BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PELAKSANAAN (Tindakan)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over
behaviorisme). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau situasi yang memungkinkan. Pelaksanaan
(tindakan) memiliki 4 tingkatan:
1. Persepsi (perseption) adalah mengenal dan memilih berbagai objek yang
akan dilakukan.
2. Respon Terpimpin adalah melakukan segala sesuatu sesuai dengan dengan
urutan yang benar
3. Mekanisme adalah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis.
4. Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dan
dilakukan dengan baik.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dengan observasi tindakan tersebut sedangkan tidak langsung
dengan wawancara terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan (Notoatmodjo, 2007).
B. Dokumentasi
1. Defenisi dokumentasi
Menurut Thomas (1994 cit. Mufdlillah, dkk, 2001), dokumentasi adalah
catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, dan tim kesehatan tentang
hasil pemeriksaan, prosedur tindakan pengobatan pada pasien, pendidikan pasien dan
Dokumentasi kebidanan adalah bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan
komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh bidan
dalammelakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim
kesehatan, serta kalangan bidan sendiri (Hidayat, 2009).
2. Tujuan Dokumentasi
Adapun tujuan dari dokumentasi kebidanan adalah sebagai sarana komunikasi,
sarana tanggung jawab dan tanggung gugat, informasi statistik, sarana pendidikan,
sumber data penelitian, jaminan kualitas pelayanan kesehatan, sumber data
perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan.
3. Manfaat Dokumentasi
1. Ditinjau dari aspek administrasi, dokumentasi bermanfaat sebagai sebuah
catatan, karena berkas tersebut mengandung nilai identitas, tanggal masuk
dan keluar serta data askes.
2. Ditinjau dari aspek hukum, dokumentasi bermanfaat sebagai alat
pembuktian yang sah. Isi sebuah berkas menyangkut adanya jaminan
kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka menegakkan hukum
dan menyediakan bahan bukti selama proses pengadilan berlangsung.
3. Ditinjau dari aspek pendidikan, suatu berkas catatan bermanfaat untuk
mendukung kegiatan pembelajaran. Isi dari berkas dokumentasi
menyangkut data / informasi tentang kronologis perkembangan pelayanan
yang telah diberikan kepada pasien.
4. Ditinjau dari aspek penelitian, dokumentasi bermanfaat sebagai penyedia
data untuk keperluan penelitian. Data / informasi yang tercantum dalam
sebuah berkas, dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian dan
5. Ditinjau dari aspek ekonomi, suatu berkas bermanfaat untuk
mendokumentasikan besarnya dana yang harus dikeluarkan, sehingga
mengurangi terjadinya pemborosan. Isi dari sebuah berkas dapat dijadikan
bahan untuk menetapkan pembayaran pelayanan di sebuah institusi
pelayanan kesehatan. Tanpa adanya bukti pencatatan sebuah tindakan,
maka pembayaran atas tindakan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Ditinjau dari aspek manajemen, catatan yang lengkap dan disimpan
dengan baik menunjukkan adanya manajemen data yang baik juga.
4. Aspek – aspek penting dalam dokumentasi
Menurut Depkes (2011), ada beberapa aspek penting dalam pendokumentasian
yaitu :
a. Tanggal dan waktu pada asuhan yang diberikan
b. Identifikasi penolong persalinan
c. Paraf atau tanda tangan (dari penolong persalinan) pada semua catatan
d. Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat, dicatat dengan jelas dan
dapat dibaca.
e. Suatu sistem untuk memelihara catatan pasien sehingga selalu siap tersedia
f. Kerahasiaan dokumen – dokumen medis.
5. Prinsip – prinsip dokumentasi
Dokumentasi yang efektif tergantung pada kegiatan pencatatan oleh individu,
peran, perilaku dan kemampuan individu serta hasil dari sebuah pendokumentasian
juga mempengaruhi keefektifan sebuah dokumentasi, asuhan kebidanan merupakan
suatu kegiatan yang saling berangkaian, setiap hari bidan mengenal, menganalisis,
dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman praktik bidan serta pengetahuan dan
kemampuan bidan dalam mendokumentasikan asuhan kebidanan (Muslihatun, 2009).
