 terdapat 2 data atau 0,63 %

Manfaat yang diharapkan dengan adanaya keterbukaan informasi publik sebagaimana tercantum dalam Standar Layanan Informasi Desa (SLIP Desa) di DIY dari sisi

Kedamaian dan keseimbangan yang baru ditemukan Syari’ati tercermin dengan sangat baik dalam karya-karya seriusnya yang pertama, Tarikh-e Takamol-e Falsafe

Segidaren teoria zientifiko zaharrena (eredu monoklimatikoa) eta 60-70eko hamarkadetako ekosistemaren eredua irakasten dira, eta zenbait testutan, teoria indibidualistaren

Kegiatan pengabdian dilatar belakangi pemikiran bahwa perlunya diberikan pendampingan belajar matematika diluar jam sekolah kepada anak-anak yang bertempat tinggal di

Belajar otodidak adalah suatu proses belajar secara mandiri yang dirinci dalam lima pertanyaan penelitian :. Bagaimana kemampuan penguasaan aspek-aspek bermain keyboard

Dalam kelas STAD, guru menggunakan sketsa gambar (yang digambar di papan tulis) untuk memperjelas informasi verbal yang disampaikan. Hal ini menyebabkan tidak