• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU

NOMOR TAHUN 2017

TENTANG

PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKANBARU,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah perlu adanya upaya peningkatan penanaman modal dengan berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b. bahwa untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif perlu menciptakan kemudahan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi penanam modal yang menanamkan modalnya di Kota Pekanbaru;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 19);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3617);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

(2)

2 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 5234);

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861);

15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357);

16. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 42);

(3)

3 17. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka dengan persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 93);

18. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 221);

19. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 3 Tahun 2008 tentang urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah kota Pekanbaru (Lembaran Daerah Kota Pekanbaru tahun 2008 Nomor 3);

20. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Pekanbaru Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kota Pekanbaru tahun 2011 Nomor 1);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN DAERAH KOTA PEKANBARU Dan

WALIKOTA PEKANBARU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Pekanbaru;

2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Kota Pekanbaru; 3. Walikota adalah Walikota Pekanbaru;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pekanbaru.

5. Perangkat daerah kota bidang penanaman modal, yang selanjutnya disingkat PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kota Pekanbaru dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di pemerintah kota Pekanbaru;

6. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis;

(4)

4 7. Modal Dalam Negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum;

8. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Daerah;

9. Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing;

10. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Daerah yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri;

11. Penanaman Modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Daerah yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri;

12. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

13. Non-perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

14. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat daerah Kota Pekanbaru;

15. Rencana Umum Penanaman Modal Kota, selanjutnya disingkat RUPMK adalah kebijakan dasar penanaman modal Kota Pekanbaru;

16. Laporan Kegiatan Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat LKPM adalah laporan berkala yang berkaitan dengan perkembangan perusahaan penanaman modal;

17. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik, yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan perizinan dan non perizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan perangkat daerah;

18. Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat;

19. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat BPMPTSP adalah SKPD yang menyelenggarakan fungsi pelayanan terpadu perizinan dan non perizinan serta fungsi penyelenggaraan penanaman modal;

20. Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Pekanbaru yang selanjutnya disingkat BPTPM adalah BPMPTSP yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru

(5)

5 dalam bidang pelayanan perizinan dan non perizinan secara terpadu serta penanaman modal;

21. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

22. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan;

23. Pemberian Insentif adalah dukungan dari Pemerintah Daerah kepada penanam modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah;

24. Pemberian Kemudahan adalah penyediaan fasilitas dari Pemerintah Daerah kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah;

25. Pengaturan dan Disinsentif adalah pencegahan, pembatasan, pengurangan dan pengaturan kegiatan perizinan dan non perizinan dari Pemerintah Daerah kepada penanam modal dalam rangka mengurangi dampak lingkungan dan persaingan usaha tidak sehat di daerah;

26. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya;

27. Kebijakan Peningkatan Penanaman Modal adalah kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan daya saing penanaman modal, meningkatkan penanaman modal di daerah, meningkatkan kemitraan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan lapangan kerja.

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN PENANAMAN MODAL Pasal 2

(1) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas : a. kepastian hukum;

b. keterbukaan; c. akuntabilitas;

d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal penanam modal; e. kebersamaan;

f. efisiensi berkeadilan; g. berkelanjutan;

(6)

6 i. kemandirian; dan

j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi daerah. (2) Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk :

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah; b. menciptakan lapangan kerja;

c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha daerah; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi daerah; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri; dan

h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (3) Sasaran penanaman modal meliputi :

a. meningkatkan iklim investasi yang kondusif;

b. meningkatkan sarana pendukung penanaman modal; c. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; d. meningkatkan jumlah penanam modal;

e. meningkatkan realisasi penanaman modal. BAB III

KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu

Umum Pasal 3

(1) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :

a. mendorong terciptanya iklim usaha daerah yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing daerah dalam perekonomian daerah, nasional, dan global; dan

b. mempercepat peningkatan penanaman modal.

(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah :

a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan daerah, menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

b. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

(7)

7 (3) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal Kota Pekanbaru yang ditetapkan oleh Walikota melalui peraturan lainnya.

