• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum tahun 1975, keikutsertaan petani dalam pengadaan tebu hanya terbatas

sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

sebagian besar bahan baku tebu berasal dari tebu sendiri dan tebu pabrik gula.

Sebagian kecil saja yang berasal dari tebu rakyat. Hal ini disebabkan karena

produktivitas tebu rakyat sangat rendah dibanding tebu sendiri atau perkebunan

negara (Tim Penulis, 2000).

Tabel 1. Data Produksi Perkebunan Rakyat Tahun 1973 — 1977 (ribu ton)

J e n i s 1973 1974 1975 1976 1977 Karet 599 571 536 540 570 Kelapa/kopra 1.233 1.335 1.370 1.389 1.490 Teh 14 14 14 13 17 Kopi 140 132 144 170 170 Cengkeh 22 15 15 17 25,7 Gula tebu 199 250 223 267 280 Lada 29 27 23 37 39 Tembakau 69 69 74 76 103 Kapas 2,7 6,7 5,2 2,6 2,3

Sumber : Bappenas.go.id Tahun 2009

Tabel 2. Produksi Perkebunan Besar Negara Tahun 1973 – 1977 (Ribu Ton)

Sumber : Bappenas.go.id Tahun 2009

Jenis 1973 1974 1975 1976 1977 Karet 137 138 137 142 148 Minyak sawit 207 244 271 286 338 Inti sawit 46 52 57 56 64 The 43 40 46 49 51 Kopi 6 10 10 10 10 Gula tebu 693 860 878 902 927 Tembakau 11 8 8 11 12

(2)

Jika dilihat dari data produksi gula tebu Indonesia diatas, produksi gula lebih besar pada perkebunan besar negara daripada perkebunan rakyat, produksi gula terus meningkat setiap tahunnya, akan tetapi perkebunan rakyat mengalami penurunan produksi pada tahun 1975 disebabkan rendahnya jumlah uang sewa yang ditetapkan pemerintah (tidak disebutkan jumlahnya), dibandingkan dengan penerimaan petani dari hasil menggarap tanaman padi atau palawija dalam jangka waktu yang sama. Menjawab masalah diatas (Mubyarto, 1992) menjelaskan pada 1975 pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tanggal 22 April 1975 yang isinya menentukan bahwa untuk selanjutnya tanaman tebu tidak ditanam sendiri oleh pabrik gula namun diserahkan kepada petani untuk dikelola di atas tanahnya sendiri. Program itu dikenal dengan nama Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan atas dikeluarkannya program itu setidaknya lebih sesuai dengan isi kandungan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 10 tahun 1960 yang menghendaki agar tanah pertanian diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri.

Tebu merupakan tanaman yang mempunyai prospek kedepan karena merupakan

salah satu bahan baku pembuatan gula, daerah penghasil dan pabrik pengolahan

tebu di Sumatera Utara juga masih sedikit yaitu Pabrik Gula Kwala Madu dan Sei

Semayang. Kemerosotan produktivitas tanaman tebu/gula yang dialami sejak

pemberlakuan TRI disebabkan petani lebih mementingkan tanaman pangan dan konversi lahan menjadi tanaman perkebunan lain, sehingga tanaman tebu menjadi tersampingkan, selain itu petani lebih sering menanam tebu di lahan rendah tingkat kesuburannya menjadi salah satu alasan pemilihan komoditi ini untuk

dijadikan penelitian. Tebu termasuk jenis komoditi yang budidayanya

(3)

Di Sumatera Utara salah satu daerah yang memproduksi dan mengolah tebu

terdapat di Kabupaten Langkat, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini, bahwa

Kabupaten Langkat merupakan penghasil tebu terbesar di Sumatera Utara.

