• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN TINDAKAN PENGOBATAN MANDIRI PADA

PENYAKIT BATUK DI DESA ARGOMULYO KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Veronika Yuli Kurniasari NIM : 028114049

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

“Ta pi….in ila h pe t u a la n ga n ,

Ak u m e la n gk a h k e da la m r u a n g k e t ida k - t a h u a n ...

…. Ku sa da r i se pe n u h n y a , a da ba h a y a dise k it a r k u ....

... Ku a k u i le bih m e r u pa k a n ba y a n ga n k e t im ba n g

k e n y a t a a n , da n

se bu a h k e in gin a n a t a s k e le n ga n ga n lia r

di bu k it - bu k it se k it a r k u ”....

( Ch r is Be n in gt on )

Karya ini Kupersembahkan untuk :

(5)

v

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih, karunia dan

anugerah yang senantiasa diberikan kepada kita semua sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan (S.Farm) Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, arahan dan motivasi selama

penyusunan skripsi ini kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan kesempatan bagi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala

bimbingan, ilmu, nasehat dan masukan yang berharga selama penyusunan skripsi

ini.

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala

bimbingan, ilmu, diskusi dan masukan yang berharga selama penyusunan skripsi

(6)

vi

4. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang

berharga.

5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., selaku dosen penguji atas masukan dan saran

yang berharga.

6. Bapak Agung Santoso, S.Psi., atas kesempatan untuk berdiskusi dan

masukan-masukannya.

7. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku dosen pembimbing akademik atas

segala bimbingan, arahan, nasehat, dan dorongan selama penulis menempuh

studi.

8. Segenap dosen, karyawan, dan staf laboratorium Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma atas bimbingan, arahan, dan bantuan selama penulis menempuh

studi.

9. Warga Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuan selama penyusunan skripsi, nilai

hidup, dan kesederhaan yang sudah ditularkan.

10.BAPPEDA Sleman dan semua aparatur pemerintahan Desa Argomulyo dan

Kecamatan Cangkringan yang telah memberikan ijin dan kesempatan dalam

penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2002 yang selalu memberikan

bantuan, dorongan, motivasi, dan kebersamaaan selama penulis menempuh studi

(7)

vii

12.Teman-teman Kehutanan Universitas Gadjah Mada, sebagai tempat sharing,

berbagi ilmu, idealism, dan comitment yang sangat berharga.

13.Teman-teman kost Megatruh 4A atas obroran-obrolan, bantuan, nyanyian,

tangisan, celotehan dan motivasinya.

14.Semua yang pernah datang dan pergi dalam kehidupan penulis, Ceporan

Community, GKM community (benih rimbawan), sahabat-sahabat sealiran saat

mendaki puncak-puncak, menyeruak pedalaman, dan aroma pegunungan.

...Terima kasih telah membuat penulis mengalami banyak rasa yang tidak

tergantikan.

15.Seluruh pihak yang telah telah memberikan bantuan bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

Skripsi ini barulah sebagian dari usaha untuk menghimpun pengetahuan

dalam bidang Farmasi, karena itu penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini

masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Saran dan masukan yang

membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 12 September 2007

(8)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Oktober 2007

Penulis

(9)

ix

INTISARI

Pengobatan mandiri adalah upaya yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat (obat bebas dan obat bebas terbatas), obat tradisional atau cara lain tanpa bantuan tenaga kesehatan. Pengetahuan dan tingkat ekonomi berpengaruh dalam perilaku pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat dan usaha mewujudkan status kesehatan yang lebih baik.

Penelitian ini termasuk penelitian analitik korelasional, teknik pengambilan sampel simple random sampling, dan proses penetapan sampling frame dengan teknik

purposive. Langkah-langkah penelitian meliputi studi pustaka, pembuatan kuesioner, penyebaran kuesioner, tabulasi data, dan analisis data dengan teknik korelasi Pearson Product Moment (signifikansi 95%).

Hasil penelitian: responden pria (63,27%), usia 41-50 tahun (30,61%), pendidikan terakhir SMA (42,86%), pekerjaan petani atau buruh (43,88%), frekuensi batuk dalam 1 bulan adalah 0-1 kali (44,90%), langkah dengan mengobati sendiri dan bila tidak berhasil kemudian ke dokter (64,29%), alasan karena tersedianya macam dan jumlah obat tradisional dan obat tanpa resep (40,26%), cara dengan obat tradisional dan obat tanpa resep (59,74%). Koefisien korelasi antara pengetahuan dengan tindakan pengobatan mandiri pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan obat batuk tradisional dan obat batuk tanpa resep adalah 0,373 (signifikansi 0,011), tingkat hubungan rendah; menggunakan obat batuk tradisional sebesar 0,732 (signifikansi 0,000), tingkat hubungan kuat; dan menggunakan obat batuk tanpa resep sebesar 0,948 (signifikansi 0,004), dengan tingkat hubungan sangat kuat. Koefisien korelasi antara tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan obat batuk tradisional dan obat batuk tanpa resep sebesar -0,145 (signifikansi 0,336), tidak terdapat hubungan; menggunakan obat batuk tradisional sebesar 0,097 (signifikansi 0,645), tingkat hubungan sangat rendah; dan menggunakan obat batuk tanpa resep sebesar 0,157, (signifikansi 0,766) dan tingkat hubungan sangat rendah.

(10)

x

ABSTRACT

Self medication is efforts to self medicate using drugs (over the counter drugs), traditional drugs or another methods without medical suggestions. Knowledge and level economic influence in self medication behaviour of people and effort to create more better health status.

This research was includes analitical correlate study, the respondent selected using simple random sampling, and the process of determining sampling frame using purposive technique.The process of research includes study of literatures, make questionnaire, distribute the questionnaires, tabulation and analize data using Pearson Product Moment technique corellation (at significancy 95%).