Menurut Carpenito (1991), ada tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam
sebuah dokumentasi yaitu, keakuratan data, keringkasan dan kemudahan untuk
dibaca. Ditinjau dari segi tehnik pencatatan, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pendokumentasian antara lain :
a. Menuliskan nama pasien pada setiap halaman catatan bidan.
b. Hendaknya tulisan mudah dibaca, sebaiknya tulisan menggunakan tinta
berwarna hitam atau biru, sehingga apabila hendak digandakan
(difotokopi) tulisan akan tampak jelas.
c. Dokumentasi segera dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian pertama
dan selesai melakukan setiap langkah asuhan kebidanan.
d. Apabila memungkinkan kutip semua kalimat atau kata yang diungkapkan
oleh pasien.
e. Pastikan kebenaran dari setiap data yang akan ditulis
f. Bedakan antara informasi yang objektif dan penafsiran
g. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi pasien
atau muncul masalah baru, respon pasien terhadap tindakan yang diberikan
bidan dan respon pasien terhadap kegiatan konseling oleh bidan
h. Hindari dokumentasi yang bersifat baku, karena setiap pasien adalah
unikdan mempunyai permasalahan yang berbeda
i. Hindari penggunaan istilah yang tidak jelas dan pergunakan singkatan
yang sudah biasa dipakai dan dapat diterima
j. Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan maka tulisan yang salah
tulis kata “salah” diatasnya, serta bubuhkan paraf, selanjutnya tuliskan
informasi yang benar, validitasi data akan berkurang apabila dilakukan
penghapusan informasi
k. Setiap kegiatan dokumentasi cantumkan waktu, tanggal dan jam serta
tanda tangan dan nama terang
l. Bila pencatatan bersambung pada halaman berikutnya, bubuhkan tanda
tangan dan cantumkan kembali waktu pada bagian halaman berikutnya.
6. Dokumentasi dalam pelayanan kebidanan
Kegunaan dokumentasi adalah sebagai data atau fakta yang dapat dipakai
untuk mendukung ilmu dan pengetahuan, sebagai alat untuk mengambil keputusan,
perencanaan, pengontrolan terhadap suatu masalah, dan sebagai sarana penyimpanan
berkas agar tetap aman dan terpelihara dengan baik, sistem dokumentasi adalah
terbuka dan tertutup. Tertutup artinya apabila didalamnya berisi rahasia yang tidak
pantas untuk diperlihatkan, diungkapkan dan disebarluaskan kepada masyarakat.
Bersifat terbuka artinya dokumentasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk
menerima dan menghimpun informasi. Bidan sebagai provider dalam pelayanan
kebidanan bertanggungjawab terhadap dokumentasi. Format dokumentasi kebidanan
telah didesain sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh bidan, semua
format dokumentasi telah terdaftar pada register/nomor catatan medis (PPIBI, 2006).
7. Standar Asuhan Kebidanan
Standar asuhan Kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan
dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat bidan. Menurut Kepmenkes Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 terdiri dari tujuh standar, salah satunya adalah pencatatan
kebidanan dengan pernyataan standarnya adalah setiap bidan harus melakukan
pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan / kejadian
yang ditemukan dan dilakukaan dalam memberikan asuhan kebidanan. Kriterianya
adalah Pencatatan harus dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia ( Rekam Medis / KMS / Status pasien dan Buku KIA),
kemudian ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP, dimana S adalah data
subjektif untuk mencatat hasil anamnesis, O adalah data objektif untuk mencatat
hasil pemeriksaan, A adalah hasil analisis untuk mencatat diagnosis dan masalah
kebidanan, dan P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,
tindakan secara komprehensif, penyuluhan dukungan, kolaborasi, evaluasi, follow up
dan rujukan (Kepmenkes, 2007).