Tabel 3.Luas Tanaman/Area (Ha) Tebu di Sumatera Utara Tahun 2006-2009

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 Kabupaten

regency

Luas Tanaman / Area (Ha)

Produksi Production (Ton) T B M Not Yet Productive TM Productive T T M Unpro- ductive Jumlah Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Nias 2. Mandailing Natal 3. Tapanuli Selatan 4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara 6. Toba Samosir 7. Labuhan Batu 8. Asahan 9. Simalungun 10.Dairi 11.Karo 12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan 15. Hbg Hasundutan 16. Pakpak Bharat 17. Samosir 18. Serdang Bedagai 19. Batu Bara

20. Padang Lawas Utara 21. Padang Lawas

22. Labuhan Batu Selatan 23. Labuhan Batu Utar 24. Nias Utara 24. Nias Barat Jumlah/Total 2009 2008 2007 2006 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 567,25 62,50 60,50 - - - - - - - - - - - 195,00 1.497,10 - - - - - - - - - - - - 2.292,10 653,90 596,50 569,00 - - - - - - - - - - - 724,45 1.567,65 - - - - - - - - - - - - 2.292,10 645,80 624,00 28,00 - - - - - - - - - - - 795,00 1.497,10 - - - - - - - - - - - - 2.292,10 1.221,1 659,00 657,50 - - - - - - - - - - - 2 043,99 5.283,14 - - - - - - - - - - - - 7.326,00 2.745,31 2.765,75 2.485,64

(4)

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah menggunakan sistem TRI tujuannya adalah untuk menempatkan petani sebagai pengusaha dan Pabrik Gula Kwala Madu sebagai pengolahnya. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pelaksanaan sistem TRI adalah menjadikan petani tebu sebagai wiraswasta yang mampu berusaha secara mandiri, dalam bentuk kelompok-kelompok tani maupun koperasi petani serta memiliki kekuatan ekonomi. Warga Langkat mengelompokkan TRI menjadi 3 yaitu TRI Kebun sebutan yang ditujukan untuk lahan PTP. TRI Murni untuk petani yang mengusahakan dilahan sendiri, akan tetapi sudah sangat sedikit jumlahnya/ hampir tidak ada dan jika dilihat dari defenisi TRI kurang sesuai karena petani bukan menyewa lahannya, dan yang terakhir adalah petani yang mengusahakan tebu di lahan PTP atau TRI Mitra. Alasan petani masih mengusahakan tebu walaupun harus menyewa lahan karena tebu ini juga termasuk usahatani turun temurun yang sudah lebih dahulu dilakukan oleh petani terdahulu, akan tetapi karena lahan yang sudah tidak ada akibat pembagian harta warisan, pembangunan rumah dan sengketa lahan yang sebagian masih berlangsung sampai sekarang, maka petani lebih memilih atau beralih ke TRI Mitra, merujuk dari penjelasan diatas, dalam hal ini yang akan diteliti adalah pendapatan dan produksi TRI Mitra yang bekerjasama dengan PTP yang selanjutnya akan disebut sebagai petani TRI. Adapun lamanya bermitra kedua desa berbeda, dimana dari hasil wawancara rata-rata petani TRI Desa Kwala Begumit sudah bermitra hampir 10 tahun atau dari Tahun 1992, sedangkan petani TRI Desa Kwala Bingei baru bermitra selama ± 3 tahun. Sehingga diasumsikan petani Desa Kwala Begumit dianggap sudah sangat mengenal lahan dan memilikki cara kerja yang baik untuk meningkatkan produktivitas.

(5)

Kajian usahatani tebu yang telah dilakukan antara lain oleh Rahmat (1992) yang mendeskripsikan profil tebu rakyat di Jawa Timur secara umum, bahwa tebu telah diterima petani sebagai komoditas yang memberi harapan sumber pendapatan rumah tangga. Usahatani tebu rakyat cenderung ekstensif dan petani cenderung untuk melakukan pengeprasan secara berulang. Seiring program akselerasi, kelayakan usahatani tebu masih harus terus ditingkatkan guna meyakinkan petani bahwa usahatani tebu masih dapat diharapkan sebagai sumber pendapatan keluarga.

Demikian juga usahatani tebu di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei masih tetap menjadi salah satu usahatani yang terus dikembangkan dan menjadi perhatian dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat, karena secara umum usahatani ini dianggap masih menghasilkan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga petani, dan petani diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tebu.