The result of the research includes: respondent of male (63,27%), 41-50 years old (30,61%), Senior High School graduated (42,86%), farmer or laborer (43,88%), frequency attacked cough is 0-1 times at 1 month (44,90%), self medication and then go to the doctor if not success is an effort to treat cough (64,29%), the reason because the available of traditional drugs and over the counter drugs (59,74%). Coefficient of correlation between knowledge and action of self medication at significancy 95% using traditional drugs and over the counter drugs having value 0,373 (significancy 0,011), with less correlation; using traditional drugs having value 0,732 (significancy 0,000), with strong correlation; and using over the counter drugs having value 0,948 (significancy 0,004), with very strong correlation. Coefficient of correlation between level economic and action of self medication at significancy 95% using traditional drugs and over the counter drugs having value -0,145 (significancy 0,336), with none correlation; using traditional drugs having value 0,097 (significancy 0,645), with very less correlation; and using over the counter drugs having value 0,157 (significancy 0,766), with very less correlation.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Keaslian Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

(12)

xii

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 11

A. Perilaku Masyarakat ... 11

1. Definisi ... 11

2. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perilaku masyarakat ... 11

3. Teori aksi Max Weber ... 16

4. Perilaku kesehatan ... 16

B. Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi ... 17

1. Pengetahuan ... 17

2. Tingkat ekonomi ... 18

C. Pengobatan Mandiri ... 20

1. Definisi ... 20

2. Faktor-faktor dalam pengobatan mandiri ... 21

3. Obat tradisional ... 22

4. Obat tanpa resep ... 26

D. Batuk ... 29

1. Definisi ... 29

2. Mekanisme ... 30

3. Etiologi ... 31

4. Penatalaksanaan ... 32

(13)

xiii

F. Hipotesis ... 39

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional ... 41

D. Subyek dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 42

E. Populasi dan Besar Sampel ... 43

F. Teknik Pengambilan Sampel ... 44

G. Instrumen Penelitian ... 45

H. Tata Cara Pengumpulan Data ... 48

I. Tata Cara Analisis Data ... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Karakteristik Responden ... 54

1. Jenis kelamin responden ... 54

2. Usia responden ... 55

3. Pendidikan terakhir responden ... 56

4. Pekerjaan responden ... 57

B. Gambaran Penyakit Batuk yang Dialami atau Ditangani, Langkah, Alasan, dan Cara Pengobatan Mandiri yang Dilakukan Responden ... 58

(14)

xiv

responden dalam 1 bulan ... 59

2. Langkah responden dalam menangani batuk ... 60

3. Alasan responden melakukan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 61

4. Cara yang dipilih responden dalam pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 63

C. Pola Pengobatan Mandiri, Pengetahuan, Tingkat Ekonomi, Tindakan Pengobatan Mandiri, dan Korelasi antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden yang Menggunakan Obat Batuk Tradisional dan Obat batuk Tanpa Resep ... 64

1. Pola pengobatan mandiri ... 64

2. Pengetahuan ... 76

3. Tingkat ekonomi ... 78

4. Tindakan pengobatan mandiri ... 80

5. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 81

D. Pola Pengobatan Mandiri, Pengetahuan, Tingkat Ekonomi,

Tindakan Pengobatan Mandiri, dan Korelasi antara

Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan

(15)

xv

Batuk Tradisional ... 84

1. Pola pengobatan mandiri ... 84

2. Pengetahuan ... 88

3. Tingkat ekonomi ... 90

4. Tindakan pengobatan mandiri ... 91

5. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 92

E. Pola Pengobatan Mandiri, Pengetahuan, Tingkat Ekonomi, Tindakan Pengobatan Mandiri, dan Korelasi antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden yang Menggunakan Obat Batuk Tanpa Resep ... 94

1. Pola pengobatan mandiri ... 94

2. Pengetahuan ... 98

3. Tingkat ekonomi ... 100

4. Tindakan pengobatan mandiri ... 101

5. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 102

F. Rangkuman Pembahasan ... 103

1. Pengetahuan ... 104

(16)

xvi

3. Tindakan pengobatan mandiri ... 107

4. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN ... 123

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Tanaman Berkhasiat sebagai Obat Batuk... 34

Tabel II. Jenis-jenis Obat dalam Sediaan Obat Batuk ... 37

Tabel III. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 53

Tabel IV. Produk Obat Batuk Tanpa Resep dan Komponennya ... 70

Tabel V. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77

Tabel VI. Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 79

Tabel VII. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 80

Tabel VIII. Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

(18)

xviii

dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep

pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 82

Tabel IX. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri

dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 88

Tabel X. Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan

Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 90

Tabel XI. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Obat Batuk Tradisional pada Responden di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 91

Tabel XII. Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk

dengan Obat Batuk Tradisional pada Responden di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 92

(19)

xix

dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 98

Tabel XIV. Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan

Mandiri dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 100

Tabel XV. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 101

Tabel XVI. Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk

dengan Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 102

Tabel XVII. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri

dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep,

Obat Batuk Tradisional, dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(20)

xx

Tabel XVIII.Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan

Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa

Resep, Obat Batuk Tradisional, dan Obat Batuk Tanpa Resep di

Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 106

Tabel XIX. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk

Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 107

Tabel XX. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk

Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 109

Tabel XXI. Korelasi antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan

Tindakan Pengobatan Mandiri Penyakit Batuk pada Responden

di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(21)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan... 14

Gambar 2. Hubungan antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan

Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah IstimewaYogyakarta ... ... 38

Gambar 3. Skema Kerangka Kuesioner ... 47

Gambar 4. Bagan Tata Cara Pengumpulan Data ... 51

Gambar 5. Distribusi Jenis Kelamin Responden di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... ... 54

Gambar 6. Distribusi Usia Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 55

Gambar 7. Distribusi Pendidikan Terakhir Responden di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 56

Gambar 8. Distribusi Pekerjaan Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

(22)

xxii

Yogyakarta ... 57

Gambar 9. Distribusi Frekuensi Kejadian Batuk yang Dialami atau

Ditangani Responden dalam 1 Bulan di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 59

Gambar 10. Distribusi Langkah Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam Menangani Batuk ... 60

Gambar 11. Distribusi Alasan Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam Melakukan Pengobatan Mandiri pada

Penyakit Batuk ... 62

Gambar 12. Distribusi Cara yang Dipilih dalam Pengobatan Mandiri oleh

Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 63

Gambar 13. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 65

(23)

xxiii

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 66

Gambar 15. Distribusi Bahan Obat Batuk Tradisional yang Digunakan pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 67

Gambar 16. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 68

Gambar 17. Distribusi Penggunaan Produk Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 69

Gambar 18. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tanpa Resep pada

(24)

xxiv

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 73

Gambar 19. Distribusi Tempat Mendapatkan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 74

Gambar 20. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 75

Gambar 21. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 85

Gambar 22. Distribusi Tempat Mendapatkan Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

(25)

xxv

Gambar 23. Distribusi Bahan Obat Batuk Tradisional yang Digunakan pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 86

Gambar 24. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 87

Gambar 25. Distribusi Penggunaan Produk Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 95

Gambar 26. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 96

Gambar 27. Distribusi Tempat Mendapatkan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan

(26)

xxvi

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 97

Gambar 28. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat

Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 97

Gambar 29. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri

Dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep,

Obat Batuk Tradisional, dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 104

Gambar 30. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk

Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 108

Gambar 31. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk

Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

(27)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 123

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA ... 124

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ... 125

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 132

Lampiran 5. Tabulasi Data Hasil Penelitian ... 134

Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Menggunakan Obat Tradisional dan Obat Tanpa Resep ... 136

Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Menggunakan Obat Tradisional ... 137

Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Menggunakan Obat Tanpa Resep ... 138

Lampiran 9. Peta Kecamatan Cangkringan ... 139

(28)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang sakit untuk

menjelaskan keadaan kesehatannya dan untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai.

Kalangie (1996) menyatakan bahwa sumber pengobatan di Indonesia mencakup tiga

sektor yang saling berhubungan, yaitu pengobatan rumah tangga atau pengobatan

mandiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis profesional. Hubungan antara

sektor-sektor tersebut ditunjukkan oleh adanya sistem pelayanan kesehatan

berjenjang yang sudah dilakukan oleh masyarakat, dimana pada tahap awal

masyarakat akan melakukan pengobatan mandiri sebelum mendatangi tenaga medis

profesional. Dalam pengobatan sakit, seseorang dapat memilih satu sampai tiga

sumber pengobatan tersebut, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan

adalah pengobatan mandiri.

Pengambilan keputusan dalam pencarian pengobatan penyakit umumnya

menyangkut tiga pertanyaan pokok, yaitu sumber pengobatan apa yang menurut

anggota masyarakat mampu mengobati sakitnya, kriteria apa yang dipakai untuk

memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada, dan bagaimana proses

(29)

Lima kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah

pengetahuan tentang sakit dan pengobatannya, keyakinan terhadap obat atau

pengobatan, keparahan sakit, keterjangkauan biaya, dan jarak ke sumber pengobatan.

Dari lima kriteria tersebut, keparahan sakit merupakan faktor yang paling berperan.

Proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan dimulai dengan

mendapatkan informasi terutama informasi yang berhubungan dengan kesehatan,

kemudian memproses berbagai kemungkinan dan dampaknya, dan mengambil

keputusan dari berbagai alternatif yang ada.

Pemahaman seseorang terhadap sakit dapat berbeda, sehingga

mempengaruhi keputusan yang diambil. Lesu ketika bangun tidur dapat dianggap

sebagai kelelahan bagi orang yang baru saja bekerja keras, gejala flu pada udara

dingin, atau sakit yang bertambah parah oleh penderita penyakit kronis. Pemahaman

yang berbeda terhadap sakit dapat mengakibatkan pemilihan sumber pengobatan

yang berbeda. Dalam upaya penanggulangan penyakit anak balita (bawah lima

tahun), umumnya penduduk di daerah pedesaan Jawa Tengah memilih pengobatan

sendiri untuk sakit dengan tingkat keparahan ringan, berobat kepada paramedis atau

medis pada tingkat keparahan sedang, dan berobat kepada tenaga tradisional pada

tingkat keparahan berat(Kasniyah, 1997).

Penelitian pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 60-70% masyarakat

Indonesia, baik di pedesaan maupun perkotaan, cenderung melakukan pengobatan

(30)

telah berkembang di Indonesia, jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan

tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001,

persentase penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan mandiri adalah 57,7%;

31,7% menggunakan obat tradisional, dan 9,8% memilih cara pengobatan tradisional

(Anonim, 2005). Hasil ini merujuk pada Survei Departemen Kesehatan Republik

Indonesia tentang Kesehatan Rumah Tangga tahun 1980 yang menunjukkan bahwa

63% masyarakat menggunakan obat bebas, 18% pergi ke dokter atau pukesmas, 9%

masyarakat mengkonsumsi jamu untuk menanggulangi penyakitnya, 5% dengan

pengobatan mandiri, dan 5% tidak melakukan apapun (Sartono, 1993a).

Peran pengobatan mandiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan

efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban

pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan

keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan. Adapun keuntungan

pengobatan mandiri adalah aman apabila digunakan sesuai dengan petunjuk, efektif

untuk menghilangkan keluhan, biaya pembelian obat relatif lebih murah daripada

biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu, kepuasan karena ikut berperan aktif dalam

pengambilan keputusan terapi, menghindari rasa malu atau stres apabila harus

menampakkan bagian tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan, berperan serta

dalam sistem pelayanan kesehatan, dan membantu pemerintah untuk mengatasi

keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat (Anonim, 2004). Tindakan

(31)

masalah kesehatannya secara dini. Semakin berhasil pengobatan mandiri dilakukan,

maka semakin berkurang beban pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada baik di

tingkat dasar maupun di tingkat rujukan. Dengan mengetahui maksud penggunaan

obat oleh masyarakat, baik itu untuk menjaga kesehatan (preventif), mengobati

penyakit (kuratif) dan rehabilitatif maka dapat pula diperkirakan usaha masyarakat

dalam melakukan upaya kesehatan. (Jamal, Suhardi, Wiryowidagdo, 1999).

