• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal - USD Repository"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

 

PERSEPSI SISWA KELAS X SMA ST. KLAUS KUWU

RUTENG TAHUN AJARAN 2010/2011 TENTANG

KEBIASAANNYA MENGUNGKAPKAN PERASAAN SECARA

VERBAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Maria Candra D. Jasir 061114036

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i  

PERSEPSI SISWA KELAS X SMA ST. KLAUS KUWU

RUTENG TAHUN AJARAN 2010/2011 TENTANG

KEBIASAANNYA MENGUNGKAPKAN PERASAAN SECARA

VERBAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Maria Candra D. Jasir 061114036

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv  

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Mei 2011 Penulis

(6)

v  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Maria Candra Dun Jasir

Nomor Mahasiswa : 061114036

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERSEPSI SISWA KELAS X SMA ST. KLAUS KUWU RUTENG TAHUN AJARAN 2010/2011 TENTANG KEBIASAANNYA MENGUNGKAPKAN PERASAAN SECARA VERBAL.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 13 Mei 2011 Yang menyatakan

(7)

vi   ABSTRAK

PERSEPSI SISWA KELAS X SMA ST. KLAUS KUWU RUTENG TAHUN AJARAN 2010/2011 TENTANG KEBIASAANNYA MENGUNGKAPKAN

PERASAAN SECARA VERBAL

Maria Candra D. Jasir

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal langsung dan secara verbal tidak langsung.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal langsung? (2) Bagaimana persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung?

Instrumen penelitian adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri. Kuesioner ini memiliki 63 butir pernyataan. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 dengan jumlah responden 186 siswa.

Teknik analisis data yang digunakan adalah PAP Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe I. Tingkat kemampuan mengungkapkan perasaan secara verbal digolongkan menjadi 5 yaitu: sangat biasa, biasa, cukup biasa, kurang dan tidak biasa.

Hasil penelitian menunjukkan: tidak ada siswa yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa dia sangat biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Ada 5 siswa (3%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Ada 63 siswa (34%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka cukup biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Ada 67 siswa (36%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka kurang biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Ada 51 siswa (27%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka tidak biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung.

(8)

vii   ABSTRACT

THE PERCEPTION OF THE CLASS TEN STUDENTS OF ST. KLAUS KUWU SENIOR HIGH SCHOOL REGARDING THEIR HABITS OF USING

DIRECT VERBAL EXPRESSIONS OF EMOTIONS, IN SCHOOL YEAR 2010/2011

Maria Candra D. Jasir

Sanata Dharma University, Yogyakarta 2011

This study aimed to understand the perception of the class ten students of St. Klaus Kuwu Senior High School regarding their habits of using direct and indirect verbal expressions of emotions in school year 2010/2011.

This descriptive study used survey method. The questions of the study are: (1) How do the students of class ten of St. Klaus Kuwu Senior High School perceived their habits in using direct verbal expressions of emotions, in school year 2010/2011? (2) How do the students of class ten of St. Klaus’ Kuwu Senior High School perceived their habits in using indirect verbal expressions of emotions, in school year 2010/2011?

This study used the questionnaire which was constructed by the researcher. This questionnaire consisted of 63 items. The subjects of the study were 186 students of class ten of St. Klaus Kuwu Senior High School, in school year 2010/2011.

The data is analyzed using the Criterion Referenced Evaluation (PAP) type I. The habit in using verbal expressions of emotions is classified into 5 levels, namely, very common, common, sufficiently common, uncommon, and not common.

The findings revealed that in using direct verbal expressions of emotions, there is no students (0%) could be categorized into very common category; 5 students (3%) are in common category; 63 students (34%) are in sufficiently common category; 67 students (36%) are in uncommon category, 51 students (27%) are in not common category in using direct verbal expressions of emotions.

The study also shows that in using indirect verbal expressions of emotions, there is no student (0%) could be categorized into very common category; 23 students (12 %) are in sufficiently common category; 63 students (34 %) are in uncommon category; and 100 students (54 %) are in not common category in their habit in using indirect verbal expressions of emotions.

(9)

viii  

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan cinta-Nya yang begitu besar, yang membuat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa ada banyak pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung, dalam penyusunan skripsi ini Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. M.M Sri Hastuti, M.Si. selaku Kaprodi Bimbingan dan Konseling yang memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati dalam membimbing, mendampingi penulis dalam setiap tahap serta keseluruhan proses penulisan skripsi ini.

3. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal hidup yang berharga kepada penulis dalam menjalani tugas studi. 4. Keluarga besar SMA Gadjah Mada yang telah mengijinkan peneliti untuk

(10)

ix  

5. Keluarga besar SMA St. Klaus Kuwu Ruteng yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Kedua orangtua (Bpk. Emanuel Japi dan Ibu Yuliana Sinur) dan adik-adik (Hans Deyot, Deri Yasman dan Cintami Leri) yang selalu berdoa untuk kelancaran penulisan skripsi ini dan memberikan dukungan kepada peneliti. 7. Primus Theodatus Jemarus (Intok) yang selalu mendengarkan segala keluhan

dan memberikan masukan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat (Lina, Ela, Sari, Tina, Rias, Sr. Anunsitas, Sr. Agustin, Sr. Beatriks, Sr. Udis, Tanti, Ayu) yang selalu memberikan dukungan. Dan juga teman-teman se-angkatan ’06 yang selalu memberikan semangat buat peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Manggarai (Santi Kuku, Ka Nurty, Vigo, Lori Dandur) yang begitu baik dan selalu memberikan motivasi buat peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

x   DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..………. .. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… iv

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. v

ABSTRAK ….……… vi

ABSTRACT……… vii

KATA PENGANTAR …..………. viii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN …..……… xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ……….. 6

C. Tujuan Penelitian ..………. 7

D. Manfaat Penelitian .. ……… 7

E. Definisi Operasional …….………. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Segi-segi Komunikasi Antar Pribadi …..………... 9

1. Pengertian Komunikasi………. 9

(12)

xi  

B. Perasaan ….………. 11

1. Pengertian Perasaan……….. 11

2. Perasaan dan Emosi……….. 13

3. Macam-Macam Perasaan……….. 17

4. Pengungkapan Perasaan Secara Verbal………. 19

C. Hakekat Persepsi ………. 25

1. Pengertian Persepsi……….. 25

2. Mempersepsikan Perasaan Orang Lain……… 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……… 28

B. Subjek Penelitian …..……….. 28

C. Instrumen Penelitian ……… 29

D. Validitas dan Reliabilitas ……… 32

1. Validitas……….. 32

2. Reliabilitas……….. 33

E. Prosedur Pengumpulan Data ……… 35

1. Tahap Persiapan……… 35

2. Tahap Pelaksanaan……… 36

F. Teknik Analisis Data ……… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……… 39

(13)

xii   BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….. …. 55

B. Saran-saran ……….. 56

DAFTAR PUSTAKA ………. 58

(14)

xiii  

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Kategori Perasaan Menurut Sam R. Lioyd ………….. 19 Tabel 2 : Rincian Siswa Kelas X SMA

St. Klaus Kuwu Ruteng ……… 29 Tabel 3 : Kisi-kisi Kuesioner Kebiasaan Siswa Mengungkapkan

Perasaan Secara Verbal ……… 30 Tabel 4 : Indeks Korelasi Reliabilitas ……….. 34 Tabel 5 : Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe I ………... 38 Tabel 6 : Persepsi Siswa Kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng

Tahun Ajaran 2010/2011 Tentang Kebiasaannya Mengungkapkan Perasaan Secara

Verbal Langsung ………. 40

Tabel 7 : Persepsi Siswa Kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng Tahun Ajaran 2010/2011 Tentang Kebiasaannya Mengungkapkan Perasaan

Secara Verbal Tidak Langsung ……… 41 Tabel 8 : Tindakan yang Cenderung Dilakukan

Ketika Mengalami Perasaan Negatif ………. ….. 43 Tabel 9 :Tindakan yang Cenderung Dilakukan

(15)

xiv  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Kuesioner Uji Coba ……… 61

Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian ……… 67

Lampiran 3 : Tabulasi Skor-Skor Uji Coba ………. 71

Lampiran 4 : Tabulasi Skor-Skor Penelitian ………. 80

Lampiran 5 : Hasil Dua Pertanyaan Tambahan ………... 100

Lampiran 6 : Hasil Analisis Uji Validitas ………. 103

Lampiran 7 : Reliability ……… 105

Lampiran 8 : Surat Ijin Uji Coba ……… 106

Lampiran 9 : Surat Ijin Penelitian ……….. 107

Lampiran 10 : Surat Keterangan Pelaksanaan Uji Coba ……….. 108

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi dalam kehidupan bersama sangat dibutuhkan, karena dengan komunikasi dapatlah diketahui pikiran serta perasaan orang lain dan dapat diberikan tanggapan yang relevan. Salah satu penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam kehidupan bersama adalah karena komunikasi kurang efektif. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi manusia karena tanpa komunikasi interaksi antar manusia baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi. Sebagian besar interaksi antar manusia berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi (Widjaja, 2000: 120).

Manusia adalah mahluk sosial dan membutuhkan hubungan dengan orang lain. Manusia ingin mendapatkan perhatian dari sesamanya. Untuk itu komunikasi menjadi sangat penting. Tetapi pada jaman sekarang hanya sedikit waktu anak-anak untuk berkomunikasi (Denny, 2006: 4), sehingga hubungan dengan orang lain menjadi berkurang, dan komunikasi dengan sesama dalam masyarakat pun menjadi berkurang.

Komunikasi menyentuh segala aspek hidup kita. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 75% waktu kita digunakan untuk berkomunikasi.

(17)

Komunikasi menentukan kualitas hidup kita (Tubbs, 2008: 3). Meskipun begitu, komunikasi merupakan aset yang kurang dihargai dan kurang diajarkan kepada kita, khususnya dalam dunia modern ini, sehingga sering kali timbul dampak yang sangat buruk. Dalam suatu iklan televisi, Profesor Stephen Hawking dari Cambridge University (Denny, 2006: 5) mengatakan “Masalah-masalah dunia sebenarnya dapat dipecahkan jika kita terus berbicara”.

Menjalin komunikasi antar pribadi atau berkomunikasi dengan orang lain merupakan keharusan bagi manusia. Menjalin komunikasi merupakan suatu kebutuhan setiap orang dalam hubungan dengan sesama. Ada beberapa kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan berkomunikasi (Supraktiknya, 1995: 9). Pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.

Kedua, identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan

orang lain. Ketiga, dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Ini terjadi lewat komunikasi. Keempat, kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih tokoh-tokoh yang signifikan dalam hidup kita.

(18)

perasaan-perasaan kita. Hal ini berlaku dalam kebudayaan timur pada umumnya dan kebudayaan Indonesia salah satunya. Penerimaan sosial sering harus kita bayar dengan mengorbankan kehidupan perasaan kita yang sehat dan wajar. Beberapa orang menolak atau mengabaikan perasaan mereka sendiri, bahkan tidak mampu menghargai perasaan orang lain dengan mengabaikan perasaan orang lain. (http://www.ces.ncsu.edu).

Agar dapat saling memahami dan menerima, orang perlu mampu mengungkapkan perasaannya kepada orang lain dengan mudah dan tepat, serta dapat menyesuaikan ungkapan verbal dengan ungkapan non-verbalnya. Orang yang dapat mengungkapkan perasaan dengan baik termasuk orang yang asertif.

Mengungkapkan perasaan dalam berkomunikasi antar pribadi merupakan salah satu segi yang paling membahagiakan. Mengungkapkan perasaan yang dialami kepada orang lain bukan saja merupakan sumber kebahagiaan, melainkan juga merupakan salah satu kebutuhan demi kesehatan psikologis. Dengan mengungkapkan perasaan orang dapat menciptakan hubungan yang intim dengan sesama (Supraktiknya, 1995: 50). Ketika kita mampu berkomunikasi pada tingkat perasaan, kita dapat menghilangkan banyak kesalahpahaman yang terjadi dalam hubungan dengan sesama. (http://www.ces.ncsu.edu).

(19)

13 tahun sampai 16, dan masa remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun. Pada masa remaja komunikasi menjadi sangat penting karena remaja ingin diterima dan dihargai oleh kelompoknya. Remaja ingin memiliki banyak teman serta mengetahui banyak hal. Apabila komunikasi yang terjalin kurang efektif maka akan terjadi kesalahpahaman dan permusuhan. Hurlock (1996: 212) mengatakan bahwa remaja sering berada di luar rumah bersama teman sebaya sebagai kelompok. Dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya dibandingkan dengang keluarga. Hubungan dengan teman sebaya tentunya akan menjadi lebih baik apabila remaja bisa mengungkapkan perasaannya. Dengan demikian remaja akan dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan teman sebaya.

(20)

Pengungkapan perasaan secara verbal langsung (deskriptif) adalah sangat penting agar dapat tercipta keharmonisan. Perasaan yang sedang dialami orang lain dapat diketahui dengan komunikasi. Dengan mengungkapkan perasaan secara tepat, siswa dapat memperoleh pemahaman tentang diri sendiri untuk dapat menilai perasaannya dan akhirnya memahami perasaan orang lain.

Pengungkapan perasaan yang tepat dalam berkomunikasi akan memudahkan siswa untuk menciptakan hubungan yang harmonis. Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng. Di sekolah ini siswa berasal dari berbagai daerah dengan bahasa yang berbeda. Semua siswa tanpa terkecuali diwajibkan masuk asrama. Siswa banyak menghabiskan waktu di asrama. Dalam kebersamaan tersebut akan muncul berbagai peristiwa yang tentunya menimbulkan perasaan tertentu. Apabila siswa mampu mengungkapkan perasaan yang dimiliki dengan tepat maka kesalahpahaman akan berkurang bahkan bisa dihindari.

(21)

cara yang tepat sehingga memicu kesalahpahaman. Kebiasaan seperti ini sudah berlangsung lama, walaupun ada juga siswa yang mampu untuk mengungkapkan perasaannya secara verbal langsung.

Dengan melihat hal di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi siswa dalam mengungkapkan perasaannya secara verbal baik secara verbal langsung maupun secara verbal tidak langsung. Dengan mengetahui kecenderungan siswa dalam mengungkapkan perasaannya, peneliti dapat memberikan masukan kepada SMA St. Klaus Kuwu Ruteng untuk mengajarkan kepada siswa tentang pengungkapan perasaan secara verbal khususnya secara verbal langsung (deskriptif), agar komunikasi siswa semakin efektif, dan masalah antar pribadi dapat diatasi dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaannya secara verbal langsung?

(22)

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaannya secara verbal langsung dan secara verbal tidak langsung.

D. Manfaat Penelitian

1. Para siswa dapat memperoleh gambaran mengenai kebiasaan mereka dalam mengungkapkan perasaan.

2. Para guru dapat mengetahui kebiasaan siswa dalam mengungkapkan perasaannya dan terdorong untuk membantu siswa agar terbiasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung (deskriptif).

3. Peneliti dapat memperoleh pengalaman dalam mengungkapkan kebiasaan siswa mengungkapkan perasaannya secara verbal.

4. Peneliti lain dapat menambah wawasan dalam bidang penelitian tentang pengungkapan perasaan dan diharapkan memperoleh inspirasi untuk melakukan penelitian baru.

E. Definisi Operasional:

1. Persepsi adalah pendapat siswa tentang kebiasaannya dalam mengungkapkan perasaannya secara verbal langsung dan secara verbal tidak langsung.

(23)

3. Mengungkapkan perasaan secara verbal adalah menyampaikan perasaan yang dialami dalam bentuk ungkapan-ungkapan yang menunjukkan perasaan tertentu yang dialami baik secara verbal langsung maupun secara verbal tidak langsung.

4. Mengungkapkan perasaan secara verbal langsung adalah mendeskripsikan perasaan yang dialami sehingga mitra komunikasi memahami perasaan yang bersangkutan dengan jelas.

5. Mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung adalah mengungkapkan perasaan yang dialami dengan kata-kata tetapi tidak secara deskriptif menunjukkan perasaan yang dialami itu kepada mitra komunikasi.

(24)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat: A) segi-segi komunikasi antar pribadi yang terdiri dari (1) pengertian komunikasi, (2) keterampilan dasar berkomunikasi, B) perasaan yang terdiri dari (1) pengertian perasaan, (2) perasaan dan emosi, (3) macam-macam perasaan, (4) pengungkapan perasaan yang terdiri dari a) secara verbal langsung, b) secara verbal tidak langsung, c) pentingnya mengungkapkan perasaan, C) Hakekat persepsi yang terdiri dari (1) pengertian persepsi, (2) mempersepsikan perasaan orang lain.

A. Segi-segi Komunikasi Antar Pribadi

1. Pengertian Komunikasi

Menurut Edward Depari (Widjaja, 2000: 89), komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu. Dengan komunikasi terjalin hubungan yang akrab. Hubungan yang akrab diusahakan melalui tukar menukar pendapat, penyampaian pesan atau informasi, serta perubahan sikap dan perilaku. Pada hakikatnya dalam setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur: sumber pesan, saluran, dan penerima.

(25)

diartikan sebagai pesan yang dikirimkan oleh seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi tingkah laku orang itu. Ketika dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan atau diskusi, maka komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan maksud mengenai topik yang dibicarakan (Winkel, 2005: 242).

Dari beberapa pengertian komunikasi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang tertentu, baik secara verbal maupun secara nonverbal. Dalam komunikasi verbal digunakan lambang bahasa lisan dan tulisan. Komunikasi nonverbal menggunakan gerakan badan, sikap, dan ekspesi wajah. Pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan ditujukan untuk mengubah perilaku penerima pesan.

2. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995: 10), ada empat keterampilan dasar yang perlu dimiliki agar dapat menjalin komunikasi yang akrab dan hangat dengan orang lain yaitu:

a. Saling memahami. Kemampuan ini mencakup beberapa aspek yaitu, sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan diri dan penerimaan diri. b. Mampu mengkomunikasikan pikiran serta perasaan secara tepat dan

(26)

c. Mampu saling menerima dan memberikan dukungan atau saling menolong. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong serta memberikan bombongan.

d. Mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang lain.

Salah satu dari empat keterampilan dasar yang perlu dimiliki dalam berkomunikasi adalah kemampuan mengungkapkan perasaan secara deskriptif. Dalam kenyataannya orang umumnya sulit untuk mengungkapkan perasaannya; karena alasan tertentu, misalnya demi sopan santun, masyarakat sering menuntut kita untuk menyangkal atau menekan perasaan-perasaan kita.

B. Perasaan

1. Pengertian Perasaan

(27)

Perasaan adalah reaksi internal kita terhadap berbagai hal yang dialami. Mengungkapkan perasaan dalam berkomunikasi merupakan sumber kebahagiaan, dan merupakan salah satu kebutuhan psikologis kita (Supratiknya, 1995: 50). Perasaan juga diartikan sebagai suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal (Ahmadi, 1992: 101).

Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995: 51) ada lima tahap mengungkapkan perasaan dalam komunikasi yaitu:

a. Mengamati (sensing) tingkah laku orang lain. Dengan alat indera, kita mengumpulkan informasi tentang lawan komunikasi kita. Semua informasi tersebut masih bersifat deskriptif dan semua itu disimpan dalam pikiran dan hati kita.

b. Menafsirkan (interpreting) semua informasi yang sudah diterima dari lawan komunikasi kita. Cara menafsirkannya dipengaruhi oleh paling sedikit tiga faktor, yakni: (1) informasi itu sendiri, misalnya ungkapan orang lain atau lawan komunikasi; (2) dugaan kita mengenai penyebab tingkah laku orang lain; (3) sudut pandang kita sendiri, misalnya keyakinan bahwa manusia tidak ada yang sempurna.

(28)

d. Menanggapi (intending) perasaan yang dialami. Muncul intensi dalam diri yang mendorong dan mengarahkan kita untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan perasaan yang bersangkutan.

e. Mengungkapkan (expressing) perasaan yang dialami. Kita merasa bahagia, ikut tertawa, merasa sedih ikut prihatin.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perasaan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kepribadian. Karena itu, kemampuan mengungkapkan perasaan kepada orang lain sangat diperlukan. Menciptakan suasana yang kondusif dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat di sekolah akan sangat membantu siswa dalam belajar mengungkapkan perasaannya dengan tepat.

2. Perasaan dan Emosi

(29)

Kalau keadaan perasaan telah begitu kuat, hingga hubungan dengan lingkungan sekitar terganggu, maka keadaan ini telah menyangkut emosi. Dalam keadaan emosi seseorang dipengaruhi sedemikian rupa hingga pada umumnya individu kurang dapat menguasai dirinya. Namun ada juga orang yang dapat mengontrol emosinya. Hal ini berkaitan dengan yang diungkapkan Ekman dan Friesen (Walgito, 2004: 209) yang dikenal dengan sebutan display rules (aturan yang tampak). Ada tiga rules yaitu:

pertama, masking (bertopeng) adalah keadaan seseorang yang dapat

menyembunyikan atau dapat menutupi emosi yang dialaminya. Kedua,

modulation (modulasi) orang tidak dapat meredam secara tuntas mengenai

gejala kejasmaniannya, tetapi hanya dapat menguranginya saja. Ketiga,

stimulation (perangsangan) orang tidak mengalami emosi tetapi ia

seolah-olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala-gejala kejasmanian. Menurutnya display rules ini dipengaruhi oleh unsur budaya. Misalnya tidak etis kalau menangis dengan meronta-ronta di hadapan umum sekalipun kehilangan anggota keluarga.

(30)

a. Emosi berlangsung tidak lama, sedangkan perasaan dapat berlangsung untuk waktu yang lama.

b. Emosi adalah reaksi terhadap kejadian-kejadian di luar individu, ini tidak berlaku untuk semua perasaan.

c. Emosi menguasai kita, sedangkan perasaan tidak.

d. Emosi adalah reaksi terhadap kejadian-kejadian yang bersifat vital terhadap seorang individu, sedangkan perasaan tidak.

Perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Dalam hal warna afektif yang kuat, perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi. Goleman (2009: 411) menyebutkan bahwa sejumlah ahli mengusulkan beberapa golongan emosi, walaupun ada banyak yang belum menyetujuinya. Golongan-golongan emosi yang dimaksudkan adalah:

a. Amarah (anger): beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan brangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan tindakan patologis.

b. Kesedihan (sadnes): pedih, sedih, muram, suram, melankolis, kasihan pada diri sendiri, kesepian, kesal, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.

(31)

d. Kesenangan (enjoyment): bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, merasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang sekali, dan pada ekstrimnya, mania.

e. Cinta (love): penerimaan, kepercayaan, persahabatan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih, (agape).

f. Rasa heran (surprise): terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

g. Kejijikan (disgust): jijik, hina, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

h. Malu (shame): rasa salah, malu, kesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

(32)

3. Macam-macam Perasaan

Kohnstamm (Ahmadi, 1992: 106-108), memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:

a. Perasaan keinderaan

Perasaan ini adalah perasaan yang berhubungan dengan alat-alat indera. Perasaan-perasaan lapar, haus, sakit, lelah dan sebagainya termasuk dalam perasaan ini.

b. Perasaan kejiwaan

Perasaan ini dibedakan atas beberapa macam perasaan yaitu: 1) Perasaan intelektual

Perasaan ini muncul apabila orang dapat memecahkan suatu persoalan, atau mendapatkan sesuatu dari hasil kerja intelektualnya. Perasaan ini merupakan pendorong atau motivasi dalam melakukan sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

2) Perasaan kesusilaan

Perasaan ini timbul ketika seseorang mengalami hal-hal yang baik atau yang buruk menurut norma-norma kesusilaan. Hal yang baik akan menciptakan perasaan yang positif sedangkan hal yang buruk akan memunculkan perasaan yang negatif.

3) Perasaan keindahan

(33)

4) Perasaan kemasyarakatan

Perasaan ini muncul dalam hubungan dengan orang lain. Ketika seseorang mengikuti keadaan orang lain maka akan ada perasaan tertentu yang menyertainya. Perasaan yang bersangkutan dapat bermacam-macam, misalnya benci atau antipati, senang atau simpati.

5) Perasaan harga diri

Perasaan harga diri positif apabila seseorang mendapatkan penghargaan terhadap dirinya. Tetapi perasaan ini dapat bersifat negatif apabila seseorang mengalami kekecewaan.

6) Perasaan keTuhanan

Perasaan ini berkaitan dengan kuasa Tuhan. Salah satu kelebihan manusia adalah mengenali penciptanya. Perasaan ini digolongkan ke dalam peristiwa psikis yang paling luhur dan mulia.

Max Scheler membagi macam-macam perasaan berdasarkan jenis nilai (Ahmadi, 1992: 106), yaitu:

a. Perasaan sensoris: perasaan yang berhubungan dengan alat indera misalnya: panas, dingin, bau.

(34)

c. Perasaan psikis/kejiwaan: perasaan yang berhubungan dengan objek tertentu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: rasa gembira, susah, takut.

d. Perasaan kepribadian: perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan pribadi, misalnya: perasaan harga diri, perasaan putus asa, perasaan puas.

Menurut Sam R. Lloyd (Sinurat, 1999) ada empat perasaan dasar manusia. Beberapa perasaan merupakan kombinasi dari dua atau lebih dari empat kategori. Kategori perasaan menurut Sam R. Lloyd disajikan pada tabel 1.

Tabel 1

Kategori Perasaan Menurut Sam R. Lloyd

MARAH SEDIH SENANG TAKUT KOMBINASI

Jengkel Muram Puas Cemas Bersalah

Terganggu Kecewa Bahagia Khawatir Cemburu

Gusar Murung Riang Prihatin Frustasi

Berang Pilu Gembira Gugup Malu Geram Terluka Bergairah Bimbang Bingung

4. Pengungkapan Perasaan Secara Verbal

a. Pengungkapan perasaan secara verbal langsung

(35)

1) Mengidentifikasikan atau menyebut nama perasaan itu, misalnya perasaan jengkel, diungkapkan dengan berkata: ”Saya sedang jengkel”.

2) Menggunakan kiasan perasaan, misalnya, mengatakan “Hati saya seperti disayat sembilu” untuk mendeskripsikan perasaan hati yang pedih karena tersinggung.

3) Menunjukkan bentuk tindakan yang ingin dilakukan terdorong oleh perasaan yang sedang dialami, misalnya perasaan jengkel dideskripsikan dengan berkata: “Saya merasa seperti ingin menjotos hidungmu”.

4) Menggunakan kiasan kata-kata, misalnya dengan berkata: “Saya merasa seperti layang-layang putus benang” untuk mendeskripsikan perasaan kecewa karena kehilangan.

Melalui keempat cara di atas perasaan dirumuskan secara jelas sehingga orang lain dapat mengetahui perasaan apa yang sedang dialami.

b. Pengungkapan perasaan secara verbal tidak langsung

(36)

1) Memberikan cap.

Misalnya, ketika kita tidak senang pada seorang teman yang suka mencela pembicaraan orang lain, kita mengungkapkannya dengan berkata “Suka bikin onar”.

2) Memerintah.

Misalnya, kita merasa tersinggung oleh komentar yang diberikan oleh seorang teman; kita mengungkapkannnya dengan berkata “Diam kau”.

3) Bertanya.

Misalnya, kita berkata kepada seorang teman yang terlambat, “Jam berapa sekarang?”, atau kita berkata kepada orang yang berbicara tanpa berpikir, “Waduh, pikiranmu taroh di mana?”. 4) Menuduh.

Misalnya, kita kecewa karena barang yang dicari tidak ketemu; untuk mengungkapkannya, kita menuduh teman sekamar kita dengan berkata: “Kau yang mengambil dan menyembunyikan barangku, ya”.

5) Menyindir.

(37)

6) Memuji

Misalnya seorang pemuda merasa tertarik pada seorang wanita, namun malu mengungkapkan perasaan itu secara terang-terangan. Untuk mengungkapkannya, setiap kali bertemu ia selalu memuji, misalnya dengan berkata: “Wah, baju anda serasi sekali”, atau “Wah, potongan rambut anda manis sekali”.

7) Mencela

Misalnya, seorang sekretaris senior tidak menyukai rekannya yang masih muda. Untuk mengungkapkan perasaannya, setiap kali ada kesempatan sekecil apapun, dia menggunakannya untuk mencela teman barunya itu, misalnya dengan berkata: “Ketikan anda ceroboh sekali”, atau “Lain kali, kalau bicara sama bos yang lebih sopan, dong”.

8) Memakai sebutan,

Misalnya, para mahasiswa menyebut dosennya “Kiler “ untuk mengungkapkan rasa kesal mereka karena berkali-kali gagal menempuh ujian mata kuliah yang diampu dosen yang bersangkutan.

(38)

kepada orang yang bersangkutan. Sedangkan sebutan akan melekat terus pada seorang dan selalu diingat oleh teman-teman, sahabat atau orang terdekat. Sebutan yang diberikan dapat mengenai kondisi fisik atau bagian tubuh tertentu dari seseorang, sikap keseharian orang yang bersangkutan, atau suatu kejadian yang dialami orang yang bersangkutan. Sebutan biasanya akan digunakan oleh sekelompok orang dan dapat menjadi panggilan khusus dan selalu melekat pada diri orang yang bersangkutan.

Semua ucapan yang keluar dari mulut kita dapat mengungkapkan perasaan. Cara kita mengungkapkan perasaan antara lain tergantung pada kesadaran dan penerimaan terhadap perasaan-perasaan yang muncul (Supraktiknya, 1995: 56). Bila perasaan yang muncul kita tolak, perasaan itu akan terungkap juga secara tidak langsung dengan cara: memberi cap, memerintah, bertanya, menuduh, menyindir, memuji, mencela, dan memakai sebutan.

(39)

(2) membuka dialog yang akan meningkatkan hubungan kita dengan orang lain.

c. Pentinya mengungkapkan perasaan

Faktor yang sering menjadi penghambat dalam membangun hubungan antar pribadi yang akrab adalah kesulitan mengkomunikasikan perasaan. Orang sering mengalami perasaan tertentu terhadap lawan komunikasinya, tetapi sering tidak mampu mengungkapkan perasaan yang bersangkutan secara efektif. Permasalahan dapat muncul karena orang gagal mengungkapkan perasaan yang dialaminya. Perasaan-perasaan yang dialami disembunyikan, ditekan, atau dialihkan dengan tujuan agar menghilangkan rasa bersalah, namun tanpa disadari justru memunculkan konflik.

Menurut Jonhson (Supraktiknya, 1995: 52) akibat yang muncul apabila perasaan-perasaan tidak disadari, diterima, atau tidak diungkapkan secara konstruktif adalah:

1) Menyangkal atau menekan perasan dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam hubungan dengan orang lain.

(40)

3) Menyangkal perasaan menyebabkan orang cenderung melakukan persepsi yang salah.

4) Menekan perasaan dapat memunculkan distorsi atau penyimpangan dalam penilaian.

5) Pengungkapan perasaan yang tidak efektif menyiratkan tuntutan-tuntutan tertentu.

6) Menyangkal dan menekan perasaan biasanya dilakukan demi alasan tertentu, misalnya sopan-santun, sehingga tanpa disadari masyarakat sering menuntut untuk menyangkal atau menekan perasaan yang dialami.

Dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi pengungkapan perasaan secara jelas akan dapat membantu penerima pesan memahami keadaan seseorang. Pengungkapan perasaan akan menjadi lebih efektif apabila orang mau terbuka pada perasaannya bukannya menutupinya, karena tidak semua orang paham akan perasaan yang tersirat di balik ungkapan atau perilaku seseorang. Dengan jujur mengungkapkan perasaan, lawan komunikasi akan lebih mudah memahami maksud yang ingin disampaikan dan dapat memberikan tanggapan yang sesuai.

C. Hakekat Persepsi

1. Pengertian persepsi

(41)

persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Davidoff (Walgito, 2004: 53) persepsi adalah keseluruhan proses dalam diri individu yang meliputi penginderaan terhadap rangsangan, pengorganisasian rangsangan, dan penafsiran rangsangan sehingga individu mengerti rangsangan yang diinderanya. Ada tiga komponen dalam persepsi yaitu: (1) seleksi, (2) interpretasi dan (3) reaksi. Seleksi dilakukan terhadap rangsangan yang datang dari luar melalui penginderaan. Penafsiran dibuat dengan mengorganisasikan rangsangan/informasi sehingga mempunyai makna bagi individu. Reaksi adalah bentuk tingkahlaku yang terjadi sebagai akibat dari interpretasi.

2. Mempersepsikan perasaan orang lain

Kita dapat mengetahui apa yang sedang dialami orang lain berdasarkan pengakuannya atau bentuk perilaku yang nampak seperti senyuman, mengerutkan dahi, bersorak dan sebagainya. Johnson (Supratiknya, 1995: 60) menyebut perasaan yang diungkapkan baik secara langsung maupun secara tidak langsung ini surface feeling dan mudah dipersepsikan atau ditangkap.

(42)

perasaan yang sebenarnya sedang dialami. Oleh karena itu sebelum menanggapi perasaan seseorang, Johnson (Supratiknya, 1995: 60) menyarankan agar terlebih dahulu kita menyelidiki untuk memastikan bahwa kita benar-benar tahu apa yang sedang dirasakan orang lain. Perlu diadakan perception check atau pengujian persepsi. Pengujian persepsi ini meliputi tiga unsur yaitu:

a. Mendeskripsikan dugaan kita tentang perasaan yang sedang dialami orang lain.

b. Menanyakan kepada orang yang bersangkutan apakah persepsi kita itu tepat.

c. Menahan diri dari membenarkan atau menyalahkan perasaan-perasaan lawan komunikasi kita.

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian ini bertujuan memperoleh data mengenai kemampuan siswa SMA St. Klaus Kuwu Ruteng dalam mengungkapkan perasaannya secara verbal. Data yang diperoleh digunakan untuk membantu memberikan gambaran kepada sekolah dan asrama mengenai pentingnya mengungkapkan perasaan. Informasi dikumpulkan melalui kuesioner.

B. Subjek Penelitian

Peneliti mengambil kelas X sebagai objek penelitian karena siswa kelas X adalah siswa yang baru manyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru dan sedang dalam masa peralihan dari masa remaja akhir ke awal masa dewasa.

Penelitian ini menggunakan seluruh anggota populasinya yakni seluruh siswa kelas X SMA St. Kalus Kuwu Ruteng yang berjumlah 189 siswa yang tersebar dalam 6 kelas. Jumlah responden yang diharapkan sebenarnya adalah 189 orang yang terdiri dari 99 orang siswa putri dan 90 orang siswa putra. Ada 3 orang siswa yang tidak masuk, sehingga subjek penelitian berjumlah 186 siswa. Penelitian ini menggunakan seluruh anggota populasi karena semua siswa mudah terjangkau dan mereka hidup bersama dalam asrama yang dibagi menjadi asrama

(44)

putra dan asrama putri. Penelitian ini termasuk penelitian populasi; perincian jumlah siswa per kelas disajikan dalam tabel 2.

Tebel 2

Rincian Siswa Kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng

Tahun ajaran 2010/2011

Kelas Jumlah siswa XA 32

XB 32 XC 33 XD 31 XE 29 XF 32

C. Instrumen Penelitian

(45)

Tabel 3

Kisi-kisi Kuesioner Kebiasaan Siswa Mengungkapkan

Perasaan Secara Verbal

No. Aspek Kuesioner Ujicoba Kuesioner Penelitian

(46)

Pada akhir kuesioner peneliti menambahkan dua pertanyaan yang bertujuan untuk membantu peneliti dalam memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai kebiasaan siswa kelas X SMA dalam mengungkapkan perasaannya. Kedua pertanyaan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Ketika anda mengalami perasaan negatif atau tidak senang sewaktu berinteraksi dengan orang lain, misalnya marah, jengkel, kesal, anda cenderung berbuat apa?

…. a. Mengungkapkannya dengan kata-kata, misalnya, saya berkata: “Saya marah”.

…. b. Diam saja.

…. c. Melakukan tindakan atau perbuatan tertentu, misalnya memukul.

2. Ketika anda mengalami perasaan positif atau senang sewaktu berinteraksi dengan orang lain, misalnya gembira, bahagia, cinta, anda cenderung berbuat apa?

…… a. Mengungkapkannya dengan kata-kata, misalnya, saya berkata: “Saya senang”.

…… b. Diam saja.

(47)

D. Validitas dan Reliabilitas Alat

1. Validitas

Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sebuah alat ukur dapat dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat atau dapat memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud diadakanya pengukuran (Arikunto, 2006: 168).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu suatu validitas yang menunjukkan sampai di mana isi suatu kuesioner sesuai dengan suatu konsep yang seharusnya menjadi isi kuesioner atau alat pengukur yang bersangkutan. Teknik statistik yang dipergunakan untuk menguji validitas instrumen penelitian ini adalah teknik Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson (Masidjo, 1995: 246).

(48)

dilakukan dengan komputer program SPSS (Statistical Programme for

Social Science) agar lebih efektif dan efisien.Patokan koefisien validitas

minimal untuk melihat valid tidaknya suatu item skala adalah dengan melihat patokan koefisien Cronbach (Azwar, 2010: 103). Dalam patokan tersebut dikatakan bahwa patokan koefisien validitas menggunakan patokan minimal 0,30. Item yang koefisien validitasnya < 0, 30 dinyatakan gugur sedangkan item yang koefisien validitasnya > 0, 30 dinyatakan valid. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap 76 item kuisioner ada 13 item yang gugur sehingga diperoleh 63 item yang valid.

2. Realibilitas

Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang berasal dari kata rely dan ability. Satu tes yang reliabel akan menunjukkan ketepatan dan ketelitian hasil dalam berbagai ukuran. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut koefisien reliabilitas atau rtt. Metode yang digunakan untuk menentukan taraf

(49)

Rumus:

r = indeks reliabilitas instrument yang dicari

gg

r = koefisien korelasi gasal-genap

Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen dalam uji coba instrument adalah:

Hasil analisis reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi kualitas keterandalan. Setelah dikoreksi dengan rumus Spearman-Brown, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0, 9719. Dengan demikian status tingkat reliabilitas penelitian ini termasuk sangat tinggi (0, 94-1, 00). Dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.

(50)

Tabel 4

Indeks Korelasi Reliabilitas

Koefisien korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat tinggi

0,71-0,90 Tinggi 0,41-0,70 cukup 0,21-0,40 Rendah Negatif-0,20 Sangat rendah

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan

Dalam tahap persiapan peneliti melakukan berbagai usaha yaitu menyusun kuesioner, melakukan konsultasi kuesioner kepada guru BK dan guru bahasa Indonesia, kemudian melakukan uji coba kuesioner. Dalam menyusun kuesioner terlebih dahulu peneliti menentukan variabel yang digunakan, kemudian menentukan aspek-aspeknya. Aspek-aspek ini kemudian dirinci menjadi beberapa unsur; unsur-unsur inilah yang kemudian dijadikan item-item kuesioner kebiasaan siswa dalam mengungkapkan perasaan secara verbal.