Bagian Kedua

Kerjasama Penanaman Modal Pasal 4

(1) Kerjasama penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dapat dilakukan Pemerintah Daerah dengan negara lain dan/atau badan hukum asing melalui Pemerintah dan Pemerintah Daerah lain dan/atau Pemerintah Kota/Kota atau swasta atas dasar kesamaan kedudukan dan saling menguntungkan.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. perencanaan penanaman modal;

b. promosi penanaman modal; c. pelayanan penanaman modal; d. pengembangan penanaman modal; e. pengendalian penanaman modal; f. kegiatan penanaman modal lainnya.

Bagian Ketiga

Promosi Penanaman Modal Pasal 5

(1) Promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilakukan dengan :

a. mengkaji, merumuskan, dan menyusun kebijakan teknis pelaksanaan pemberian bimbingan dan pembinaan promosi penanaman modal; b. mengkoordinasikan dan melaksanakan promosi penanaman modal

Daerah baik didalam negeri maupun ke luar negeri;

c. mengkoordinasikan, mengkaji, merumuskan, dan menyusun materi promosi penanaman modal.

(2) Pelaksanaan promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara mandiri dan/atau bekerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah lainnya, dan lembaga non Pemerintah.

(8)

8 Bagian Keempat

Pelayanan Penanaman Modal Paragraf 1

Pasal 6

Ruang Lingkup Pelayanan Penanaman Modal di daerah, meliputi : a. kerjasama penanaman modal;

b. promosi penanaman modal; c. pelayanan penanaman modal;

d. pengendalian pelaksanaan penanaman modal;

e. pengelolaan data dan sistem informasi penanaman modal; f. penyebarluasan, pendidikan, dan pelatihan penanaman modal.

Pasal 7

Pelaksanaan kebijakan pelayanan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, meliputi :

a. jenis bidang usaha; b. penanam modal; c. bentuk badan usaha; d. perizinan;

e. jangka waktu penanaman modal;

f. hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal; g. lokasi penanaman modal;

h. Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Paragraf 2 Jenis Bidang Usaha

Pasal 8

(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali:

a. bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup; dan

b. terbuka dengan persyaratan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan, dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya ditetapkan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang

(9)

9 terbuka dengan persyaratan masing-masing diatur berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(5) Pemerintah Daerah dapat mengusulkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan Daerah yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi, dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. (6) Pemerintah Daerah dapat melakukan pengaturan dan disinsentif

terhadap bidang atau jenis usaha yang terbuka dan terbuka dengan persyaratan.

(7) Bidang atau jenis usaha yang akan diberikan pengaturan dan disinsentif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Paragraf 3 Penanam Modal

Pasal 9

(1) Penanaman Modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennotschap (CV), Firma (Fa), Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan penanaman modal yang tidak berbadan hukum atau perseorangan.

(2) Penanaman Modal Asing dapat dilakukan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau Penanam Modal Asing dan/atau warga negara asing, badan hukum asing dan/atau Penanam Modal Asing yang patungan dengan Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.

Paragraf 4 Bentuk Badan Usaha

Pasal 10

(1) Penanaman Modal Dalam Negeri dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.

(2) Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. (3) Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Asing yang melakukan

penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan : a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan

c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(10)

10 Paragraf 5

Perizinan Pasal 11

(1) Setiap penanam modal yang menanamkan modalnya di Daerah wajib memiliki Izin penanaman modal dari Walikota, kecuali penanam modal mikro dan kecil.

(2) Izin penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari : a. izin prinsip;

b. izin usaha.

(3) Izin penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila terjadi perubahan wajib mengajukan perubahan kepada Walikota.

Pasal 12

(1) Penanam modal setelah memperoleh izin penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, wajib melengkapi perizinan yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan bidang usahanya.

(2) Untuk mendapatkan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Paragraf 6

JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL Pasal 13

Jangka waktu penanaman modal sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 7

Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penanam Modal Pasal 14

Setiap penanam modal berhak mendapatkan : a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankan; c. hak pelayanan; dan

d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 Setiap penanam modal berkewajiban :

a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

b. melaksanakan tanggung jawab sosial lingkungan (corporate social responsibility);

(11)

11 c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan

menyampaikannya kepada Walikota;

d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;

e. mengutamakan tenaga kerja dari daerah sepanjang memenuhi kriteria kecakapan yang diperlukan;

f. mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup bagi perusahaan yang menggunakan sumberdaya alam yang tidak terbarukan, yang pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

g. mematuhi semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 16

Setiap penanam modal bertanggung jawab :

a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;

d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

f. mematuhi semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Paragraf 8

Lokasi Penanaman Modal Pasal 17

Pemerintah Daerah menetapkan lokasi penanaman modal berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah kota.

Paragraf 9

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pasal 18

(1) Pelayanan Terpadu Satu Pintu, meliputi : a. pelayanan perizinan dan non perizinan; b. pelayanan insentif dan kemudahan; c. pelayanan pengaduan masyarakat.

(2) Dalam melaksanakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Walikota memberikan pendelagasian wewenang pemberian perizinan dan non

(12)

12 perizinan atas urusan Pemerintah dibidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Daerah kepada SKPD yang membidangi penanaman modal.

(3) Pelayanan perizinan dan non perizinan penanaman modal melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik. (4) Tata cara penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Walikota.

Bagian Kelima

Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pasal 19

(1) Pengendalian pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, meliputi :

a. fasilitas penanaman modal bagi penanam modal; b. pelaksanaan kewajiban sebagai penanam modal.

(2) Pengendalian pelaksanaan penanaman modal dilakukan oleh SKPD yang membidangi penanaman modal melalui pemantauan, pembinaan, dan pengawasan.

(3) Pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara :

a. kompilasi; b. verifikasi;

c. evaluasi Laporan Kegiatan Penanaman Modal dan dari sumber informasi lainnya.

(4) Pelaksanaan pembinaan sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara :

a. penyuluhan pelaksanaan ketentuan penanaman modal;

b. pemberian konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan perizinan yang telah diperoleh;

c. bantuan dan fasilitasi penyelesaian masalah/hambatan yang dihadapi penanam modal dalam merealisasikan kegiatan penanaman modalnya.

(5) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara :

a. penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan;

b. pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal;

c. tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.

(6) Tata cara pelaksanaan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

(13)

13 Bagian Keenam

Pengolahan Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pasal 20

Pengolahan data dan sistem informasi penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, meliputi pelayanan perizinan dan non perizinan penanaman modal melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE) yang terintergrasi dengan pemerintah daerah.

Bagian Ketujuh

Penyebarluasan, Pendidikan, dan Pelatihan Penanaman Modal Pasal 21

(1) Penyebarluasan, pendidikan, dan pelatihan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f, meliputi :

a. membina dan mengawasi pelaksanaan penanaman modal Kota/Kota di bidang sistem informasi penanaman modal;

b. mengkoordinasikan pelaksanaan sosialisasi atas kebijakan dan perencanaan, pengembangan, kerjasama luar negeri, promosi, pemberian pelayanan perizinan, pengendalian pelaksanaan, dan sistem informasi penanaman modal kepada aparatur Pemerintah dan dunia usaha;

c. mengkoordinasikan dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan penanaman modal.

(2) Pelaksanaan penyebarluasan, pendidikan dan pelatihan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD yang membidangi Penanaman Modal.

BAB IV

PENINGKATAN PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu

Maksud Pasal 22

Penciptaan iklim usaha daerah yang kondusif dalam peningkatan penanaman modal daerah dimaksudkan untuk menarik dan membantu penanam modal dengan perbaikan kinerja maupun pelayanan melalui pembuatan kebijakan strategis penanaman modal yang berkeadilan.

Bagian Kedua Kelembagaan

Pasal 23

(1) Dalam rangka penciptaan iklim usaha daerah yang kondusif dalam peningkatan penanaman modal di Daerah, Pemerintah Daerah menyusun prosedur perizinan yang jelas, dengan indikator kecepatan, ketepatan,

(14)

14 kesederhanaan, transparan, dan akuntabel yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

(2) Pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga yang menangani pelayanan dan perizinan penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu.

(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kewenangan khusus untuk menangani persoalan kebijakan pelayanan dan perizinan yang terkait dengan penanaman modal.

