• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dari maksud dilakukan penelitian ini. berdasarkan United Nation Council yang mempunyai kelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dari maksud dilakukan penelitian ini. berdasarkan United Nation Council yang mempunyai kelanjutan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini ingin menjelaskan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian terkait dengan Pengadilan Adat sebagai salah satu lingkungan kekuasaan kehakiman dalam sistem hukum Indonesia serta dengan menggunakan metode penelitian hukum, sehingga dapat membantu pembaca mengerti dari maksud dilakukan penelitian ini.

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki suku bangsa, agama, ras yang berbeda-beda. Suku bangsa atau masyarakat tradisional yang biasa disebut sebagai masyarakat hukum adat berdasarkan United Nation Council yang mempunyai kelanjutan historis dari sebelum datangnya penjajah,1 ini ada di setiap wilayah di Indonesia. Kalimantan ada suku Dayak dan beberapa sub-sub suku Dayak, Papua ada suku Asmat dan Dani dan banyak

1 Keraf, A.S. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku

(2)

2

suku lainnya mereka memiliki pranata-pranata adat, aturan-aturan adat sendiri di wilayah adat mereka masing-masing.

Adat merupakan pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa yang merupakan salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karenanya, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan yang berbeda-beda. Justru dengan perbedaan inilah kita dapat mengatakan bahwa adat itu merupakan unsur yang terpenting sebagai identitas bangsa yang bersangkutan.2

Perubahan suatu peradaban maupun cara penghidupan yang modern, ternyata tidak mampu menghilangkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, paling-paling yang terlihat dalam proses kemajuan zaman itu adalah, bahwa adat tersebut menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga adat itu menjadi kekal serta tetap segar.

Sehubungan dengan adat ataupun hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat adat, aturan-aturan internasional juga mengatur, dengan disahkannya Konvensi Organisasi Perburuhan

2 Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat.

(3)

3

Dunia No. 169 tahun 1989 mengenai Masyarakat adat dan Suku-suku di Negara-negara Merdeka. Konvensi International Labour Organization 169 tentang Masyarakat adat ini telah menyerukan kepada pemerintah untuk memastikan hak-hak mendasar masyarakat adat, dimana Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa:

Masyarakat adat yang bersangkutan berhak memutuskan prioritas-prioritas mereka sendiri untuk proses pembangunan ketika proses tersebut mempengaruhi kehidupan, kepercayaan, institusi-institusi dan kesejahteraan rohani mereka serta tanah-tanah yang mereka diami atau apabila tidak mereka diami, mereka gunakan, dan untuk menjalankan kendali, sedapat mungkin, terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri. Masyarakat adat juga berhak untuk berpartisipasi dalam perumusan, implementasi dan evaluasi rencana-rencana dan program-program pembangunan nasional maupun regional yang dapat membuat mereka secara langsung terkena dampaknya.

Dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Declaration On The Rights Of Indigenous Peoples) pada tanggal 13 September 2007 di New York juga diatur tentang hak-hak masyarakat adat dengan memberikan pengakuan secara internasional bahwa penghormatan terhadap pengetahuan, budaya

(4)

4

dan praktek-praktek adat tradisional memberikan sumbangan bagi pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan serta pengelolaan lingkungan secara tepat3.

Pasal 3 dan Pasal 4 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat berbunyi4: ”

Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri”. Berdasarkan hak tersebut, mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.

Kemudian dalam Pasal 4 berbunyi5:

Masyarakat adat, dalam melaksanakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, memiliki hak otonomi atau pemerintahan sendiri dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan-urusan internal dan lokal mereka, sebagaimana cara-cara dan sarana-sarana untuk mendanai fungsi-fungsi otonomi mereka.

3

https://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_PBB_tentang_Hak-Hak_Penduduk_Asli download pada tanggal 15 Juli 2016 Jam 11:39.

4 Pasal 3 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak

Masyarakat Adat.