(51)

SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Kepada Bapak Petrus Lada Righo peneliti meminta ijin untuk merencanakan waktu uji coba penelitian. Surat ijin ujicoba diserahkan pada tanggal 21 Desember 2010. Uji coba kuesioner diadakan pada hari Rabu tanggal 22 Desember 2010. Uji coba dilakukan mulai pukul 09.00-09.45 WIB di kelas XA, dan pada pukul 10.00-10.45 WIB di kelas XB, pada pukul 11.00-12.45 WIB di kelas XC. Jumlah siswa setiap kelas adalah 28 siswa dengan jumlah keseluruhan 84 siswa yang terbagi menjadi 48 siswa putra dan 36 siswa putri. Tetapi pada saat uji coba dilakukan 4 orang siswa tidak hadir, sehingga uji coba hanya diikuti oleh 80 siswa.

2. Tahap pelaksanaan

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti menguhubungi pihak sekolah SMA St. Klasus Kuwu Ruteng pada hari Senin Tanggal 10 Januari 2011 pukul 11.00. Peneliti ditemui oleh Rm. Ignasius F. R. Bora. Pr, selaku kepala sekolah SMA St. Klasus Kuwu Ruteng, dan pada hari itu juga peneliti menyerahkan surat ijin penelitian kepada pihak sekolah. Setelah itu ada kesepakatan pelaksanaan pengambilan data. Pengambilan data dilakukan pada hari Selasa tanggal 11 Januari 2011 dan hari Rabu tanggal 12 Januari 2011.

(52)

10.00 pada kelas XA, pukul 10.00 WITA sampai pukul 11.00 WITA pada kelas XB, dan pada pukul 11.00 WITA sampai pukul 12.00 WITA pada kelas XC. Pada hari Rabu peneliti melakukan pengambilan data pada kelas XD, XE, dan XF, dimulai pada pukul 09.00 WITA sampai pukul 12.00 WITA sama seperti hari sebelumnya.

Siswa kelas X SMA St. Klaus sangat antusias dan serius untuk mengisi kuesioner yang dibagikan, siswa juga bertanya jika ada item yang kurang dipahami. Peneliti juga melakukan beberapa permainan untuk menyegarkan suasana sebelum menyebarkan angket, khusunya pada jam-jam terakhir. Siswa sangat senang dengan permainan yang dilakukan sehingga saat mengisi kuesioner mereka sangat bersemangat.

F. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah analisis yang ditempuh adalah: 1. Menskor jawaban tiap item.

2. Membuat tabulasi data penelitian.

3. Menghitung skor yang diperoleh oleh masing-masing subjek.

4. Menentukan rentang skor berdasarkan PAP tipe I dengan cara mengkalikan skor yang seharusnya dicapai subjek dengan masing-masing prosentase batas bawah pada patokan PAP tipe I.

(53)

6. Menghitung frekuensi (banyaknya subjek pada tiap rentang skor)

7. Menghitung prosentase pada tiap frekuensi (banyaknya subjek) dengan cara membagi banyaknya subjek pada tiap frekuensi dengan banyaknya subjek (N) dikalikan 100.

8. Mengklarifikasikan siswa menurut tingkat kebiasaannya dalam mengungkapkan perasaan secara verbal baik secara verbal langsung maupun secara verbal tidak langsung dengan mengikuti patokan seperti yang disajikan dalam tabel 5 (Masidjo, 1995: 49).

Tabel 5

Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe I

Kategori Patokan

Sangat biasa 90 % - 100 % Biasa 80 % - 89 % Cukup biasa 65 % - 79 % Kurang biasa 55 % - 64 % Tidak biasa Kurang dari 55 %

Membuat data dua pertanyaan tambahan:

9. Menghitung frekuensi (banyaknya subjek pada setiap jawaban).

(54)

39 BAB 1V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat jawaban atas pertanyaan penelitian yaitu: 1) “Bagaimana persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaannya secara verbal langsung?”; 2) “Bagaimana persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaannya secara verbal tidak langsung?”

A. Hasil Penelitian

1. Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal langsung.

(55)

Tabel 6

Persepsi Siswa Kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng Tahun Ajaran

2010/2011 Tentang Kebiasaannya Mengungkapkan Perasaan

Secara Verbal Langsung

Dari tabel 6 tampak bahwa:

a. Tidak ada siswa yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa dia sangat biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung.

b. Ada 5 siswa (3%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa dia biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung.

c. Ada 63 siswa (34%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka cukup biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. d. Ada 67 siswa (36%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa

mereka kurang biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. e. Ada 51 siswa (27%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa

mereka tidak biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Rumus PAP Rentang

Skor

Frekuensi Prosentase Kualifikasi

90% - 100% 113 - 154 0 0 Sangat biasa

80% - 89% 118 - 132 5 3% Biasa

(56)

2. Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung.

Untuk menentukan persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung digunakan Perhitungan Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe I. PAP tipe I menetapkan bahwa, untuk mendapatkan kualifikasi cukup tinggi, responden harus mendapatkan skor minimal sebanyak 65 % dari skor ideal atau skor total. Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 dalam mengungkapkan perasaannya secara verbal tidak langsung adalah seperti yang disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7

Persepsi Siswa Kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng Tahun Ajaran

2010/2011 Tentang Kebiasaannya Mengungkapkan Perasaan

Secara Verbal Tidak Langsung

Rumus PAP Rentang Skor

Frekuensi Prosentase

Kualifikasi

90% - 100% 94-104 0 0 Sangat biasa

80% - 89% 83-93 0 0 Biasa

65% - 79% 68-82 23 12% Cukup biasa

(57)

Dari tabel 7 tampak bahwa:

a. Tidak ada siswa yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa dia sangat biasa atau biasa dalam mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung.

b. Ada 23 siswa (12%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka cukup biasa mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung.

c. Ada 63 siswa (34%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka kurang biasa mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung.

d. Ada 100 siswa (54%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa mereka tidak biasa mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung.

Jawaban terhadap dua pertanyaan lain tentang kebiasaan siswa mengungkapkan perasaan (perasaan yang negatif dan yang positif, lihat hal: 31) adalah sebagai berikut:

(58)

Tabel 8

Tindakan yang Cenderung Dilakukan

Ketika Mengalami Perasaan Negatif

Alternatif perbuatan Frekuensi Prosentase a. Mengungkapkannya dengan kata-kata

misalnya “Saya marah”

56 30%

b. Diam saja 30 16%

c. Melakukan tindakan atau perbuatan tertentu misalnya memukul

19 10%

d. Kombinasi perbuatan a dan b 15 8% e. Kombinasi perbuatan a dan c 44 24% f. Kombinasi perbuatan b dan c 10 5% g. Kombinasi perbuatan a, b, dan c 12 6%

Dari tabel 8 tampak bahwa:

a. Ada 56 siswa (30%) yang menyatakan bahwa mereka mengungkapkan perasaan negatif yang dialaminya dengan kata-kata.

b. Ada 30 siswa (16%) yang yang menyatakan bahwa mereka diam saja ketika mengalami perasaan negatif.

c. Ada 19 siswa (10%) yang menyatakan bahwa mereka mengungkapkan perasaan negatif yang dialaminya dengan bentuk tindakan tertentu.

(59)

e. Ada 10 siswa (5%) yang menyatakan bahwa mereka diam saja dan melakukan tindakan tertentu saat mengalami perasaan negatif.

f. Ada 44 siswa (24%) yang menyatakan bahwa mereka mengungkapkan dengan kata-kata dan melakukan tindakan tertentu untuk mengungkapkan perasaan negatif yang dialaminnya.

g. Ada 12 siswa (6%) yang menyatakan bahwa mereka kadang-kadang mengungkapkan perasaan negatif yang dialaminya dengan tiga cara yaitu mengungkapkannya dengan kata-kata, diam saja dan melakukan tindakan tertentu.

