• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan carbopol sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan carbopol sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN CARBOPOL SEBAGAI GELLING AGENT DAN SORBITOL SEBAGAI HUMEKTAN

DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Francine Dona Paramita NIM: 048114107

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN CARBOPOL SEBAGAI GELLING AGENT DAN SORBITOL SEBAGAI HUMEKTAN

DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Francine Dona Paramita NIM: 048114107

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Papa, Mama, mas Rully, Merry, dan Rico

Teman-teman Farmasi Sains Teknologi 2004

(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dengan Carbopol sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai Humektan dengan Metode Desain Faktorial”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, sarana, maupun finansial dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, pengarahan, dan dukungannya selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

3. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran untuk skripsi ini.

4. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran untuk skripsi ini.

(8)

viii

6. Teman-teman team teh : Yoyo, Agung, Ika, Dian, Selvi, Fhery, Tere, Resty, dan Rinta atas kerjasama, diskusi, dan kebersamaannya selama penelitian ini. 7. Segenap laboran fakultas Farmasi yang telah membantu terlaksananya

penelitian ini.

8. Teman-teman team wortel, team Curcuma mangga, dan team alga atas kebersamaannya selama penelitian ini.

9. Teman-teman kost : Mayang, Ana, Helena, Tika, Ria, dan Eva atas dukungan dan kebersamaannya.

10.Teman-teman Farmasi Sains dan Teknologi (FST) angkatan 2004.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

INTISARI... xvi

ABSTRACT... xvii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Keaslian Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Tujuan Penelitian... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Polifenol Teh... 6

(11)

xi

C. Ekstrak... 7

D. Gel... 8

E. Carbopol... 9

F. Sorbitol... 10

G. Sunscreen... 11

H. Metode Desain Faktorial... 12

I. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)... 15

J. Landasan Teori... 16

K. Hipotesis... 17

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 18

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 18

1. Variabel penelitian... 18

2. Definisi operasional... 18

C. Alat dan Bahan Penelitian... 20

1. Alat... 20

2. Bahan... 20

D. Tata Cara Penelitian... 20

1. Preparasi ekstrak kering polifenol dari teh hijau... 20

2. Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh hijau secara kolorimetri (metode Folin-Ciocalteau)... 21 3. Penentuan nilai SPF secara in vitro... 23

(12)

xii

5. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau 27

6. Subjective assessment... 27

7. Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau... 27

E. Analisis Data dan Optimasi... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

A. Preparasi Ekstrak Kering Polifenol dari Teh Hijau... 30

B. Penetapan Kadar Polifenol Total dalam Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau secara Kolorimetri (Metode Folin Ciocalteau)... 32 C. Penentuan nilai SPF secara in vitro... 35

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau... 38 1. Daya sebar... 41

2. Viskositas... 44

3. Pergeseran viskositas... 46

E. Optimasi Formula... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 55

A. Kesimpulan... 55

B. Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

LAMPIRAN... 59

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level...

14

Tabel II Formula desain faktorial... 26 Tabel III Kurva baku kuersetin... 34 Tabel IV Hasil penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh

hijau ...

35

Tabel V Hasil pengukuran sifat fisik gel sunscreen………... 39 Tabel VI Efek larutan carbopol 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi

antara keduanya dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen...

40

Tabel VII Analisis Yate’s treatment untuk respon daya sebar gel sunscreen...

42

Tabel VIII Analisis Yate’s treatment untuk respon viskositas gel sunscreen...

45

Tabel IX Analisis Yate’s treatment untuk respon pergeseran viskositas gel sunscreen...

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur monomer asam akrilat dalam carbopol... 9

Gambar 2 Rumus bangun sorbitol…... 10

Gambar 3 Struktur kuersetin... 32

Gambar 4 Hasil scanning operating time... 33

Gambar 5 Hasil scanning panjang gelombang maksimum... 34

Gambar 6 Struktur epikatekin, epikatekin-3-galat, epigalokatekin, dan epigalokatekin-3-galat dengan sistem kromofor dan gugus auksokrom...

36

Gambar 7 Hasil scanning panjang gelombang (λ) UV ekstrak kering polifenol teh hijau...

37

Gambar 8 Grafik hubungan antara larutan carbopol 3% b/v (g) dan respon daya sebar gel (cm) (8a); grafik hubungan antara sorbitol (g) dan respon daya sebar gel (cm) (8b)...

41

Gambar 9 Grafik hubungan antara larutan carbopol 3% b/v (g) dan respon viskositas gel (d.Pa.s) (9a); grafik hubungan antara sorbitol (g) dan respon viskositas gel (d.Pa.s) (9b)...

44

Gambar 10 Grafik hubungan antara larutan carbopol 3% b/v (g) dan respon pergeseran viskositas gel (%) (10a); grafik hubungan antara sorbitol (g) dan respon pergeseran viskositas gel (%) (10b)...

46

Gambar 11 Contour plot daya sebar gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau...

(15)

xv

Gambar 12 Contour plot viskositas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau...

51

Gambar 13 Contour plot pergeseran viskositas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau...

52

Gambar 14 Contour plot superimposed gel sunscreenekstrak kering polifenol teh hijau...

53

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data penetapan kadar air serbuk teh hijau dengan Metode Karl Fischer...

59

Lampiran 2 Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau...

61

Lampiran 3 Penetapan nilai SPF... 64

Lampiran 4 Hasil scanning operating time... 66

Lampiran 5 Hasil scanning panjang gelombang maksimum... 67

Lampiran 6 Data penimbangan dan notasi... 68

Lampiran 7 Data pengukuran pH pada formula... 69

Lampiran 8 Data sifat fisik: daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas... 70 Lampiran 9 Perhitungan efek sifat fisik... 71

Lampiran 10 Persamaan regresi... 73

Lampiran 11 Data analysis of variance (ANOVA) Yate’s treatment... 78

Lampiran 12 Contoh kuesioner subjective assessment... 84

Lampiran 13 Hasil kuesioner subjective assessment... 85

(17)

xvii INTISARI

Penelitian ini merupakan optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (Camelia sinensis L.) dengan larutan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humektan dengan metode desain faktorial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan diantara larutan carbopol 3% b/v, sorbitol, atau interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik gel, dan untuk memperoleh area komposisi optimum dari gelling agent dan humektanyang diteliti.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan aplikasi desain faktorial. Untuk optimasi formula digunakan desain faktorial dengan kombinasi formula 1, a, b, dan ab, dengan kombinasi larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol yang berbeda-beda untuk tiap formula. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas gel selama penyimpanan satu bulan. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.

Diperoleh hasil larutan carbopol 3% b/v memberikan efek yang dominan dalam menentukan daya sebar dan viskositas gel. Interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dengan sorbitol memberikan efek yang dominan dalam menentukan pergeseran viskositas gel. Berdasarkan contour plot superimposed didapatkan area optimum yang diprediksi sebagai formula optimum gel. Daya sebar optimal pada penyebaran 6,3-7 cm. Viskositas optimal pada 50-65 d.Pa.s. Stabilitas formula optimal pada pergeseran viskositas 0-8 %.

(18)

xviii ABSTRACT

This study was about formula optimization of green tea (Camellia sinensis L.) polyphenol dry extract sunscreen gel with carbopol as gelling agent and sorbitol as humectant with the application of factorial design. The aims of the research were to observe the dominant effect among carbopol 3% b/v solution, sorbitol, and the interaction of both on the gel physical properties, and to obtain the optimum composition area of gelling agent and humectant.