8. Proses manajemen kebidanan menurut Helen Varney (1997)
Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses
pemecahan masalahyang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970,
proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasian, perkiraan,
tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien
maupun bagi tenaga kesehatan. Dalam text book kebidanan yang ditulisnya pada
tahun 1981, proses manajemen kebidanan diselesaikan dalam lima langkah. Namun
setelah menggunakan Varney tahun 1997 melihat ada beberapa hal penting yang
harus disempurnakan sehingga ditambah dua langkah lagi untuk menyempurnakan
teori lima langkah tersebut. Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah
yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik, proses dimulai
membentuk kerangka yang lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun.
Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Langkah 1. Pengumpulan data dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :
1. Riwayat kesehatan
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya
3. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
4. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien.
Langkah 2. Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data dasar
yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik, diagnosis kebidanan yang
ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan yang memenuhi standar
nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur tersebut adalah :
1. Diakui dan telah disahkan oleh profesi
2. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan
3. Memiliki ciri khas kebidanan
4. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan
Langkah 3. Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi, langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien, bidan diharapkan bersiap – siap bila diagnosis / masalah potensial
ini benar-benar terjadi.
Langkah 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien.
Langkah 5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh yang telah
ditentukan oleh langkah – langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa saja yang
sudah teridentifikasidari kondisi klien, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap klien tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah
dibutuhkan konseling, merujuk klien bila ada masalah sosial ekonomi kultural atau
masalah psikologi, setiap rencana asuhan harus disetujui olehkedua belah pihak
(bidan dan klien) agar dapat dilaksanakan dengan efektif.
Langkah 6. Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dari langkah kelima harus
oleh bidan atau sebahagian dilakukan oleh bidan dan sebahagian lagi dilakukan oleh
pasien.
Langkah 7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis, rencana
tersebut dapat dianggap efektif bila benar – benar efektif dalam pelaksanaannya.
Gambar 2.1. Pelaksanaan manajemen kebidanan (Depkes RI, 2003:34).
9. Hubungan manajemen Varney dan dokumentasi SOAP
Manajemen kebidanan merupakan metode/ bentuk pendekatan yang digunakan
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan sehingga langkah-langkah dalam
pengambilankeputusan klinis. Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara benar,
sederhana, jelas dan logis sehingga perlu suatu metode pendokumentasian.
Menurut Helen Varney, alur pikir bidan saat menghadapi klien meliputi tujuh
langkah agar orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan
melalui proses berfikir sistematis, dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
a. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis sebagai langkah 1 Varney.
b. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian yang diperoleh melalui hasil observasi
yang jujur dari pemeriksaan fisik klien, pemeriksaan laboratorium.
c. Analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif
dan objektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosis masalah
2. Antisipasi diagnosis/masalah potensial
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/ kolaborasi,
atau rujukan sebagai langkah II,III dan IV Varney.
d. Planning
Menggambarkan pendokumentasian perencanaan asuhan, pelaksanaan asuhan
dan evaluasi asuhan.
Pencatatan selama kala I harus tepat dan lengkap dan ini akan mempermudah
asuhan dan menjamin keselamatan ibu, janin, dan bayi baru lahir, data-data
khususharus dicatat selama masa intrapartum untuk mempermudah pengkajian dan
Skema 2.2. Keterkaitan antara manajemen kebidanan dan sistem pendokumentasian
SOAP (Rosyati pastuty, 2009. Hlm. 103).
10. Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala 1 persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik, partograf juga merupakan salah satu ALUR PIKIR BIDAN PENCATATAN ASUHAN KEBIDANAN
Pendokumentasian
Implementasi Implementasi
Evaluasi Evaluasi
Soap Notes
Subjektif
Objektif
Asasmen / diagnosis
Plan :
• Konsul
bentuk dokumentasi yang sangat penting dalam persalinan untuk mengetahui secara
dini apakah proses persalinan berjalan secara normal atau terjadinya partus lama.
