• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tutupan makroalga pada terumbu karang di kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tutupan makroalga pada terumbu karang di kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Bali"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tutupan makroalga pada terumbu karang di kawasan konservasi

perairan (KKP) Nusa Penida, Bali

The macroalgae cover at coral reef ecosystem in the Nusa Penida Marine

Conservation Area, Bali

Muhammad Akhyar Maududi*, Oktiyas Muzaky Luthfi

1Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,

Jl. Veteran 6b, Malang 65145, Jawa Timur; Email korespondensi: akhyarmaududi@student.ub.ac.id

Abstract. The interaction between algae and coral is one of the most important of ecological processes in coral

reef ecosystems. They are one of the main food sources in a large number of herbivorous animals in coral reef ecosystems. Makroalgae is also a major competitor in degrading coral reefs at a time when macroalgae gains dominate the coral reefs. Algae growth is relatively very fast, so it can be used as an indicator in the initial study to determine the processes that affect populations and coral reef communities. The purpose of this study is to determine the distribution of macroalgae cover on coral reefs in the Nusa Penida, Bali using the transect quadrant (1x1m2)x 100m method. This study shows that the lowest macroalgae cover at Crystal Bay and the highest in Buyuk can be concluded that the high macroalgae cover is made possible by the large supply of nutrients from the land which becomes the supplier of organic materials that increases the fertility of waters, meanwhile in the waters close to the high seas obtain additional nutrients derived from the lifting of the water mass (upwelling). Data and information are needed for the interest of regional planning towards the future related to the management and utilization of marine resources potential in the coastal area in Nusa Penida, Bali.

Keywords: Transect quadrant, Crystal Bay, Buyuk, Butrients, Fertility of water, Dive

Abstrak. Interaksi antara alga dan karang merupakan hal terpenting dari proses ekologi pada

ekosistem terumbu karang. Mereka merupakan salah satu sumber produsen primer pada sejumlah besar hewan herbivora pada ekosistem terumbu karang. Makroalga juga menjadi pesaing utama dalam mendegradasi terumbu karang pada saat kelimpahaan makroalga mendominasi terhadap terumbu karang. Pertumbuhan alga tergolong sangat cepat, sehingga dapat digunakan sebagai indikator dalam studi awal untuk mengetahui proses yang mempengaruhi populasi dan komunitas terumbu karang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sebaran tutupan makroalga pada terumbu karang di daerah utama wisata penyelaman Nusa Penida, Bali dengan menggunakan metode transek kuadran dengan ukuran (1x1m2) x 100 m. Penelitian ini menunjukan bahwa tutupan makroalga terendah pada Crystal Bay dan tertinggi di Buyuk dapat ditarik kesimpulan jika tingginya tutupan makroalga dimungkinkan oleh besarnya suplai nutrien daratan yang menjadi pensuplai bahan organik yang meningkatkan kesuburan perairan. Sedangkan pada perairan yang dekat dengan laut lepas mendapat tambahan nutrien yang berasal dari pengangkatan massa air (upwelling). Data dan informasi ini diperlukan untuk kepentingan perencanaan pengembangan wilayah ke depannya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya laut di wilayah pesisir di Nusa Penida, Bali.

Kata kunci: Transek kuadran, Crystal Bay, Buyuk, nutrien, kesuburan perairan, penyelaman

DOI: 10.13170/depik.7.1.8864 SHORT COMMUNICATION

(2)

Pendahuluan

Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang identik pada perairan tropis yang bahan penyusun utamanya adalah hewan berkapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur (calcareous algae). Terumbu karang hidup dengan biota di dasar laut lainnya seperti jeni-jenis, Crustase, Echindermata, Polychaeta, Mollusca, Porifera dan Tunicate serta beberapa biota lain yang hidup bebas beberapa jenis plankton dan beberapa jenis ikan. Pada umumnya terumbu karang hidup pada perairan kedalaman 2-15 m dibawah permukaan laut. Ada beberapa tipe terumbu karang dapat hidup tanpa memerlukan cahaya dan hidup di laut dalam. Terumbu tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanthellae. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, mereka sangat sensitif terhadap perubahan kondisi paramerter lingkungan terutama suhu, salinitas, pH, sedimentasi, eutrofikasi (Romimohtarto dan Juwana, 2009; Annas et al., 2017).