This research was a pure experimental study based on factorial design application. This formula optimization used factorial design with combination of formula 1, a, b, and ab, with different combination of carbopol 3% b/v solution and sorbitol in each formula. Optimization was evaluated for physical properties parameter, i. e. spreadibility, viscosity, and stability of the gels over one month storage. Statistic analysis used in this research is Yate’s treatment with 95% level of confidence.

The result showed that carbopol 3% b/v solution dominant in determining gel spreadibility and gel viscosity. Interaction between carbopol 3% b/v solution and sorbitol dominant in determining the alteration of gel viscosity. Based on superimposed contour plot, the optimum area was obtained, it was predicted as optimum gel formula. Optimum spreadibility is 6,3 cm until 7 cm. Optimum viscosity lies between 50 d.Pa.s until 65 d.Pa.s. Optimum formula stability lies between 0-8%.

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sinar ultraviolet (UV) merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Pada manusia, sinar UV bermanfaat untuk meningkatkan aliran darah, membantu perubahan provitamin D menjadi vitamin D, dan membantu mengaktifkan vitamin, hormon, dan enzim (Jellinek, 1970).

Sinar UV terdiri dari tiga tipe, yaitu UV A dengan panjang gelombang (λ) 320-400 nm, UV B dengan λ 290-320 nm, dan UV C dengan λ 200-290 nm. Sinar UV C tidak mencapai permukaan bumi karena diserap oleh lapisan ozon di atmosfer. Sinar UV B yang diserap oleh lapisan ozon di atmosfer sebanyak 90% atau lebih dan sisanya dapat mencapai permukaan bumi. Sinar UV A sendiri dapat mencapai permukaan bumi (Lucas, McMichael, Smith, Armstrong, 2006).

Paparan UV A berlebihan mempunyai efek awal yaitu pigmen semakin gelap (pigment darkening) dan diikuti dengan kerusakan struktur kulit yang menyebabkan premature photoaging pada kulit. Paparan UV B lebih berperan dalam menyebabkan sunburn dibandingkan dengan UV A. Penetrasi UV B ke dalam kulit dapat menyebabkan respon biologi, termasuk kerusakan fotokimia DNA seluler, pembentukan radikal bebas, photoaging, penurunan sistem imun pada kulit, dan kanker kulit (Svobodova, Psotova, Walterova, 2003).

(20)

yang dapat mengabsorbsi dan atau memantulkan sinar UV. Produk sunscreen diharapkan mampu mengabsorbsi energi UV pada spektrum yang luas (Stanfield, 2003).

Pemilihan bahan aktif sebagai sunscreen didasarkan pada adanya ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan gugus pada ikatan rangkap terkonjugasi (auksokrom). Pada struktur molekul bahan aktif tersebut yang berperan dalam penyerapan radiasi sinar UV adalah cincin aromatik yang terkonjugasi oleh gugus karbonil (Walters, Keeney, Wigal, Johnston, Cornelius, 2007).

Produk sunscreen yang beredar di pasaran umumnya mengandung bahan aktif berupa senyawa sintetik. Senyawa sintetik jika masuk ke dalam jaringan tubuh dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit yang sensitif. Penggunaan bahan alam lebih menguntungkan daripada senyawa sintetik karena sebagian besar bahan alam dapat memberikan toleransi yang baik pada kulit dan tidak menimbulkan iritasi berat yang disebabkan alergi pada kulit yang sensitif (Hutapea, 1993).

(21)

senyawa-senyawa fenolik seperti epikatekin, epikatekin-3-galat, epigalokatekin, dan epigalokatekin-3-galat (Svobodova et al., 2003).

Sediaan sunscreen dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk gel yang berbasis hidrofilik, yaitu carbopol dan sorbitol. Carbopol memiliki karakter fisiologis netral dan tidak menimbulkan iritasi, baik pada uji iritasi primer maupun uji sensitisasi (Alfonso, 2000). Sorbitol relatif inert dan kompatibel dengan sebagian besar eksipien. Bentuk sediaan gel yang berbasis senyawa hidrofilik relatif tidak berminyak dan memberikan rasa dingin pada kulit. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria yang diinginkan,yaitu nyaman saat diaplikasikan.

Gelling agent dan humektan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas fisik sediaan gel. Carbopol sebagai gelling agent akan membentuk jaringan struktural yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Penambahan jumlah gelling agent akan memperkuat jaringan struktural gel sehingga menyebabkan kenaikan viskositas gel. Sorbitol sebagai humektan dapat berfungsi untuk menarik air dari lingkungan sehingga dapat menjaga kestabilan sediaan dan mempertahankan kelembaban kulit.

(22)

Metode desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan variabel bebas. Dengan desain faktorial dapat diketahui faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon, yaitu sifat fisik dan stabilitas gel. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan formula yang optimum sebatas level gelling agent dan humektan yang diteliti.

B. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Berapa konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan SPF dengan nilai yang dapat diterima sebagai sunscreen dalam penelitian ini?

2. Diantara larutan carbopol 3% b/v, sorbitol, dan interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol, faktor manakah yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen?

3. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum pada contour plot superimposed yang diprediksi sebagai formula optimum gel sunscreen?

C. Keaslian Penelitian

(23)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai bentuk sediaan sunscreen yang berasal dari bahan alam dan untuk pengembangan dan aplikasi metode desain faktorial.

2. Manfaat Praktis

Mengetahui efek yang dominan dalam menentukkan sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen dan formula yang optimum sehingga diperoleh gel sunscreen yang memiliki sifat fisik dan stabilitas yang memenuhi persyaratan.

E.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mendapatkan formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas yang baik.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan SPF dengan nilai yang dapat diterima sebagai sunscreen dalam penelitian ini.

b. Mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen.

(24)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Polifenol Teh

Teh hijau berasal dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis L.) melalui proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase / fenolase sehingga oksidase enzimatik terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003).

Zat bioaktif dalam teh terutama merupakan polifenol golongan flavonoid, yaitu flavanol tipe katekin seperti epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG); serta flavonol seperti kuersetin. Keempat tipe katekin tersebut merupakan antioksidan utama dalam teh hijau (Rohdiana, 2001; Svobodova et al., 2003). Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh termasuk di dalamnya rasa, warna, dan aroma, secara langsung maupun tidak, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ini (Hartoyo, 2003).

(25)

yang diinduksi oleh radiasi UV, menurunkan pembentukan cyclobutane pyrimidine dimers (CPDs) seperti thymine dimer pada epidermis dan dermis, menginduksi apoptosis pada sel human epidermal carcinoma dan human carcinoma keratinocyte, mengeblok infiltrasi leukosit yang diinduksi UV, dan menghambat pertumbuhan tumor pada siklus sel fase G0-G1 (Katiyar et al., 2001; Svobodova et al., 2003).

B. Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi zat aktif menggunakan solven dengan penggojogan atau pengadukan pada suhu ruangan. Maserasi kinetik merupakan metode maserasi yang dilakukan pada suhu ruangan dan mengalami pengadukan secara konstan. Maserasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam proses ekstraksi. Metode ini mempunyai keuntungan bila dibandingkan dengan perkolasi, yaitu dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti teknik dan produksi batch (Anonim, 1986).