Halaman depan pada partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase
aktif persalinan dan menyediakan lajur dalam kolom untuk mencatat hasil – hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan yaitu:
a. Informasi tentang ibu yang meliputi nama, umur, nomor catatan medis/nomor
puskesmas, tanggal dan waktu mulai dirawat dan waktu pecahnya selpaut
ketuban.
b. Kondisi janin meliputi djj yang dicatat setiap jam, warna dan adanya air
ketuban dengan lambang U (utuh), J (selaput pecah, air ketuban jernih), M (air
ketuban bercampur mekonium) dan penyusupan (molase) kepala janin.
c. Kemajuan persalinan meliputi pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah
janin atau presentasi janin, garis waspada dan garis bertindak.
d. Jam dan waktu meliputi waktu mulainya fase aktif persalinan dan waktu aktual
saat pemeriksaan atau penilaian.
e. Kontraksi uterus meliputi frekuensi dan lamanya.
f. Obat – obatan dan cairan yang diberikan meliputi oksitosin, obat – obatan
lainnya dan juga cairan infus
g. Kondisi ibu meliputi nadi, tekanan darah, temperatur dan urin (volume, aseton,
protein).
Halaman belakang dalam partograf merupakan bagian untuk mencatat hal – hal
yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran serta tindakan – tindakan yang
dilakukan sejak persalinan kala satu hingga kala empat termasuk pada bayi baru
lahir. Itulah sebabnya pada bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan
persalinan kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah
terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini
sangat penting untuk membuat keputusan klinik terutama pada pemantauan kala
empat untuk mencegah terjadinya perdarahan setelah persalinan. Selain itu, catatan
persalinan yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat dapat pula digunakan untuk
menilai sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan
aman (Depkes, 2011).
C. PERSALINAN 1. Defenisi
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami perempuan, merupakan
pengeluaran hasil konsepsi yang telah mampu hidup diluar kandungan melalui
beberapa proses seperti adanya penipisan dan pembukaan serviks serta adanya
kontraksi yang berlangsung dalam waktu tertentu tanpa ada penyulit (Rohani, dkk,
2011).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010).
2. Sebab – sebab terjadinya persalinan
Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan pada saat kehamilan
adalah estrogen dan progesteron. Estrogen berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas
ototrahim dan mempermudah penerimaan ransangan dari luar seperti ransangan
oksitosin ransangan prostaglandin, ransangan mekanis. Sedangkan hormon.
Progesteron berfungsi menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan
penerimaanransangan dari luar seperti oksitosin, ransangan prostaglandin, ransangan
Pada saat kehamilan, kedua hormon tersebut berada dalam keadaan seimbang,
sehingga kehamilan bisa dipertahankan, perubahan keseimbangan kedua hormon
tersebut menyebabkan kedua oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior
dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi ini akan
menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan dimulai, oleh karena itu makin
tua kehamilan maka frekuensi kontraksi semakin sering (sumarah, dkk, 2008).
3. Tanda – tanda terjadinya persalinan
a. Terjadinya his persalinan, his persalinan mempunyai ciri khas, pinggang
terasa nyeri yang menjalar kedepan, sifatnya teratur, interval semakin
pendek, dan kekuatan his semakin besar dapat memberikan pengaruh
terhadap perubahan serviks, semakin banyak ibu beraktifitas (jalan) maka
kekuatan his semakin bertambah.
b. Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda). Dengan adanya his
persalinan maka terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaan, pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat
pada kanalis servikalis lepas. Terjadinya perdarahan disebabkan oleh
pembuluh darah kapiler yang pecah.
c. Pengeluaran cairan, pada beberapa kasus terjadi pecahnya ketuban yang
menimbulkan pengeluaran cairan, sebagian besar ketuban baru
pecahmenjelang pembukaan lengkap, dengan pecahnya ketuban
diharapkan persalinan berlangsungdalam waktu 24 jam (Manuaba, 2010).