Kompetitor merupakan suatu organisme yang dapat mengganggu keseimbangan hidup organisme lainnya. Kompetisi adalah sebuah proses penting dalam penentuan struktur dan komposisi komunitas bentik pada terumbu karang. Salah satu contoh kompetisi yang terjadi pada komunitas bentik ialah kompetisi antara alga dengan terumbu karang. Alga diketahui berkompetisi dengan karang memperebutkan ruang atau cahaya dan interaksi antara keduanya sering diiterprestasikan sebagai superioritas alga karena banyak ketersediaan nutrient (McCook dan Diaz-Pulido, 2001). Makroalga secara taksonomi dibagi menjadi 3 divisi berdasarkan pigmen fotosintesis yang dimilikinya, yaitu: Chlorophyta contohnya (Halimeda macroloba, Halimeda borneensis, Halimeda opuntia), Rhodophyta contohnya (Chondroccus hornemannii, Hypnea sp., Jania sp., Galaxaura rugosa), Ochorophyta contohnya antara lain;

Sargassum crassifolium, S. echinocarpum, S. duplicatum, S. vulgare, Turbinaria ornata dan Padina australis, dan Cyanophyta contohnya antara lain; Chroococcus, Gloeocapsa, Policystis, Oscillatoria, Nostoc dan Rivularia. Secara karakteristik ekologi dan bentuk pertumbuhan dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu: turf alga dengan tinggi <10mm termasuk dalam filamentous mikroalga, makroalga tinggi >10mm dibagi dua grup fleshy dan calcareous, dan terakir crustose alga (McCook dan Diaz-Pulido, 2008).

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida berada di wilayah Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. KKP Nusa Penida memiliki keanekaragaman hayati biota bawah laut yang tinggi karena merupakan salah satu bagian dari kawasan segitiga terumbu karang dunia. KKP Nusa Penida memiliki 1.419 hektar terumbu karang, 230 hektar hutan bakau, dan 108 hektar padang lamun (Tania et al, 2011). Kualitas parameter perairan sangat menentukan keberlangsungan hidup biota pada setiap ekosistem laut. Pada perairan yang subur biasanya senantiasa diikuti oleh tingginya tingkat biodiversitas, misalnya pertumbuhan fitoplankton dan alga. Hal tersebut menunjukan bahwa adanya hubungan antara jumlah nutrien yang masuk ke dalam perairan terhadap peningkatan produktivitas primer hal tersebut sangat berpengaruh pada pertumbuhan makroalga yang pada akhirnya akan berkompetisi memperebutkan habitat dengan terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan tutupan makroalga pada lima titik pada perairan Nusa Penida.

Keberadaan hewan herbivora (pemakan alga) dan ketersediaan nutrien merupakan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan makroalga yang akhirnya secara tidak langsung berpengaruh pada komunitas terumbu karang (Fabricius, 2011). Hewan herbivora, eutrofikasi dan hubungannya dalam kompetisi karang dengan alga kemungkinan besar merupakan hasil dari interaksi yang lebih kompleks. Salah satu dominansi biota autotrof bentik pada ekosistem terumbu karang dapat diprediksi dari hewan herbivora dan jumlah nutrien perairan tersebut.

(3)

Bahan dan Metode

Penelitian yang dilakukan pengukuran penutupan makro alga di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) bulan Oktober 2016 pada 5 titik pengambilan sampel (Gambar 2) antara lain adalah: Sampalan, Toyopakeh, SD Point, Buyuk dan Crystal Bay. Metode yang digunakan pada penelitian menggunakan transek kuadran ukuran 1 x 1 meter. Teknik sampling yang digunakan dengan mengikuti line transect sepanjang 50 meter. Pada setiap jarak 10 meter dilakukan pengukuran dengan menempatkan transek kuadran mengikuti line transect sepanjang 2 x 50 meter. Pada setiap stasiun memiliki 2 titik pengamatan titik pengamatan dimulai dari

reef crest horizontal dengan bibir pantai pada kedalaman 2 – 6 meter (English, 1994). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