C. Ekstrak

(26)

D. Gel

Menurut definisinya gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan bahan aktif tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik atau hidrofobik (Anonim, 1995). Alexander and Johnson (1983) mendefinisikan gel sebagai sistem dua komponen sediaan semi padat yang

kaya akan cairan. Beberapa pengarang memberikan definisi yang berbeda tentang gel tetapi

satu karakteristik umum gel adalah adanya beberapa bentuk struktur berkesinambungan yang memberikan sifat seperti sediaan padat. Pada gel yang bersifat polar, polimer sintetik atau alamiah pada kosentrasi yang relatif rendah (10%) membentuk matrik tiga dimensi. Gel yang terbentuk tampak jernih atau keruh, karena gelling agent tidak larut sempurna atau karena terbentuknya agregat yang terdispersi. Polimer-polimer yang dapat digunakan antara lain; dari bahan alam yaitu gum, tragacan; dari bahan semisintetik yaitu metil selulosa, CMC; dan polimer sintetik seperti Carbopol (Barry, 1983).

(27)

menyumbat pori kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air. Gel ini selanjutnya bisa

sebagai pendingin dan pelindung kulit (Voigt, 1994).

E. Carbopol

Carbopol (Carbomer) (Gambar 1) dari gugus carboksivinilpolimer yang telah disilangkan dengan sukrosa alil, merupakan material koloid hidrofilik yang mengental lebih baik daripada natural gums. Carbomer yang terdispersi di dalam air membentuk larutan asam keruh, kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium hidroksida, dengan amina (contohnya, trietanolamine), atau dengan basa anorganik lemah seperti ammonium hidroksida, sehingga dapat meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhannya (Barry, 1983).

(28)

menimbulkan iritasi, baik pada uji iritasi primer maupun uji sensitisasi (Alfonso, 2000).

Pada kondisi asam, sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan membentuk gulungan. Penambahan basa akan memutuskan gugus karboksil dan akan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak-menolak elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan mengembang. Penambahan basa yang berlebihan membuat gel menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis. Jika ditambahkan amina yang berlebih pada sistem dispersi carbopol, konsistensinya tidak berkurang, kemungkinan karena efek sterik mencegah pelindung karboksil yang diserang (Barry, 1983).

F. Sorbitol

Sorbitol (Gambar 2) mengandung tidak kurang dari 91,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H14O6, dihitung terhadap zat anhidrat. Sorbitol dapat mengandung sejumlah kecil alkohol polihidrik lain. Pemerian : serbuk, granul, atau lempengan; higroskopis; warna putih; rasa manis. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam metanol, dan dalam asam asetat. (Anonim, 1995).

HO C

(29)

Sorbitol relatif inert secara kimia dan kompatibel dengan sebagian besar eksipien. Sorbitol stabil di udara dan tidak mengalami perubahan warna pada penyimpanan. Sorbitol tidak mudah terbakar, tidak korosif, dan tidak mudah menguap. Sorbitol merupakan bahan yang higroskopis sehingga harus disimpan pada wadah yang tertutup. Sorbitol sebagai humektan dapat menarik air dari lingkungan dan mempertahankan kelembaban kulit. Sorbitol sebagai humektan digunakan pada konsentrasi 3-15% (Anonim, 1983).

G. Sunscreen

Sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorbsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorbsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).

(30)

1.Physical sunscreen : memantulkan sinar (light scattering). Mekanisme tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis buram pada permukaan kulit.

2.Chemical sunscreen : mengabsorbsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu senyawa. Radiasi yang diabsorbsi kemudian dikeluarkan kembali sebagai panas oleh getaran pada keadaan eksitasi (Calder, 2005). Sunscreen mengabsorbsi radiasi UV dan mengalami eksitasi, kemudian secara cepat kembali ke keadaan dasar (ground state). Kemampuan molekul mengabsorbsi energi radiasi UV tergantung dari sistem konjugasinya (kromofor) serta jumlah dan jenis gugus fungsional yang ada (auksokrom). Kromofor merupakan molekul atau bagian dari molekul yang dapat mengabsorbsi energi UV kemudian mengubahnya menjadi energi panas (inframerah).

Beberapa produk sunscreen yang beredar di pasaran mengandung bahan aktif seperti ethylhexyl p-methoxycinnamate (Octinoxate), p-amino benzoic acid (PABA), octyl methoxycinnamate, octyl salicylate yang memberikan serapan pada range panjang gelombang UVB. Avobenzone, benzophenone, memberikan serapan pada range panjang gelombang UVA (Stanfield, 2003).

H. Metode Desain Faktorial

(31)

faktorial merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek masing-masing faktor, maupun interaksi antar efek tersebut. Dengan demikian, metode ini merupakan metode yang sesuai untuk menentukan formula yang optimum dalam gel, dengan kombinasi dua gelling agent yang digunakan dalam berbagai konsentrasi. Dengan metode ini akan dapat dilihat efek konsentrasi tiap-tiap gelling agent dan dapat pula terlihat bagaimana hasil interaksi kedua gelling agent tersebut. Metode ini lebih ekonomis karena dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (dua level padadesain faktorial) dilakukan berdasarkan rumus:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12 X1X2...(1) Y = respon hasil atau sifat yang diamati, misalnya waktu alir

X1, X2 = level bagian A, bagian B

(32)

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n =4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan untuk 4 formula percobaan tersebut adalah formula 1 untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1997). Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan. Rancangan percobaan desain faktorial disajikan dalam Tabel I.

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Formula A (faktor I) B (faktor II)

1 - -

a + -

b - +

ab + +

Keterangan:

(-) = level rendah (+) = level tinggi

Formula 1 = faktor I level rendah, faktor II rendah Formula a = faktor I level tinggi, faktor II rendah Formula b = faktor I level rendah, faktor II tinggi Formula ab = faktor I level tinggi, faktor II tinggi

Berdasarkan persamaan di atas, dengan subsitusi secara matematis, dapat dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun interaksinya. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungannya sebagai berikut:

Efek faktor I = ((a-(1))+(ab-b))/ 2 Efek faktor II = ((b-(1))+(ab-a))/ 2

(33)

I. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)

Spektrofotometri UV adalah anggota analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV digunakan untuk menganalisis suatu senyawa dengan struktur terkonjugasi (Mulja dan Suharman, 1995).

Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion atau molekul, sedang radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi (Khopkar, 1990).

Interaksi antara molekul yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah sinar ultraviolet dan sinar tampak (200-800 nm) akan menghasilkan spektra serapan elektronik. Spektra serapan ini dapat digunakan untuk analisis kuntitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap ada hubungannya dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1985).

Pada umumnya semua molekul dapat menyerap radiasi elektromagnetik di daerah UV dan visibel karena mereka memiliki elektron, baik berkelompok maupun menyendiri yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang yang menunjukkan terjadinya serapan tergantung pada kekuatan ikatan elektron dalam molekul tersebut (Day and Underwood, 1986).

(34)

elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron anti bonding (Mulja dan Suharman, 1995).

Panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan serapan maksimum disebut sebagai panjang gelombang serapan maksimum. Penentuan panjang gelombang pada saat serapan maksimum dapat digunakan untuk mengidentifikasi molekul (Mulja dan Suharman, 1995). Pada analisis kuantitatif pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang saat serapan maksimum, disebabkan oleh dua alasan:

a. Sensitivitas maksimum diperoleh dengan melakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum karena konsentrasi yang diukur pada panjang gelombang tersebut memberikan respon yang paling kuat.

b. Pada panjang gelombang maksimum, perubahan yang kecil akan memberikan perubahan serapan yang minimal (kecuali jika pita absorpsi sangat tajam). Dengan demikian, kesalahan kecil dalam meletakkan tanda pemilih panjang gelombang pada instrumen tidak akan mengakibatkan kesalahan besar pada pengukuran serapan (Fatah, 1989).

