• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Malaria

Menurut Zulkoni (2010), malaria berasal dari kata Italia yaitu mal artinya buruk dan area artinya udara. Jadi secara harfiah malaria berarti penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan yang buruk.

Abad ke-19, Laveran menemukan “bentuk pisang” (banana form) dalam darah seorang penderita malaria. Setelah itu, diketahui bahwa malaria disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk (Ross,1897) yang banyak terdapat di daerah rawa (Sorontou, 2013).

Penyakit malaria telah diekanal sejak tahun 1753 dan 1880. Parasit penyabab penyakit malaria ditemukan oleh Laveran. Tahun 1883, morfologi Plasmodium mulai dipelajari, dengan menggunakan larutan metilen biru untuk mewarnai parasit malaria. Tahun 1885, Golgi menjelaskan siklus hidup Plasmodium, yakni siklus skizogoni eritrosik yang disebut siklus golgi. Siklus parasit tersebut dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Bignami (1989).

(2)

Plasmodium merupakan jenis genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini senantiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya, yaitu vektor nyamuk dan inang vertebrata. Sekurang-kurangnya 10 spesies menjangkiti manusia. Spesies lainnya menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia, dan hewan pengerat (Achmadi, 2014).

Menurut Zulkoni (2010), Plasmodium yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia terdapat 4 jenis, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Wilayah tropis merupakan daerah endemik malaria, meskipun penyakit ini dapat dijumpai di daerah-daerah yang terletak diantara 40o Lintang Selatan dan 60o Lintang Utara. Daerah persebaran Plasmodium ovale lebih terbatas, yaitu Afrika Timur, Afrika Barat, Filipina dan Irian Jaya.

2.1.1 Gejala Klinis Malaria

Menurut Sorontou (2013), Gejala klinis utama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium malaria yang menginfeksi manusia adalah demam, anemia, dan splenomegali.

2.1.1.1 Demam

(3)

bermacam-atau limfosit yang mengeluarkan bermacam-macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Necrosis Factor). TNF dapat dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu dan terjadi demam.

Proses skizoni pada keempat Plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda. Skizon setiap kelompok menjadi matang setiap 48 jam pada malaria vivax (tersiana) dan malaria falciparum sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Skizon menjadi matang setiap 50 jam pada malaria ovale, sedangkan skizon menjadi matang dengan interval 72 jam pada malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae. Demam pada Plasmodium falciparum dapat terjadi setiap hari, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dalam satu hari, dan Plasmodium malariae dalam 2 hari.

Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan pertama (firts attack). Setiap serangan terjadi atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan dengan spoorulasi. Timbulnya demam bergantung juga pada jumlah parasit (pyrogenic level, fever therhold). Berat infeksi pada individu ditentukan dengan hitung jumlah parasit (parasite count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris continu). Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodormal, yaitu lesu, sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang diesertai dengan mual dan muntah. Serangan demam yang khas terdiri dari beberapa stadium, yaitu :

(4)

muntah. Kejang-kejang sering menyertai gejala ini pada anak. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium puncak demam, dimulai saat klien merasa dingin sekali, kemudian berubah menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala semakin hebat, disertai mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali, terutama pada saat suhu tubuh naik sampai 41 0C (106 0F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2 samapi 6 jam.

3. Stadium berkeringat, stadium berkeringat ini dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah. Suhu tubuh turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur dengan nyenyak, dan saat terbangun penderita merasa lemah, meskipun sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam. Setelah itu, terjadi stadium apireksia. Lama serangan untuk gejala demam ini untuk setiap spesies malaria tidak sama. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama biasanya disebut relaps.

(5)

periode laten klinis, walaupun ada mungkin parasitemia (parasit di dalam darah) dan parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi. Akan tetapi, stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Serangan demam semakin lama semakin berkurang beratnya kerana tubuh manusia dapat beradaptasi dengan adanya parasit di dalam darah dan respons imun (Sorontou, 2013).

Gejala klinis malaria lainnya adalah badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat, nafsu makan menurun, mual-mual yang kadang-kadang juga muntah, sakit kepala yang berat dan terus-menerus khususnya infeksi Plasmodium falciparum, jika gejala menahun terjadi pembesaran limpa. Pada anak-anak, makin muda usia gejala klinisnya makin tidak jelas, yang menonjol adalah mencret (diare dan pucat karena anemia karena adanya riwayat/kunjungan ke/ berasal dari daerah endemis malaria) (Depkes RI, 1999).

2.1.1.2 Anemia

Anemia pada penderita malaria terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah. Anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale yang hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 21/2 dari seluruh jumlah sel darah

(6)

Derajad anemia tergantung pada spesies parasit Plasmodium yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria kronis. Jenis anemia yang disebabkan oleh penyakit malaria adalah anemia hemolitik, anemia hormokrom, dan anemia normositik. Pada serangan akut hemoglobin turun secara mendadak (Sorontou, 2013).

2.1.1.3 Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Plasmodium yang menginfeksi organ ini dapat difagosit oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini dapat menyebabkan limpa membesar. Pembesaran limpa merupakan gejala khas terutama pada malaria kronis. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid hati. Eritrosit yang tampaknya normal dan mengandung parasit dan granula hemozoid tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid hati. Pada malaria kronis, jaringan ikat semakin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras (Sorontou, 2013).

2.1.2 Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (lihat Tabel 2.1).