Gambar 1. A. Transek kuadran. B. Line transect

Gambar 2. Peta kawasan konservasi Nusa Penida yang menunjukkan lokasi penelitian

Hasil

Hasil menunjukkan bahwa tutupan makro alga di Kawasan Konservasi Nusa Penida berkisar 3,75-41,88%, dimana tutupan tertinggi dijumpai pada stasiun pengamatan Buyuk dan terendek di Crystal Bay (Tabel 1 dan Gambar 1). Tutupan makroalga pada tingkat ketiga adalah SD Point dengan tutupan sebesar 20%. Pada SD Point kurang lebih memiliki kondisi perairan

(4)

laut lepas yang mirip dengan Buyuk dan Sampalan, tetapi perbedaanya tidak ada pelabuhan pada sekitar daerah tersebut. Selanjutnya pada tingkat ke empat adalah Toyopakeh dengan 16.25% dan terakhir Crystal Bay dengan tutupan makro alga paling sedikit yaitu 3.75%, bahkan pada beberapa titik pengamatan di lokasi ini tidak ditemukan adanya makro alga.

Tabel 1. Tutupan makroalga di Kawasan Konservasi Nusa Penida, Bali Jumlah tutupan makroalga (%)

Titik pengamatan

(meter) Sampalan Toyopakeh SD Point Buyuk Crystal Bay

10 11 0 2 2 0 20 5 0 7 10 0 30 1 2 4 4 1 40 7 2 4 4 3 50 6 6 3 6 0 60 7 5 4 10 0 70 2 5 1 7 0 80 2 4 2 9 1 90 7 1 3 8 1 100 8 1 2 7 0 Total 56 26 32 67 6 Persentase 35% 16,25% 20% 41,88% 3,75%

Gambar 3. Grafik persentase tutupan makroalga di KKP Nusa Penida, Bali

Pembahasan

Tutupan makroalga tertinggi adalah pada perairan Buyuk sebanyak 41.89%, dan yang kedua adalah di perairan Sampalan 35%. Kedua perairan tersebut adalah lokasi yang bersebelahan langsung dengan pelabuhan dan menghadap langsung ke laut lepas.

Kemungkinan besar penyebabnya adalah arus dan gelombang yang besar dan aktivitas kapal pada daerah tersebut menyebabkan terumbu karang rusak dan makroalga mendominasi wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumadhidarga dan Moosa (1997) pengembangan wilayah pesisir Kegiatan seperti pengurukan untuk mendapatkan lahan bagi pengembangan industri, perumahan, rekreasi dan lapangan udara ataupun pengerukan untuk memperdalam alur pelayaran bagi pelabuhan atau marina, memberikan dampak yang sangat

(5)

besar karena menyebabkan kekeruhan air dan juga dapat merubah pola sirkulasi air. Kekeruhan akibat sedimentasi dapat merambah ke kawasan yang luas karena sedimen dapat terbawa arus cukup jauh, tergantung pada besar kecilnya partikel sedimen, sehingga dapat mengganggu kehidupan terumbu karang yang letaknya jauh dari lokasi kegiatan (Fabricius, 2011).

Perairan Toyopakeh dan Crystal Bay berbentuk teluk dan berhadapan dengan Pulau Nusa Ceningan sehingga arus dan gelombang pada perairan tersebut tidak terlalu besar dan mengurangi resiko rusaknya terumbu karang. Pada Toyopakeh dan SD Point kemungkinan besar faktor utama pertumbuhan makroalga yaitu nutrien perairan yang berasal dari buangan limbah domestik warga sekitar.

Kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi pada lokasi tersebut yang berasal dari aktivitas pelabuhan dan perumahan warga sekitar. Zat kimia tersebut yang menyebabkan makroalga tumbuh lebih cepat dibandingkan proses pertumbuhan terumbu karang di daerah tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Ruswahyuni dan Pujiono (2009) kondisi nutrien yang kaya di perairan akan membahayakan karang karena kekuatan kompetisinya dalam memanfaatkan ruang yang diperkirakan lebih lemah dibandingkan dengan dengan perkembangan makroalga. Pada Crystal Bay berbentuk teluk tidak banyak ganguan arus dan gelombang dan jauh dari perumahan warga sekitar mengakibatkan perairan Crystal Bay memiliki persentase pertumbuhan makroalga terendah dan menandakan terumbu karang yang paling sehat. Menurut Faizal et al. (2011) pada perairan yang dekat dengan laut lepas, jumlah nutrien tinggi yang berasal dari pengangkatan massa air (upwelling). Ayhuan et al. (2017) Semakin kuat arus maka pertumbuhan makroalga akan semakin cepat dikarenakan difusi nutrien di dalam sel makroalga semakin banyak sehingga metabolisme secara automatis dipercepat. Secara alamiah terumbu karang sebagai tempat menempelnya makroalga mempunyai strategi untuk hidup dimana organisme ini dapat hidup di perairan oligotrofik dengan nutrien sedikit, bahkan akan terganggu ketika nutrien mulai berlimpah. Alga bentik mulai tumbuh bahkan lebih cepat dari pertumbuhan karang dan akhirnya mendegradasi tutupan dan tingkat keanekaragaman terumbu karang daerah tersebut.

Nutrien pada perairan selain dibutuhkan oleh makroalga tetapi juga dibutuhkan oleh karang. Nutrien yang penting sebagai bahan baku proses fotosintesis zooxanthellae di dalam tubuh polip karang adalah nitrat dan amonium (Romimohtarto dan Juwana, 2009). Hubungan antara karang dengan bakteri merupakan salah satu yang hendaknya menjadi perhatian, keberadaan bakteri di dalam polip karang diperlukan sebagai penyedia nutrien dalam proses fotosintesis zooxanthellae pada hewan karang. Selain itu diperlukan dekomposer yaitu bakteri pengurai. Hal ini disebabkan karena adanya bahan organik yang berada di dalam rangka karang dan itu tersedia dalam jumlah yang besar. Ada tiga genera bakteri yang paling umum ditemukan pada reef flat terumbu karang maupun laut dalam yaitu Listeria sp, Bacillus sp, dan

Micrococcus sp (Saputri et al., 2016). Bakteri-bakteri tersebut dapat hidup pada keadaan tanpa oksigen, dan termasuk kategori bakteri fakultatif yang memiliki peranan penting dalam menguraikan bahan organik pada perairan. Tingginya laju dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh nutrien yang berada pada perairan. Bahan organik merupakan salah satu faktor yang memberi konstribusi nutrisi terhadap bakteri (Musdalifah, 2013). Pembahasan diatas menunjukkan bahwa bakteri pengurai pada karang membutuhkan nutrien. Bakteri pengurai pada koloni karang diperlukan sebagai penyedia nutrisi untuk proses fotosintesis

zooxanthellae pada seluruh bagian pada rangka karang. Keseimbangan jumlah ketersediaan nutrien pada perairan merupakan faktor sangat menentukan dalam ekosistem terumbu karang yang berkompetisi dengan makroalga.

(6)

Kesimpulan

Berdasarkan data di atas, secara garis besar tutupan makroalga terendah adalah pada lokasi Crystal Bay 3,75%, Selanjutnya Toyopakeh 16,25%, SD Point 20%, Sampalan 35% dan tertinggi adalah pada lokasi Buyuk 41,88%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingginya tutupan makroalga dimungkinkan oleh besarnya suplai nutrien pada lokasi tersebut dan juga dari daratan sebagai pensuplai bahan organik yang meningkatkan kesuburan perairan. Semakin banyak dan semakin dekat rumah penduduk pada suatu perairan maka semakin banyak pula makroalga yang tumbuh pada perairan tersebut.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada Pimpinan instansi (KKP) Nusa Penida atas dukungannya sehingga dapat melakukan penelitian tentang tutupan makroalga di perairan tersebut.

Daftar Pustaka

Annas, R.A., Z.A. Muchlisin, M.A. Sarong. 2017. Short communication:
Coral reefs condition in Aceh Barat, Indonesia. Biodiversitas, 18(2): 524-529.

Ayhuan, H.V., N.P. Zamani, D. Soedharma. 2017. Analisis struktur komunitas makroalga ekonomis penting di perairan intertidal Manokwari, Papua Barat. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 8(1): 19-38.

English, S.C., Wilkinson, V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine resources. Asean. ASEAN-Australia Marine Science Project, Living Coastal Resources.