J. Landasan Teori

(35)

Bentuk sediaan sunscreen yang akan diteliti adalah bentuk gel yang mengandung basis senyawa hidrofilik. Alasan pemilihan bentuk sediaan gel berbasis senyawa hidrofilik adalah karena bentuk sediaan tersebut memiliki konsistensi lembut, tidak berminyak, dan memberikan rasa dingin pada kulit. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria yang diharapkan dari sunscreen,yaitu nyaman saat diaplikasikan.

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dalam penelitian ini menggunakan carbopol sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humektan. Gelling agent dan humektan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas fisik sediaan gel. Carbopol sebagai gelling agent akan membentuk jaringan struktural yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Penambahan jumlah gelling agent akan memperkuat jaringan struktural gel sehingga menyebabkan kenaikan viskositas gel. Sorbitol sebagai humektan dapat berfungsi untuk menarik air dari lingkungan sehingga dapat menjaga kestabilan sediaan dan mempertahankan kelembaban kulit. Dengan adanya carbopol dan sorbitol diharapkan dapat diperoleh gel dengan sifat fisik dan stabilitas yang memenuhi persyaratan.

K. Hipotesis

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental murni dengan desain penelitian secara desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula optimum gel sunscreen ekstra kering polifenol teh hijau yang memenuhi syarat sediaan gel.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol yang digunakan.

b. Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel yang meliputi daya sebar gel, viskositas gel, dan stabilitas gel.

c. Variabel Pengacau Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan, wadah penyimpanan, dan intensitas cahaya penyimpanan. d. Variabel Pengacau Tak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan

kelembaban ruangan saat penelitian. 2. Definisi operasional

(37)

b. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang akan membentuk sebuah matriks tiga dimensi. Pada penelitian ini digunakan larutan carbopol 3% b/v.

c. Humektan adalah bahan yang membantu mempertahankan kelembaban pada permukaan kulit dengan cara menarik lembab dari lingkungan. Pada penelitian ini digunakan sorbitol.

d. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu larutan carbopol 3% sebagai faktor A dan sorbitol sebagai faktor B.

e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor yang digunakan, yaitu larutan carbopol 3% b/v (25 g dan 35 g) dan sorbitol (5 g dan 15 g).

f. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisik gel yang meliputi daya sebar gel, viskositas gel, dan stabilitas gel yang digambarkan oleh pergeseran viskositas yang terjadi.

g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi faktor dan level. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah dan rata-rata-rata-rata respon pada level tinggi.

h. Contour plot adalah garis-garis respon sifat fisik yang dibuat melalui persamaan desain faktorial.

(38)

j. Formula gel sunscreen optimum adalah formula yang menghasilkan gel dengan daya sebar 6,3-7 cm, viskositas 50-65 d.Pa.s, dan persen pergeseran viskositas 0-8%.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut Glasswares (PYREX-GERMANY), timbangan elektrik, shaker, vakum evaporator, Spetrofotometer UV-Vis, mikser (modifikasi, Farmasi USD), viscometer seri VT 04 (RION JAPAN), dan alat pengukur daya sebar (modifikasi, Farmasi USD).

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk teh hijau, etanol 90% kualitas teknis (E. merck), aseton p.a., metanol kualitas teknis, kloroform kualitas teknis, etil asetat kualitas teknis, carbopol (E. merck), sorbitol (E. merck), aquades, trietanolamin (Brataco), dan asam sitrat.

D. Tata Cara Penelitian 1. Preparasi ekstrak kering polifenol dari teh hijau

(39)

hingga didapat angka drift 10-50. Standarisasi dilakukan dengan cara menimbang spuit berisi air, kemudian dimasukkan 1 tetes air ke dalam alat. Spuit ditimbang kembali untuk menentukan berat air yang dimasukkan. Kesetaraan air dihitung. Metanol dimasukkan sebanyak 1 mL dan dititrasi dengan alat (blanko). Kadar air dihitung. Sampel dimasukkan 1 mL, dititrasi dengan alat, dan dihitung kadar air dalam sampel. Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar air = − ×100%

ditimbang yang

berat

blanko x

...(2)

x = angka yang muncul pada alat (mg)

b. Ekstraksi polifenol dari teh hijau. Serbuk teh hijau (100 g, kadar air kurang dari 10%) dengan derajat halus 12/20 diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol (500 mL) dengan bantuan shaker (150 rpm) selama 48 jam. Ekstrak metanol yang diperoleh diuapkan dengan vacuum rotary evaporator sampai volume 100 mL. Selanjutnya ditambahkan 100 mL kloroform dan 100 mL aquades. Lapisan atas dan lapisan bawah dipisahkan. Selanjutnya lapisan atas diekstraksi dengan etil asetat dua kali, masing-masing dengan volume 150 mL. Ekstrak kering polifenol yang ada di bagian atas dikumpulkan, selanjutnya diuapkan hingga kering (Nagayama, Iwamura, Shibata, Hirayama, Nakamura, 2002).

2. Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh hijau secara kolorimetri (metode Folin Ciocalteau)

(40)

dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteau sebanyak 2,5 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian diinkubasi selama 40 menit. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 726,0 nm. Dicari operating time yang memberikan serapan yang stabil.

b. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum. Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan 75% aseton sampai volume 50,0 mL. Dibuat konsentasi 0,4 mg/mL menggunakan aseton 75%. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteau sebanyak 2,5 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian diinkubasi selama 40 menit. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit.Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 600-800 nm. Kemudian dapat ditentukan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.

(41)

disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit.Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

d. Penetapan kadar polifenol ekstrak kering polifenol teh hijau. Sebanyak kurang lebih seksama 500 mg ekstrak kering polifenol teh hijau dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian dilarutkan dengan aseton 75% dan diencerkan hingga tanda. Sebanyak 1 mL larutan tersebut diambil kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan aquades hingga tanda.Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteau sebanyak 2,5 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian diinkubasi selama 40 menit. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali. Kadar polifenol dalam sampel dihitung menggunakan persamaan kurva baku sehingga diperoleh konsentrasi polifenol total terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

3. Penentuan nilai SPF secara in vitro

a. Pembuatan larutan stok polifenol teh hijau. Ekstrak kering polifenol teh hijau ditimbang setara dengan 30 mg polifenol teh hijau dan dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 100 mL. Larutan diencerkan hingga tanda sehingga diperoleh larutan stok polifenol teh hijau dengan konsentrasi 30 mg% b/v.

(42)

sehingga diperoleh konsentrasi 6 mg% b/v. Spektra UV larutan diperoleh dengan scanning absorbansi larutan pada panjang gelombang 250-400 nm.

c. Penentuan nilai SPF. Larutan stok diambil sebanyak 2, 4, dan 6 mL dan diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 6, 12, dan 18 mg% b/v. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi.

Absorbansi masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050. Dibuat kurva antara nilai absorbansi terhadap panjang gelombang. Luas daerah di bawah kurva (AUC) antara dua panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus :

AUC = [ ( )]

Keterangan rumus di atas adalah:

A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah diantara dua panjang gelombang yang berurutan.

Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi diantara dua panjang gelombang yang berurutan.

λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah diantara dua panjang gelombang berurutan.

(43)

Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor (SPF) dapat dihitung dengan rumus :

Log SPF =

1 λ λn

AUC

...(4)

Keterangan rumus di atas adalah:

λn = panjang gelombang terbesar diantara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050.

λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm). (Petro, 1980)

4. Pemilihan eksipien dan optimasi formula

a. Desain fomula. Formula untuk sediaan gel mengacu pada formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (1977) dengan penyusunan formula sebagai berikut:

Ethanol (SD-40) 48,0

Carbopol 940 1,0

Escalol 106 b(Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0

Monoisopropilamine 0,09

Aquadest 47,91

Parfume 9,5

Komposisi formula baru setelah dimodifikasi (untuk 100 gram) adalah sebagai berikut:

Ethanol 96% 10 mL

(44)

Sorbitol 5-15 gram

Trietanolamine 1 gram

Aquades 35 mL

Asam sitrat 0,125 gram

Ekstrak kering polifenol teh hijau 0,022% b/b

Tabel II. Formula Desain Faktorial

Formula 1 a b ab

Etanol 96% (mL) 10 10 10 10

Carbopol 3% b/v (g) 25 35 25 35

Sorbitol (g) 5 5 15 15 Aquades (mL) 35 35 35 35 TEA (g) 1 1 1 1 Asam sitrat (g) 0,125 0,125 0,125 0,125 Ekstrak polifenol (mg) 16,55 18,76 18,76 19,86

(45)

5. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau a. Uji daya sebar. Uji daya sebar sediaan gel sunscreen fraksi polifenol teh hijau dilakukan 48 jam setelah pembuatan dan setelah penyimpanan 1 bulan (Garg, Aggarwal, Singla, 2002). Cara: Gel ditimbang seberat 1,0 gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya (Garg et al, 2002). Replikasi dilakukan 6 kali.

b. Uji viskositas. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Cara: Gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-03E/VT-04E). Uji ini dilakukan dua kali, yaitu 48 jam setelah gel selesai dibuat dan setelah mengalami penyimpanan selama 1 bulan untuk melihat stabilitas gel. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali.

6. Subjective assessment

Subjective assessment dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada 30 responden. Ketigapuluh responden tersebut diminta untuk memberikan jawaban atas pertanyaan seputar kenyamanan pemakaian gel formula 1, a, b, dan ab saat diaplikasikan ke kulit. Hasil subjective assessment dipakai sebagai pertimbangan untuk menentukan parameter stabilitas gel.

7. Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

(46)

parameter sifat fisik sediaan. Dari desain ini dapat dipilih sediaan yang mempunyai sifat fisik yang optimal.

E. Analisis Data dan Optimasi

Data yang terkumpul dari uji sifat fisik dianalisis sesuai dengan metode desain faktorial dan Yate’s treatment. Dari data yang diperoleh dilakukan perhitungan desain faktorial untuk melihat besarnya efek larutan carbopol 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi antara keduanya sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel. Selanjutnya, dibuat contour plot dari masing-masing sifat fisik gel. Contour plot tersebut kemudian digabungkan dalam contour plot superimposed untuk mencari area komposisi optimum dan prediksi formula optimum gel sunscreen pada komposisi yang diteliti.

(47)

memberikan pengaruh yang bermakna dalam menentukan suatu respon. Dipilih nilai F tabel dengan derajat kepercayaan 95%. F tabel diperoleh dari Fα

(48)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Preparasi Ekstrak Kering Polifenol dari Teh Hijau

Dalam penelitian ini digunakan bahan yang berupa teh hijau. Mula-mula dilakukan uji organoleptis terhadap teh hijau yang digunakan. Hasil uji organoleptis terhadap teh hijau adalah: warna hijau, bau khas, dan rasa pahit. Kemudian dilakukan penetapan kadar air dalam serbuk teh hijau. Serbuk teh hijau yang akan digunakan dalam penelitian ini harus mengandung kadar air kurang dari 10% untuk keperluan standarisasi bahan. Pengukuran kadar air dalam serbuk teh hijau dilakukan dengan metode Karl Fischer. Kadar air rata-rata dalam serbuk teh hijau pada penelitian ini adalah 7,973% sehingga memenuhi persyaratan untuk standarisasi bahan.

Untuk mengisolasi polifenol dari teh hijau mula-mula dilakukan maserasi serbuk teh hijau. Bahan yang dipakai adalah serbuk karena serbuk dapat memperluas area kontak bahan dengan cairan penyari sehingga akan diperoleh hasil yang optimal. Agar diperoleh derajat halus serbuk yang seragam, maka serbuk diayak dengan ayakan nomor 12/20.

(49)

selanjutnya. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan cara dingin yang mempunyai reprodusibilitas yang baik karena dapat mempertahankan jumlah zat yang terekstraksi dengan cairan penyari yang tetap.

Selanjutnya ekstrak yang didapat disaring dan diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga 100 mL dan dilakukan fraksinasi untuk mengisolasi polifenol dalam teh hijau. Ekstrak tersebut ditambahkan 100 mL kloroform dan 100 mL aquades. Kloroform digunakan untuk menghilangkan senyawa non polar yang terdapat dalam ekstrak, seperti protein, lemak, klorofil, pigmen, dan amilum. Kemudian terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan atas adalah aquades dengan berat jenis 0,997 dan lapisan bawah adalah kloroform dengan berat jenis 1,484. Keduanya dipisahkan dengan corong pisah. Lapisan bawah yang mengandung pigmen tidak digunakan.

(50)

B. Penetapan Kadar Polifenol Total dalam Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau secara Kolorimetri (Metode Folin Ciocalteau)

Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh hijau dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteau secara kolorimetri. Reaksinya adalah dengan oksidasi fenolik dalam suasana basa sehingga terbentuk kompleks warna molibdenum blue. Senyawa tersebut mempunyai gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat memberikan warna. Senyawa standar yang digunakan untuk penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh hijau adalah kuersetin. Struktur kuersetin seperti pada Gambar 3.

OH

O OH

HO O

OH

OH

Gambar 3. Struktur kuersetin

(51)

Gambar 4. Hasil scanning operating time

(52)

Gambar 5. Hasil scanning panjang gelombang maksimum

Operating time dan panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh digunakan untuk penetapan kurva baku kuersetin. Dari penetapan kurva baku kuersetin akan didapatkan persamaan kurva baku yang dapat digunakan untuk penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau. Penetapan kadar dilakukan pada panjang gelombang maksimum, yaitu 733,7 nm. Hasil penetapan kadar kurva baku kuersetin disajikan dalam Tabel III.

Tabel III. Kurva baku kuersetin

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Kadar

(mg % ) Absorbansi

Kadar

(mg % ) Absorbansi

Kadar

(mg % ) Absorbansi

0,198 0,305 0,205 0,316 0,201 0,295

0,298 0,405 0,308 0,425 0,302 0,428

0,397 0,584 0,410 0,521 0,402 0,539

0,496 0,713 0,513 0,669 0,503 0,650

0,595 0,817 0,615 0,737 0,604 0,813

0,694 0,875 0,718 0,821 0,704 0,896

r 0,989 r 0,995 r 0,998

A 0,075 A 0,118 A 0,055

(53)

Harga r (koefisien korelasi) ketiga kurva baku tersebut lebih besar daripada harga r tabel dengan taraf kepercayaan 99%, yaitu 0,917 sehingga ketiga kurva baku tersebut dapat menunjukkan hubungan regresi. Persamaan kurva baku yang dipilih untuk penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau adalah persamaan yang ketiga karena mempunyai harga r (koefisien korelasi) yang paling mendekati ± 1, yaitu 0,998. Maka persamaan kurva baku yang digunakan adalah y = 1,212 x + 0,055. Hasil penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau disajikan dalam Tabel IV.