(7)

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Jenis Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)

P. Falciparum 9-14 hari (12)

P. Ovale 16-18 hari (17)

P. Vivax 12-17 hari (15)

P. Malariae 18-40 hari (28)

P. Knowlesi 10-12 hari (11)

Sumber: Permenkes RI No. 5 Tahun 2013

2.1.3 Cara Penularan Penyakit Malaria

Penularan penyakit malaria terjadi secara alamiah dan tidak alamiah: 1. Penularan secara alamiah, malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles

betina. Jumlah nyamuk Anopheles sebanyak 80 spesies, dan kurang dari 16 spesies menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia. Bila nyamuk Anopheles betina yang berinfeksi malaria yang mengandung sporozoid menggigit manusia sehat, orang tersebut akan menderita malaria.

2. Malaria bawaan (kongenital) terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria dan penularannya melalui plasenta atau tali pusat. Secara mekanik, penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik dan hal ini banyak terjadi pada para morfinis. Penularan peroral atau melalui mulut merupakan cara penularan yang pernah dibuktikan pada burung dan ayam. Pada umumnya, penularan pada manusia juga berasal dari masusia lain yang sakit malaria. Baik asimtomatik maupun simtomatik (Sorontou, 2013).

2.1.4 Pencegahan Malaria

(8)

1. Mengobati penderita dan penduduk yang peka dan pendiam di daerah endemik

2. Mengobati karier malaria menggunakan primakuin, karena agens tersebut mampu memberantas bentuk gametosit malaria, akan tetapi hindari penggunaan obat tersebut secara massal karena efek sampingnya

3. Memberi pengobatan profilaksis pada individu yang akan memasuki daerah endemis malaria

4. Memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularannya menggunakan insektisida

5. yang sesuai, dengan cara memusnahkan sarang nyamuk Anopheles

6. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu jika tidur, atau menggunakan repelent yang diusapkan pada kulit, jika berada diluar rumah pada malam hari (Sorontou, 2013).

2.2 Epidemilogi Malaria

(9)

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Setelah ditemukannya insektisida DDT dalam tahun 1936-1939 maka pada tahun 1955-1969 diintensifkan. Namun usaha tersebut hanya berhasil disebagian belahan dunia. Terbatasnya pengetahuan mengenai biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria (Harijanto, 2009).Pendekatan epidemiologi malaria menggunakan interaksi antara tiga faktor: Host (penjamu), agens (plasmodium), dan environment (lingkungan). Host terbagi atas dua bagian yakni host definitif yaitu nyamuk Anopheles betina sebagai vektor, dan host intermediated, yakni manusia. Faktor-faktor yang memengaruhi host intermediated adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial, status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas atau keturunan, status gizi, dan tingkat imunitas. Faktor tersebut penting diketahui karena memengaruhi risiko untuk terpajan oleh sumber penyakit atau penyakit (Sorontou, 2013).

2.2.1 Penjamu Perantara (Manusia)

(10)

penjamu intermediated (manusia) adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan), status gizi, dan tingkat imunitas.

a. Usia, merupakan faktor yang penting bagi manusia untuk terjadinya penyakit. Penyakit malaria lebih sering menyerang anak-anak dan lanjut usia, karena mereka lebih rentan terhadap penyakit malaria. Selain itu daya imunitas anak belum sempurna, sedang pada lanjut usia, daya imunitas tubuhnya menurun.

b. Jenis kelamin, penyakit malaria dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan, tanpa terkecuali. Akan tetapi, penyakit malaria yang menginfeksi ibu hamil, terutama parasit malaria falsiparum dapat menyebabkan anemia berat dengan kadar hemoglobin yang kurang dari 5%.

c. Ras, pengaruh perbedaan ras terhadap timbulnya penyakit biasanya disebabkan oleh perbedaan cara hidup, kebiasaan sosial, dan nilai-nilai sosial serta terkadang keturunan dan daerah tempat tinggal.

d. Riwayat penyakit sebelumnya, bagi mereka yang pernah menderita penyakit malaria dan tidak berobat sampai sembuh, penyakit malaria ini akan kambuh atau relaps bila kondisi tubuh menurun.

(11)

f. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi erat hubungannya dengan cara hidup. Apabila keadaan sosial ekonominya cukup, cara memilih sandang, papan dan panganpun cukup. Dengan demikian individu tersebut tidak mudah terinfeksi oleh parasit malaria.

g. Hereditas, pengaruh faktor keturunan berkaitan dengan ras atau golongan etnis.

h. Status gizi, faktor gizi sangat mempengaruhi penderita yang terinfeksi oleh parasit malaria. Individu yang memiliki gizi baik akan mempunyai daya imunitas tubuh yang kuat sehingga parasit dapat mati di dalam tubuh. Sebaliknya, jika gizinya buruk, parasit malaria akan berkembang dengan cepat di dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian, terutama malaria berat.

i. Imunitas, faktor imunitas sangat mempengaruhi serangan penyakit malaria, karena bila imunitasnya baik atau sempurna, penyakit malariapun tidak akan berkembang.

Faktor manusia lainnya adalah angka kematian yang tinggi akibat malaria, angka kesembuhan sesudah menderita malaria, status kekebalan populasi terhadap penyakit ini, dan lingkungan hidup serta cara hidup penduduk di daerah malaria (Sorontou,2013).

2.2.2 Host Definitif (Nyamuk Anhopeles)

(12)

dari 2000-2500 m. Sebagian besar nyamuk ditemukan di dataran rendah (Sorontou, 2013).