Konsultasi medis yang dimaksudkan dalam pengobatan mandiri adalah

konsultasi dengan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Bab I Pasal 1 No.32 tahun 1996 adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Faktor pendidikan, pekerjaan, informasi yang diperoleh, pendapatan

masyarakat, informasi dari media cetak (majalah, surat kabar, dan sebagainya), media

elektronik (radio dan televisi) dan dalam bentuk iklan berpengaruh dalam

peningkatan pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat. Hampir seluruh

anggota masyarakat pernah melakukan pengobatan mandiri sebelum mengunjungi

pukesmas atau dokter (Zahirsyah dan Lelo, 1998).

Tingkat pendidikan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas pengetahuan

masyarakat terhadap berbagai informasi kesehatan yang diterima. Tingkat pendidikan

(32)

kesehatan. Pendidikan memberikan nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam

membuka pikiran serta menerima hal-hal yang baru dan bagaimana berfikir secara

alamiah (Soekanto, 1999). Pendidikan seseorang akan meningkatkan pengalaman,

mampu meningkatkan kepribadian, dan lebih terbuka dalam menerima nilai-nilai dan

hal-hal yang baru, yang pada akhirnya akan memberikan kesejahteraan. Dengan

pendidikan yang cukup, seseorang akan mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai

dan memperoleh pendapatan.

Keadaan ekonomi meliputi jenis pekerjaan, penghasilan, dan jumlah

tanggungan dalam keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam

perilaku kesehatan masyarakat. Jenis pekerjaan berpengaruh pada pola konsumsi

seseorang. Keadaan ekonomi akan berpengaruh pada usaha seseorang dalam

mewujudkan status kesehatan yang lebih baik. Jumlah penghasilan dalam setiap

bulan berpengaruh terhadap faktor sosial ekonomi yang pada akhirnya akan

mempengaruhi tingkat perhatian seseorang terhadap masalah kesehatan. Seseorang

dengan pendapatan yang lebih besar akan mempunyai kesempatan yang lebih besar

dalam menggunakan fasilitas kesehatan dengan lebih baik (Rinukti, 2004).

Batuk merupakan salah satu penyakit dengan gejala ringan yang dapat

menyerang siapa saja dan kapan saja. Batuk dapat mengganggu seseorang pada saat

bekerja, istirahat, dan pada saat melakukan aktivitas lainnya. Pengobatan mandiri

merupakan salah satu usaha yang dilakukan seseorang untuk mengobati penyakit

(33)

Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman yang terletak

di bagian utara Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu kawasan

pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya sebagai petani. Kehidupan sederhana

yang menggantungkan pada sumber daya alam erat dijumpai dalam kehidupan

masyarakatnya. Letak desa Argomulyo yang relatif jauh dari pusat pelayanan

kesehatan, menjadi salah satu pertimbangan bagi masyarakat desa tersebut untuk

melakukan pengobatan mandiri terutama untuk mengatasi penyakit dengan

gejala-gejala ringan seperti batuk.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disusun

perumusan masalah sebagai berikut ini :

1. seperti apa demografi masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. seperti apa gambaran penyakit batuk yang dialami atau ditangani, langkah, alasan,

dan cara pengobatan mandiri pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. seperti apa pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan

pengobatan mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi

dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di

(34)

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan

obat tradisional dan obat tanpa resep?

4. seperti apa pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan

pengobatan mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi

dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di

Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan

obat tradisional?

5. seperti apa pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan

pengobatan mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi

dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di

Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan

obat tanpa resep?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Hubungan antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain meskipun ditemukan penelitian lain

(35)

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester I, V, dan Profesi dalam Mengobati

Batuk oleh Nugraheni (2003), Pola Pemilihan dan Penggunaan Produk Obat Batuk

pada Kalangan Pegawai Negeri di Sejumlah Kantor Kecamatan Kabupaten Klaten

oleh Rachmanti (2000), dan Pola Pemilihan dan Penggunaan Produk Obat Batuk pada

Kalangan Guru-guru SD Negeri di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Tanggamus

Propinsi Lampung (Wulandari, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian analitik

korelasional yang bertujuan melihat hubungan antar variabel. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan

tindakan pengobatan mandiri penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Memberikan gambaran sejauh mana hubungan antara pengetahuan dan tingkat

ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada

masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam

(36)

mandiri khususnya pada penyakit batuk sebagai upaya peningkatan pengetahuan

dengan mempertimbangkan kondisi sosial maupun tingkat ekonomi masyarakat.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan

tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk baik

itu dengan menggunakan obat tradisional maupun obat tanpa resep pada

masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui :

a. demografi masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

b. gambaran penyakit batuk yang dialami atau ditangani, langkah, alasan, dan

cara pengobatan mandiri pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

mengenai penyakit batuk

c. pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan pengobatan

mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan

(37)

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan

menggunakan obat tradisional dan obat tanpa resep

d. pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan pengobatan

mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan

tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan

menggunakan obat tradisional

e. pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan pengobatan

mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan

tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan

(38)

11

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku Masyarakat 1. Definisi

Perilaku masyarakat dalam pengobatan mandiri dapat disebut sebagai

perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang

secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan

jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan

penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Dhammesta dan Handoko, 2000).

2. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perilaku masyarakat

Faktor-faktor dalam perilaku yang mempengaruhi individu dalam

mengambil keputusan yaitu faktor internal yang berasal dari individu itu sendiri dan

faktor eksternal yang berasal dari luar individu. Faktor internal terdiri dari motivasi,

pengamatan, belajar, kepribadian dan konsep diri, serta sikap. Faktor eksternal terdiri

atas kebudayaan, adanya perbedaan tingkat sosial, keluarga dan individu itu sendiri

Dhammesta dan Handoko (2000).

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku masyarakat menurut

Dhammesta dan Handoko (2000) adalah sebagai berikut.

a. Faktor budaya. Perilaku manusia sangat ditentukan oleh kebudayaan yang

melingkupinya, dan pengaruhnya akan selalu berubah setiap waktu sesuai dengan

(39)

b. Faktor kelas sosial. Masyarakat Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan

dalam tiga kelas sosial, yaitu golongan atas, golongan menengah, dan golongan

rendah. Perilaku konsumen antara kelas sosial yang satu akan sangat berbeda

dengan kelas lain karena menyangkut aspek-aspek sikap yang berbeda-beda.

c. Faktor kelompok sosial. Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi

tempat individu-individu berinteraksi satu sama lain. Ada 3 bentuk kelompok

sosial yang terjadi di dalam masyarakat yaitu kelompok primer, sekunder, formal

dan informal. Kelompok primer adalah keluarga, kelompok teman-teman dekat

dan teman sekerja yang selalu melibatkan individu dalam berinteraksi. Kelompok

sekunder adalah kelompok besar dari banyak orang dan hubungan diantara

anggota tidak perlu saling mengenal secara pribadi. Kelompok formal adalah

kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja

diciptakan untuk mengatur hubungan antar anggotanya, sedangkan kelompok

informal adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu.

d. Faktor kelompok referensi. Kelompok referensi adalah kelompok sosial yang

menjadi ukuran seseorang untuk membentuk kepribadian dan perilakunya. Kotler

(1997) menjelaskan bahwa kelompok referensi adalah kelompok yang memiliki

pengaruh langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

e. Faktor keluarga. Keluarga memainkan peran terbesar dan terlama dalam

pembentukan sikap dan perilaku manusia. Menurut Kotler (1997) keluarga adalah

(40)

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku masyarakat menurut

Dhammesta dan Handoko (2000) adalah sebagai berikut.

a. Faktor motivasi. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang

mendorong individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu

tujuan. Motivasi seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan

pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.

b. Faktor pengalaman. Pengalaman merupakan proses ketika manusia menyadari dan

menginterpretasikan aspek lingkungannya. Hasil dari pengalaman individu akan

membentuk suatu pandangan tertentu terhadap suatu produk yang akan

menciptakan proses pengamatan dan perilaku pembelian yang berbeda-beda.

c. Faktor belajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang

terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Proses belajar terjadi karena

adanya interaksi antara manusia yang bersifat individual dengan lingkungan

khusus tertentu. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen

ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan, atau sebaliknya, tidak terjadi

apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik.

d. Faktor kepribadian dan konsep diri. Kotler (1997) berpendapat bahwa setiap orang

memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya.

Kepribadian merupakan karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang

yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten atau bertahan lama terhadap

(41)

Konsep pribadi konsumen berhubungan dengan citra merek suatu produk yang

digunakan.

e. Faktor sikap. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak)

terhadap obyek atau produk yang dihadapinya. Sikap adalah evaluasi, perasaan

emosional, dan kecenderungan tindakan yang menggantung atau tidak

diuntungkan yang bertahan lama dari seseorang terhadap obyek atau gagasan

tertentu (Kotler, 1997).

Pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pemilihan dari

berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, prosesnya melalui mekanisme

tertentu, dengan harapan akan menghasilkan keputusan yang terbaik. Setiap

keputusan yang diambil bertumpu pada beberapa kemungkinan atau alternatif untuk

dipilih dimana setiap alternatif membawa konsekuensi (Suryani dan Ramdhani,

1998).

Intelligence (penelusuran masalah)

Design(perancangan penyelesaian masalah)

Choice (pemilihan tindakan)

Implementation (pelaksanaan tindakan)

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan (Suryani dan Ramdhani, 1998)

Keputusan (decision) berarti pilihan (choice) yaitu pilihan dari dua atau

(42)

situasional merupakan yang terbaik. Keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang

dicapai sesudah dilakukan pertimbangan terhadap satu kemungkinan yang dipilih

sementara yang lain dikesampingkan (Suryani dan Ramdhani, 1998).

Empat faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara

psikologis seseorang adalah sebagai berikut (Ahmadi, 1998).

a. Pengalaman pribadi. Keputusan akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman

pribadi tersebut melibatkan faktor emosional, karena dalam situasi yang

demikian, penghayatan pengalaman pribadi akan lebih mendalam dan lebih lama

membekas dalam ingatan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Seseorang yang dianggap penting

dan diharapkan persetujuannya bagi setiap tingkah laku dan pendapat, akan

banyak mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan terhadap segala

sesuatu. Orang yang dianggap penting bagi individu antara lain orang tua, orang

yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, dan teman

kerja.

c. Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan arah

keputusan terhadap berbagai masalah. Hanya kepribadian individu yang telah

mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu.

d. Pengaruh faktor emosional. Suatu keputusan yang diambil seringkali merupakan

pernyataan yang didasari emosi, yang berfungsi sebagai penyaluran perasaan atau

(43)

3. Teori aksi Max Weber

Max Weber pertama kali mengembangkan teori aksi atau yang dikenal

sebagai teori bertindak. Max Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu

tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas

suatu objek, stimulus dan situasi tertentu (Sarwono, 1997). Teori Max Weber

dikembangkan oleh Talcott dan Parson yang menyatakan bahwa aksi merupakan

respon mekanik terhadap suatu stimulus bukan perilaku, sedangkan perilaku adalah

suatu proses mental yang aktif dan kreatif (Sarwono, 1997).