Di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei proses produksi tebu itu sendiri

terdapat dua sistem, yaitu sistem tanam awal dan sistem Keprasan. Sistem tanam

awal adalah sistem yang dimulai dari tanaman baru yang dihasilkan dari bibit

yang telah disediakan atau dijual pihak pemilik tanah (PTP) yang akan

menghasilkan setelah 1 tahun, sedangkan pada sistem keprasan setelah proses

pemanenan tahun pertama, batang dipotong atau dikepras dan dibiarkan tumbuh

kembali. Secara kasat mata sistem tanam awal dianggap membutuhkan biaya yang

lebih besar dibandingkan sistem keprasan karena pada sistem tanam awal petani

harus mengeluarkan biaya persiapan lahan, dari segi produksi sistem tanam awal

(6)

satu tujuan keprasan adalah untuk meningkatkan produksi, maka akan dilihat

mana yang lebih besar produksinya dari segi sistem maupun dari masing-masing

desa. Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, biasanya petani TRI

murni bisa mengepras tebunya lebih dari 7 kali atau lebih jika tebunya dianggap

masih menghasilkan, sedangkan untuk TRI ini memiliki standar keprasan

maksimal sebanyak 3 kali saja, hal ini agar sistem tanam awal dapat dilakukan

secara serentak, sebab jika dilakukan lebih dari 3 kali tidak semua batang tebu

masih bisa menghasilkan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan

sehubungan dengan topik yang akan diteliti, yaitu :

1. Bagaimana penerapan TRI sistem tanam awal dan TRI sistem keprasan ?

2. Berapa besar biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani TRI sistem

tanam awal dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit dengan Desa

Kwala Bingei ?

3. Bagaimana perbandingan produksi dan produktivitas yang dihasilkan oleh

petani TRI sistem tanam awal dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala

Begumit dengan Desa Kwala Bingei ?

4. Bagaimana perbandingan pendapatan antara petani TRI sistem tanam awal

dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit dengan Desa Kwala

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan Identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan

penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penerapan TRI sistem tanam awal dan TRI sistem

keprasan

2. Untuk menganalisis biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani TRI

sistem tanam awal dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit

dengan Desa Kwala Bingei

3. Untuk menganalisis perbandingan produksi dan produktivitas yang

dihasilkan oleh petani TRI sistem tanam awal dan petani TRI sistem

keprasan di Desa Kwala Begumit dengan Desa Kwala Bingei

4. Untuk menganalisis perbandingan pendapatan antara petani TRI sistem

tanam awal dan petani TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit

dengan Desa Kwala Bingei

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan Tujuan Penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan

penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani TRI untuk mengembangkan usaha

tani tebu

2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat yang ingin berusahatani tebu

3. Sebagai referensi bagi pihak-pihak lain yang berhubungan dengan

Gambar

Tabel 1. Data Produksi Perkebunan Rakyat Tahun 1973 — 1977 (ribu ton)  J e n i s   1973  1974  1975    1976    1977 Karet  599  571  536  540  570  Kelapa/kopra  1.233  1.335  1.370  1.389  1.490  Teh  14  14  14  13  17  Kopi  140  132  144  170  170  Cengkeh  22  15  15  17  25,7  Gula tebu  199  250  223  267  280  Lada  29  27  23  37  39  Tembakau  69  69  74  76  103  Kapas  2,7  6,7  5,2  2,6  2,3
Tabel 3.Luas Tanaman/Area (Ha) Tebu di Sumatera Utara Tahun 2006-2009

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian adalah data kualitas melalui test sebelum dan sesudah perlakuan Latihan sprint 30 meter terhadap kecepatan lari Pada

Pada skenario pertama dilakukan perancangan keseimbangan lintasan produksi dengan menggunakan metode Ranked Positional Weights untuk mengalokasikan jumlah stasiun kerja

Berdasarkan hasil kajian literatur tugas pemodelan matematika adalah tugas matematika yang melibatkan pemodelan matematika dalam penyelesaiannya selanjutnya pemodelan

Modul ini berfungsi untuk memasukkan data login pengguna kedalam sistem, tugas dari seorang login pengguna adalah melakuan input data sesuai dengan hak aksesnya

Komitmen untuk menjadi parlemen terbuka yang dicanangkan oleh DPRD Jawa Tengah menjadi momentum bagi anggota dewan untuk menjadi lebih terbuka dan komunikatif pada

Kejadian drop out pasien rawat jalan terhadap pelayanan rehabilitasi yang direncanakan Agar tidak ada kejadian droup out pasien rawat jalan terhadap pelayanan

Pengujian validitas dilakukan terhadap kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel kecerdasan emosional dan kescerdasan spiritual terhadap pemahaman

Mengacu pada ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (1) berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan