• Tidak ada hasil yang ditemukan

kebijakan nasional 2004 pembangunan air minum penyehatanlingkunganberbasismasyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "kebijakan nasional 2004 pembangunan air minum penyehatanlingkunganberbasismasyarakat"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN NASIONAL

PEMBANGUNAN

AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

BERBASIS MASYARAKAT

Bappenas

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

Departemen Kesehatan

Departemen Dalam Negeri

Departemen Keuangan

(2)

KEBIJAKAN NASIONAL

PEMBANGUNAN

AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

BERBASIS MASYARAKAT

Bappenas

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

Departemen Kesehatan

Departemen Dalam Negeri

Departemen Keuangan

Dokumen Kebijakan ini disiapkan oleh Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan Air Bersih dan Penyehatan

Lingkungan (WASPOLA) dengan dukungan

dari Bank Dunia, melalui Water and Sanitation Program for East Asia and the Pacific (WSP-EAP) dan bantuan

dari Pemerintah Australia melalui AusAID

(3)

Berkaitan dengan penyusunan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang merupakan bantuan AusAID

(

Australian Agency for International Development

) dan dilaksanakan oleh

Pemerintah Indonesia beserta WSP-EAP (

Water and Sanitation Program-East Asia

and the Pacific

)/

World Bank

, maka dengan ini kami menyetujui naskah terlampir

sebagai KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN

PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT.

(4)

KATA PENGANTAR

Proses penyusunan dokumen Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat ini telah dimulai sejak 1998. Disusun secara bertahap oleh kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) yang dikoordinasikan oleh Bappenas dengan anggota terdiri dari Departemen Dalam Negeri, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan. Berbeda dengan penyusunan kebijakan yang lazim dilakukan, penyusunan kebijakan ini dilakukan melalui serangkaian diskusi, lokakarya dan seminar dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Selain itu, dalam proses penyusunannya juga melibatkan dan berkonsultasi dengan pihak berkepentingan (stakeholder), seperti pemerintah daerah, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan juga pihak-pihak terkait yang berkompeten dalam sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.

Disadari bahwa pengembangan kebijakan dengan pendekatan partisipatif ini lebih banyak membutuhkan waktu daripada bentuk penyusunan kebijakan konvensional. Dengan bertumpu kepada pendekatan proses diharapkan terjadi internalisasi dari pokok-pokok kebijakan yang selama ini telah disusun oleh seluruh pihak berkepentingan yang terlibat dalam penyusunan kebijakan ini. Melalui pendekatan tersebut diharapkan perubahan paradigma pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dapat terwujud sesuai dengan tujuan penyusunan kebijakan itu sendiri.

Seiring dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan melakukan upaya penjaringan masukan dari daerah dalam penyempurnaan tahap akhir kebijakan yang disusun. Hal ini sekaligus untuk menguji sejauh mana kebijakan yang disusun oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di tingkat pusat dapat diimplementasikan di daerah. Beberapa daerah telah dipilih sebagai daerah uji coba pelaksanaan kebijakan yaitu Kabupen Solok (Sumatera Barat), Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Kabupaten Subang (Jawa Barat), dan Kabupaten Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur). Uji coba tersebut menghasilkan masukan yang positif dalam penyempurnaan dokumen kebijakan ini.

Selain mendapat masukan dari uji coba pelaksanaan kebijakan, penyempurnaan kebijakan juga mendapat masukan dari beberapa studi kasus dalam proyek air minum dan penyehatan lingkungan, uji coba topik yang relevan pada beberapa proyek besar yang dibiayai pinjaman IBRD, hibah KfW dan oleh UNICEF.

(5)

Dengan tersusunnya dokumen Nasional Pembangunan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, maka perlu segera dilakukan penyusunan langkah selanjutnya, antara lain penyusunan rencana tindak jangka panjang, menengah dan tahunan.

Selamat kepada Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang telah berupaya keras dalam menyusun dokumen kebijakan ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pemerintah Australia, melalui AusAid yang telah memberikan bantuan teknis dalam proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning (WASPOLA). Selain itu, disampaikan kepada WSP-EAP (Water Supply and Sanitation Program for East Asia and Pasific) dan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang telah banyak membantu hingga tersusunnya kebijakan ini.

Demikianlah, kiranya kebijakan ini dapat dijadikan panduan dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, khususnya yang berbasis masyarakat.

Jakarta, 26 Juni 2003

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR SINGKATAN... vi

DEFINISI YANG DIGUNAKAN ...viii

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan... 1

1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ... 1

1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan ... 4

1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan... 7

1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan ... 8

1.3. Ruang Lingkup ... 8

II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT ... 10

2.1 Tujuan Umum ... 10

2.2 Tujuan Khusus ... 10

2.3 Dasar Penetapan Kebijakan ... 12

2.4 Kebijakan Umum ... 14

a. Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi... 15

b. Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan ... 15

c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan ... 15

d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 16

e. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin ... 16

f. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan... 16

g. Akuntabilitas Proses Pembangunan... 17

h. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator ... 17

i. Peran Aktif Masyarakat ... 18

j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran ... 18

k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya ... 18

III. STRATEGI PELAKSANAAN ... 19

Strategi 1 : Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan ... 19

(7)

Strategi 3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk

pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan... 21 Strategi 4 : Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan keputusan

pada seluruh tahapan pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan... 21 Strategi 5 : Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik,

pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan

lingkungan. ... 22 Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM)

sektor air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan,

pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan... 23 Strategi 7 : Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan diseminasi

pilihan teknologi untuk mendukung prinsip pemberdayaan

masyarakat. ... 23 Strategi 8 : Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan formal

dan informal... 24 Strategi 9 : Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan, khususnya

sumber daya air... 24 Strategi 10: Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan

prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dari pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi pendekatan

sistem. ... 25 Strategi 11: Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana

air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh

masyarakat pengguna... 26 Strategi 12 : Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna... 26 Strategi 13: Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang

beruntung untuk mencapai kesetaraan pelayanan air minum dan

penyehatan lingkungan. ... 27 Strategi 14 : Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil pembangunan

prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang berorientasi kepada pencapaian tujuan dan ketepatan

sasaran. ... 27 Strategi 15 : Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi dalam

empat tingkat ... 28 Strategi 16 : Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja

pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan

lingkungan. ... 29

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ..8

Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ... 10

Gambar 3 : Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.. 19

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum

LAMPIRAN B Pelajaran yang Dipetik dari Program Pembangunan Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan

LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk ‘daerah abu-abu’)

LAMPIRAN D Diagram Strategi Pemberdayaan dan Monev

LAMPIRAN E Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA) LAMPIRAN F Persyaratan Kualitas Air Minum

(9)

DAFTAR SINGKATAN

APBN Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara AMPL Air Minum dan Penyehatan Lingkungan AusAID

BAB

The Australian Agency of International Development

Buang Air Besar

BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bapedal

BPAM CMA DIP

Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan

Badan Pengelola Air Minum

Community Management Approach

Daftar Isian Proyek

DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DRA

FLOWS

Demand Responsive Approach

Flores Water Supply Project

GBHN Garis Besar Haluan Negara IKK Ibu Kota Kecamatan INPRES Instruksi Presiden

IPLBM Instalasi Pengolahan Limbah Berbasis Masyarakat KIP Kampung Improvement Project

KTT Konperensi Tingkat Tinggi LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MCK Mandi Cuci Kakus

MDG Millennium Development Goal

MPA Methodology for Participatory Assessment MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat

NSPM Norma, Standar, Pedoman dan Manual

P3AB Proyek Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih P3DT Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal P3KT Proyek Pembangunan Prasarana Kota Terpadu PTK Pendekatan Tanggap Kebutuhan

PAMPL Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PAM Perusahaan Air Minum

(10)

Pelita PHAST

Pembangunan Lima Tahun

Participatory Hygiene and Sanitation Transformation

PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PMD Pembangunan Masyarakat Desa

PPLP Proyek Penyehatan Lingkungan Permukiman PPSAB Proyek Pembangunan Sarana Air Bersih PRA Participatory Rural Appraisal

Propenas Program Pembangunan Nasional Repelita Rencana Pembangunan Lima Tahun

SARAR Self Esteem, Associate Strength, Resourcefulness, Action Planning, Responsibility.

TAP Ketetapan

TPA Tempat Pembuangan Akhir UNCED

UNDP

United Nation Conference on Environment and Development

United Nations Development Programme

UNICEF United Nations International Children Fund UPS Unit Pengelola Sarana

UU Undang-Undang

WASPOLA Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning WHO World Health Organization

WSP Water and Sanitation Program

(11)

DEFINISI YANG DIGUNAKAN

• Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

• Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002)

• Keberlanjutan (sustainability) adalah sifat atau ciri terus menerus kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat pengguna secara mandiri dengan mempertimbangkan aspek teknis, keuangan, sosial, kelembagaan dan lingkungan.

• Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan

• Kebutuhan (demand) vs Keinginan (wish)

- Kebutuhan (demand) adalah kesediaan masyarakat pengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikehendaki berdasarkan pilihan yang tersedia sesuai dengan kondisi setempat yang disertai sikap rela berkorban (willingness to pay).

- Keinginan (wish) adalah kemauan masyarakat pengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, yang keputusannya masih dapat dipengaruhi oleh pihak lain.

• Kesetaraan (equity) adalah persamaan/kesamaan akses untuk memanfaatkan prasarana dan sarana bagi seluruh masyarakat.

• Masyarakat pengguna (users) adalah masyarakat yang memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

• Pemberdayaan (empowerment) adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas.

• Pendekatan Partisipatif (participatory approach) adalah suatu pendekatan yang menggunakan satu atau beberapa metoda yang melibatkan pihak terkait secara aktif dalam proses pemberdayaan, untuk :

a. mengekspresikan pengetahuan, gagasan dan menentukan pilihan pelayanan; dan

b. mengambil inisiatif dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, pengambilan keputusan serta pelaksanaan pekerjaan secara bersama-sama.

(12)

• Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis lembaga adalah bentuk pengelolaan yang bercirikan pengelolanya memiliki badan hukum dengan bentuk dinas, perusahaan atau swasta, yang dapat bersifat profit atau non profit, dan pengambilan keputusan berada pada pengelola.

• Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor).

• Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan gabungan lembaga dan masyarakat adalah bentuk pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat yang mempunyai aspek legalitas formal maupun non formal, dimana pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan tanggung jawab sesuai kesepakatan dan aturan main yang jelas.

• Penggunaan efektif (effective use) adalah kemudahan pemanfaatan pelayanan ABPL yang dapat dinikmati oleh masyarakat pengguna secara adil, tepat guna dan dengan cara yang sehat.

• Penyehatan Lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah.

• Tujuan Umum adalah kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu yang relatif panjang, lebih merupakan kondisi ideal yang ingin diraih.

(13)

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi dan peluang yang ada dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan serta pengalaman (lesson learned) pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Dari perkembangan pelaksanaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh, misalnya peningkatan cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dan secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pada penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yaitu:

a. Kurang efektif dan efisiennya investasi yang telah dilakukan pada pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Penggunaan terminologi air bersih dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum di satu sisi memberikan dampak positif bagi peningkatan cakupan pelayanan, namun di sisi lain mencerminkan ketidakefisienan investasi karena masyarakat pengguna tidak dapat memanfaatkannya sebagai air minum walaupun desain prasarana dan sarananya telah memenuhi prasyarat air minum.

Dari segi kuantitas pelayanan, lingkup pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan masih terbatas. Selain itu cakupan pelayanan juga masih terbatas sehingga tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk. Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki kemudahan terhadap pelayanan air minum

Berdasar pada pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilaksanakan sejak Pelita I (1969-1974) hingga saat ini, maka secara ringkas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting (selengkapnya pada Lampiran A) yaitu:

a. Era Tahun 1970 –1980

Pembangunan nasional diprioritaskan pada sektor pertanian dan irigasi untuk mencukupkan kebutuhan pangan, sedangkan pembangunan prasarana dan sarana penunjang lainnya termasuk air minum dan penyehatan lingkungan belum menjadi prioritas sehingga lingkup pembangunannya masih terbatas, cakupan pelayanan juga terbatas sehingga belum mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk.

b. Era Tahun 1980 – 1990

Konsep-konsep pemberdayaan dan pendekatan tanggap kebutuhan mulai diperkenalkan. Pembangunan prasarana dan sarana air minum dikaitkan dengan penentuan masyarakat sasaran yang lebih tepat dan pemanfaatan teknologi tepat guna, misal pompa tangan, hidran dan pompa tali. Untuk mendorong keterlibatan pemerintah daerah, khususnya di kawasan perdesaan, diciptakan mekanisme pembiayaan baru yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola anggaran yang berasal dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN).

c. Era Tahun 1990 – 2000

Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan. Pemerintah pusat berperan sebagai pembina teknis.

(14)

dan penyehatan lingkungan yang memadai. Sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki kemudahan tersebut adalah masyarakat miskin dan masyarakat yang bertempat di kawasan perdesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiap tahunnya.

Pengalaman masa lalu juga menunjukkan adanya prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbangun yang tidak dapat berfungsi secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan, konstruksi ataupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. Selain itu, pilihan teknologi yang terbatas mempersulit masyarakat untuk dapat menentukan prasarana dan sarana yang hendak dibangun dan digunakan di daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan, budaya (kultur) setempat, kemampuan masyarakat untuk mengelola prasarana dan kondisi fisik daerah tersebut.

Kurangnya keterlibatan masyarakat juga menjadikan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang terbangun menjadi tidak berkelanjutan, tidak dapat berfungsi dengan baik, dan tidak adanya perhatian masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana. Hal ini mengakibatkan prasarana dan sarana tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat pengguna secara berkelanjutan.

Investasi prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada saat itu yang berorientasi pada supply driven juga membawa dampak kepada rendahnya efektivitas prasarana dan sarana yang dibangun. Tidak sedikit investasi prasarana dan sarana yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mereka tidak membutuhkan, sebaliknya banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan prasarana dan sarana namun tidak mendapatkan pelayanan.

b. Air hanya dipandang sebagai benda sosial

Paradigma lalu menyatakan bahwa air merupakan benda sosial yang dapat diperoleh secara gratis oleh masyarakat. Hal ini didasari rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat terhadap ‘nilai kelangkaan’ air. Permasalahan tersebut menyulitkan pengelola air minum untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana air minum bagi masyarakat selalu memerlukan tambahan investasi, baik untuk pengadaan air baku, instalasi pengolahan, pengaliran air sampai ke masyarakat pengguna, dan sebagainya. Di lain pihak masyarakat pengguna tidak peduli pada kesulitan tersebut. Prinsip user pay (pengguna membayar) tidak dapat diterapkan pada masa itu.

Kondisi tersebut tercermin pada penetapan tarif air minum perpipaan (oleh Perusahaan Daerah Air Minum-PDAM), yang selama ini ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang kebanyakan tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya (the real production cost). Konsekuensinya adalah pendapatan usaha tidak mampu membiayai kegiatan operasional, termasuk untuk investasi pengembangan jaringan pelayanan.

(15)

air ini masih perlu disosialisasi dan dilaksanakan kepada masyarakat, pemerintah, dan badan legislatif.

c. Keterbatasan kemampuan pemerintah.

Pola pembiayaan sampai saat ini masih bertumpu pada anggaran pemerintah, khususnya anggaran pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah pusat di masa yang akan datang untuk menyediakan anggaran semakin berkurang. Untuk itu, diperlukan inovasi pola pembiayaan untuk menggali berbagai sumber pembiayaan yang belum dimanfaatkan (hidden potential), khususnya sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah dan masyarakat pengguna. Untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan tersebut diperlukan sistem berkelanjutan (sustainable system) sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

d. Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur pemanfaatan potensi tersembunyi (hidden potential) yang ada dalam masyarakat.

Kapasitas masyarakat dalam menyediakan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan saat ini belum dapat dioptimalkan karena belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan untuk menggerakkan potensi tersebut. Sebagai contoh belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan mengenai pemindahan aset (transfer asset) dari pemerintah kepada masyarakat.

e. Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian dan prioritas.

Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan pelayanan penyehatan lingkungan.

Kondisi ini antara lain tercermin pada pelayanan air limbah terpusat di beberapa kota besar yang masih menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Hal ini terkait dengan rendahnya kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat terhadap pelayanan air limbah terpusat dan masih rendahnya kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air limbah terpusat. Kondisi yang sama juga terjadi pada jamban (sanitasi dasar), khususnya bagi masyarakat perdesaan. Kebutuhan masyarakat terhadap jamban masih rendah.

Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat, yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang buang air besar di sungai, kebun, sawah bahkan dikantong plastik yang kemudian dibuang di sembarang tempat.

Permasalahan juga dihadapi dalam penanganan persampahan dan drainase. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi serta meningkatnya kawasan terbangun membawa dampak kepada meningkatnya jumlah timbunan sampah, semakin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah serta belum optimalnya pendekatan 3 R (reduce, reuse and recycle)1 dalam pengelolaan sampah.

1 Prinsip 3R mencakup reduce yang berarti mengurangi pemakaian, reuse berarti menggunakan kembali,

(16)

Dampak berikutnya adalah semakin luasnya daerah genangan, berkurangnya lahan resapan dan pemanfaatan saluran drainase sebagai tempat pembuangan sampah.

1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan

a. Pengalaman di Indonesia

Beberapa pengalaman yang dapat ditarik dari pelaksanaan program dan proyek air minum dan penyehatan lingkungan yang dibiayai dengan dana luar negeri2 dan APBN, adalah sebagai berikut:

• Pembangunan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang melibatkan masyarakat, memiliki efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik.

• Pengelolaan prasarana dan sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat pengguna dalam pengambilan keputusan dan kelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakat yang lebih besar pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan.

• Keterlibatan aktif perempuan, masyarakat yang kurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya) secara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkan efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan yang lebih tinggi.

• Semakin mudah penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan (tepat guna), maka semakin tinggi efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana.

• Perlunya kampanye perubahan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pelaksanaan program penyehatan lingkungan.

• Semakin banyak pilihan teknologi yang ditawarkan dan semakin besar kesempatan masyarakat untuk memilih sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan semakin tinggi efektivitas dan keberlanjutan pemanfaatan prasarana dan sarana.

• Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan dapat tercapai apabila pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan berdasarkan jenis pelayanan dan pembentukan unit pengelolaan dilakukan secara demokratis.

• Pengguna prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai kemampuan (ability) untuk membayar setiap jenis pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan sejauh hal tersebut sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangat peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.

Dengan menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran pada tahapan pembangunan maka pendekatan yang diterapkan adalah Demand Responsive Approach

2 Antara lain WSSLIC I (Water Supply and Sanitation for Low Income Communities - I), FLOWS (Flores

(17)

(DRA) atau Pendekatan Tanggap Kebutuhan (PTK)3. Berdasarkan beberapa pengalaman penerapan pendekatan tersebut kendala yang dihadapi adalah:

• Tidak adanya kerangka kebijakan yang disepakati oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menerapkan PTK.

• Adanya penolakan, baik langsung maupun tidak langsung, dari pemerintah di berbagai tingkatan maupun lintas sektor, negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, maupun masyarakat sendiri dalam menerapkan PTK.

• Terbatasnya informasi, kemampuan teknis dan keuangan pada setiap stakeholder, khususnya pemerintah maupun LSM.

• Lambatnya proses birokrasi serta kakunya prosedur pembiayaan dan pengadaan tenaga pendukung kegiatan PTK.

• Membutuhkan waktu yang relatif lama dan dana fasilitasi yang cukup besar.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka beberapa langkah yang perlu dilaksanakan dalam penerapan pendekatan tanggap kebutuhan adalah:

• Aspek Kebijakan:

Melembagakan PTK dalam mekanisme pembangunan daerah dan pembangunan masyarakat, serta meningkatkan kemampuan pemerintah kabupaten dan kota dalam melaksanakan PTK.

• Aspek Pendanaan:

Menyiapkan perangkat hukum yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dan mengembangkan sistem pemberdayaan masyarakat untuk mengelola, mengontrol dan mengarahkan sumber-sumber keuangan yang mereka miliki sendiri.

Pelajaran yang dipetik dari pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia dapat dilihat dalam lampiran B.

b. Pengalaman Internasional

Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di kota menengah, kota kecil, dan kawasan perdesaan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka disepakati bahwa pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus mengikuti prinsip Dublin-Rio.

3 Demand Responsive Approach diterjemahkan menjadi Pendekatan Tanggap Kebutuhan yang artinya:

(18)

Dalam konteks pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, prinsip-prinsip Dublin Rio mengandung arti “jika ingin berhasil dalam pembangunan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, seperti sosial, teknis, keuangan, kelembagaan, jender, dan lingkungan yang dikelola secara integratif; walaupun masing-masing aspek berbeda karakteristiknya, namun kesemuanya mempunyai tingkat kepentingan yang sama”. Penjabaran dari keempat prinsip Dublin-Rio tersebut adalah:

• Air merupakan benda langka dan tidak bisa dipandang sebagai benda yang tidak memiliki nilai. Pelayanan yang berkelanjutan hanya bisa didapatkan jika nilai yang dibayar oleh pengguna sama dengan nilai air yang dimanfaatkan oleh pengguna.

• Pengambilan keputusan akhir dalam pemanfaatan air harus melibatkan semua anggota masyarakat pengguna tanpa kecuali. Pendekatan pembangunan pelayanan air minum bagi masyarakat sasaran tidak lagi berdasarkan standar normatif dari pemerintah (supply driven) akan tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat (demand driven). Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan informasi dan teknologi air minum kepada masyarakat agar mereka mempunyai pemahaman (awareness) terhadap pilihannya.

• Berkaitan dengan pembangunan pelayanan air minum maka keikutsertaan perempuan dalam pengambilan keputusan memperbesar jaminan tercapainya keberlanjutan. Perempuan adalah pemeran utama di rumahtangga yang bertanggung jawab terhadap penyediaan air minum bagi keluarga, baik kebutuhan yang terkait dengan kebersihan maupun kebutuhan yang terkait dengan kesehatan.

Pada dasarnya sumberdaya selalu terbatas, demikian juga sumberdaya keuangan yang dimiliki pemerintah. Di lain pihak, kebutuhan merupakan sesuatu yang tidak terbatas. Dengan demikian anggaran pemerintah tidak akan pernah cukup untuk menyediakan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan bagi semua orang. Oleh sebab itu ada tiga isu penting yang perlu dikenali:

Kerangka kelembagaan dan

hukum dari sektor air minum dan penyehatan lingkungan harus

mendukung prinsip-prinsip Dublin-Rio. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap sistem kelembagaan dan hukum yang ada mengikuti prinsip Dublin–Rio.

Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan, operasi,

pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus dapat dipenuhi oleh masyarakat pengguna. Untuk mengatasi keterbatasan sumber dana maka keterlibatan dunia swasta dan masyarakat pengguna perlu ditingkatkan.

Pemberdayaan kemampuan semua stakeholders pada semua tingkatan.

Prinsip Dublin Rio

• Pembangunan dan pengelolaan air harus berdasarkan pendekatan partisipatif, menyertakan pengguna, perencana, dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan

• Air adalah sumber terbatas dan rentan, penting untuk menyokong kehidupan, pembangunan, dan lingkungan.

• Perempuan memainkan bagian penting dalam penyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air

(19)

Berdasarkan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan selama ini terlihat beberapa potensi di masyarakat yang dapat dikembangkan, seperti di masa lalu terdapat sejumlah mitos yang menghambat keberhasilan pendekatan partisipatif dalam pengembangan air minum dan penyehatan lingkungan. Namun mitos-mitos tersebut telah diyakini tidak benar. Beberapa penemuan terakhir membuktikan bahwa:

• Penghargaan masyarakat terhadap pelayanan air minum telah meningkat, hal ini ditunjukkan melalui:

- Masyarakat miskin membayar pelayanan air minum sering kali dengan harga lebih mahal dari masyarakat yang lebih mampu;

- Bila tingkat pelayanan air minum tidak memenuhi harapan masyarakat, maka masyarakat tidak akan menggunakan prasarana dan sarana yang disediakan dan tidak akan membayar biaya pelayanan yang diminta.

• Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat adalah:

- Standarisasi dan generalisasi prosedur pelaksanaan mengarah kepada kegagalan program.

- Partisipasi masyarakat merupakan potensi internal masyarakat yang tidak dapat diintervansi oleh orang lain, namun dapat dibangkitkan. Proses partisipatif adalah menyerahkan kendali proses pengambilan keputusan kepada masyarakat.

- Kegiatan yang berdasarkan kepada kebutuhan masyarakat akan mendapat dukungan masyarakat secara langsung melalui pembentukan institusi masyarakat setempat sesuai dengan tujuannya.

- Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang berakar kepada perilaku dasar masyarakat dalam pengambilan keputusan yang dapat direplikasi sesuai dengan kebutuhan.

1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan.

Dari uraian sebelumnya tercermin bahwa pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala. Namun demikian, ada beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kendala tersebut. Untuk dapat menggerakkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki serta untuk mengatasi kendala yang dihadapi diperlukan beberapa perubahan, khususnya yang terkait dengan mengenai kebijakan, kelembagaan dan mekanismenya.

(20)

1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan

Tujuan dari penyusunan dokumen kebijakan ini adalah:

1. Menghasilkan kebijakan nasional air minum dan penyehatan lingkungan yang merupakan kesepakatan seluruh instansi/sektor pusat dan daerah, masyarakat, akademisi, LSM, serta lembaga keuangan bilateral/multilateral pemberi bantuan dan pinjaman.

2. Mengidentifikasi strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan.

3. Sebagai masukan untuk menyusun program jangka panjang, menengah dan tahunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah sesuai dengan agenda desentralisasi dan reformasi.

1.3. Ruang Lingkup

Berdasarkan analisis terhadap pelaksanaan pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat tiga pendekatan pengelolaan, yaitu pengelolaan berbasis lembaga (tipe A), pengelolaan berbasis masya-rakat (tipe C) dan kombinasi dari keduanya (tipe B).

Dokumen ini tidak secara khusus mengatur tipe pengelolaan berbasis lembaga (tipe A). Fokus

[image:20.612.279.522.389.655.2]

dari kebijakan yang diketengahkan dokumen ini adalah prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikelola oleh masyarakat (tipe C). Walaupun demikian, ruang lingkup kebijakan tersebut juga mencakup sebagian tipe B yaitu pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan atas pengaturan dan hubungan antara pihak penyedia dan masyarakat pengguna. Perspektif lain dari pengelolaan AMPL dapat dilihat pada lampiran C.

Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

MASYARAKAT

LEMBAGA

DARI BAWAH KE ATAS DARI ATAS KE

(21)

Tipe A: Pengelolaan Berbasis Lembaga

Pengambil keputusan dalam manajemen tipe ini adalah lembaga. Lembaga ini memegang kekuasaan tertinggi dalam perumusan rencana, rancangan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana serta pengelolaan pelayanannya. Mungkin ada lembaga lain yang melakukan satu atau dua dari aspek-aspek tersebut. Lembaga ini dapat berkonsultasi dapat pula tidak dengan para pelanggan (pengguna)nya, dan hubungan dengan mereka semata-mata bersifat komersial: pelanggan membayar uang sebagai biaya penyambungan dan selanjutnya secara periodik diwajibkan membayar biaya pelayanan. Contoh lembaga Tipe A ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum, Perusahaan Daerah Kebersihan, dan Perusahaan Daerah Air Limbah di beberapa kota Indonesia

Tipe C: Pengelolaan Berbasis Masyarakat

Karakteristik yang paling menonjol dari pengelolaan tipe ini adalah bahwa kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan atas seluruh aspek yang menyangkut air minum dan atau penyehatan lingkungan berada di tangan anggota masyarakat, mulai dari tahap awal identifikasi kebutuhan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, perencanaan tingkat pelayanan yang diinginkan, perencanaan teknis, pelaksanaan pembangunan, hingga ke pengelolaan operasional. Dalam fase-fase tertentu selama proses perkembangan mereka dapat memperoleh fasilitasi dari pihak luar, misalnya informasi tentang berbagai alternatif teknologi dan bantuan teknis (misalnya kontraktor, pengusaha, atau tenaga profesional), namun keputusan terakhir tetap berada di tangan masyarakat itu sendiri.

Tipe B: Pengelolaan Bersama Lembaga dan Masyarakat

Kategori tipe B terjadi karena tumpang tindihnya cakupan wilayah masing-masing pengelolaan lembaga dan pengelolaan oleh masyarakat. Pendekatan tipe B membuka peluang hibrida antara keduanya, dimana beberapa elemen dikelola oleh lembaga sedang elemen-elemen lain oleh masyarakat pengguna. Kerjasama pengelolaan didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak dengan tetap mempertimbangkan aspek komersial, namun segala urusan didalamnya sepenuhnya terserah kepada anggota masyarakat yang bersangkutan.

Contoh pengelolaan tipe B ini terdapat dalam praktek pelayanan air minum di kawasan perkotaan padat penduduk, misalnya kelompok pengguna air minum yang mengoperasikan kran air dengan membayar biaya langganan ke Perusahaan Air Minum.

Tipologi Pengelolaan

(22)

II.

Kebijakan Pembangunan Air Minum dan

Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat

[image:22.612.95.523.222.397.2]

Bagian ini menguraikan tujuan umum4, tujuan khusus, dasar hukum kebijakan, dan kebijakan umum pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat. Sedangkan strategi pelaksanaan akan dibahas pada bab selanjutnya. Secara visual struktur kebijakan ditampilkan dalam gambar 2.

Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan.

2.2 Tujuan Khusus

Secara khusus pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan bertujuan: (a) meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, (b) meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka faktor-faktor yang harus menjadi pijakan dalam menyusun kebijakan umum adalah sebagai berikut:

4

Tujuan umum diartikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif panjang, sehingga lebih merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai. Tujuan khusus merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif singkat dan dapat dengan mudah diukur pencapaiannya. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan.

KESEPAKATAN INTERNASIONAL

TUJUAN UMUM

DASAR HUKUM

Prinsip Dublin-Rio PENGALAMAN INTERNASIONAL

DAN NASIONAL

STRATEGI PELAKSANAAN

KEBIJAKAN UMUM TUJUAN

(23)

a. Keberlanjutan

Dalam konteks air minum dan penyehatan lingkungan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai upaya dan kegiatan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan untuk dapat memberikan manfaat dan pelayanan kepada masyarakat pengguna secara terus menerus. Keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari pembangunan prasarana dan sarana, operasi, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan kepada masyarakat.

Mengingat pemberdayaan masyarakat merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan maka perubahan perilaku masyarakat menuju budaya hidup yang lebih sehat serta mendukung keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk menuju pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan adalah:

• keberlanjutan aspek pembiayaan • keberlanjutan aspek teknik

• keberlanjutan aspek lingkungan hidup • keberlanjutan aspek kelembagaan • keberlanjutan aspek sosial

b. Penggunaan Efektif5

Penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dikatakan efektif apabila prasarana dan sarana yang tersedia tepat tujuan, tepat sasaran, dan layak dimanfaatkan. Selain itu, prasarana dan sarana yang tersedia tersebut memenuhi kaidah/standar teknis, kesehatan, dan kelembagaan (pengelolaan), serta memperhatikan perubahan perilaku masyarakat serta kapasitas masyarakat untuk mengelola prasarana dan sarana. Efektivitas penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dapat dilihat dari dua hal yaitu:

Kemudahan Penggunaan

Kemudahan penggunaan berkaitan erat dengan tingkat kemudahan masyarakat dalam memanfaatkan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Dengan demikian, prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun dan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat dan atau oleh perseorangan/keluarga diharapkan berteknologi tepat guna, mudah dioperasikan

5

(24)

dan dipelihara, mudah dimanfaatkan, serta berlokasi dekat dengan lokasi aktivitas sehari-hari.

Kesetaraan

Kesetaraan (equity) berkaitan dengan suatu kondisi bahwa prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun bermanfaat bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan tingkat (strata) sosial, jenis kelamin, suku, agama, dan ras. Melalui kesetaraan tersebut diharapkan masyarakat mempunyai pandangan yang sama untuk meningkatkan peranan masyarakat yang kurang beruntung serta perempuan dalam proses pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Selain itu, peningkatan peranan masyarakat yang kurang beruntung dan perempuan dalam proses pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan upaya untuk mengubah perilaku mereka dari obyek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan menjadi subyek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

2.3 Dasar Penetapan Kebijakan

Kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia disusun berdasarkan kebijakan nasional sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3:

‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.

b. GBHN 1999-2004 (Tap No. IV/MPR/1999) Butir B. Ekonomi, Ayat 17:

‘Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik, termasuk transportasi, telekomunikasi, energi dan listrik, dan air bersih guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau, serta membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan terpencil’.

Butir F. Sosial Budaya, Ayat 1.a:

‘Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut’.

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V Upaya Kesehatan

Bagian kelima : Kesehatan Lingkungan Pasal 22

(25)

lainnya. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya’.

Bab VII Peranserta Masyarakat Pasal 71

‘Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya’.

d. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Bab V Peranserta Masyarakat:

‘Setiap warga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman’.

e. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Bab III Hak Kewajiban dan Peranserta Masyarakat Pasal 3

‘Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya’.

Pasal 5

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

f. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 4:

‘Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat’.

g. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000 - 2004

Bab VIII Pembangunan Sosial dan Budaya, Butir C Program-Program Pembangunan

1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat

b. Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat

(26)

berkembangnya sistem jaringan dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat’.

Bab IX Pembangunan Daerah

Butir C Program-Program Pembangunan

2.6 Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman

‘Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) peningkatan kualitas pelayanan dan pengelolaan prasarana dan sarana permukiman, meliputi air bersih, drainase, air limbah, persampahan, penanggulangan banjir, jalan lokal, terminal, pasar, sekolah, perbaikan kampung dan sebagainya; (2) peningkatan kualitas operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana permukiman’.

h. Millenium Development Goal (MDG)6

Johannesburg Summit pada tahun 2002 sepakat untuk mengurangi separuh, pada tahun 2015, proporsi penduduk yang tidak dapat atau tidak mampu memperoleh air minum yang sehat (seperti yang tercantum dalam Deklarasi Milenium) dan proporsi penduduk yang tidak memiliki akses pada sanitasi dasar.

i. Deklarasi Kyoto (World Water Forum) 24 Maret 20037

a) Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan.

b) Penambahan investasi pada sektor air minum dan penyehatan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mencapai target pengurangan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar pada tahun 2015.

2.4 Kebijakan Umum

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa tujuan pembangunan AMPL adalah meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan dan meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar tujuan tersebut di atas dapat dicapai maka diperlukan perubahan paradigma pembangunan yang dimanifestasikan melalui perubahan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan yang berdasar kepada:

6

Dikutip dari Terjemahan Tidak Resmi, Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan, Berikut Komitmen Sektoral Nasional, Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri, 2002.

(27)

a. Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi

Peranan air sebagai sumber kehidupan telah disadari semua lapisan masyarakat, namun manifestasinya menimbulkan berbagai pandangan. Hingga saat ini sebagian anggota masyarakat masih berpandangan bahwa air sebagai sumber kehidupan semata-mata merupakan benda sosial (public good) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi. Pandangan ini mengakibatkan masyarakat tidak dapat menghargai air sebagai benda langka yang mempunyai nilai ekonomi. Dampaknya adalah masyarakat mengeksploitasi air secara bebas dan berlebihan serta tidak mempunyai keinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air baik kualitas maupun kuantitasnya, dan kemacetan dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali (reuse) dan pendaur-ulangan (recycle) air.

Untuk mengubah pandangan tersebut di atas diperlukan upaya kampanye publik (public campaign) kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa air merupakan benda langka yang mempunyai nilai ekonomi dan memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya, baik berupa uang maupun waktu. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap sisi lain dari air yaitu sebagai benda ekonomi maka diharapkan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan air akan berubah, lebih bijak dalam mengeksploitasi air, lebih efisien dalam memanfaatkan air, mempunyai keinginan untuk berkorban dalam mendapatkan air.

Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi maka prinsip utama dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan adalah “pengguna harus membayar atas pelayanan yang diperolehnya”. Prinsip tersebut mencerminkan pandangan bahwa yang dibayar oleh pengguna adalah biaya atas kemudahan untuk memperoleh pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.

b. Pilihan yang Diinformasikan Sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan

Pendekatan tanggap kebutuhan (Demand Responsive Approach) menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkan efektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah sebagai fasilitator harus memberikan pilihan yang diinformasikan (informed choice)8 kepada masyarakat. Pilihan yang diinformasikan tersebut menyangkut seluruh aspek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, seperti aspek teknologi, pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya, serta kelembagaan pengelolaan.

c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya air didalamnya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan kualitas hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

8

(28)

Pembangunan air minum mulai dari sumber air, pengaliran air baku, pengolahan air minum, jaringan distribusi air minum, sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Demikian juga, pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, khususnya pengelolaan limbah dan persampahan juga dilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Dengan demikian diharapkan adanya sinergi antara upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian lingkungan.

d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Agar pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dapat berkelanjutan maka pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus mampu mengubah perilaku masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar menuju kualitas hidup yang lebih baik.

Upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku masyarakat dilakukan melalui pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh (komprehensif) maka dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan komponen pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan komponen utama, selain komponen fisik prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

e. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin

Pada prinsipnya, seluruh masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang layak dan terjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihat keterbatasan yang dimiliki maka pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sebagai upaya agar mereka tidak terabaikan dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, sehingga kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan bagi kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dapat terpenuhi secara layak, adil, dan terjangkau.

f. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan

Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untuk kepentingan sehari-hari sangat dominan. Sebagai pihak yang langsung berhubungan dengan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, perempuan lebih mengetahui yang mereka butuhkan dalam hal kemudahan mendapatkan air dan kemudahan mempergunakan prasarana dan sarana .

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadap proyek-proyek air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia, pelibatan perempuan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbukti meningkatkan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yang dibangun. Sehingga sudah sewajarnya menempatkan perempuan sebagai pelaku utama dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

(29)

lingkungan, mengidentifikasi penyebabnya, mengemukakan usulan pemecahan, dan mengambil keputusan untuk memecahkan persoalan pokok.

g. Akuntabilitas Proses Pembangunan

Dalam era desentralisasi dan keterbukaan maka pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus menempatkan masyarakat sasaran tidak lagi sebagai obyek pembangunan namun sebagai subyek pembangunan. Kebijakan ini sekaligus bertujuan meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengenali lebih dini sistem pengelolaannya.

Prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai sasaran akhir masyarakat yang berkemampuan mengoperasikan, memelihara, mengelola, dan mengembangkan prasarana dan sarana yang telah dibangun. Untuk itu, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus lebih terbuka, transparan, serta memberikan peluang kepada semua pelaku untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada pada seluruh tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan.

h. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator

Pemberdayaan diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi dan kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 92 ayat 2, dinyatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kepemilikan dari prasarana dan sarana yang dibangun. Selaras dengan pengertian tersebut maka peranan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai fasilitator, bukan sebagai penyedia (provider).

Sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, pemerintah dapat memberi kesempatan kepada pihak lain yang berkompeten serta mendorong inovasi untuk meningkatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.

(30)

berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang telah berjalan selama ini, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, organisasi masyarakat setempat, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat perlu terus dikembangkan.

i. Peran Aktif Masyarakat

Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Namun demikian mengingat keterbatasan ruang dan waktu maka keterlibatan tersebut dapat melalui mekanisme perwakilan yang demokratis serta mencerminkan dan merepresentasikan keinginan dan kebutuhan mayoritas masyarakat.

j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran

Pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus optimal dan tepat sasaran. Yang dimaksud dengan optimal adalah kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, dan nyaman serta terjangkau semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, pilihan jenis pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus ditawarkan kepada masyarakat pengguna agar masyarakat dapat memanfaatkannya sesuai dengan pilihannya. Tepat sasaran diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya

Kapasitas dan kemampuan anggaran pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidak mencukupi untuk terus membangun dan mengelola prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan bagi seluruh masyarakat. Untuk menunjang keberlanjutan pelayanan maka pembangunan dan pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan perlu memperhatikan prinsip pemulihan biaya (cost recovery). Dengan demikian, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat perlu memperhitungkan seluruh komponen biaya dalam pembangunan mulai biaya perencanaan, pembangunan fisik, dan operasi pemeliharaan serta penyusutannya (depreciation). Besaran iuran atas pelayanan air untuk menutup minimal biaya operasional, harus disepakati oleh masyarakat pengguna sesuai dengan tingkat kemampuan/daya beli masyarakat setempat (miskin, menengah, dan kaya).

(31)

III. Strategi Pelaksanaan

Strategi pelaksanaan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan penjabaran dari kebijakan umum yang tertuang dalam bab terdahulu. Strategi ini memberikan kerangka umum untuk mewujudkan keberlanjutan dan penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun secara efektif untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Strategi-strategi ini saling terkait satu dengan lainnya, komprehesif, serta berorientasi kepada operasionalisasi kebijakan dan pencapaian tujuan.

[image:31.612.89.534.276.524.2]

Strategi pelaksanaan berdasar pendekatan tanggap kebutuhan ditampilkan dalam Gambar 3 berikut.

Gambar 3 : Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Strategi 1 : Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan Peraturan dibutuhkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan melindungi terjadinya penyimpangan terhadap peran serta masyarakat pada semua tahapan pembangunan, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana yang dibangun.

Pengembangan lembaga/peningkat an UPS, Koperasi air, PDAM atau organisasi masyarakat yang keberadaan dan kepemilikan asetnya memiliki status hukum yang jelas

Strategi 5, 11

Masyarakat

O&P, Pengembangan dan Replikasi

Strategi 6,7,14,15,16

Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif

Strategi 3,4,5,13

Kampanye Kesadaran Masyarakat

Strategi 2,5,8,9,10,11,12

Stakeholder lain: Swasta, LSM dll.

Daerah Pemerintah Pemenuhan Kebutuhan Kebutuhan Kerangka Kebijakan

Strategi 1 Komoditi

(32)

Terobosan-terobosan peraturan perlu dilakukan untuk mengakomodasikan pendekatan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang bertumpu kepada pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pemberdayaan masyarakat. Prinsip-prinsip good governance seperti akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, penegakan hukum, tanggap, berwawasan ke depan, pengawasan, efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme, menjadi dasar dalam kerangka peraturan tersebut.

Mengingat proses pemberdayaan masyarakat memerlukan waktu yang tidak dapat dibatasi oleh tahun anggaran maka mekanisme penganggaran perlu memperhatikan kendala tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembaruan mekanisme penganggaran yang terkait dengan proses pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, perlu disusun peraturan yang mengatur status hukum prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun melalui anggaran bersama (sharing), antara pemerintah dengan masyarakat; antara anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya; antara masyarakat dengan lembaga keuangan pemberi bantuan(hibah) dan pinjaman; antara masyarakat dengan organisasi masyarakat setempat atau lembaga swadaya masyarakat, dan bentuk kerjasama keuangan antara masyarakat dengan pihak lainnya. Hal lain yang juga perlu diatur adalah mengenai pemindahan aset (transfer asset) dari pemerintah kepada masyarakat.

Strategi 2 : Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat pengguna.

Melihat bahwa persoalan utama dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan adalah terbatasnya kapasitas sumber daya manusia, khususnya sumber daya masyarakat pengguna, maka investasi untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam program air minum dan penyehatan lingkungan harus ditingkatkan. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia bagi masyarakat pengguna dapat berbentuk bantuan teknis, penyediaan informasi pilihan, dan fasilitasi dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Bantuan teknis diperlukan untuk membuka wawasan masyarakat terhadap pilihan-pilihan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan mereka, termasuk keuntungan dan resiko yang harus dipikulnya. Pilihan-pilihan tersebut meliputi aspek teknis, pembiayaan, kelembagaan, sosial dan budaya kemasyarakatan, serta pelestarian lingkungan hidup.

Kapasitas pemerintah sebagai fasilitator juga perlu ditingkatkan terutama kapasitas aparat pemerintah daerah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Peningkatan kapasitas pemerintah dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, seminar/lokakarya, studi banding dan on the job training melalui interaksi langsung dengan persoalan-persoalan di lapangan.

(33)

Strategi 3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Dengan mengacu pada mekanisme pasar yang berprinsip bahwa pengguna membayar seluruh biaya pelayanan (user pay) maka masyarakat pengguna pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus membiayai seluruh biaya pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, baik biaya pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.

Mengingat keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah saat ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki cara pandang semua pihak sehingga biaya pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus berdasarkan prinsip pemulihan biaya (cost recovery), yang artinya semua komponen biaya harus diperhitungkan dan harus ditanggung oleh pengguna.

Untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut masyarakat harus diberikan pilihan-pilihan sistem pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan mereka melalui pemberian sebanyak-banyaknya pilihan pembiayaan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta memfasilitasi proses pemilihan alternatif terbaik oleh masyarakat, misalnya melalui pola pendanaan bersama (cost sharing) antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan seperti proyek WSLIC2, ProAir atau beberapa proyek yang dikembangkan oleh LSM bersama masyarakat. Peranan pihak luar (pemerintah, lembaga donor, lembaga non-pemerintah) diperlukan untuk meningkatkan wawasan masyarakat mengenai perlunya alternatif pembiayaan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Pemerintah sebagai fasilitator juga berkewajiban melakukan fasilitasi koordinasi antar pelaku air minum dan penyehatan lingkungan di daerah, seperti kelompok swadaya masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, donor, pihak swasta, termasuk pemerintah sendiri, guna meningkatkan efisiensi pembiayaan pembangunan. Koordinasi antar pelaku diharapkan dapat melakukan sinergi dalam pembiayaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

Strategi 4 : Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan keputusan pada seluruh tahapan pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Pengambilan keputusan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di kota kecil dan kawasan perdesaan sebaiknya dilakukan pada lapisan paling bawah, yaitu masyarakat pengguna/penerima prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Mereka harus mampu menentukan jenis pelayanan yang dibutuhkan, teknologi yang diterapkan, pilihan pembiayaan, dan sistem pengelolaannya termasuk jenis kelembagaannya.

(34)

penyehatan lingkungan sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kemampuannya.

Strategi 5 : Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik, pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.

Menjadikan masyarakat sebagai pengambil keputusan berarti memposisikan masyarakat sebagai penanggung jawab utama dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Kondisi ini harus disertai dengan peningkatan kemampuan masyarakat dalam seluruh aspek, khususnya bidang teknik, keuangan dan kelembagaan.

Dalam aspek teknik, masyarakat perlu dilatih untuk mengenali dan memahami karakteristik teknologi yang tepat guna serta sesuai dengan kondisi daerahnya. Untuk itu, dukungan dalam bentuk bantuan teknis sangat diperlukan, baik yang berasal dari pemerintah (pusat dan daerah), perguruan tinggi, LSM, dan swasta.

Bantuan teknis kepada masyarakat diperlukan untuk mengelola, mengoperasikan dan memelihara prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah teknis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu juga diperlukan pelatihan administrasi pembukuan bagi kelompok masyarakat pengguna. Pengetahuan administrasi pembukuan diperlukan untuk menjamin transparansi diantara para pelaku. Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan administrasi selain dilakukan melalui pelatihan juga dapat dilakukan melalui kerjasama kelembagaan, studi banding, ataupun melalui magang. Bagi pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang dibiayai melalui anggaran non-pemerintah, seperti LSM, lembaga keuangan internasional, perguruan tinggi, dan sebagainya perlu adanya pelatihan administrasi pembukuan khusus yang sesuai dengan tuntutan pemberi bantuan dan atau pinjaman.

Dalam kaitan dengan pengembangan kelembagaan, masyarakat perlu mengetahui struktur organisasi pengelola prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan beserta fungsi dan tata kerjanya, kaitan dengan lembaga lain sejenis, kaitan dengan pemegang saham, tata cara pengembangan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan beserta tata cara menggali dana yang dibutuhkan, dan tata cara menyusun laporan keuangan kepada masyarakat yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

(35)

Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) sektor air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan

Untuk meningkatkan kinerja program air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat, diperlukan upaya perbaikan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program. Penyediaan bantuan teknis atau sejenisnya di tingkat kabupaten, kecamatan, dan bahkan desa sangat diperlukan, guna meningkatkan kemudahan bagi masyarakat melakukan konsultasi teknis, serta mendapatkan informasi tentang program prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Terkait dengan hal tersebut maka NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan Manual) menjadi alat yang efektif untuk melaksanakan pembinaan teknis bagi masyarakat pengguna. Panduan tersebut juga mencakup aspek kelestarian lingkungan, khususnya tata cara pelestarian sumber daya air baik secara kuantitas yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan sumber air, maupun secara kualitas yang terkait erat dengan tata cara pengelolaan limbah. Panduan ini seyogyanya mudah dipahami dan dimengerti oleh kalangan awam, serta menampilkan gambar yang provokatif dan informatif.

Pendekatan dan teknik yang telah dimiliki dan dipergunakan selama ini, seperti PRA (Participatory Rural Appraisal), PHAST (Participatory Hygiene and Sanitation Transformation), CMA (Community Management Approach), MPA (Methodology for Participatory Assessment) dalam berbagai proyek, dapat terus dikembangkan dan disebarluaskan. Contoh pendekatan partisipatif dapat dilihat pada lampiran E.

Strategi 7 : Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan diseminasi pilihan teknologi untuk mendukung prinsip pemberdayaan masyarakat.

Hingga saat ini telah banyak uji coba dan pemanfaatan teknologi tepat guna di sektor air minum dan penyehatan lingkungan, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, bahkan kelompok masyarakat sendiri. Namun demikian inventarisasi terhadap teknologi tepat guna beserta kelebihan dan kekurangannya belum pernah dilakukan.

Dalam rangka mendukung prinsip informed choice maka kegiatan inventarisasi teknologi tepat guna tersebut perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai pedoman dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar masyarakat mudah mengakses informasi-informasi tersebut diperlukan kesiapan lembaga yang bertanggung jawab terhadap kegiatan inventarisasi tersebut.

(36)

Strategi 8 : Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan formal dan informal.

Motivasi yang melatar-belakangi tumbuhnya kebutuhan terhadap air minum berbeda dari motivasi yang melatarbelakangi kebutuhan terhadap penyehatan lingkungan. Praktek kegiatan pengelolaan penyehatan lingkungan dan kebiasaan hidup sehat lebih bersifat pribadi. Dengan sendirinya perubahan-perubahan yang terjadi terletak di tingkat individu dan rumah tangga. Implikasinya, jangka waktu yang diperlukan untuk mewujudkan perbaikan dalam pelayanan penyehatan lingkungan relatif lebih lama dibandingkan dengan perbaikan pelayanan air minum. Hal ini disebabkan pengelolaan penyehatan lingkungan memerlukan lebih banyak waktu untuk mensosialisasikan pentingnya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.

Upaya tersebut di atas dilaksanakan antara lain melalui penyadaran masyarakat, pendidikan di sekolah, dan pelatihan partisipatif yang melibatkan keluarga dan masyarakat. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat melalui metoda partisipatif terbukti efektif dalam meningkatkan manfaat dan pelayanan bidang air minum dan penyehatan lingkungan.

Untuk meningkatkan pemahaman (awareness) masyarakat terhadap pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan maka penyadaran perlu diberikan sejak sekolah dasar. Murid sekolah dasar diberikan contoh-contoh dan gambar-gambar yang merangsang imajinasi mereka dalam berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga mereka mempunyai bekal pengetahuan yang cukup pada saat menginjak dewasa. Pendidikan lainnya juga dapat dilakukan melalui majalah yang diterbitkan khusus yang memuat pesan-pesan tentang kesehatan lingkungan, pemb

Gambar

Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Gambar 2:  Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Gambar 3 berikut.
Gambar C.1 – Sifat dari Permukiman
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika setelah berakhirnya perjanjian kerja ke-2 ternyata PIHAK KEDUA tidak diajukan untuk pengangkatan sebagai karyawan tetap oleh PIHAK PERTAMA, maka perjanjian

Rasio Likuiditas pada tahun 2012 sampai dengan 2016 yang diukur dengan current ratio mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik dari jumlah anggota maupun aktiva

kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak bila

Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3- ), ion sulfat (S042 ), dan keasaman (pH); (b) mengetahui kualitas air sumur

No Waktu (menit) Akumulasi Waktu (menit) Pembacaan Resapan Air (cm) Akumulasi Infiltrasi (cm) Infiltrasi (cm/jam) Log (Akumulasi Waktu) Log (Alkumulasi Infiltrasi) 1. Keadaan tanah

front-end untuk pengelolaan data gereja, sehingga harus dilakukan secara manual. Tahap kedua, ketiga dan keempat dilakukan perancangan data gereja menggunakan metode

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eng (2013), Ibadil (2014) dan Dewi (2015) bahwa NIM sebagai pengukur kesehatan bank berpengaruh

Gambar 4.62 diatas merupakan perbandingan peningkatan kinerja prosesor laptop antara mengaktifkan dan menonaktifkan fitur Hyper Threading pada tiap rentang frekuensi yang