5 Pasal 4 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak

(5)

5

Berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat-adat, konstitusi Indonesia juga mengatur di dalam Pasal 18 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) yang berbunyi: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Istilah masyarakat adat dan masyarakat hukum adat, Masyarakat adat merupakan kesatuan masyarakat yang berssifat otonom yaitu mereka yang mengatur system kehidupannya baik dibidang hukum, politik ekonomi dan sebagainnya. Masyarakat adat lahir, berkembang dijaga oleh masyarakatnya6. Sementara masyarkat hukum adat adalah komunitas social manusia yang merasa terikat karena kesamaan leluhur dan atau wilaya tertentu, memiliki kekayaan sendiri dipimpin oleh seseorang atau beberapa orang yang memiliki kekuasaan dan memilki tata nilai sebagi

6 Ade Saptomo, 2010, Hukum dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat

(6)

6

pedoman hidup, serta tidak memilki keingignan untuk memisahkan diri.7

Pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi manusia, termasuk mereka yang hidup sebagai dan di dalam anggota masyarakat hukum adat, mengandung arti bahwa negara wajib menjamin, melindungi dan memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, budaya sebagaimana juga dinyatakan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alenia IV dimana kewajiban negara ini adalah merupakan hak warga negara. Itulah inti dari hak dan kewajiban negara dan warga negara sebagaimana diteorikan oleh Teori Perjanjian Sosial (du contract).8

Pengakuan dan penghormatan negara terhadap hak-hak masyarakat adat menurut Anhony Mason9, sangat terkait dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dengan hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam, tidak hanya saat ini tetapi sepanjang

7

Rato, Dominikus, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar). Penerbit: Laksbang Justitia Suraya. Surabaya, 2014, h. 86

8 Rato, Dominikus, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar).

Penerbit: Laksbang Justitia Suraya. Surabaya, 2014, h. 96.

9 Rato, Dominikus, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar).

Penerbit: Laksbang Justitia Suraya. Surabaya, 2014, h. 96 dari Mason, Anthony, The Rights Of Indigenous Peoples in Lands Once Part of The Dominions Of Crown. In International and Comparative Law Qarterly, Vol October, 1997.

(7)

7

masa. Pengakuan itu merupakan pengakuan terhadap eksistensi dan sangat substansif karena berkaitan langsung dengan hidup dan kehidupan mereka, terutama dengan kesejahteraan mereka masa kini dan masa depan. Lingkungan sosial, budaya, dan habitat mereka dimana masyarakat hukum adat itu berdiam selama berabad-adab dan menyatu dengan alam habitatnya.

Pasal 18 B Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 ini akan menjawab persoalan, mengingat banyak produk-produk putusan Pengadilan Adat yang tidak berkekuatan hukum tetap dan tidak final sehingga banyak persoalan hukum adat yang seharusnya selasai di Pengadilan Adat dibawa kembali Peradilan Umum. Ini menjadi problematika hukum yang ada berkaitan dengan putusan Pengadilan Adat yang dibawa kembali ke Pengadilan Umum yang memberikan makna bahwa Pengadilan Adat tidak memiliki peran dalam menerapkan penegakan hukum adat di lingkungan masyarakat hukum adat dalam sistem hukum Indonesia.

Menjawab persoalaan di atas maka Pasal 18 B Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang secara eksplisit mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta

(8)

8

hak-hak tradisionalnya. Terkait dengan itu, penelitian ini hendak mengkaji tentang eksistensi Pengadilan Adat di Indonesia secara konsitusional. Persoalan yang muncul terkait dengan eksistensi ini adalah pengakuan negara terhadap Pengadilan Adat dan hubungannya dengan pengadilan negara, dalam hal ini Pengadilan Adat didorong berada pada lingkungan Peradilan Umum di bawah Mahkamah Agung.

Pengakuan negara terhadap Pengadilan Adat berdasarkan konstitusi ini penting sehubungan dengan keberlangsungan masyarakat adat dan hukum adat sebagai penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Pengakuan Pengadilan Adat berdasarkan konstitusi, dalam hal ini Pasal 18 B UUD NRI Tahun 1945, hendak memberikan penekanan bahwa pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat tidak cukup apabila tanpa disertai pengakuan atas keberadaan Pengadilan Adat.

Masyarakat hukum adat membutuhkan Pengadilan Adat dikarenakan aturan-aturan hukum adat dalam masyarakat hukum adat tersebut hanya dapat ditafsirkan dan diterapkan oleh Pengadilan Adat. Dengan demikian secara tidak langsung

(9)

9

pengakuan dan penghormatan hak-hak masyarakat hukum adat dalam Pasal 18 B Ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 sebagai dasar konstitusi negara harus juga mengakui Pengadilan Adat sebagai lembaga adat untuk menyelesaikan perkara adat dalam masyarakat hukum adat.

B. Rumusan Masalah

Apakah secara konstitusional Pengadilan Adat dapat menjadi pengadilan di bawah Mahkamah Agung?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pengadilan Adat, dapat diposisikan sebagai pengadilan dibawah Mahkamah Agung. Terkait dengan tujuan tersebut penulis beragumen bahwa pengakuan secara konstitusional dimungkinkan dengan bersandar pada penghormatan hak-hak masyarakat hukum adat. Itu artinya, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat salah satunya adalah pengakuan atas institusi atau lembaga adatnya yakni Pengadilan Adat. Untuk itu tujuan khusus yang dapat dijabarkan dari tujuan di atas adalah:

(10)

10

1. Menjelaskan tentang perlindungan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat dengan menggunakan perspektif Hak Asasi Manusia

2. Menjelaskan arti penting pengadialan adat bagi masyarakat hukum adat.

3. Menjelaskan kontruksi konstitusional Pengadilan Adat dibawah Mahkamah Agung dengan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum adat, hukum Hak Asasi Manusia, dan hukum ketatanegaraan di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperjelas apakah sebagai perlindungan dan penghormatan hak-hak

(11)

11

masyarakat adat sebagai bagian hak asasi manusia maka Pengadilan Adat dapat berada di bawah Mahkamah Agung berdasarkan konstitusi.

E. Kerangka Teori

Penulis melakukan penelitian terkait dengan pengakuan Pengadilan Adat di dalam sistem hukum Indonesia sebagai implikasi dari penghormatan hak-hak masyarakat hukum adat dan aturan adat yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat, dengan menggunakan teori-teori Hak Asasi Manusia, dan menjadi kewajiban Negara melakukan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

1. Konsep Hukum Hak Asasi Manusia

Konsep Hak Asasi Manusia sebagai hak-hak alamiah (natural rights), yaitu “they are acquired, not can they be transferred, disposed of or extinguished, by any act or event, they inhere universally in all human beings, throught out their lives, in virtue of their humanity alone, and they are inalienable”. Pendapat ini

(12)

12

meggariskan bahwa sifat alamiah Hak Asasi Manusia ada pada humanity (kemanusiaan atau sifat sebagai manusia yang inheren pada manusia dalam fungsinya sebagai sumber Hak Asasi Manusia. Implikasinya, Hak Asasi Manusia berlaku universal karena semua manusia sama (memiliki kemanusiaan). Pengertian ini secara tersirat menjelaskan dimensi moralitas dari Hak Asasi Manusia yang sangat terkait dengan hakikat manusia sebagai manusia yang memiliki aspek fisik dan eksistensial10.

Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.11

10 Paul Sieghart, The International Law Of Human Rights, Clarendon

Press, Oxford,1983, h. 8 dalam buku Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 2015, h 2.

11 Masyhur Effendi. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia

dalam Hukum Nasional dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, h. 3.

(13)

13

Terkait dengan konsep Hak Asasi Manusia maka ada konsep hukum hak asasi manusia dimana konsep ini hendak menyatakan preskripsi bahwa Negara bertanggung jawab atau berkewajiban untuk melakukan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Dengan demikian dapat ditarik benang merahnya bahwa nilai-nilai Hak Asasi Manusia selalu tercermin dan dijamin oleh hukum, dalam bentuk perjanjian-perjanjian, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip umum dan norma-norma lain dari hukum internasional. Inilah yang dikenal dengan Hukum Hak Asasi Manusia, dan negara-negara yang melakukan perjanjian, atau mengikatkan diri dalam perjanjian atau mengakui norma-norma Hak Asasi Manusia dalam hukum kebiasaan internasional terikat kontrak untuk mengakui, menghormati, melindungi dan memenuhi dan menegakkan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian Hak Asasi Manusia internasional tersebut.12

12

(14)

14

Konsep hukum HAM bukan saja terhadap hak-hak mendasar manusia, tetapi ada kewajiban dasar sebagai warga negara mematuhi peraturan perundangan, hukum tertulis, menghormati HAM orang lain, moral, etika, patuh pada hukum internasional. Sedangkan kewajiban negara adalah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM yang diatur berdasarkan peraturan perundangan dan hukum inertnasional HAM yang diterima oleh Indonesia.13

Negara berbasis Hak Asasi Manusia mengakui bahwa: “the legitimacy of the state is based on its respect, protection, and fulfillment of the rights of each and every individual.14” Negara berbasis Hak Asasi Manusia menjadikan Hak Asasi Manusia suatu keutamaan dengan

Pustaka Hak Asasi Manusia, Raol Wallenberg Institute, 2003. h. 67

13

Muladi, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam perspektif Hukum dan Masyarakat. Refika Aditama, Bandung, 2005. h. 46

14 Jocob Kirkemann Boesen dan Tomas Martin, Applying a

Rights-based Approach: An Inspirational Guide For Civil Society, The Danish Insitute For Human Rights, Copenhagen, 2007, h. 11 dalam buku Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2015, h. 75.

(15)

15

jalan prohibits treating one as a means to another ends.”15

Dalam kerangka perlindungan Hak Asasi Manusia maka Negara berkewajiban untuk memenuhi, menghormati, melindungi, dan menjamin Hak Asasi Manusia, hal ini dapat diurai dengan melihat adanya penghormatan dan pengakuan Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban Negara untuk menjamin (to ensure) adalah kewajiban yang bersifat positif

(positive duty) yang mengandung dua jenis kewajiban yaitu kewajiban untuk melindungi (to protect) dan kewajiban untuk memenuhi (to fulfill). Kewajiban untuk melindungi adalah kewajiban negara memberikan perlindungan, termasuk melindungi hak dari intervensi pelaku non-negara (private interference). Dalam hal ini termasuk pula kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah yang perlu, misalnya melakukan pencegahan atas tindakan-tindakan yang dianggap dapat mengancam pelaksanaan hak, atau melakukan

15

Attracta Ingram, A Political Theory Of Rights, Oxford University Press, OXFORD, 1994, h. 8 dalam buku Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2015, h. 75.

(16)

16

penghukuman pada para pelaku pelanggaran. Sementara itu, kewajiban untuk memenuhi mengandung dua jenis kewajiban yaitu; untuk memudahkan (facilitate) dinikmatinya hak yang ada serta kewajiban untuk menyediakan (provide) berbagai hak yang dibutuhkan.

Dalam kerangka perlindungan Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh Negara, maka Hukum Hak Asasi Manusia dapat dibagi menjadi dua yakni:

a. Hak Asasi Manusia Umum

Hak Asasi Manusia yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yang bersifat individu berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 meliputi hak hidup, bebas dari perbudakan, bebas dari penyiksaan dan kekejaman, persamaan dan bantuan hukum, pengadilan yang adil, perlindungan urusan pribadi dan keluarga, memasuki dan meninggalkan suatu negara, mendapatkan suaka, hak kewarganegaraan, membentuk keluarga, memiliki harta benda, kebebasan beragama,

(17)

17

berpendapat, berserikat dan berkumpul, turut serta dalam pemerintahan, jaminan sosial, pekerjaan, upah layak dan kesejahteraan, pedidikan ”gratis” dan kebudayaan.

b. Hak Asasi Manusia Khusus

Dewasa ini, konsep mengenai hak asasi manusia tidak hanya dipahami sebagai hak-hak fundamental yang melekat pada diri manusia secara individual seperti halnya menurut teori klasik, melainkan telah berkembang dengan adanya pengakuan atas hak yang dimiliki oleh sebuah entitas, termasuk di dalamnya hak masyarakat secara kolektif. Pengakuan terhadap hak-hak kelompok (kolektivitas) biasanya berkaitan dengan standar persamaan atau otonomi non-diskriminasi. Di samping itu, pengakuan atas hak-hak kolektif juga terkait dengan jaminan terhadap pemeliharaan identitas kelompok.