Tabel IV. Hasil penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau

Replikasi Absorbansi Kadar polifenol dalam ekstrak (% b/b)

1 0,342 59,998

2 0,348 60,104

3 0,348 58,991

4 0,347 59,440

5 0,349 59,926

6 0,358 62,052

Rata-rata 59,926 SD 1,142

Dari tabel tersebut didapatkan bahwa kadar polifenol yang terdapat dalam ekstrak kering polifenol teh hijau adalah 59,926 % (b/b) terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

C. Penentuan Nilai SPF secara In Vitro

(54)

juga menyatakan banyaknya radiasi UVB yang dapat mencapai kulit (Stanfield, 2003).

Ekstrak kering polifenol teh hijau mengandung senyawa polifenol yang dapat menyerap radiasi sinar UV. Yang bertanggungjawab dalam penyerapan radiasi sinar UV dalam polifenol teh hijau adalah sistem kromofor dan gugus auksokrom yang terikat pada sistem kromofor. Gugus dalam polifenol ditunjukkan dalam Gambar 6.

Epikatekin Epikatekin-3-galat

Epigalokatekin Epigalokatekin-3-galat

Keterangan :

: sistem kromofor

: gugus auksokrom

(55)

Untuk melakukan uji SPF pertama-tama harus dilakukan scanning panjang gelombang untuk melihat apakah ekstrak kering polifenol teh hijau memberikan serapan pada range panjang gelombang UV. Scanning dilakukan pada panjang gelombang UV, yaitu antara 250-400 nm. Hasil scanning disajikan pada Gambar 7. Dari hasil scanning dapat diketahui bahwa ekstrak kering polifenol teh hijau memberikan serapan pada range panjang gelombang UV. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 277,4 nm.

Gambar 7. Hasil scanning panjang gelombang (λ) UV ekstrak kering polifenol teh hijau

Kemudian dilakukan penetapan konsentrasi polifenol teh hijau pada panjang gelombang maksimum yang akan memberikan nilai SPF. Dari pengukuran absorbansi ekstrak kering polifenol teh hijau diketahui bahwa konsentrasi polifenol teh hijau yang dibutuhkan adalah 18,1 mg% b/v.

(56)

panjang gelombang yang lebih luas. Dengan metode ini didapatkan jumlah luas daerah di bawah kurva (AUC) yang dapat digunakan untuk menentukan nilai SPF. Nilai SPF ekstrak kering polifenol teh hijau yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 5,874. Sediaan sunscreen dengan nilai SPF 5 mampu mengabsorbsi radiasi UVB sebesar 80% (Nole, 2004). Nilai SPF yang terlalu tinggi membuat sinar UV tidak dapat masuk ke dalam kulit. Dengan tidak adanya sinar UV yang masuk ke dalam kulit, maka aktivasi tyrosinase menjadi terhambat atau tidak terjadi sama sekali sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan melanin. Tyrosinase adalah enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit (melanogenesis). Jika pembentukan melanin terhambat, maka fungsi perlindungan melanin juga akan berkurang. Hal ini akan memperbesar kemungkinan munculnya kanker kulit.

D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau

Pada penelitian ini dilakukan uji sifat fisik dan stabilitas gel. Uji sifat fisik meliputi uji daya sebar dan uji viskositas, sedangkan stabilitas sediaan dapat dilihat dari pergeseran viskositas yang terjadi setelah gel disimpan selama satu bulan. Stabilitas sediaan dikatakan baik jika persen pergeseran viskositasnya kecil. Pengujian sifat fisik dan stabilitas sediaan ini dilakukan untuk menjamin kualitas farmasetis suatu sediaan sehingga memenuhi syarat sediaan gel yang baik.

(57)

pula menggambarkan viskositas masing-masing formula yang telah dibuat. Umumnya daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan semipadat, semakin besar daya sebar sediaan semipadat, maka viskositas akan semakin kecil. Nilai daya sebar untuk sediaan semifluid adalah 5-7 cm (Garg et al., 2002).

Pengukuran viskositas gel dilakukan sebanyak dua kali, yaitu 48 jam setelah pembuatan gel dan setelah penyimpanan selama satu bulan. Pengukuran viskositas 48 jam setelah pembuatan gel bertujuan untuk melihat profil kekentalan gel. Pengukuran tidak dilakukan segera setelah pembuatan karena setelah pembuatan molekul-molekul penyusun gel belum menempati posisi masing-masing sehingga belum terbentuk dimensi gel yang baik. Pengukuran viskositas setelah penyimpanan selama satu bulan bertujuan untuk melihat perubahan profil kekentalan gel yang merupakan indikator stabilitas sediaan dalam penyimpanan. Apabila viskositas gel 48 jam setelah pembuatan dan setelah penyimpanan selama satu bulan berbeda tidak bermakna, maka sediaan tersebut dikatakan stabil. Dengan viskositas yang stabil maka kemampuan gelling agent dalam menjerat ekstrak kering polifenol teh hijau akan tetap baik. Pengukuran viskositas gel dilakukan dengan membaca skala pada viscometer Rion seri VT 04. Hasil pengukuran sifat fisik gel sunscreen disajikan pada Tabel V.

Tabel V. Hasil pengukuran sifat fisik gel sunscreen

Formula Daya sebar (cm) Viskositas (d.Pa.s) Pergeseran Viskositas (%) 1 7,05 ± 0,06 50,67 ± 0,82 7,24 ± 1,02

(58)

Analisis data dilakukan dengan mempertimbangkan 3 hal sebagai berikut: 1. Perhitungan efek rata-rata tiap-tiap faktor maupun interaksinya untuk melihat

pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadap besarnya respon. Perhitungan ini juga memuat arah perubahan respon.

2. Interpretasi grafik hubungan respon-larutan carbopol 3% b/v dan grafik hubungan respon-sorbitol.

3. Yate’s treatment menganalisis secara statistik untuk menilai secara obyektif signifikansi pengaruh relatif berbagai faktor dan interaksi terhadap respon. Perhitungan Yate’s treatment tidak memuat arah respon.

Keempat formula gel sunscreen dibuat berdasarkan metode desain faktorial dengan kombinasi level rendah dan level tinggi pada larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol. Dengan menggunakan metode tersebut dapat dilakukan perhitungan efek rata-rata tiap-tiap faktor maupun interaksinya untuk mengetahui faktor mana yang dominan antara larutan carbopol 3% b/v, sorbitol, atau interaksi antara keduanya dalam menentukan viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas dari sediaan gel. Hasil pengukuran efek disajikan pada Tabel VI.

Tabel VI. Efek larutan carbopol 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen

Efek Daya sebar

(cm)

Viskositas (d.Pa.s)

Pergeseran viskositas (%) Larutan carbopol 3% b/v |-1,12| 26,83 |-2,87|

Sorbitol 0,07 8,00 |-2,42|

Interaksi |-0,53| 15,83 |-3,74|

(59)

sebar, viskositas, dan persen pergeseran viskositas gel. Semakin besar nilai efek yang diperoleh, maka faktor tersebut dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel. Dalam menentukan efek yang dominan tidak memperhatikan tanda positif dan negatif, tetapi hanya memperhatikan nilainya. Bila efek yang diperoleh bernilai positif, maka efek tersebut berpengaruh pada kenaikan sifat fisik dan stabilitas gel. Sebaliknya bila efek yang diperoleh bernilai negatif, maka efek tersebut berpengaruh pada penurunan sifat fisik dan stabilitas gel.