Faktor yang harus mempengaruhi nyamuk dan harus diperhatikan adalah tempat berkembang biak nyamuk (breeding places), panjang umur nyamuk, dan efektivitas sebagai vektor penular, serta jumlah spoorozoit yang diinokulasi setiap kali menghisap darah penderita donor maupun resipien. Efektivitas vektor untuk menularakan malaria ditentukan oleh kepadatan vektor dekat permukiman manusia, kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilik, frekuensi menghisap darah yang bergantung pada suhu, jika suhu panas nyamuk akan sering menggigit manusia, lamanya sporogoni (berkembanganya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif), laman Nyamuk di seluruh dunia meliputi kira-kira 2000 spesies, sedangkan hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan cara menginfeksinya berdea-beda tergantung pada spesiesnya. Kebiasaan nyamuk Anopheles betina menggigit pada waktu senja dan subuh, dengan jumlahnya yang berdeda-beda bergantung pada spesiesnya (Sorontou, 2013).

Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk dapat dibagi menjadi : 1. Endofili, kesukaan nyamuk tinggal dalam rumah atau bangunan 2. Eksofili, kesukaan nyamuk tinggal di luar rumah

3. Endofagi, menggigit dalam rumah atau bangunan 4. Eksofagi, menggigit di luar rumah atau bangunan 5. Antripofili, suka menggigit manusia

(13)

Jarak terbang nyamuk terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya (bleeding place). Apabila kecepatan angin kuat, nyamuk dapat terbawa sejauh 30 km. Nyamuk dapat tebawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan penyakit malaria ke daerah yang non endemik (Sorontou, 2013).

2.2.2.1Vektor

Nyamuk jenis ini yang dapat menularkan malaria dalah kira-kira 60 spesies. Di Indonesia menurut pengamatan terakhir ditemukan kembali 80 spesies , sedangkan yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 16 spesies dengan tempat perindukannya yang berbeda-beda. Di Jawa dan Bali Anopheles sundaicus dan Anopheles aconitus merupakan vektor utama, sedangkan Anopheles subpictus dan Anopheles maculatus merupakan vektor sekunder.

Vektor penting yang ditemukan di Sumatera adalah Anhopeles sundaicus, Anopheles maculatus, dan Anopheles nigerrimus, sedangkan sinensis dan letifer merupakan vektor yang tidak penting. Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus banyak terdapat di daerah pantai, sedangkan Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus banyak terdapat di daerah pedalaman (Sorontou, 2013).

(14)

malaria. Mereka memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dll (Harijanto, 2009).

Menurut Achmadi (2005), peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung kepada beberapa faktor antara lain:

1. Umur nyamuk

Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporosoit yakni bentuk parasit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5-10 hari), maka dapat dipastikan bahwa nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor. 2. Peluang kontak dengan manusia

Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak dengan manusia, apalagi nyamuk di daerah hutan. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suka menghisap darah binatang, bila tidak dijumpai ternak juga menggigit manusia. Pada kesempatan inilah nyamuk yang siap dengan sporozit dengan kelenjar ludahnya, menular ke manusia. Peluang kontak dengan manusia, merupakan kesempatan untuk menularkan atau menyuntikkan sporozoit ke dalam darah manusia.

3. Frekuensi menggigit seekor nyamuk

Semakin sering seekor nyamuk yang mengandung menggigit, maka semakin besar kemungkinan dia menularkan penyakit malaria.

(15)

Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu biasanya melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri, perut biasanya meletus dan mati karenanya.

5. Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk

Nyamuk memiliki kebiasaan menggigit di luar maupun di dalam rumah pada malam hari. Setelah menggigit, beristirahat di dalam rumah maupun di luar rumah.

6. Kepadatan nyamuk

Umur nyamuk serta pertumbuhan gametosit di dalam perutnya, dipengaruhi suhu. Suhu lingkungan yang dianggap kondusif berkisar antara 25-30 0C dan kelembaban udara 60-80 %. Kalau kepadatan populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan misalnya populasi hewan atau manusia di sekitar tidak ada, maka akan merugikan populasi nyamuk itu sendiri. Sebaliknya bila pada satu wilayah populasi cukup padat, maka akan meninggalkan kapasitas vektorial yang kemungkinan nyamuk terinfeksi akan lebih banyak.

7. Lingkungan

(16)

berbeda-beda contohnya Anopheles sundaicus lebih suka tempat teduh dan oleh sebab itu pada musim hujan populasi nyamuk ini berkurang. Faktor lain, adalah arus air. Adapun variabel lingkungan lainnya adalah lingkungan kimiawi, sebagai contoh salinitas. Ternyata Anopheles sundaicus memiliki kadar garam dalam air yang kondusif bagi pertumbuhan antara 12%-18%. Lingkungan biologik juga berperan dalam perkembangbiakan vektor penular malaria, misalnya adanya lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang membuat Anopheles sundaicus dapat berkembang biak (Achmadi,2014).

2.2.3 Agent (Parasit Plasmodium)

Agent adalah spesies parasit Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria. Spesies penyakit malaria tetap hidup dan berkembang dan harus ada di dalam tubuh manusia. Penularan malaria bermula dari stadium gametosit dalam tubuh manusia, yang kemudian dapat membentuk stadium infektif atau sporozoid di dalam nyamuk. Sifat spesies parasit berbeda-beda dari satu daerah dan daerah lain. Hal itu dapat mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis. Masa infektif Plasmodium falciparum paling pendek, namun menghasilkan parasitemia paling tinggi, gejala paling berat, dan masa inkubasi paling pendek.