(18)

18

Hak Asasi Manusia khusus adalah berkaitan dengan hak-hak solidaritas atau hak kolektif yang meliputi misalnya gender (perlindungan terhadap hak-hak perempuan), usia (perlindungan terhadap hak-hak anak), lingkungan (hak mendapatkan lingkungan yang sehat) dan social budaya lokal (perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat).16 Kolektivitas sebagai subyek hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, oleh sebagian pakar masih dipandang sebagai “emerging concept”.

Mereka berasumsi bahwa hak-hak kolektif akan secara otomatis terlindungi sebagai hasil dari perlindungan hak-hak individu.

Adanya penghormatan dan pengakuan Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban Negara untuk menjamin (to ensure) adalah kewajiban yang bersifat positif (positive duty) yang mengandung dua jenis kewajiban yaitu kewajiban untuk melindungi (to

16 Zainal Abidin, Perlindungan HAM di Indonesia, Elsam, Jakarta,

(19)

19

protect) dan kewajiban untuk memenuhi (to fulfill).

Kewajiban untuk melindungi adalah kewajiban negara memberikan perlindungan, termasuk melindungi hak dari intervensi pelaku non-negara (private interference). Dalam hal ini termasuk pula kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah yang perlu, misalnya melakukan pencegahan atas tindakan-tindakan yang dianggap dapat mengancam pelaksanaan hak, atau melakukan penghukuman pada para pelaku pelanggaran. Sementara itu, kewajiban untuk memenuhi mengandung dua jenis kewajiban yaitu; untuk memudahkan (facilitate) dinikmatinya hak yang ada serta kewajiban untuk menyediakan (provide) berbagai hak yang dibutuhkan.

2. Penghormatan Terhadap Masyarakat Hukum Adat Dari Perspektif Hak Asasi Manusia

Masyarakat Hukum Adat memiliki hak asasi yang bersifat kolektif atau solidaritas atau kelompok (hak asasi

(20)

20

khusus) yang menjadi kewajiban negara untuk melindungi dan mengakui keberadaan masyarakat hukum adat sebagai penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat dan kesatuan masyarakat hukum adat yang secara langsung ataupun tidak langsung juga mengakui keberadaan hukum adat dan Pengadilan Adat sebagai institusi satu-satunya yang menyelesaikan permasalahan hukum adat.

Perlindungan hak asasi kolektif atau hak asasi khusus dalam hal ini terkait dengan hak-hak masyarakat hukum adat ini mau menguraikan terkait eksistensi masyarakat hukum adat, hukum adat dan lembaga penegakkan hukum adatnya, maka penulis merasa perlu menerangkan hubungan konsep Hak Asasi Manusia Khusus, Masyarakat Hukum Adat, Hukum atau Aturan-Aturan Adat, Pengadilan Adat, dan Kewajiban Negara.

Secara normatif, pengakuan, perlindungan hukum tehadap hak-hak asasi manusia masyarakat hukum adat mengandung arti negara berkewajiban melindungi, menjamin, memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya)

(21)

21

sebagaimana dinyatakan di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alenia IV. Kewajiban negara merupakan hak warga negara, itulah inti dari hak dan kewajiban negara dan warga negara sebagaimana diteorikan oleh teori perjanjian sosial (du contract).17