Tingkatan individu dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial, sistem

budaya, dan sistem kepribadian dari masing-masing individu (Sarwono, 1997).

Keterkaitan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan perannya. Individu

menduduki suatu tempat dalam setiap sistem sosial dan bertindak sesuai dengan

norma atau aturan yang dibuat oleh sistem aturan tersebut. Perilaku individu juga

ditentukan oleh sistem aturan tersebut dan kepribadiannya.

4. Perilaku kesehatan

Skiner cit., Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa perilaku masyarakat

dalam pengobatan mandiri dapat disebut sebagai perilaku kesehatan. Perilaku

kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau suatu

objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan, dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan diklasifikasikan

(44)

a. perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit bila sakit, dan pemulihan kesehatan

bila telah sembuh dari penyakit

b. perilaku peningkatan kesehatan yang seoptimal mungkin apabila seseorang dalam

keadaan sehat

c. perilaku gizi, makanan, dan minuman agar dapat memelihara dan meningkatkan

kesehatan.

B. Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi 1. Pengetahuan

Dhammesta dan Handoko (2000) menyatakan bahwa pengetahuan adalah

unsur-unsur yang mengisi akal dan jiwa seseorang secara sadar di dalam otak.

Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi, konsep dan fantasi

terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca indranya.

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang dihasilkan

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dan

penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba.

Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, maka

terlebih dahulu harus mengetahui arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya dan

(45)

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Belajar didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang terjadi

sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Proses belajar terjadi karena adanya

interaksi antara manusia yang pada dasarnya bersifat individual dengan lingkungan

khusus tertentu (Dhammesta dan Handoko, 2000).

2. Tingkat ekonomi

Keadaan ekonomi adalah suatu kondisi kemampuan keuangan yang ada

pada masyarakat, khususnya kondisi ekonomi keuangan yang dimiliki oleh sebuah

keluarga. Kondisi keuangan adalah sumber-sumber yang menjadi pendapatan

keluarga dan jenis pengeluarannya (Wibowo, 2004). Ada banyak faktor yang menjadi

komponen dalam mempengaruhi pendapatan keluarga sehingga mengakibatkan

keadaan ekonomi masyarakat berada dalam kelas-kelas yang berbeda (Gilarso, 2003).

Tingkat ekonomi keluarga atau rumah tangga sangat penting karena tingkat

ekonomi dapat menunjukkan tingkat kemakmuran seseorang. Setiap keluarga harus

dapat mandiri dari segi ekonomi atau keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

tersebut misalnya pangan, sandang, papan, hiburan, dan pendidikan. Dari berbagai

kebutuhan ini idealnya setiap keluarga harus mempunyai penghasilan yang cukup

besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Gilarso, 2003).

Pendapatan atau penghasilan keluarga adalah balas jasa atau balas karya

(46)

proses produksi. Sumber-sumber pendapatan atau penghasilan keluarga antara lain

(Ibrahim, 1998) :

a. usaha sendiri atau wiraswasta, misalnya berdagang, beternak ataupun

mengerjakan sawah

b. bekerja pada orang lain misalnya bekerja dikantor ataupun

perusahaan-perusahaan sebagai karyawan pemerintah maupun swasta

c. hasil dari milik sendiri misalnya penerimaan sewa rumah dan bunga dari

pinjaman uang.

Penghasilan keluarga dapat berupa uang ataupun barang misalnya tunjangan beras

atau fasilitas lain. Menurut Ibrahim (1998), selain dari sumber penghasilan yang telah

disebut di atas, masih ada penerimaan pendapatan yang lainnya, misalnya berupa

uang pensiun, pesangon dari perusahaan, sumbangan atau hadiah, serta pinjaman atau

hutang.

Penghasilan keluarga yang berupa uang masuk atau keluar sebagian besar

dipergunakan atau dibelanjakan lagi, sebagian dari penghasilan ini digunakan untuk

kebutuhan konsumsi (Gilarso, 2003). Pengeluaran tiap rumah tangga atau keluarga

sangat berbeda-beda besarnya. Wibowo (2004) menyatakan bahwa pengeluaran

rumah tangga atau keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain besarnya

jumlah penghasilan yang masuk, besarnya jumlah anggota keluarga, tingkat

kebutuhan hidup, tingkat sosial ekonomi keluarga, dan kebijakan dalam pengelolaan

(47)

C. Pengobatan Mandiri 1. Definisi

Saat ini pengobatan mandiri semakin popular di masyarakat. Pengobatan

mandiri bagi masyarakat mempunyai banyak keuntungan antara lain dapat

menghemat biaya dan waktu, walaupun disadari bahwa keberhasilan pengobatan

yang dilakukan sangat terbatas (Hartono, 2003). World Health Organization

mendefinisikan pengobatan mandiri sebagai hal yang dilakukan masyarakat untuk

dirinya sendiri dalam menentukan dan memelihara kesehatan, mencegah dan

mengatasi penyakit (Anonim, 1994). Pengobatan mandiri didefinisikan sebagai

pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk obat tradisional) oleh

individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang sudah dikenali.

Supardi (1997) menyatakan bahwa pengobatan mandiri bertujuan untuk

peningkatan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit

kronis setelah perawatan dokter. Pengobatan mandiri juga bertujuan untuk menolong

diri sendiri dalam mengatasi masalah atau gangguan kesehatan ringan, misalnya

batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, gatal-gatal, iritasi ringan pada mata, dan

lain-lain (Anonim, 2006). Peranan dari pengobatan mandiri (Supardi, 1997) antara

lain penanggulangan secara tepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan

konsultasi medis, pengurangan beban pelayanan kesehatan karena keterbatasan

sumberdaya dan tenaga, serta peningkatan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk

(48)

2. Faktor-faktor dalam pengobatan mandiri

Pengambilan keputusan dalam pengobatan mandiri dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor termasuk usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, pengetahuan,

tingkat pendidikan, dan latar belakang pendidikan (Hartono, 2003). Pemahaman

seseorang yang semakin tinggi terhadap penyakit maupun gejala yang timbul serta

pengobatannya, maka kecenderungan untuk melakukan pengobatan mandiri semakin

meningkat (Hartono, 2003).