(17)

Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium, yaitu :

1) Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah beriklim dingin, subtropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasinya antara 12-17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

2) Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.

3) Plasmodium ovale, masa inkubasi 12-17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4) Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik. Biasanya berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering kambuh.

2.2.3.1 Siklus Hidup Plasmodium

(18)

a. Sporogoni (Seksual)

Menurut Susana (2011), Siklus sporogoni disebut siklus seksual karena menghasilkan bentuk sporozoit yang siap ditulartkan ke manusia, terjadi di dalam tubuh nyamuk. Siklus ini juga disebut siklus ekstrinsik karena masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk hingga menjadi sporozoit yang terdapat di dalam kelenjar ludah nyamuk. Gametosid yang masuk ke dalam bersama darah, tidak dicernakan bersama sel-sel darah lain. Dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah nyamuk menghisap darah, zigot berubah bentuk menjadi ookinet yang dapat menembus dinding lambung. Di lambung ini berubah menjadi ookista yang besarnya lima kali lebih besar dari ookinet. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit, dengan pecahnya ookista, sporozoit dilepaskan ke dalam rongga badan dan bergerak keseluruh jaringan nyamuk. Bila nyamuk sedang menusuk manusia, sporozoit masuk ke dalam darah dan jaringan, dan mulailah siklus eritrositik.

b. Skizoni (Aseksual)

(19)

berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak teratur. Dalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon. Pembelahan inti skizon menghasilkan merozoit di dalam satu sel hati. Siklus eritrositik dimulai pada waktu merozoit hati memasuki sel darah merah. Merozoit berubah bentuk menjadi tropozoit. Tropozoit tumbuh menjadi skizon muda yang kemudian matang menjadi skizon dan skizon matang dan membelah menjadi banyak merozoit. Kemudian sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan residu keluar serta masuk ke dalam plasma darah. Parasit ada yang masuk ke sel darah merah lagi untuk mengulang siklus skizoni. Beberapa merozoit yang memasuki eritrosit tidak membentuk skizon, tetapi membentuk gametosit, yaitu stadium seksual. Pada waktu masuk ke dalam tubuh manusia, parasit malaria dalam bentuk sporozoit (Susana,2011).

2.2.4 Lingkungan (Environment)

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap parasit malaria di suatu daerah. Lingkungan terbagi menjadi lima bagian :

1. Lingkungan Fisik

(20)

kemungkinan terjadi infeksi parasit malaria lebih kecil. Daerah pegunungan pada umumnya bebas malaria. Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan tempat perindukan vektor. Hal ini sangat memengaruhi keadaan malaria dan dapat berdampak positif atau negatif terhadap keadaan malaria di daerah tersebut. Suhu udara, kelembaban, dan curah hujan merupakan faktor untuk transmisi penyakit malaria (Sorontou, 2013).

2. Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi terdiri atas ikan pemakan jentik nyamuk atau tumbuh-tumbuhan yang berfungsi sebagai biokontrol. Ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan kepala timah, ikan mujair, ikan mas, ikan nila, dan ikan air tawar lainnya dapat digunakan biokontrol larva atau jentik nyamuk. Kolam ikan bandeng merupakan man made breeding palces untuk Anopehles sundaicus, sedangkan pengolahan sawah yang terus-menerus merupakan man made breeding places untuk Anopheles aconitus. Selain itu, berbagai aktivitas pembangunan dapat menyebabkan terjadinya man made breeding places untuk vektor nyamuk, sehingga keadaan dapat memburuk dengan adanya pembangunan.

3. Lingkungan Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk, stratifikasi sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, dll), nilai-nilai sosial, dan kemiskinan dapat mempengaruhi perkembangan parasit malaria.

4. Lingkungan Sosial Budaya

(21)

untuk digigit pun tinggi bila tempat tinggal atau rumah tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.

Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Prinsipnya ialah menciptakan keadaan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk dimana adanya kebiasaan hidup yang membuat tempat perindukan nyamuk seperti membiarkan tergenangnya air di pekarangan dan jarang membersihkan tempat tinggal (Azwar, A. 2002).

5. Lingkungan Kimia

Aliran air yang diberi insektisida seperti abate memang pada awalnya membunuh jentik nyamuk. Akan tetapi, jentik yang mampu bertahan dapat berkembang menjadi spesies nyamuk atau Aedes yang kebal terhadap senyawa insektisida, suhu, udara, kelembaban, curah hujan merupakan faktor penting untuk transmisi penyakit malaria.

2.3 Imunologi Parasit Malaria

Menurut Sorontou (2013), imunologi berasal dari kata “imunis” yang berarti daya tahan tubuh dan “logos” adalah ilmu. Imunologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang sistem imunitas dalam tubuh. Sistem imunitas melibatkan kumpulan sel, jaringan, dan molekul yang aktif dalam kegiatan tubuh. Sistem tersebut membentuk pertahanan tubuh terhadap infeksi yang menyerang tubuh atau terhadap bahan yang merugikan tubuh.

(22)

melibatkan hampir seluruh komponen sistem imun, baik imunitas spesifik maupun nonspesifik, imunitas humoral maupun seluler yang timbul secara alami maupun di dapat sebagai akibat infeksi. Selain itu, imunitas spesifik tampaknya muncul lambat dan hanya bersifat jangka pendek serta barangkali tidak ada imunitas yang permanen. Imunitas bawaan atau alamiah dan yang didapat mungkin dihasilkan pada penderita malaria (Sorontou, 2013).