1. Daya sebar

Pengaruh peningkatan level larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol terhadap daya sebar gel dapat diamati pada Gambar 8.

5

Larutan carbopol 3% b/v (g)

R

Level rendah carbopol 3% b/v Level tinggi carbopol 3% b/v

Gambar 8a Gambar 8b

Gambar 8. Grafik hubungan antara larutan carbopol 3% b/v (g) dan respon daya sebar gel (cm) (8a); grafik hubungan antara sorbitol (g) dan respon

daya sebar gel (cm) (8b)

(60)

besar daripada level rendah sorbitol (Gambar 8a). Semakin banyak sorbitol yang digunakan dalam formula, maka daya sebar gel semakin besar pada penggunaan larutan carbopol 3% b/v level rendah dan daya sebar gel semakin kecil pada penggunaan larutan carbopol 3% b/v level tinggi (Gambar 8b).

Larutan carbopol 3% b/v dominan dalam menentukan daya sebar gel jika dibandingkan dengan penggunaan sorbitol maupun interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol. Hal ini dapat dilihat dari lebih besarnya nilai efek larutan carbopol 3% b/v hasil perhitungan desain faktorial dibandingkan dengan nilai efek sorbitol maupun interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol (Tabel VI). Efek larutan carbopol 3% b/v bernilai negatif sehingga dominan dalam menurunkan daya sebar. Efek sorbitol bernilai positif sehingga dapat menaikkan daya sebar, sedangkan efek interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol bernilai negatif sehingga dapat menurunkan daya sebar.

Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar disajikan pada Tabel VII.

Tabel VII. Analisis Yate’s treatment untuk respon daya sebar gel sunscreen Source

of variation

Degrees of freedom

Sum of squares Mean squares F

Replicates 5 0,0405 0,0081

Treatment 3 9,2478 3,0826

a (Carbopol) 1 7,5376 7,5376 1713,0909

b (Sorbitol) 1 0,0301 0,0301 6,8409

ab (Interaksi) 1 1,6801 1,6801 381,8409

Experimental error 15 0,0666 0,0044

(61)

Dengan analisis Yate’s treatment dapat ditentukan H0 dan H1 untuk melihat apakah respon yang dihasilkan benar-benar disebabkan oleh faktor (larutan carbopol 3% b/v, sorbitol, dan interaksi antara keduanya). H1menyatakan adanya regresi (hubungan) antara faktor dengan respon, sedangkan H0menyatakan tidak adanya regresi (hubungan) antara faktor dengan respon. H1diterima dan H0 ditolak apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel (F0,05(1,15) =4,5431), sehingga faktor memberikan pengaruh yang bermakna dalam menentukan respon.

Dalam penelitian ini H1diterima dan H0ditolak karena nilai F hitung untuk efek larutan carbopol 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol lebih besar daripada nilai F tabel. Maka dapat dikatakan ada regresi (hubungan) antara faktor dengan respon daya sebar dan faktor tersebut memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik dalam menentukan respon daya sebar. Nilai F larutan carbopol 3% b/v paling besar menegaskan bahwa larutan carbopol 3% b/v merupakan faktor yang dominan dalam menentukan respon daya sebar gel.

(62)

2. Viskositas

Pengaruh peningkatan level larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol terhadap viskositas gel dapat diamati pada Gambar 9.

40

Larutan carbopol 3% b/v (g)

R

Level rendah carbopol 3% b/V Level tinggi carbopol 3% b/v

Gambar 9a Gambar 9b

Gambar 9. Grafik hubungan antara larutan carbopol 3% b/v (g) dan respon viskositas gel (d.Pa.s) (9a); grafik hubungan antara sorbitol (g) dan respon

viskositas gel (d.Pa.s) (9b)

Semakin banyak larutan carbopol 3% b/v yang digunakan dalam formula, maka akan meningkatkan viskositas gel pada penggunaan sorbitol level rendah maupun level tinggi. Peningkatan viskositas gel pada level tinggi sorbitol lebih besar daripada level rendah sorbitol (Gambar 9a). Semakin banyak sorbitol yang digunakan dalam formula, maka viskositas gel semakin besar pada penggunaan larutan carbopol 3% b/v level tinggi dan viskositas gel semakin kecil pada penggunaan larutan carbopol 3% b/v level rendah (Gambar 9b).

(63)

larutan carbopol 3% b/v hasil perhitungan desain faktorial dibandingkan dengan nilai efek sorbitol maupun interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol (Tabel VI). Efek larutan carbopol 3% b/v bernilai positif sehingga larutan carbopol 3% b/v dominan dalam meningkatkan viskositas. Carbopol merupakan agen peningkat viskositas. Dispersi carbopol di dalam air akan menjadi larutan yang mengental (Barry, 1983) sehingga penggunaan larutan carbopol 3% b/v dapat meningkatkan viskositas gel sunscreen. Efek sorbitol tunggal maupun interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol bernilai positif sehingga keduanya dapat meningkatkan viskositas.

Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas disajikan pada Tabel VIII.

Tabel VIII. Analisis Yate’s treatment untuk respon viskositas gelsunscreen Source

of variation

Degrees of freedom

Sum of squares Mean squares F

Replicates 5 1,8333 0,3667

Treatment 3 6208,3333 2069,4444

a (Carbopol) 1 4320,1666 4320,1666 12544,0377 b (Sorbitol) 1 384,0000 384,0000 1114,9826 ab (Interaksi) 1 1504,1667 1504,1667 4367,4991 Experimental error 15 5,1667 0,3444

Total 23 6215,3333

(64)

memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik dalam menentukan respon viskositas. Nilai F larutan carbopol 3% b/v paling besar menegaskan bahwa larutan carbopol 3% b/v merupakan faktor yang dominan dalam menentukan respon viskositas gel.

Larutan carbopol 3% b/v menjadi faktor dominan dalam menentukan respon viskositas gel karena carbopol sebagai gelling agent akan membentuk jaringan struktural dalam sistem gel yang menyebabkan kenaikan viskositas gel. Dengan demikian semakin banyak carbopol yang digunakan, maka viskositas gel juga akan semakin meningkat. Sorbitol tidak dapat membentuk jaringan struktural dalam sistem gel sehingga lebih kecil mempengaruhi viskositas gel.

3. Pergeseran viskositas

Pengaruh peningkatan level larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol terhadap pergeseran viskositas gel dapat diamati pada Gambar 10.

0

Larutan carbopol 3% b/v (g)

R

Level rendah carbopol 3% b/v Level tinggi carbopol 3% b/v

Gambar 10a Gambar 10b

Gambar 10. Grafik hubungan antara larutan carbopol 3% b/v (g) dan respon pergeseran viskositas gel (%) (10a); grafik hubungan antara sorbitol

(65)

Semakin banyak larutan carbopol 3% b/v yang digunakan dalam formula, maka pergeseran viskositas gel akan semakin besar pada level rendah sorbitol dan semakin kecil pada level tinggi sorbitol. Pergeseran viskositas pada level rendah sorbitol lebih kecil daripada level tinggi sorbitol. Maka dapat dikatakan penggunaan sorbitol level rendah lebih stabil dibanding penggunaan sorbitol level tinggi(Gambar 10a).