Perawatan dan pengobatan mandiri menurut Covington (2000) dipengaruhi

oleh beberapa faktor sebagai berikut.

a. Perilaku konsumen, antara lain penghargaan terhadap nilai kesehatan, motivasi

dan tanggung jawab untuk mempelajari penyakit yang diderita dan cara

perawatannya, keseriusan menerima penyakit yang berpengaruh pada keputusan

perawatan kesehatan yang akan dipilih, dan pengaruh dari orang lain (teman,

saudara, dan tenaga kesehatan).

b. Karakter demografi yang meliputi usia, jumlah keluarga, jenis kelamin, dan status

sosial dan ekonomi dari masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah atau daerah

tertentu.

c. Keadaan ekonomi yang meliputi status ekonomi seseorang, biaya perawatan

kesehatan (produk dan pelayanan), ketersediaan, dan kemudahan mendapatkan

produk perawatan kesehatan.

d. Pendidikan dan pengetahuan konsumen yang meliputi tersedianya informasi yang

(49)

dan label dalam kemasan obat, serta adanya alternatif perawatan kesehatan seperti

akupungtur dan terapi herbal.

Hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan pengobatan mandiri antara

lain adalah memahami masalah kesehatan yang sedang dihadapi, perlu atau tidak

periksa ke dokter atau tenaga medis, penggunaan obat atau tidak, obat tradisional atau

obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala, dan lain sebagainya

(Anonim, 2001). Informasi yang benar dan objektif diperlukan dalam pengobatan

mandiri agar dapat memilih dan menggunakan obat secara rasional, yang artinya obat

yang dipilih harus tepat dan benar cara penggunaannya (Hartono, 2003).

Pengobatan mandiri dapat menggunakan obat, obat tradisional, atau cara

tradisional. Obat yang digunakan umumnya golongan obat bebas dan obat bebas

terbatas. Obat tradisional yang digunakan meliputi simplisia, jamu gendong dan jamu

berbungkus (Supardi, Sampurno, Notosiswoyo, 2004).

3. Obat tradisional

Berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka memperoleh derajat kesehatan

yang optimal, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman obat yang dikemas dalam

bentuk jamu atau obat tradisional (Katno dan Pramono, 2005). Obat tradisional dan

tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah kebawah terutama dalam

upaya preventif, promotif, dan rehabilitatif. Obat tradisional mengalami

perkembangan yang semakin meningkat dari masa ke masa, terlebih dengan

munculnya issue kembali ke alam (back to nature) serta krisis yang berkepanjangan

(50)

tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral,

sehingga sebutan obat tradisional (OT) hampir selalu identik dengan tanaman obat

(TO) karena sebagian besar obat tradisional berasal dari tanaman obat (Katno dan

Pramono, 2005).

Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.41.1384 tentang

Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan

Fitofarmaka dalam Ketentuan Umum Pasal 1 tercantum beberapa definisi sebagai

berikut.

a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan

tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman.

b. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.

c. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya

telah distandarisasi.

d. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan

khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan

produk jadinya telah terstandarisasi.

Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan

Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia adalah sebagai

(51)

a. Logo kelompok jamu berupa ”RANTING DAUN TERLETAK DALAM

LINGKARAN’’, kode registrasi TR, contoh : Antangin JRG® tablet, Kuku Bima

TL® kapsul, Patmosari® serbuk, Prolipid® kapsul, Renax® kapsul, Rapet Wangi®

kapsul.

b. Logo obat herbal terstandar berupa ”JARI-JARI DAUN (3 PASANG)

TERLETAK DALAM LINGKARAN’’, kode registrasi TR, contoh : Diapet®

kapsul, Lelap® kaplet, Kiranti® larutan, Radix® kapsul, Vermint F® kapsul,

OBHerbal® sirup.

c. Logo kelompok fitofarmaka berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN

MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, kode

registrasi TR, contoh : Stimuno® kapsul, Stimuno® sirup, Rheumaneer ® kapsul,

Cursil-70® kapsul, Cerotop® tablet, Nichoviton® kaplet.

Logo kelompok jamu, obat herbal standar, maupun kelompok fitofarmaka

ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah atau pembungkus atau brosur

dan dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok

kontras dengan warna logo.

Obat tradisional atau tanaman obat memiliki beberapa kelebihan bila

dibandingkan dengan obat-obat modern, antara lain efek sampingnya relatif rendah,

(52)

memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit

metabolik dan degeneratif (Katno dan Pramono, 2005). Kelebihan obat tradisional

atau tanaman obat menurut Katno dan Pramono (2005) secara rinci sebagai berikut.

a. Efek samping obat tradisional relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat.

Obat tradisional atau tanaman obat akan bermanfaat dan aman jika digunakan

dengan tepat sesuai dengan takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan

bahan, serta penyesuaian dengan indikasi tertentu.

b. Terdapat efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional

atau komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional

umumnya terdiri dari beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek saling

mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan

komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan

kontraindikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang.

c. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada

tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder. Satu tanaman bisa

menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tanaman

tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut dapat saling

mendukung tetapi ada juga yang berlawanan atau kontradiksi.

Bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan disamping berbagai

keuntungan. Kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah,

bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, serta mudah

(53)

4. Obat tanpa resep

Obat tanpa resep didefinisikan sebagai obat yang digunakan untuk

pengobatan sendiri dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan, meringankan gejala

minor, dan mencegah penyakit (Widijapranata, 1997). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.949/MENKES/PER/VI/2000 Pasal 1 tentang Registrasi Obat

Jadi, menyatakan bahwa obat jadi adalah sediaan atau panduan bahan-bahan termasuk

produk biologi dan kontrasepsi yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau

menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan.