Perlindungan hak-hak asasi (kolektif) masyarakat adat dimana ada pengakuan Negara-negara secara Internasional terhadap hak-hak masyarakat adat juga terdapat di dalam United Nations Declaration On The Rights Of Indigenous Peoples Pasal 3 dan Pasal 4 Deklarasi PBB Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Hal ini yang menjadi konsep dasar terkait tanggung jawab negara yang berkewajiban melindungi, mengakui dan menjamin keberadaan masyarakat hukum adat18 dan hak-haknya dalam sistem hukum Indonesia ini terdapat dalam Pasal 18 b ayat (2) dan Pasal 28 I UUD NRI Tahun 1945. Dua Pasal ini

17 Rato, Dominikus, Hukum Adat di Indonesia (Suatu Pengantar).

Penerbit: Laksbang Justitia Suraya, Surabaya, 2014, h. 96.

18

A. Safitri, Myma, Luluk Uliyah, Adat Di Tangan Pemerintah Daerah: Panduan Penyusunan Produk Hukum Daerah Untuk Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, Epistema Institute, Jakarta, 2014. h 45

(22)

22

secara eksplisit menjelaskan pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat, namun tidak menjelaskan secara eksplisit rumusan definisi masyarakat hukum adat. Pasal 18 b ayat (2) dan Pasal 28 I menjelaskan posisi hukum masyarakat hukum adat sebagai subjek hak. Artinya, Konstitusi kita mengatur jaminan konstitusional atas keberadaan hak-hak asasi kolektif masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum penyandang hak19 dan kewajiban.

Sesuai dengan pendapat Breyer: “place judicial

opinions in context, discovering their implications, analyzing their reasoning and suggesting elaboration or modification, dengan outcome untuk make better arguments and craft better decisions in the next case”. Dengan demikian dalam konteks perlindungan Hak Asasi Manusia Masyarakat hukum adat secara spesifik dapat difokuskan pada interpretasi

19

Hak-hak khusus masyarakat adat terkait dengan identitas dan kebutuhan khusus masyarakat hukum adat, yang juga disebut dengan hak tradisional dalam UUD NRI TAHUN 1945 paska perubahan atau hak asal usul dalam UUD NRI TAHUN 1945. Hak asal usul kemudian digunakan kembali untuk menjelaskan hak tradisional masyarakat hukum adat dalam bentuk desa adat dalam UU No.6 tahun 2014 tentang Desa. Hak tradisional atau hak asal usul adalah hak yang bersifat “hak bawaan” yang melekat karena identitas khusus masyarakat adat tersebut.

(23)

23

konstitusi dimana ada kewajiban negara sebagai tanggung jawab negara20.

Dalam teori hukum dikenal 2 macam tanggung jawab,

Pertama tanggung jawab dalam arti sempit yaitu tanggung jawab tanpa sanksi dan yang kedua ialah tanggung jawab dalam arti luas yakni tanggung jawab dengan sanksi. Tanggung jawab dalam istilah bahasa inggris dikenal dengan nama responsibility yang ditujukan pada adanya indikator tertentu yang ditentukan terlebih dahulu sebagai kewajiban yang harus ditaati yang menyebabkan lahirnya tanggung jawab21.

Tanggung jawab Negara meyakini keberadaan masyarakat hukum adat sebagai implementasi dari tujuan negara yang adalah melindungi segenap bangsa Indonesia. Pada hakikatnya tanggung jawab negara adalah kewajiban negara untuk memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi

20 Stephen G. Breyer,” Preface to Colloquim : Akhil Reed Ammar’s

America’s Constitution and Jed Rubenfeld’s Revolution by Judiciarys,” Yale Law Journal, Vol. 11, 2006, 1975 dalam buku Titon Slamet Kurnia,

Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2015, h 5.

21

(24)

24

Manusia kolektif masyarakat hukum adat yang secara langsung juga memberikan jaminan keberadaan Pengadilan Adat sebagai institusi yang menyelesaikan persoalan-persoalan dengan menggunakan instrumen hukum adat yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat.