(60)

Tabel 9

Tindakan yang Cenderung Dilakukan

Ketika Mengalami Perasaan positif

Alternatif perbuatan Frekuensi Prosentase a. Mengungkapkannya dengan kata-kata

misalnya “Saya senang”

49 26%

b. Diam saja 12 6%

c. Melakukan tindakan atau perbuatan tertentu misalnya melompat kegirangan

24 13%

d. Kombinasi perbuatan a dan b 6 3% e. Kombinasi perbuatan a dan c 83 45% f. Kombinasi perbuatan b dan c 3 2% g. Kombinasi perbuatan a, b, dan c 9 5%

Dari tabel 9 tampak bahwa:

a. Ada 49 siswa (26%) yang menyatakan bahwa mereka mengungkapkan perasaan positif yang dialaminya dengan dengan kata-kata.

b. Ada 12 siswa (6%) yang menyatakan bahwa mereka diam saja ketika mengalami perasaan positif.

c. Ada 24 siswa (13%) yang menyatakan bahwa mereka mengungkapkan perasaan positif dengan bentuk tindakan tertentu.

(61)

e. Ada 3 siswa (1%) yang menyatakan bahwa mereka diam saja dan menunjukkan bentuk tindakan tertentu saat mengalami perasaan positif.

f. Ada 83 siswa (45%) yang menyatakan bahwa mereka mengungkapkan dengan kata-kata dan melakukan tindakan tertentu untuk mengungkapkan perasaan positif.

g. Ada 9 siswa (5%) yang menyatakan bahwa mereka kadang-kadang mengungkapkan perasaan positif yang dialami dengan tiga cara yaitu mengungkapkannya dengan kata-kata, diam saja dan melakukan tindakan tertentu.

B. Pembahasan

Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu atau tumpang tindih, dalam pembahasan ini peneliti menggabungkan kualifikasi sangat biasa dan biasa menjadi biasa. Kualifikasi cukup biasa, kurang biasa dan tidak biasa disatukan saja menjadi kurang biasa.

1. Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal langsung.

(62)

beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang biasa mengungkapkan perasaan secara verbal langsung antara lain: pertama, lingkungan keluarga. Jika dalam keluarga siswa tidak didengarkan dan dihargai, maka siswa akan menjadi takut untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami kepada orang tua (Ali, 2005: 85). Apabila dalam keluarga siswa tidak diajari untuk berani mengungkapkan perasaan yang dialami, maka siswa tidak akan terbiasa mengungkapkan perasaannya.

Nadeak (1991: 15) menyatakan bahwa mendengarkan berkaitan dengan menghormati; apabila dalam keluarga ada sikap hormat-menghormati maka keluarga akan harmonis. Siswa yang lahir di lingkungan keluarga yang setiap anggota keluarganya memiliki kebiasaan memberikan kebebasan dalam mengungkapkan perasaannya, akan cenderung memiliki kebiasaan mengungkapkan perasaan secara verbal langsung.

Menurut peneliti kebebasan mengungkapkan perasaan dalam lingkungan keluarga juga berpengaruh di luar lingkungan keluarga. Siswa yang biasa mengungkapkan perasaannya lebih mudah memahami ungkapan perasaan orang lain. Dengan begitu orang lain akan merasa didengarkan dan diperhatikan.

(63)

percaya diri diartikan sebagai yakin bahwa dia mampu menghadapi berbagai situasi yang dijumpai dalam pergaulan hidup (Sinurat, 1993: 1-3). Jadi sikap percaya diri berarti kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang menunjukkan bahwa ia yakin dapat mengatasi berbagai persoalan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Kurangnya sikap percaya diri timbul karena siswa belum memiliki penghargaan terhadap dirinya sendiri. Siswa belum memahami bahwa sikap percaya diri akan membuatnya yakin bahwa orang lain akan mendengarkannya. Siswa yang kurang memiliki sikap percaya diri akan sulit untuk mengungkapkan perasannya kepada orang lain karena siswa belum berani mengambil resiko atau menerima akibat bila ia mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya sedang dialami kepada orang lain.

Apabila siswa mampu menerima resiko dari ungkapan perasaannya dan memberikan tanggapan positif kepada orang lain maka siswa sudah memiliki sikap percaya diri (Supratiknya, 1995: 28). Jadi siswa yang memiliki sikap percaya diri adalah siswa yang memiliki keberanian untuk mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya kepada orang lain, dan paham bahwa dengan sikap percaya diri yang dimilikinya orang lain pun akan merasa nyaman untuk bergaul dengan orang yang bersangkutan.

(64)

Dengan memiliki rasa percaya yang dimulai dari lingkungan keluarga anak akan terbiasa untuk mengungkapkan apa pun perasaan yang dialaminya kepada orang lain tanpa adanya rasa takut.

Faktor ketiga yang mempengaruhi siswa kurang terbuka mengungkapkan perasaan secara langsung adalah kurangnya sikap terbuka. Siswa kurang terbuka dapat disebabkan karena dalam keluarga siswa tidak diajari untuk terbuka satu sama lain, atau orangtua otoriter. Menurut peneliti, sikap terbuka akan muncul jika di dalam keluarga ada keterbukaan satu sama lain, dan ada sikap saling mempercayai.

Bersikap terbuka berarti memberikan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Hubungan yang baik dengan orang lain akan terwujud jika orang mampu untuk membuka diri. Manfaat membuka diri menurut Johnson (Supratiknya, 1995: 15) adalah:

a. Pembukaan diri merupakan dasar hubungan yang sehat antara dua orang.

b. Sikap terbuka membuat orang disukai oleh lawan komunikasinya, sehingga iapun akan semakin bersikap terbuka.

c. Orang yang bersifat terbuka cenderung memiliki sifat-sifat: mampu dalam mengambil keputusan, pandai, terbuka, dan memiliki kemampuan menyesuaikan pada situasi apapun.

(65)

e. Bersikap terbuka dapat melatih diri untuk bersikap sesuai apa adanya seperti jujur dan tulus.

Akibat yang muncul apabila perasaan-perasaan tidak disadari, diterima atau tidak diungkapkan secara konstruktif adalah (Supraktiknya, 1995: 52):

a. Menyangkal atau menekan perasan dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam hubungan dengan orang lain.

b. Menyangkal dan menekan perasaan akan menyulitkan orang memahami dan menyelesaikan persoalan yang muncul dalam hubungan dengan orang lain.

c. Menyangkal perasaan menyebabkan orang cenderung melakukan persepsi yang salah.

d. Menekan perasaan dapat memunculkan distorsi atau penyimpangan dalam penilaian.

e. Pengungkapan perasaan yang tidak efektif menyiratkan tuntutan-tuntutan tertentu.

f. Menyangkal dan menekan perasaan biasanya dilakukan demi alasan tertentu, misalnya sopan-santun, sehingga tanpa disadari masyarakat sering menuntut untuk menyangkal atau menekan perasaan yang dialami.

(66)

a. Memupuk rasa percaya diri.

Sikap percaya diri dapat membantu siswa dalam bergaul dengan orang lain. Untuk itu, siswa perlu aktif dalam berbagai kegiatan serta bergabung dalam organisasi tertentu, seperti: kegiatan di lingkungan gereja, kegiatan pemuda pemudi, kegiatan olah raga, dan lain-lain. b. Berusaha untuk lebih membuka diri.

Berusaha untuk membuka diri berarti mau menceritakan keadaan diri yang sebenarnya kepada orang lain, misalnya: keadaan keluarga, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, dan lain-lain.

c. Menjadi pendengar yang baik.

Pendengar yang baik adalah orang yang mau berusaha untuk mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian dan ketulusan tanpa berpura-pura, sehingga orang lain juga mau menjadi pendengar yang baik.

d. Tidak takut untuk menyatakan rasa tidak senang.

Menyatakan rasa tidak senang dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa yang sopan sehingga tidak memojokkan orang lain. Teguran yang baik dapat memajukan orang lain, bukan menjatuhkannya.