2.3.1 Imunitas Alamiah

Sebagian besar imunitas alamiah terhadap malaria merupakan mekanisme nonimunologis berupa kelainan genetik pada eritrosit atau hemoglobin (Hb).

1. Hb S (Sickle cell Trait)

Kelainan ini timbul karena adanya penggantian asam amino valin dengan asam amino glutamat pada posisi 57 dari rantai hemoglobin. Bentuk heterozigot dapat mencegah timbulnya malaria berat, namun tidak melindungi tubuh dari infeksi. Mekanisme perlindungannya belum jelas, diduga karena eritrosit Hb S yang terinfeksi parasit lebih mudah dirusak di sistem retikuloendotelial dan/atau penghambatan pertumbuhan parasit akibat tekanan O2 intraeritrosit rendah serta perubahan kadar kalium

intrasel yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit, atau karena adanya akumulasi bentuk heme tertentu yang toksik bagi parasit.

2. Hb C

(23)

3. Hb E

Kelainan ini merupakan varian Hb yang paling umum dijumpai di dunia dan banyak terdapat di Asia Tenggara. Hb E terjadi karena mutasi tunggal, yaitu asam amino glutamin diganti dengan lisin pada posisi 26 dari rantai globin. Mekanisme perlindungannya belum jelas, mungkin karena eritrosit Hb E yang terinfeksi Plasmodium lebih mudah difagositosis oleh sistem imun.

4. Talasemia

Talasemia merupakan kelainan herediter yang mekanisme perlindungannya belum jelas, mungkin karena eritrosit penderita talasemia bila terinfeksi plasmodium lebih banyak mengekspresikan antigen pararit dipermukaan selnya sehingga dapat mengikat eritrosit penderita talasemia yang banyak mengandung Hb F yang kurang menyokong pertumbuhan parasit.

5. Defisiensi Glucose-6 Phosphat Dehydrogenase (G6PD)

Enzim G6PD adalah enzim yang memberi perlindungan tubuh manusia terhadap malaria dan hal ini banyak tampak pada wanita yang heterozigot. Akan tetapi, mekanisme perlindungannya belum jelas, mungkin karena parasit harus beradaptasi untuk tumbuh pada dua populasi eritrosit dengan defisiensi enzim G6DP dan eritrosit dengan enzim normal yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit.

6. Ovalositosis Herediter

(24)

Mekanisme perlindungan tubuh terjadi karena membran eritrisit ovalositosis yang kaku lebih tahan terhadap masuknya merozoit.

2.3.2 Imunitas Nonspesifik

Psorozoit yang masuk ke dalam darah dapat berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh, pertama dengan respon imunitas nonspesifik dan selanjutnya dilakukan oleh respon imunitas spesifik. Respon imunitas nonsepsifik penting karena merupakan pertahanan pertama dalam memberikan perlawanan terhadap infeksi, terutana dilaksanakan oleh beberapa sel sistem kekebalan atau imun, sitokin dan limpa.

1. Leukosit Polimorfonuklear (PMN) atau Neutrofil

Neutrofil atau PMN adalah jenis leukosit yang bekerja dengan cara fagositosis langsung terhadap parasit. Aktivitasnya dapat meningkat bila dirangsang oleh sitokin IFN-γ dan TNF-α yang dihasilkan oleh makrofag dan limfosit T helper. Neutrofil dan fagosit lainnya membunuh parasit dengan cara mengelaurkan radikal bebas baik berupa O2 dependent seperti

superoksida ataupun O2 independent seperti nitrit oksida (NO).

2. Sitokin

(25)

3. Komplemen

Komplemen adalah protein yang bekerja dengan antibodi untuk mengopsonisasi eritrosit yang terinfeksi parasit sehingga kadarnya dapat menurun sesuai dengan keparahan penyakit. Komplemen terutama diaktifkan melalui jalur klasik pada malaria.

4. Limpa

Limpa merupakan organ pertama dan terpenting yang melindungi tubuh terhadap malaria. Limpa berfungsi sebagai tempat filtrasi eritrosit yang terinfeksi parasit dan mengalami deformitas serta eritrosit yang terikat pada antibodi dan komplemen yang untuk selanjutnya dihancurkan oleh makrofag. Selain itu, limpa merupakan tempat untuk mempertahankan antigen parasit dengan sistem imun, dan diduga limpa adalah tempat utama pengaturan sistem imun untuk menentukan bagian komponen imunitas yang diaktifkan, seperti menagktifkan subset limfosit Th-1 atau Th-2.

2.3.3 Imunitas Spesifik

Tanggapan sistem imun spesifik terhadap infeksi malaria mempunyai beberapa ciri khusus, yaitu spesies spesifik, strain spesifik, dan spesifik terhadap stadiun siklus parasit.

1. Spesies Spesifik

(26)

terhadap infeksi ulang dengan Plasmodium vivax. hal ini menunjukkan bahwa kekebalan terhadap malaria bersifat spesies spesifik. Akan tetapi, hasil penelitian di Vanuatu dan Thailand menunjukkan bahwa kemungkinan adanya imunitas silang antara Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum. infeksi Plasmodium vivax di masa anak-anak dapat menimbulkan respon kekebalan yang dapat melindungi tubuh terhadap malaria berat, jika terinfeksi Plasmodium falciparum (protective parsial).