Semakin banyak sorbitol yang digunakan dalam formula, maka pergeseran viskositas gel akan semakin besar pada level rendah larutan carbopol 3% b/v dan semakin kecil pada level tinggi larutan carbopol 3% b/v. Pergeseran viskositas pada level rendah larutan carbopol 3% b/v lebih kecil daripada level tinggi larutan carbopol 3% b/v. Maka dapat dikatakan penggunaan larutan carbopol 3% b/v level rendah dapat meningkatkan kestabilan gel dibanding penggunaan larutan carbopol 3% b/v level tinggi (Gambar 10b).

(66)

Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon pergeseran viskositas disajikan dalam Tabel IX.

Tabel IX. Analisis Yate’s treatment untuk respon pergeseran viskositas gel sunscreen

Source of variation

Degrees of freedom

Sum of squares Mean squares F

Replicates 5 7,2589 1,4518

Treatment 3 168,7254 56,2418

a (Carbopol) 1 49,4501 49,4501 54,9140 b (Sorbitol) 1 35,1626 35,1626 39,0479 ab (Interaksi) 1 84,1127 84,1127 93,4067 Experimental error 15 13,5068 0,9005

Total 23 189,4911

Dari analisis Yate’s treatment untuk respon pergeseran viskositas didapatkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak karena nilai F hitung untuk efek larutan carbopol 3% b/v, efek sorbitol, dan efek interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol lebih besar daripada nilai F tabel (1,15) yaitu 4,5431. Maka dapat dikatakan ada regresi (hubungan) antara faktor dengan respon pergeseran viskositas dan faktor tersebut memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik dalam menentukan respon pergeseran viskositas. Nilai F interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol paling besar menegaskan bahwa interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol merupakan faktor yang dominan dalam menentukan respon pergeseran viskositas gel.

(67)

dari lingkungan dan uap air tersebut akan mempengaruhi carbopol dalam menentukan viskositas gel.

E. Optimasi Formula

Optimasi formula perlu dilakukan untuk mendapatkan formula yang optimum. Formula yang optimum merupakan formula yang memiliki sifat maupun karakterisitik bentuk sediaan yang baik sesuai dengan yang dikehendaki. Optimasi terhadap formula gel sunscreen meliputi sifat fisik, yaitu daya sebar dan viskositas, serta stabilitas gel yang dilihat dari pergeseran viskositas setelah penyimpanan gel selama satu bulan. Pergeseran viskositas berhubungan dengan kestabilan sediaan. Oleh karena itu dalam optimasi formula gel sunscreen diharapkan hanya terjadi sedikit pergeseran viskositas.

Dari hasil pengukuran sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dapat dibuat contour plot. Contour plot dibuat berdasarkan hasil perhitungan persamaan desain faktorial. Dari contour plot masing-masing uji sifat fisik tersebut dapat ditentukan area optimum untuk memperoleh respon yang dikehendaki.Area pada contour plot tersebut kemudian digabungkan dalam contour plot superimposed dan ditentukan area komposisi optimum gel dalam batas level larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol yang diteliti.

(68)

Gambar 11. Contour plot daya sebar gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

Dengan contour plot daya sebar gel (Gambar 11), dapat ditentukan area komposisi optimum gel untuk memperoleh respon daya sebar seperti yang dikehendaki, terbatas pada jumlah bahan yang diteliti. Daya sebar yang optimal adalah daya sebar yang diharapkan dapat menjamin pemerataan gel saat diaplikasikan pada kulit. Nilai respon daya sebar yang didapatkan dari hasil penelitian ini dan digunakan untuk optimasi daya sebar adalah 6,3-7 cm. Nilai respon daya sebar tersebut diharapkan memiliki area daya sebar formula yang optimum sesuai nilai daya sebar yang direkomendasikan untuk sediaan semifluid yaitu 5-7 cm (Garg et al., 2002).

(69)

Gambar 12. Contour plot viskositas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

Dengan contour plot viskositas gel (Gambar 12), dapat ditentukan area komposisi optimum gel untuk memperoleh respon viskositas seperti yang dikehendaki, terbatas pada level yang diteliti. Viskositas suatu formula diharapkan optimal sehingga dapat menjamin kualitas saat pengemasan maupun aplikasinya. Viskositas yang terlalu besar (kental) akan menyebabkan gel sulit dikeluarkan dari pengemasnya, sedangkan viskositas yang terlalu kecil (encer) akan menyebabkan gel sulit diaplikasikan pada kulit. Nilai respon yang digunakan untuk optimasi viskositas dalam penelitian ini adalah 50-65 d.Pa.s. Viskositas tersebut diharapkan cukup optimum sehingga akan mempermudah pengemasan dan aplikasi gel pada kulit.

(70)

Gambar 13. Contour plot pergeseran viskositas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

(71)

minimal sehingga dihasilkan formula yang optimum. Contoh dan hasil kuesioner subjective assessment disajikan dalam lampiran.

Optimasi terhadap formula gel dilakukan untuk mendapatkan formula optimum pada level yang diteliti. Formula optimum gel sunscreen dapat diperkirakan dengan cara menggabungkan area komposisi optimum dari masing-masing uji sifat fisik dan stabilitas gel yang telah dilakukan. Grafik pada area optimum masing-masing uji yang telah dipilih digabungkan menjadi satu dalam contour plot superimposed sebagai berikut:

Gambar 14. Contour plot superimposed gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

(72)

batas level yang diteliti. Respon yang dipilih meliputi daya sebar antara 6,3-7 cm, viskositas antara 50-65 d.Pa.s, dan pergeseran viskositas antara 0-8 %. Area tersebut diprediksi sebagai formula optimum gel dalam batas level dan faktor yang diteliti.

(73)

55 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan SPF dengan nilai yang dapat diterima sebagai sunscreen dalam penelitian ini adalah 18,1 mg% b/v. 2. Larutan carbopol 3% b/v dominan dalam menentukan respon daya sebar dan

viskositas gel, sedangkan interaksi antara larutan carbopol 3% b/v dan sorbitol dominan dalam menentukan stabilitas gel.

3. Diperoleh area formula yang optimum berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas gel sunscreen pada level dan faktor yang diteliti.

B. Saran

1. Perlu dilakukan optimasi proses pembuatan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau karena proses pembuatan dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan gel.

Gambar

Tabel I  Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
Gambar 14 Contour plot superimposed gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh
Gambar 1. Struktur monomer asam akrilat dalam carbopol
Gambar 2. Rumus bangun sorbitol (Anonim, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kami melakukan pembuatan Video Profile suatu instansi dengan menggunakan teknologi hardware dan pengolahan menggunakan perpaduan software-software tercanggih saat ini, serta

perdagangan produk kelautan dan perikanan antarnegara maupun antararea di dalam wilayah NKRI. Semakin meningkatnya kegiatan lalu lintas hasil perikanan membawa konsekuensi

59 /PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan sistem akuntansi dan

Berdasarkan atas rancangan tersebut, maka spatial enclosure untuk elemen hardscape- harscape pada level bangunan podium di Jalan Ikan Hiu dan Jalan Ikan Bawal adalah

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proyek Akhir serta Laporan Proyek Akhir

• Penggunaan Nilai Penggantian Wajar dalam konteks penilaian untuk kepentingan pengadaan tanah bagi kepentingan umum telah menempatkan kerugian fisik dan kerugian non fisik sebagai

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat. dipergunakan oleh tanaman

Latar Belakang: Hipertensi Intradialitik merupakan suatu penyulit yang sering terjadi pada proses hemodialisa dengan prevalensi terbesar 40% (IRR, 2014). Hipertensi