Bagian Ketiga

Promosi Potensi Ekonomi Pasal 24

Dalam rangka meningkatkan penanaman modal di Daerah, Pemerintah Daerah melakukan kegiatan promosi potensi Daerah maupun promosi usaha untuk memperkenalkan potensi ekonomi Daerah secara proaktif dan proporsional.

Bagian Keempat

Ketentraman dan Ketertiban Pasal 25

(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat memfasilitasi dan menciptakan situasi keamanan yang kondusif bagi berjalannya kegiatan usaha, sehingga tercipta ketertiban masyarakat yang mendukung kegiatan penanaman modal di Daerah.

(2) Pemerintah Daerah menjamin semua aset penanam modal yang telah menanamkan modalnya melalui prosedur resmi di Daerah dari tindakan penyerobotan, pendudukan, perampasan, dan tindakan anarki yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemerintah Daerah menjamin semua aset yang menjadi hak milik sah masyarakat daerah dari penyerobotan maupun pemaksaan penggunaan dan pemanfaatan dalam kegiatan penanaman modal.

(4) Pemerintah Daerah dapat mencabut izin yang sudah dikeluarkan, apabila berdasarkan hasil evaluasi dalam perkembangannya ditemukan hal-hal yang dipandang perlu bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

(5) Dalam hal izin dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah dapat mengalihfungsikan izin melalui kerjasama dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V

KETENAGAKERJAAN Pasal 26

(1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja lokal.

(15)

15 (2) Pemerintah Daerah bersama-sama dengan perusahaan penanaman modal

memfasilitasi usaha-usaha perbaikan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal melalui pelatihan kerja sesuai dengan kompetensi dan peraturan perundang-undangan.

(3) Perusahaan penanaman modal yang memperkerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

(1) Perusahaan penanam modal wajib memberikan perlindungan, pengupahan, dan keselamatan kerja sesuai Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi prosedur dan sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang adil, cepat, dan efisien.

BAB VI

PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu

Umum

Pasal 28

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan penanaman modal sesuai dengan kewenangan, kondisi, dan kemampuan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemberian insentif dan pemberian kemudahan dilakukan berdasarkan prinsip :

a. kepastian hukum; b. kesetaraan;

c. transparansi; d. akuntabilitas; dan e. efektif dan efisien.

Bagian Kedua

Kriteria Pemberian Insentif dan Kemudahan Pasal 29

Pemberian insentif dan kemudahan diberikan kepada penanam modal yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria, sebagai berikut :

a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat; b. menyerap tenaga kerja lokal;

(16)

16 d. memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik;

e. memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto;

f. berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; g. termasuk skala prioritas tinggi;

h. termasuk pembangunan infrastruktur; i. melakukan alih teknologi;

j. melakukan industri pionir;

k. berada di daerah terpencil atau daerah tertinggal;

l. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; m. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; atau

n. industri yang menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri;

Bagian Ketiga

Dasar Penilaian dan Tata Cara Pemberian Insentif dan Kemudahan Pasal 30

Dasar penilaian dan tata cara pemberian insentif dan kemudahan yang diberikan kepada penanam modal yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Bagian Keempat

Bidang atau Jenis Usaha yang dapat Mengajukan Insentif dan Kemudahan Pasal 31

Bidang atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal dapat mengajukan insentif dan kemudahan yang diatur dengan Peraturan Walikota sesuai dengan perkembangan peluang usaha.

Bagian Kelima

Bentuk Pemberian Insentif dan Kemudahan Pasal 32

(1) Pemberian insentif dapat berbentuk :

a. pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak Daerah; b. pengurangan, keringanan atau pembebasan retribusi Daerah; c. pemberian dana stimulant;

d. pemberian bantuan modal; dan/atau

e. pemberian penghargaan kepada masyarakat atau swasta. (2) Pemberian kemudahan dapat berbentuk :

a. penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal;

(17)

17 c. penyediaan dan/atau fasilitasi penyediaan lahan atau lokasi;

d. pemberian dan/atau fasilitasi bantuan teknis; dan/atau

e. percepatan tatalaksana pemberian perizinan dan non perizinan.

(3) Pemberian insentif dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d, serta pada ayat (2) huruf b dan huruf c harus memperhatikan kemampuan keuangan Daerah.