Berkaitan dengan teori-teori dan kerangka hukum dari pengakuan Hak Asasi Manusia maka Penulis mendorong agar negara berkewajiban mengakui Pengadilan Adat setingkat dengan Pengadilan Umum dalam menerapkan aturan-aturan hukum adat sebagai bentuk penghormatan hak-hak masyarakat adat dengan melihat Pasal 18 B Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 secara eksplisit mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, maka pengakuan Pengadilan Adat merupakan bagian yang utuh dan tidak terpisah dari pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat dan aturan-aturan hukum adat yang menjadi pedoman di dalam lingkungan masyarakat hukum adat.

(25)

25 F. Metode Penelitian

1. Jenis Peneltian

Penelitian Hukum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi.22 Dalam tesis ini menjelaskan prinsip-prinsip hukum dan aturan-aturan hukum berkaitan dengan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat yang merupakan bagian dari perlindungan hak asasi manusia dengan melihat Pengadilan Adat dapat berada dibawah Mahkamah Agung berdasarkan konstitusi.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan

22 Marzuki, Peter Mahmud., Penelitian Hukum, cetakan ke-11, Kencana,

(26)

26

perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.23

Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. 24

Dengan menggunakan penelitian hukum penulis

mencoba untuk mendapatkan dasar hukum tentang adanya persoalan hukum berkaitan dengan Pengadilan Adat sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman dalam sistem hukum di Indonesia.

23Ibid. 24

(27)

27 3. Tehnik Pengumpulan Data

Sumber data penelitian ini diambil UUD NRI Tahun 1945 yang berhubungan perlindungan dan penghormatan hak-hak masyarakat hukum adat terutama terkait dengan eksistensi Pengadilan Adat. Sedangkan sumber informasi yang digunakan sebagai berikut:

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang siap digunakan dalam penelitian. Data sekunder meliputi:

b.1.Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang terkait dengan hak-hak masyarakat hukum adat dan kekuasaan kehakiman yang terdapat didalam UUD NRI Tahun 1945

(28)

28

b.2.Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur tentang Pengadilan Adat, kekuasaan kehakiman, dan sistem pengadilan nasional artikel-artikel baik dari media cetak, dan media internet.

b.3.Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. Dalam penulisan skripsi untuk membantu penulis mengerti istilah-istilah hukum ataupun istilah asing yang mendukung teori ataupun penulisan tesis ini.

(29)

29

4. Unit Amatan dan Analisis a. Unit Amatan

Unit amatan adalah pada peraturan-peraturan yang berkaitan dengan eksistens pengadilan adat sebagai lembaga yudikatif yakni UUD NRI Tahun 1945.

b. Unit Analisis

Unit analisis adalah terletak pada perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat, arti Pengadilan Adat bagi masyarakat hukum adat dan kontruksi konstitusional Pengadilan Adat di bawah Mahkamah Agung.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam penelitian ini disimpulkan bahwa, perjalanan haji ke Puncak Bawa Karaeng adalah bentuk artikulasi dari jemaat Haji Bawa Karaeng, yang

rendah (ketinggian bangunan sampai dengan 12 meter) di lokasi sesuai dengan fungsi jalan lokal/lingkungan, Pelaku pembangunan wajib menyediakan lahan pada lahan

f). Konseling konseling tentang pemanfaatan pekarangan g). Konseling tentang gizi seimbang.. Pengukuran berat badan balita gizi kurang untuk mengetahui tingkat perkembangan

Petir/kilat merupakan gejala listrik alami dalam atmosfer Bumi yang tidak dapat dicegah (Pabla, 1981 dan Hidayat, 1991) yang terjadi akibat lepasnya muatan listrik baik

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Pemberian rayap kering sebanyak 1,50% ke dalam ransum ayam pedaging yang mengandung dedak

Demikian pula sebaliknya, sedangkan Radbruch dalam Notohamidjojo (1975), mengemukakan bahwa ada tiga nilai yang penting, yaitu: 1) Individualwerte , nilai- nilai pribadi

Seperti materi di atas langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan Seperti materi di atas langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan audiens

Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Fasilitas Penerapan Budidaya Padi Fasilitas Penerapan Budidaya Minapadi Melaksanakan Penyaluran Fasilitas Sarana Produksi