(67)

kepercayaan adalah dasar agar terjalin hubungan yang harmonis. Supratiknya (1995: 27) menyatakan bahwa membangun kepercayaan dapat dilakukan dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan dan kerja sama. Kedua, menjadi pendengar yang baik. Orang tua atau guru dapat menjadi pendengar yang baik dengan berusaha memahami setiap ungkapan yang dialami siswa agar dapat mengerti perasaan yang dialami. Supratiknya (1995: 89) menyatakan bahwa mendengarkan berarti secara tulus, kita berusaha memahami aneka pikiran dan perasaan orang lain tanpa memberikan penilaian dan kita menerimanya.

2. Persepsi siswa kelas X SMA St. Klaus Kuwu Ruteng tahun ajaran 2010/2011 tentang kebiasaannya mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung.

Pada awal melakukan penelitian ini, peneliti menduga bahwa siswa biasa mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung. Hasil penelitian tidak sejalan dengan dugaan peneliti; siswa kurang biasa mengungkapkan perasaan secara verbal tidak langsung. Selama ini peneliti mempunyai kesan bahwa siswa biasa mengungkapkan perasaannya secara verbal tidak langsung misalnya siswa mempunyai sebutan khusus untuk memanggil sahabatnya, siswa menyindir temannya apabila mengatakan hal yang kurang tepat, siswa saling memerintah, dan lain-lain.

(68)

hanya mengambil prosentase tertinggi yang diperoleh dari data mengenai kedua pertanyaan tersebut.

Dari jawaban terhadap dua pertanyaan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam komunikasi sehari-hari siswa mengungkapkan perasaan yang dialaminya dengan kata-kata (verbal). Siswa menyatakan “Saya marah” saat mengalami perasaan negatif dan “Saya senang” saat mengalami perasaan positif termasuk mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Tetapi peneliti melihat, siswa juga lebih banyak mengungkapkan perasaan yang dialaminya secara verbal tidak langsung misalnya siswa menyatakan perasaan suka kepada teman dengan memberikan pujian, siswa menyatakan rasa marah dengan memerintah, siswa menyatakan rasa kesal kepada seseorang dengan memberi cap, dan lain-lain.

Siswa mengungkapkan perasaan yang dialami secara verbal dan non-verbal. ungkapan perasaan secara non-verbal misalnya memukul meja, menendang pintu, menepuk pundak teman, ekspresi wajah, volume suara, sikap badan, dan lain-lain.

(69)
(70)

55   

BAB V

PENUTUP

Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang perlu untuk

A. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalah:

1. Siswa kelas X SMA St. Klaus tahun ajaran 2010/2011 belum biasa mengungkapkan perasaannya secara verbal langsung.

2. Dalam mengungkapkan perasaannya siswa menggunakan kata-kata (verbal) dan menunjukkan atau melakukan tindakan tertentu (non-verbal).

3. Siswa perlu diajari untuk membiasakan diri mengungkapkan perasaan secara verbal langsung, dan perlu dilatih agar ungkapan perasaan secara verbal dan non-verbal tidak bertentangan (cocok) sehingga orang lain memahami perasaan yang mau diungkapkannya.

(71)

B. Saran-saran

1. Bagi SMA St. Klaus Kuwu Ruteng

a. Setiap guru di SMA St. Klaus perlu membantu siswa dalam membiasakan diri mengungkapkan perasaan secara verbal langsung. Guru hendaknya menjadi model dalam mengungkapkan perasaan secara tepat. Adalah ideal kalau guru dapat membangun hubungan yang hangat dengan siswa, sehingga siswa berani untuk mengungkapkan perasaan yang dialami.

b. Karena siswa biasa mengungkapkan perasaannya secara verbal dan non-verbal, guru perlu melatih siswa agar pesan verbal sejalan dengan non-verbal.

c. Guru perlu untuk memperhatikan dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika siswa mengungkapkan perasaannya.

2. Bagi peneliti lain

(72)

mengembangkan penelitian ini hendaknya juga meneliti pengungkapan perasaan secara non-verbal.

b. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, sehingga jawaban yang diperoleh terbatas. Oleh karena itu, peneliti lain diharapkan menggunakan berbagai metode seperti observasi dan wawancara tentang kebiasaan siswa mengungkapkan perasaan secara verbal dan non-verbal untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

(73)

Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu. 1992. Psikologi Umun. Jakarta: Rineka Cipta.

Alfian, 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2005. Psikologi Remaja. Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Manajemen Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Azwar, Saifuddin. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaer, Abdul. 1989. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Denny, Richard. 2006. Communicate to Win. Jakarta: Gramedia.

Effendy, Onong. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.

Effendy, Onong. 2007. Ilmu Komunikasi. Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya.

Goleman, Daniel. 2009. Emotional Intelligence. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, Elizabeth B. 1996. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Marliany, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

(74)

Mulyana, Deddy. 2008. Human Communication. Prinsip-Prinsip Dasar. Bandung: Rosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Jalanuddin Rakhmat. 2009. Komunikasi Antar Budaya.

Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda. Budaya:

Rosdakarya.

Nadeak, Wilson. 1991. Memahami Anak Remaja. Yogyakarta: Kanisius. Patyy, dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional. Rakhmat, Jalanudin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umun. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sinurat, M.A. 1993. Konsep Diri dan Pengembangannya. Program Studi Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Sinurat, M.A. 1999. Reader Mata Kuliah Komunikasi Antarpribadi. Program Studi Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Universitas Sanata Dahrma. Supraktiknya. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.

Tubbs, Stewart dan Sylvia Moos. 2008. Human Communication. Prinsip-Prinsip

Dasar. Bandung: Rosdakarya

Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikilogi Umum. Yogyakarta: Andioffset. Widjaja. 1988. Ilmu Komunikasi. Pengantar Studi. Jakarta: Rineke Cipta.

Winkel, WS dan M.M Sri Hastuti. 2005. Bimbingan dan Konseling Di Institusi

Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

(75)

Dari internet:

(76)

LAMPIRAN I

ANGKET SISWA

(UJI COBA)

PETUJUK PENGISIAN ANGKET

Di bawah ini terdapat 76 pernyataan mengenai pengungkapan perasaan kepada orang

lain. Seberapa biasa anda melakukan hal seperti yang dimasksudkan dengan

masing-masing pernyataan berikut? Berilah tanda centang (√) pada kolom alternatif jawaban

yang sesuai bagimu!

Alternatif jawaban adalah:

KB : Tidak atau Kurang Biasa CB : Cukup Biasa

B : Biasa

SB : Sangat Biasa

Gambar

Tabel 1 : Kategori Perasaan Menurut Sam R. Lioyd …………..
Tabel 1 Kategori Perasaan Menurut Sam R. Lloyd
tabel 3.
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperolehdari penelitian ini adalah (1) Aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar IPA sudah mencerminkan pembelajaran dengan pendekatan PAKEM

Dari data yang diperoleh juga ditemukan bahwa pendapatan operasional yang didapat oleh BUS nondevisa lebih tinggi daripada biaya operasional yang dikeluarkan oleh BUS

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hanya mengatur tentang hubungan perdata anak yang lahir di luar kawin dengan ibunya. Anak di luar

Situs 1 Manajemen Implementasi Kurikulum 2013 di SMPN 1 TA dalam Meningkatkan Mutu Situs 2 Manajemen Implementasi Kurikulum 2013 di SMPN 1 Bandung dalam Meningkatkan Mutu

suatu wadah kegiatan untuk menyalurkan kebutuhan yang dinginkan dan mengalihkan dari hal hal negatif yang bisa merusak kesehatan. Olahraga merupakan wadah yang

Hal tersebut tercermin oleh beberapa aparatur yang kurang sesuai antara keterampilan dan keahlian yang dimiliki dengan beban kerja, dan masih adanya pengangkatan

Pada makalah ini akan dibahas Tinjauan Pustaka yang terdiri dari : karakter Braille, Automatic Cropping, Proses Ekstraksi ciri dengan menggunakan Gray Level Coocurance Matrix,

Pujian jemaat: “Dari Kungkungan Malam Gelap“ NKB. Dari sengsara, sakit dan aib, masuk dalam kasih ajaib. Dan kurindukan dosaku raib, Yesus, ‘ku datanglah. 2) Dari hidupku