Pasal 33

Pemberian insentif dan pemberian kemudahan kepada penanam modal ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 34

Keputusan Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 sekurang-kurangnya memuat nama dan alamat badan usaha penanam modal, jenis usaha atau kegiatan penanaman modal, bentuk, jangka waktu, serta hak dan kewajiban penerima insentif dan/atau kemudahan penanaman modal.

Bagian Keenam Pelaporan dan Evaluasi

Pasal 35

(1) Penerima insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal menyampaikan laporan kepada Walikota paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat laporan penggunaan insentif dan/atau kemudahan, pengelolaan usaha, dan rencana kegiatan usaha.

Pasal 36

(1) Walikota menyampaikan laporan kepada Gubernur mengenai perkembangan pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di Daerah secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali. (2) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut

oleh Walikota.

Pasal 37

(1) Walikota melakukan evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal yang memperoleh insentif dan/atau kemudahan.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) tahun sekali.

(3) Pelaksanaan evaluasi secara teknis dilakukan oleh SKPD yang membidangi penanaman modal.

(18)

18 Pasal 38

Pemberian insentif dan/atau pemberian kemudahan dapat ditinjau kembali apabila berdasarkan hasil evaluasi penanam modal sudah dianggap cukup berhasil atau tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PERAN SERTA PEMERINTAH DAERAH Pasal 39

Dalam rangka mewujudkan kebijakan penanaman modal di Daerah dan pelaksanaan kemitraan Daerah, Pemerintah Daerah memiliki fungsi :

a. perumusan kebijakan strategis peningkatan penanaman modal dan program kemitraan di Daerah;

b. penyelenggaraan pelayanan perizinan untuk peningkatan penanaman modal untuk masyarakat maupun dunia usaha sesuai dengan kewenangannya;

c. sosialisasi prosedur resmi perizinan dan peningkatan penanaman modal sebagai usaha meminimalisir penyimpangan dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan;

d. fasilitasi penyelesaian hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi;

e. pengembangan dunia usaha baik di dalam maupun ke luar daerah lain; f. pengembangan pola kemitraan dan kerja sama dalam pengembangan

dunia usaha di daerah;

g. pembinaan penghormatan terhadap karakteristik dan budaya daerah dalam peningkatan penanaman modal;

h. mendorong peningkatan kemampuan kewirausahaan masyarakat. BAB VIII

SANKSI Pasal 40

(1) Penanam modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan/atas nama orang lain.

(2) Dalam hal mana penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.

(3) Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerjasama dengan Pemerintah Daerah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian Negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan

(19)

19 oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah Daerah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan.

Pasal 41

(1) Badan usaha atau usaha perseorangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dapat dikenai sanksi administratif, berupa :

a. peringatan tertulis;

b. pembatalan kegiatan usaha;

c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; dan d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh

instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 42

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Pekanbaru.

Ditetapkan di Pekanbaru pada tanggal Plt. WALIKOTA PEKANBARU, EDWAR SANGER Diundangkan di Pekanbaru pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KOTA PEKANBARU,

MOHD. NOER. MBS

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU TAHUN 2017 NOMOR

NO. REG. PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU, PROVINSI RIAU : NOMOR URUT PERDA ( /2017)

(20)

20 PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2016

TENTANG PENANAMAN MODAL

I. UMUM

Salah satu tujuan otonomi dalam pemerintahan daerah adalah untuk memajukan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Amanat tersebut, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi daerah harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi daerah dengan muara untuk peningkatan ekonomi Indonesia. Pondasi ekonomi kerakyatan yang mendukung bagi pengembangan ekonomi mikro, kecil dan menengah mengharapkan tertibnya pengelolaan investasi dan kemampuan daerah dalam mengembangkan aspek-aspek ekonomi di daerah. Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.

Penanaman modal menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian daerah dalam mendukung tujuan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara parsial dan nasional secara general, menciptakan dan menumbuhkan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi daerah dan nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.

Dalam mencapai peningkatan penanaman modal yang tinggi untuk mendukung perencanaan pembangunan maka perlu diciptakan suatu iklim yang menjamin suatu kemudahan bagi investasi yang masuk dan perizinan yang berlaku pada satu daerah, hal tersebut juga terhadap investor yang akan menanamkan modal di daerah diberikan kebijakan pemerintah daerah yang mendukung terhadap hal tersebut dan melindungi investasi yang berada pada daerah tersebut.