Obat Wajib Apotek (OWA) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

No.347/MENKES/SK/VII/1990 adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh

apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.02396/A/SK/VII/1986 Pasal 3 tentang Tanda

Khusus Obat Keras Daftar G, tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat

berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh

garis tepi. Obat keras daftar G mempunyai kode registrasi DKL, contohnya :

Amoxan® kapsul, Fargoxin® tablet, Decamet® tablet.

Obat-obat yang termasuk obat tanpa resep menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 2380/A/SK/VI/1983 Pasal 3 tentang Tanda

(54)

a. Kelompok obat bebas. Obat bebas adalah obat-obat yang dapat dibeli secara

bebas, tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek, toko obat maupun

warung-warung (Sartono, 1993b). Sebagai tanda obat bebas, pada pembungkusnya diberi

tanda khusus yaitu warna hijau di dalam lingkaran hitam. Golongan obat bebas ini

biasanya tidak membahayakan jiwa. Obat bebas mempunyai kode registrasi DBL,

contohnya : Pamol® sirup, Panadol® kaplet, Oskadon® tablet, New Diatabs® tablet

Laserin ®sirup, Dexanta® tablet.

b. Kelompok obat bebas terbatas. Obat bebas terbatas adalah obat-obat yang dapat

diperjualbelikan secara bebas dengan syarat hanya jumlah yang telah ditentukan

dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda peringatan ditulis dengan huruf putih

diatas kertas yang umumnya berwarna hitam. Tanda lainnya adalah pada

pembungkusnya diberi tanda khusus berwarna biru di dalam lingkaran hitam.

Obat bebas terbatas mempunyai kode registrasi DTL, contohnya : Komix® sirup,

Vicks Formula 44® sirup, Konidin® tablet, OBH Combi Plus® sirup, Benadryl®

sirup, Wood’s Antitussive ®sirup, Proris® tablet, Antimo® tablet, Saridon® tablet,

Paramex® tablet.

Kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.919/MENKES/PER/X/1993 Pasal 2 adalah :

a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah

(55)

b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada

kelanjutan penyakit

c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan

d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

e. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Pengobatan mandiri dengan obat tanpa resep menurut Holt dan Hall (1990)

hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya pada kasus :

a. perawatan simtomatik minor, misalnya badan terasa tidak enak maupun cedera

ringan

b. penyakit self-limiting atau paliatif misalnya flu dan sakit kepala

c. pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan, misalnya mabuk perjalanan dan

kutu air

d. penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau tenaga

medis profesional lainnya, misalnya arthritis dan asma.

Pengobatan dengan menggunakan obat tanpa resep tidak bisa dilakukan

secara sembarangan walaupun kelihatannya sederhana. Prinsip-prinsip atau

rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati dalam penggunaan obat tanpa resep

menurut Anonim (2006) adalah :

a. tepat dalam penentuan indikasi atau penyakit

(56)

c. tepat dalam memilih obat (efektif, aman, dan ekonomis)

d. tepat dosis

e. tepat cara pemberian obat

f. waspada terhadap efek samping dan interaksi obat

g. tepat tindak lanjut, bila keluhan bertambah parah atau timbul efek yang tidak

diinginkan.

Obat-obat yang beredar di masyarakat harus mempunyai penandaan yang

jelas, terutama untuk obat tanpa resep. Penandaan itu sendiri menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.949/MENKES/PER/VI/2000 Pasal 1

tentang Registrasi Obat Jadi adalah keterangan lengkap mengenai obat jadi, khasiat,

keamanan, cara penggunaannya, serta informasi lain yang dianggap perlu yang

dicantumkan pada etiket, brosur, dan kotak yang disertakan pada obat jadi.

Penandaan itu berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin

penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Kriteria lain yang harus dipenuhi

obat tanpa resep adalah tidak menimbulkan kecanduan dan penggunaannya

sederhana, tidak menimbulkan reaksi merugikan yang parah bila salah dalam

penggunaannya, dan tidak mendorong penyalahgunaan (Donatus, 2000).

D. Batuk 1. Definisi

Batuk adalah suatu penyakit refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun

Gambar

Tabel I.        Tanaman Berkhasiat sebagai Obat Batuk ....................................
Tabel IX.      Pengetahuan Responden yang  Melakukan Pengobatan  Mandiri
Tabel XIV.   Tingkat  Ekonomi   Responden   yang   Melakukan  Pengobatan
Tabel XIX.  Tindakan  Pengobatan   Mandiri  pada  Responden  dengan  Obat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program perlindungan Jiwa Optima Group Life yang diberikan kepada atlet dan official pendukung merupakan program asuransi jiwa kumpulan yang memberikan

Kosakata dalam bahasa Jepang memiliki nuansa dan makna yang spesifik. Sering pembelajar menemukan beberapa kata yang sepintas memiliki kemiripan arti, namun ternyata

Sedangkan berdasarkan indeks kualitas lingkungan perairannya Sungai Senapelan tergolong perairan dengan tingkat pencemaran yang buruk hingga sangat buruk dan dilihat

Makalah-makalah yang disajikan oleh lebih dari 50 pembicara ini akan membuka ruang diskusi mengenai isu-isu yang terkait dengan peran media elektronik dalam

untuk bangunan yang memiliki bentangan cukup

Keenam pilar utama tersebut adalah yaitu emotional appeal (daya tarik emosional) yaitu ciri khas yang membuat seseorang tertarik terhadap perusahaan, products dan services (produk

[r]

Siswa-siswi SMA Negeri 1 Depok Sleman yang telah berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan kerjasamanya yang baik sehingga kami dapat melaksanakan