2. Strain atau Varian Spesifik

Berdasarkan percobaan individu yang pernah terinfeksi oleh strain parasit akan kebal bila terpajan ulang dengan strain homolog, namun jika terpajan dengan strain heterolog, dapat terjadi infeksi walaupun mungkin lebih ringan. Demikian pula individu yang sudah kebal disuatu daerah endemis masih dapat jatuh sakit bila ia bepergian ke daerah endemis lainnya karena mungkin orang tersebut terinfeksi oleh Plasmodium pembawa galur-galur yang berbeda, sehingga orang tersebut terkena sakit di daerah baru itu. 3. Imunitas Spesifik Terhadap Siklus Hidup Plasmodium

(27)

antibodi spesifik atau mengaktifkan komponen kekebalan seluler (Sorontou, 2013).

2.4. Iklim

Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimalnya 30 tahun yang sifatnya tetap. Klimatologi ataupun ilmu yang mempelajari tentang iklim, tidak terlepas dari meteorologi, sehingga kadang-kadang meteorologi dianggap sama dengan klimatologi. Meteorologi atau ilmu cuaca menekankan pada proses fisika yang terjadi di atmosfer, misalnya hujan, angin, dan suhu (Kartasapoetra, 2004).

Menurut Lakitan (2002), beberapa faktor berperan menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya di muka bumi. Faktor-faktor yang dominan perannya adalah:

1. Posisis relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang), 2. Keberadaan lautan atau permukaan air lainnya,

3. Pola arah angin,

4. Rupa permukaan daratan bumi, dan 5. Kerapatan dan jenis vegetasi.

(28)

melalui penyelidikan untuk mengetahui yang dikehendakinya, sehingga penyesuaian dan pendekatan dapat dilakukan (Kartasapoetra, 2004).

Perubahan iklim menyebabkan terjadinya kondisi–kondisi ekstrim yang lebih dikenal dengan El Nino. Dibeberapa wilayah yang spesifik kejadian El Nino-Southern Oscillation (ENSO) bisa menyebabkan gangguan pada suhu dan curah hujan dalam rentang waktu 2 sampai 7 tahun (WHO, 2003).\

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa iklim diperhitungkan dari keadaan faktor – faktor cuaca seperti suhu udara, kelembaban udara relatif, curah hujan, kecepatan angin, dan ketinggian permukaan air laut. Berikut kita bahas mengenai unsur – unsur yang berperan penting dalam penentuan iklim baik secara global atau hanya pada wilayah tertentu.

2.4.1 Unsur- Unsur Iklim

2.4.1.1 Temperatur (suhu)

(29)

Menurut Kartasapoetra (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu dipermukaan bumi, antara lain:

1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim. 2. Pengaruh daratan atau lautan

3. Pengaruh ketinggian tempat

4. Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa panas dari sumbernya secara horizontal.

5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer

6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.

7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi

8. Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.

Menurut Ahren (2009), Kita mengetahui bahwa suhu udara kadang dirasakan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Tubuh manusia sangat sensitif dengan keadaan suhu dilingkungannya. Untuk menjaga kestabilan suhu, tubuh kita memanfaatkan makanan menjadi panas yang dikenal dengan metabolisme. Untuk menjaga suhu tubuh tetap konstan, panas tersebut kita produksi dan kita serap sesuai dengan panas yang kita lepaskan. Tubuh manusia melepaskan panas dengan memancarkan sinar infra merah ke lingkungan sekitarnya.

2.4.1.2 Kelembaban (Humanity)

(30)

(Hermansyah, 2008). Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah psychrometer atau hygrometer.

Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu :

a. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram/ m3.

b. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu, dinyatakan dalam g/kg.

c. Kelembaban nisbi atau lembaban relative, yaitu perbandingan antara tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh, dinyatakan dalam % (Kartasapoetra, 2008).

2.4.1.3 Curah Hujan

Kita telah mengetahui bersama, bahwa cuaca berawan tidak selalu mengindikasikan akan terjadi hujan. Pada bagian sebelumnya telah kita membahas mengenai pembentukan awan yang berawal karena adanya penguapan (evaporasi) dari air yang ada di permukaan bumi kemudian menjadi awan dengan proses kondesasi di udara. Awan yang terbentuk terdiri dari butiran uap air. Butiran awan yang masih sedikit, terlalu ringan untuk bisa mencapai permukaan bumi. Untuk jatuh sebagai butiran air, awan tersebut membutuhkan proses kondensasi terlebih dahulu.

Menurut Lakitan (2002) mengutip pendapat Mori dkk membagi tingkatan hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu :

(31)

4. deras (0,25-1,00 mm/menit) dan

5. sangat deras (lebih dari 1,00 mm/menit).

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan sebagai berikut :

1. rendah (0-100 mm)

2. menengah/ sedang (101-200 mm) 3. tinggi (201-400 mm)

4. sangat tinggi (400- >500 mm)

Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan mendatangkan hujan di wilayah Indonesia. Keberadaan benua Asia dan Australia yang mengapit kepulauan Indonesia mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting perannya dalam mempengaruhi pola curah hujan.

Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan melintasi garis ekuator dan mengakibatkan hujan lebat, sedangkan antara bulan April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali mengandung uap air (Lakitan, 2002).

2.4.1.4 Kecepatan Angin

(32)

daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin datang.

Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari suatu tempat ke tempat lain secara horizontal. Massa udara adalah udara dalam ukuran yang sangat besar yang mempunyai sifat fisik (temperatur dan kelembaban) yang seragam dalam arah yang horizontal. Sifat massa udara ditentukan oleh:

1. Daerah atau tempat dimana massa udara terjadi. Jika berasal dari daerah yang banyak air maka massa udara bersifat lembab. Bila berasal dari daerah kering bersifat kering,

2. Jalan yang dilalui oleh massa udara. Bila melalui massa udara yang basah maka akan bersifat semakin lembab karena akan mengisap air dari daerah yang dilaluinya, dan

3. Umur dari massa udara, artinya waktu yang diperlukan mulai dari terbentuk sampai berubah menjadi bentuk lain.

2.5 Perubahan Iklim

Istilah perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) merupakan dua hal yang harus kita pahami dalam arti yang berbeda. Menurut Wolrd Meteorological Organization (WMO), periode minimal dalam pengukuran perubahan iklim adalah 3 dekade, atau 30 tahun (Miller & Spoolman, 2010; Harvey, 2000; WHO, 2003).

(33)

lain terdapatnya variasi radiasi yang dilepaskan matahari, perubahan orbit bumi, perubahan bentang alam, dan perubahan konsentrasi beberapa gas di atmosfer bumi (Aquado & Burt, 2001).

Atmosfer berfungsi menjaga kestabilan suhu permukaan bumi. Perubahan iklim tersebut dipicu karena mulai berubahnya konsentrasi beberapa gas dalam atmosfer. Gas – gas yang beperan dalam proses perubahan iklim tersebut lebih sering dikenal dengan istilah green house gases (Miller & Spoolman, 2010). Isu climate change sering diarahkan kepada peningkatan komposisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya. CO2 merupakan gas yang efektif menyerap

radiasi dan gelombang panas yang dilepaskan oleh matahari. Karbon monoksida hanyalah salah satu gas yang berperan dalam penyerapan radiasi dan gelombang panas matahari. Gas lain yang berperan yang bersifat gas rumah kaca adalah gas methana (CH4), N2O, CFC. (Aquado & Burt, 2001). Sekitar 30% energi matahari

(34)

Gambar 2.1 Efek Gas Rumah Kaca; Sumber : Kidd & Kidd (2006).

Dari gambar 2.1 di atas jelas terlihat bahwa gas rumah kaca tersebut kembali memantulkan energi matahari kembali ke permukaan bumi. Beberapa gas di dalam atmosfer termasuk uap air (H2O), karbon dioksida, gas metana, dan

nitrogen oksida berperan dalam memberikan panas pada bumi. Gas – gas dan uap air tersebut akan menyerap dan melepaskan panas radiasi matahari sehingga memainkan peran penting dalam perubahan suhu dan iklim di bumi. Radiasi matahari yang pancarkan ke bumi ada sebagian yang diserap dan dipantulkan kembali. Radiasi matahari tersebut akan diserap oleh molekul – molekul gas rumah kaca (Miller & Spoolman, 2010).

(35)

sendiri. Ada perbedaan yang jauh lebih tinggi suhu pada akhir abad untuk konsentrasi yang berbeda ( Silver, J. 2008) .

Menurut Kurniawan (2012) yang mengutip pendapat Milller & Spoolman, 2010; Kidd & Kidd, 2006, aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, membuka hutan untuk lahan permukiman, akan melepaskan karbon dioksida, gas methane dan nitrogen oksida ke atmosfer. Atmosfer bumi adalah suatu sistem yang sifatnya beragam dengan variabilitas yang terjadi pada kisaran yang sangat besar baik dalam skala waktu maupun jarak. Variasi – variasi yang kecil sekalipun dalam sirkulasi umum hampir selalu tercermin dalam perubahan perubahan elemen iklim. Beberapa kawasan mengalami peningkatan curah hujan, sedangkan kawasan lain mengalami musim kering. Beberapa daerah berkembang menjadi lebih panas sedangkan pada daerah lain menjadi lebih dingin. Perberdaan mengenai hujan dan suhu udara sering kali cukup mampu mengubah batas – batas iklim yang biasa.

Menurut Kurniawan (2012) yang mengutip pendapat Peace, Rata – rata suhu tahunan Indonesia diketahui telah mengalami peningkatan sejak tahun 1990. Hasil observasi yang telah dilakukan, peningkatan suhu rata - rata tahunan Indonesia mencapai 0,30C. Dampak perubahan iklim yang terjadi diperkirakan juga mempengaruhi curah hujan yang terjadi di Indonesia. Dampak tersebut dapat mempengaruhi sebesar 2-3 % peningkatan curah hujan di Indonesia.

2.5.1 Dampak Perubahan Iklim Bagi Kesehatan Manusia

(36)

fungsi ekosistem, dan kehilangan keanekaragaman hayati merupakan tantangan tersendiri yang juga berdampak terhadap masalah kesehatan (Bappenas, 2010).

Perubahan iklim secara global mempunyai pengaruh terhadap kesehatan lingkungan yang akan dihadapi oleh manusia. Perubahan iklim global akan mempengaruhi kehidupan manusia melalui jalur yang bervariasi dan kompleks (WHO, 2003). Gambar 2.2 berikut mengilustrasikan bagaimana perubahan lingkungan global mempengaruhi kesehatan manusia.

Gambar 2.2 Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Sumber : Bappenas. (2010)

(37)

terjadinya gelombang panas. Selain itu juga terjadi kejadian alam yang ekstrim seperti badai, banjir, kekeringan, dan angin topan yang dapat merugikan kesehatan manusia dalam banyak cara yang bervariasi. Dampak kesehatan yang tidak langsung yang terjadi akibat perubahan iklim antara lain, terjadinya gangguan atau permasalah dalam produksi dan suplai makanan. Menurunnya panen bahan makanan pokok seperti sereal diperkirakan 790 juta jiwa akan terancam kekurangan nutrisi. Selain berdampak terhadap produksi dan suplai bahan pangan, perubahaniklim global ini juga berdampak pada berubahnya pola penularan beberapa penyakit terhadap manusia. Terdapat dua kelompok penyakit yang berpotensi mengalami pola penyebaran terkait dengan perubahan iklim ini, yaitu penyakit yang ditularkan lewat vektor dan penyakit yang ditularkan lewat air (Rose,dkk,2001; WHO, 2003).