Kemampuan daerah dalam menarik investor bagi daerahnya diharapkan mampu untuk memberikan stimulus bagi pengembangan ekonomi daerah, memberikan alih pengetahuan bagi masyarakat daerah tersebut. Investasi yang diraih oleh daerah juga diharapkan melindungi nilai-nilai daerah tersebut dan tidak menimbulkan ketidakstabilan bagi daerah dan kepentingan nasional.

(21)

21 Regulasi tentang pengaturan penanaman modal diharapkan mampu dalam penyelenggaraan penanaman modal di daerah dengan memberikan koordinasi antar instansi secara vertikal dan horizontal. Menciptakan efisiensi birokrasi, kepastian hukum dalam penanaman modal, dan penyerapan ketenagakerjaan di daerah. Harapan dengan perbaikan dalam realisasi kebijakan penanaman modal adalah peningkatan penanaman modal secara signifikan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Ayat (1) Huruf a

Meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

Huruf b

Terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Huruf c

Setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.

Huruf e

Mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Huruf f

Pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

Huruf g

Secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.

(22)

22 Huruf h

Penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Huruf i

Dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

Huruf j

Berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi daerah.

Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud dengan “meningkatkan pertumbuhan ekonomi Daerah” dimaksudkan untuk pengembangan ekonomi yang bersifat strategis untuk menjaga keseimbangan dan kemajuan Daerah.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “menciptakan lapangan kerja” adalah keharusan penanam modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan mengutamakan tenaga kerja lokal, sesuai kompetensi dan kebutuhan. Huruf c

Yang dimaksud dengan “meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan” yaitu kebijakan yang terkait secara langsung dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan, seperti kewajiban penanam modal untuk melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social responsibility/CSR), menanggung dan menyelesaikan kewajiban dan kerugian dalam hal penghentian usaha secara sepihak, menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “meningkatkan kemampuan dayasaing dunia usaha Daerah” adalah upaya untuk mendorong perekonomian Daerah menuju perekonomian nasional maupun perekonomian global, serta untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi yang harus dihadapi terkait dengan kerjasama internasional, baik secara bilateral, regional maupun multilateral (World Trade Organization/WTO).

Huruf e

Yang dimaksud dengan “meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi” adalah terkait dengan kewajiban penanam modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing untuk menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi bagi tenaga kerja lokal.

(23)

23 Yang dimaksud dengan “mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan” adalah Pemerintah Daerah memfasilitasi terbentuknya kemitraan antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam berbagai bidang usaha, antara lain peningkatan dayasaing, pengembangan inovasi, perluasan pasar, dan penyebaran informasi.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri” adalah mempercepat pembangunan ekonomi Daerah dan nasional, serta mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi untuk mengolah potensi Daerah menjadi kekuatan ekonomi riil, dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam maupun luar negeri Huruf h

Yang dimaksud dengan “meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, adalah tujuan yang tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ayat 3 Huruf a

Yang dimaksud dengan “menciptakan iklim investasi yang kondusif” adalah memperkuat kelembagaan pelayanan investasi, penyusunan regulasi dan kebijakan penanam modal di Daerah, percepatan pendirian perusahaan dan perizinan, meningkatkan ekspor dan investasi, pelayanan informasi dan perizinan investasi secara online, serta sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “meningkatkan sarana pendukung penanaman modal” adalah menyediakan sarana dan prasarana yang memadai seperti jaringan transportasi, jaringan dan akses informasi, lahan dan infrastruktur.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia” adalah dilaksanakan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, serta program magang pada perusahaan besar.

Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Huruf a

(24)

24 Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud dengan “perlakuan yang sama” adalah bahwa Pemerintah Daerah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Daerah, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (3)

Rencana Umum Penanaman Modal dan Rencana Strategis Penanaman Modal merupakan subordinasi dari dokumen perencanaan makro yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan dokumen perencanaan lainnya. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Pasal 7 Huruf a

(25)

25 Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g

Yang dimaksud dengan lokasi penanaman modal adalah lokasi yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kabupaten/Kota untuk kepentingan investasi di Daerah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah. Huruf h Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Huruf a

Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau International Standard for Industrial Classification (ISIC).

Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas

(26)

26 Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1)

Perizinan adalah pemberian legalitas kepada orang atau pelaku usaha dari kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.

Non perizinan adalah dokumen yang dikeluarkan yang bukan bersifat perizinan, misalnya kemudahan pelayanan dan informasi, rekomendasi, surat keterangan dan dokumen lainnya yang sejenis.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 12

(27)

27 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Huruf a

Yang dimaksud dengan “kepastian hak” adalah jaminan Pemerintah Daerah bagi penanam modal untuk memperoleh hak, sepanjang penanam modal telah melaksanakan kewajiban yang ditentukan. Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah jaminan Pemerintah Daerah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai landasan utama dalam setiap tindakan dan kebijakan bagi penanam modal. Yang dimaksud dengan “kepastian perlindungan” adalah jaminan Pemerintah Daerah bagi penanam modal untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan kegiatan penanaman modal.

Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 15 Huruf a

Yang dimaksud dengan “tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)” adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Huruf b

Yang dimaksud dengan “tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social responsibility)” adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Huruf c

Laporan kegiatan penanam modal memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal, dan disampaikan secara berkala kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Badan. Huruf d

Cukup jelas. Huruf e

Tenaga kerja yang harus diserap oleh penanam modal berkaitan dengan jenis keahlian yang dimungkinkan untuk dilaksanakan oleh tenaga kerja lokal, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(28)

28 Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 16 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24

(29)

29 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan agar penanaman modal di Daerah secara nyata menyerap tenaga kerja Daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Hal ini dimaksudkan agar terjadi pengalihan penguasaan teknologi (transfer of technology) dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Daerah. Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a

Jaminan terwujudnya kepastian hak dan kewajiban masyarakat dan penyelenggaraan dalam penyelenggaraan penanaman modal.

Huruf b

Pemberian pelayanan penanaman modal tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

Huruf c

Setiap penerima pelayanan penanaman modal dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai penanaman modal yang diinginkan.

Huruf d

Proses penyelenggaraan pelayanan penanaman modal harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf e

Setiap jenis pelayanan penanaman modal dilakukan secara cepat, mudah dan terjangkau.

Pasal 29

(30)

30 Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Pemberian bantuan modal dimaksudkan untuk meningkatkan

kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang bermitra dengan Usaha Besar.

Huruf e

Penghargaan diberikan kepada penanam modal yang memenuhi kriteria tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas.

(31)

31 Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Waktu Proses bacwash atas 60 detik Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 9 diketahui bahwa untuk menjalankan proses backwash atas terdapat komponen yang dijalankan

Seberapa sering Bapak/Ibu merasakan pelaksanaan prosedur audit tertentu dalam batas anggaran waktu merupakan hal yang sangat. penting untuk dipatuhi

Dengan cara melakukan compile file yang sudah didapatkan dari hasil eksploitasi yang kemudian menjalankan file tersebut dengan perintah execute sehingga dapat digunakan untuk

Selain itu, grafik tekanan pada profil modifikasi 1 dan 3 terlihat (sedikit) lebih melebar dibandingkan profil normal dan modifikasi 2 yang relatif sama. Adanya pelebaran ini

Dibawah ini hasil rasio gross profit margin yang telah penulis olah dari data keuangan tiga perusahaan semen untuk tahun buku 2010-2012.. Tabel 4 : Rasio Gross Profit Margin

Dokumen Perjanjian Kinerja (PK) Badan PPSDMP tahun 2019 menetapkan sasaran program yaitu : Meningkatnya penerapan pengelolaan pertanian terpadu dipedesaan,

Selain permasalahan yang di keluhkan oleh para petani, dari pihak konsumen sendiri mempunyai permasalahan yang cukup menyusahkan pada saat mereka kekurangan pasokan

“Di seluruh Pasar Mayestik ada 35 unit eskalator yang seluruhnya ber- fungsi setiap hari, kecuali dua unit eskalator dari P3 menuju mesjid di lantai empat yang hanya difungsikan