4. Tahapan persalinan a. Kala I (kala pembukaan)
Inpartu ditandai dengan kekuarnya lendir bercampur darah karena serviks
sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran ketika serviks mendatar dan
membuka. Kala 1 persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala 1
dibagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif, dimana pada fase laten
pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung sampai 7-8 jam dan pada fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm),
berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase, yang pertama yaitu fase
akselersi dimana pada fase akselerasi ini berlangsung selama 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm, yang kedua yaitu fase dilatasi maksimal yang berlangsung selama 2
jam, pembukaannya berlangsung sangat cepat hingga mencapai pembukaan 9 cm,
dan yang ketiga yaitu fase deselerasi dimana pada fase ini berlangsung lambat,
dalam 2 jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus meningkat
(kontraksi yang dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10
menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian
terbawah janin. Berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan pembukaan pada
primigravida 1 cm/jam dan pada multigravida 2 cm/jam (Rohani, dkk, 2011).
b. Kala II ( pengeluaran)
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap dan
berakhir hingga laahirnya bayi. Tanda dan gejala persalinan kala dua yaitu Ibu
mempunyai keinginan untuk meneran, ibu juga merasa tekanan yang semakin
meningkat pada rektum dan vagina, perenium ibu terlihat menonjol dan vulva,vagina
dan spingter anal membuka. Dengan kekuatan his dan mengedan maksimal, kepala
perineum, setelah his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk
mengeluarkan anggota badan bayi ( Sarwono, 2011).
c. Kala III ( Pengeluaran Plasenta )
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban, tanda – tanda lepasnya plasenta adalah perubahan
bentuk tinggi fundus uteri, tali pusat sekakin memanjang dan semburan darah
mendadak dan singkat, dalam kala tiga juga terdapat manajemen aktif kala tiga yaitu
pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan
penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus uteri (Depkes, 2011).
d. Kala 1V (Pengawasan)
Kala 1V dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir setelah 2 jam setelah
persalinan. Observasi yang harus dilakukan pada kala 1V adalah tingkat kesadaran,
pemeriksaan tanda–tanda vital : takanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan,kontraksi
uterus dan terjadinya perdarahan, perdarahan masi dianggap normal apabila
jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc (Rohani, dkk, 2011).
D. BIDAN 1. Defenisi
Menurut ICM (Internasional Confederation of Midwives), bidan adalah
seseorang yang telah menjalani program pendidikan kebidanan, yang diakui oleh
negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait tentang
kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal
untuk parktik kebidanan (Soepardan. 2008).
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
denganpersyaratan yang berlaku, dicatat (register), diberi izin secara sah untuk
menjalankan praktek (Sofyan, 2008).
2. Kode etik profesi bidan
Menurut Wahyuningsing ( 2005) dalam bukunya. Kode etik bidan Indonesia
pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres Nasional Bidan
Indonesia X tahun 1988, sedangkan petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam rapat
kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun1991, kemudian disempurnakan dan
disahkanpada Kongres Nasional IBI ke XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam
perilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya
tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab. Secara umum Kode Etik tersebut berisi
7 bab, ketujuh bab dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
g. Penutup (1 butir).
3. Hak dan kewajiban pasien a. Hak Bidan
1) Bidan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
2) Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap
3) Bidan berhak menolak keinginan pasien / klien dan keluarga yang
bertentangan dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi
4) Bidan berhak atas privasi / kedirian dan menuntut apabila nama baik nya
dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
5) Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai
6) Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai
dengan apa yang telah dicapainya.
b. Kewajiban Bidan
Menurut PPIBI, (2006), kewajiban bidan terdiri dari :
1) Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan
hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana
pelayanan dimana ia bekerja.
2) Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan
standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
3) Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang
mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
4) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk didampingi
suami atau keluarga.
5) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
6) Bidan wajib merahasiakan segala ssuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien.
7) Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang
8) Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consen) atas
tindakan yang akan dilakukan.
9) Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan
kepada pasien.
10) Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.
11) Bidan wajib bekerjasama dengan profesi lain dan pihak yang terkait