Akibat perubahan iklim terdapat beberapa penyakit yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain. Virus West Nile pertama kali ditemukan di Uganda pada tahun 1937. Penyakit tropis ini memasuki negara Amerika pada tahun 1999. Pada tahun 2010 penyekit tersebut sudah menyebar di beberapa negara Inggris dan Kanada . Pemanasan suhu dan kedatangan awal musim semi telah terlibat dalam penyebab wabah . Penyakit yang di tularkan vektor nyamuk lain yang kemungkinan akan bergerak ke utara adalah demam berdarah . penyakit jahat dan kadang-kadang fatal ini muncul di Florida pada 2010. Wabah sesekali terjadi di perbatasan Texas dengan Meksiko ( Weaver , A. 2011) .

1.5.2 Pengaruh Iklim Terhadap Kejadian Malaria

(38)

alamiah. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit. Timbulnya demam berdarah, malaria sering dikaitkan dengan curah hujan dan kelembaban. Di samping itu adanya peningkatan suhu global mengakibatkan perubahan pola transmisi beberapa parasit dan penyakit baik yang ditularkan langsung maupun yang ditularkan oleh serangga. Sebagai contoh, penyebaran nyamuk penular demam berdarah dengue, malaria dan yellow fever akan lebih ke utara atau keselatan katulistiwa seiring dengan pemanasan global. Iklim dan kondisi cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangbiakan vektor-vektor penyebar penyakit dan terjadi perubahan pada masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk. Contohnya, suhu lingkungan yang lebih hangat akan menyebabkan lebih cepatnya pengaktifan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.

(39)

Perubahan iklim dapat juga merubah pola hujan bisa menyebabkan terjadinya banyak tempat untuk perindukan nyamuk. Vektor borne diseases yang menjadi perhatian terkait dengan perubahan iklim adalah penyakit malaria, demam berdarah dengue, dan yellow fever. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak terdahap penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hewan pengerat (rodent-borne diseases) dan penyakit diare. (WHO, 2003;Heines et al., 2006).

Pemanasan global dan perubahan iklim yang ekstrim menyebabkan daratan tinggi menjadi lebih hangat, ini menyebabkan spesies nyamuk penyebar malaria dapat berpindah ke tempat yang lebih tinggi dan berkembang biak. Maka daratan tinggi yang tadinya dahulu tidak terjangkiti malaria mulai menemukan masalah baru. Kasus malaria di daerah tropis meningkat pesat. Setiap tahun setidaknya 200 juta orang terjangkit malaria dan dari jumlah itu sekitar 2 juta orang meninggal. Sebagian besar adalah anak-anak yang tinggal di daerah tropis dan subtropis, termasuk Afrika tengah, Amerika Selatan dan Indonesia (Sejati, 2011).

(40)

curah hujan dapat mempengaruhi meningkatnya tempat penampungan air yang cocok untuk tempat perindukan vektor malaria. Dilaporkan juga siklus el nino dapat berkaitan dengan meningkatnya risiko terhadap malaria (Susanto, dkk, 2009).

Menurut penelitian Suwito,dkk (2010) tentang “Hubungan Iklim,

Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria” di Rajabasa Lampung Selatan menyatakan bahwa, suhu tidak ada hubungan dengan penyakit malaria, sedangkan kelembaban udara memiliki hubungan yang bermakna dengan kepadatan nyamuk Anopheles per orang per malam (MBR), dan terdapat hubungan yang bermakana antara curah hujan dengan kepadatan Nyamuk Anopheles MBR. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Anopheles maka semakin besar kasus malaria pada bulan berikutnya.

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependen

Temperatur udara

Kelembaban

Curah Hujan

Hari Hujan

Gambar

Gambar 2.1 Efek Gas Rumah Kaca; Sumber : Kidd & Kidd (2006).
Gambar 2.2 Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Sumber :

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya data-data tersebut digambarkan dalam sebuah aliran produksi yang menggambarkan kondisi area produksi perusahaan dengan menggunakan value stream mapping,

TFR yang rendah mulai terlihat setelah baby boom kedua, karena TFR yang dibutuhkan oleh negara maju seperti Jepang adalah harus melampaui angka 2, dengan angka kelahiran seperti itu

Makin banyak massa koagulan maka makin tinggi turbiditynya karena pengaruh dari banyaknya koagulan yang dimasukkan kedalam limbah deterjen buatan sehingga

Waktu tinggal (td) yang memiliki efisiensi removal terbesar pada uni t gravel bed flocculator a dalah 4 menit dengan efisiensi removal rata-rata untuk warna

Variabel FDR, NPF, NOM, REO, Suku bunga SBI, Kurs, dan Inflasi secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Syariah periode triwulan I

Based on Relative Agronomic Effectiveness (RAE) of cassava root yield, it can be concluded that 45-36-120-1,000 N-P-K-Organonitrophos kg ha -1 was the best combination dose

[r]

Suatu survei yang menyangkut veteran Vietnam disebutkan bahwa 15% dari veteran tersebut mengalami gangguan stres paca-traumatik sejak kepulangan mereka