Fabricius, K.E. 2011. Factors determining the resilience of coral reefs to eutrophication: A review and conceptual model, in: Dubinsky, Z., N. Stambler (Eds.), Coral reefs: An ecosystem in transition. Springer Netherlands, Dordrecht.

Faizal, A., J. Jompa, N. Nessa, Chairrani. 2011. Pemetaan sebaran tutupan makroalga kaitannya dengan kualitas lingkungan di kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Tahunan VIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makasar.

McCook, L.J., G. Diaz-Pulido. 2001. Competition between corals and algal turfs along a gradient of terrestrial influence in the nearshore central great barrier reef. Coral Reefs, 19: 419–425.

McCook, L.J, G. Diaz-Pulido. 2008. Environmental status of the great barrier reef: Macroalgae (seaweeds). Great Barrier Reef Marine Park Authority. Australia.

Musdalifah. 2013. Distribusi dan kelimpahan bakteri Enterococcus spp. di perairan terumbu karang kepulauan Spermonde Makassar. Skripsi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Papila, S. 2015. Struktur komunitas makroalga di pesisir pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7(1): 129-142.

Parsons, T.R., M. Takahashi, B. Hargrave. 1984. Biological oceanographic processes, 3rd ed. Pergamon Press, New York.

Romimohtarto, K., S. Juwana. 2009. Biologi laut. Djambatan. Jakarta.

Rushwahyuni, W.P. Pujiono. 2009. Kondisi terumbu karang di kepulauan Seribu dalam kaitan dengan gradasi kualitas perairan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(1): 93-101. Saputri, R.A., N. Widyorini, P.W. Purnomo. 2016. Identifikasi dan kelimpahan bakteri pada

jenis karang Acropora sp. di reef flat terumbu karang pulau Panjang, Jepara. Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST). Saintek Perikanan, 12(1): 35-39. Suharsono. 2008. Jenis-jenis karang di Indonesia. LIPI Press, Jakarta.

Sumadhidarga, K., M.K Moosa. 1997. Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang: Sebuah upaya penyelamatan lingkungan pesisir Indonesia. Seminar Nasional "Peran

(7)

pelestarian kehidupan liar dan ekosistemnya dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan" diselenggarakan oleh Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia, YSI (The Indonesian Wildlife Fund. IWF), Jakarta.

Tania, Welly, Muljadi. 2011. Willingness to pay kawasan konservasi perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, Bali. Coral Triangel Center (CTC), Bali, Indonesia.

Received: 6 November 2017 Accepted: 7 May 2018

How to cited this paper:

Maududi, M.A., O.M. Luthfi. 2018. Pengukuran tutupan makroalga pada terumbu karang di kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Bali. Depik, 7(1): 69-75.

Gambar

Gambar 2. Peta kawasan konservasi Nusa Penida yang menunjukkan lokasi penelitian  Hasil
Tabel 1. Tutupan makroalga di Kawasan Konservasi Nusa Penida, Bali  Jumlah tutupan makroalga (%)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam perancangan bentuk bangunan ini yaitu menghasilkan bentuk bangunan yang sesuai dengan identitas arsitektur hijau. Pengolahan bentuk bangunan mengambil

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan

Kecamatan Jatiroto menjadi satu-satunya kecamatan yang termasuk dalam daerah prioritas 1 pada peta rawan pangan dan gizi tahun 2013 adalah Kecamatan Jatiroto namun peta

Teori encoding dan decoding dalam penelitian ini digunakan peneliti untuk melihat bagaimana pemaknaan pemerintah kota Yogyakarta atas pesan yang disampaikan oleh film

Dengan kaedah menghadkan kerugian hanya pada 8% di bawah harga belian, kita dapat pastikan setiap kerugian itu adalah kerugian-kerugian kecil, yang tidak dapat menggugat usaha

Sehingga disini perlu dilakukan analisis kinerja dan analisis tarif yang bertujuan untuk mengetahui kinerja secara keseluruhan bus AKAP trayek Malang-Jakarta,

Sedangkan hasil uji t test yang didapatkan antara nilai post test dari kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen menunjukkan 10,642.n Hasil penelitian tersebut

Berdasarkan kriteria interpretasi data 75% termasuk kualifikasi cukup valid, karena tampilan media animasi secara keseluruhan sudah cukup baik untuk digunakan dalam