BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu pada masa dewasa
muda ini mengalami perubahan tanggung jawab dari seorang pelajar menjadi
orang dewasa mandiri dengan menentukan pola hidup baru, memikul tanggung
jawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Mereka diharapkan mampu
mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan, dan nilai-nilai baru yang
sesuai dengan tugas perkembangannya (Hurlock, 1980).
Tahap perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson
menjelaskan bahwa orang dewasa pada tahap ini mulai mendambakan
hubungan-hubungan yang intim dan akrab, serta menyatukan identitasnya dengan
orang-orang lain. Salah satu indikasi yang harus dijalankan orang-orang dewasa muda adalah
peralihan peran menjadi suami atau istri dan orangtua. Masa ini membuat mereka
mulai memilih pasangan dan membina keluarga dengan mengasuh anak dan
mengelola rumah tangga (Hall & Lindzey, 1993). Baik laki-laki maupun wanita
memiliki peranan yang berbeda dalam pencapaian tugas perkembangan ini
sehingga menuntut bentuk-bentuk penyesuaian yang berbeda.
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral bagi setiap orang, dan
kehadiran seorang anak tentu dianggap sebagai suatu berkah. Selain sebagai
kepuasan interpersonal serta memperkuat ikatan pasangan suami istri. Kehamilan
bagi seorang wanita sangat penting, karena merupakan simbol terjadinya transisi
ke arah kedewasaan (Kaplan., dkk, 2010). Sisi lain menyatakan bahwa kehamilan
merupakan salah satu episode dramatis dalam kehidupan seorang wanita.
Persalinan merupakan saat yang dinanti-nantikan oleh ibu hamil, terutama
primigravida (kehamilan pertama) untuk segera dapat merasakan kebahagiaan
melihat dan memeluk bayi yang telah dikandungnya selama berbulan-bulan. Akan
tetapi, kehadiran seorang anak tidak selamanya menjadi suatu kebahagiaan. Bagi
ibu yang menghadapi persalinan anak pertama merupakan suatu pengalaman baru
dan merupakan masa-masa yang sulit (Kusmiyati, 2010).
Kecemasan yang terjadi pada ibu yang akan menjalani persalinan
umumnya disebabkan karena perubahan pola hidup, termasuk kondisi biologis
maupun psikologis. Mereka harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi yang
banyak menyita waktu, emosi dan energi. Sementara itu, mereka tetap dibebani
untuk mengurus kebutuhan rumah tangga (Arindra, 2007). Carpenito (2000)
dalam Handbook of Nursing Diagnosis menjelaskan bahwa kelahiran anak
merupakan salah satu faktor situasional yang berakibat pada pengalaman
kehilangan gaya hidup dan perasaan kehilangan pada diri seseorang atas dirinya
sendiri.
Sejumlah aspek dalam kehidupan wanita setelah melahirkan menunjukkan
bahwa memiliki anak merupakan tantangan dalam kehidupan yang menuntut
penyesuaian. Adapun Nicolson membagi empat aspek yang memerlukan
wanita, yaitu penyesuaian fisik, perasaan tidak aman, adanya sistem dukungan,
dan kehilangan akan identitasnya yang dulu. Faktor-faktor seperti perubahan fisik
dan emosional yang komplek, aktivitas dan peran baru sebagai ibu pada minggu
-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan sangat berpengaruh terhadap
penyesuaian ibu hamil dan melahirkan selanjutnya (Bobak, 2004).
Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang tidak
berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan di atas. Mereka
bahkan dapat mengalami berbagai gangguan emosional dengan berbagai gejala,
sindroma dan faktor resiko yang berbeda-beda. Hasil penelitian terhadap ibu
hamil yang dilakukan oleh Damayanti (2005) menunjukkan bahwa 80% ibu hamil
mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah, takut dan cemas dalam menghadapi
kehamilannya. Perasaan-perasaan yang muncul antara lain berkaitan dengan
keadaan janin yang dikandungnya, ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi
persalinan, serta perubahan-perubahan fisik dan psikis yang terjadi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kartono (1992), bahwa pada usia
kandungan tujuh bulan ke atas, tingkat kecemasan ibu hamil semakin akut dan
intensif seiring dengan mendekatnya kelahiran bayi pertamanya. Disamping itu,
trimester ini merupakan masa riskan terjadinya kelahiran bayi premature sehingga
menyebabkan tingginya kecemasan pada ibu hamil. Setiap kehamilan secermat
apapun direncanakan tetap akan memberikan kejutan bagi calon ibu. Apalagi bagi
wanita yang baru mengalami kehamilan untuk pertama kali.
Setiap ibu yang melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang
2001). Kecemasan pada calon ibu disebabkan adanya rasa takut terhadap
kesehatan, kesulitan keuangan dan masalah-masalah pokok lain dalam kehidupan,
termasuk pengetahuan tentang kehamilan, proses persalinan hingga cara
perawatan bayi yang baru lahir.
Depresi pasca melahirkan terutama pada ibu yang baru pertama sekali
mengalaminya, merupakan masalah yang signifikan dan menjadi perhatian
masyarakat sejak lama. Walaupun terkadang sering tidak terdeteksi karena
minimnya pelaporan. Penelitian menyebutkan bahwa sekitar 10%-20% wanita
yang melahirkan menderita depresi. Ibu yang depresi dapat menyebabkan
gangguan emosional dan kognitif pada bayinya yang baru lahir. Suatu penelitian
mengatakan bahwa sekitar 22% - 34% dari populasi wanita yang hidupnya dalam
kemiskinan dapat mengalami depresi dua kali lipat lebih tinggi (Rahmadani,
2007).
Tidak banyak penelitian di Indonesia yang mengungkap persentase
kejadian dampak pasca melahirkan yang dialami ibu. Hal ini disebabkan karena
dampak (depresi) pasca persalinan masih dianggap sebagai hal yang wajar
sehingga seringkali terabaikan dan tidak tertangani dengan baik (Iskandar, 2004).
Selain ibu merasa enggan menceritakan gejala-gejala yang dirasakannya, pihak
penyedia layanan kesehatan juga menganggap masalah ibu hanya sekedar
“aktivitas hormon” yang bersifat sementara saja dan akan hilang dengan
sendirinya (Beck dalam Novak dan Broom, 1999). Meskipun pihak penyedia
layanan kesehatan memiliki program yang berkesinambungan terkait dengan
lebih pada kesehatan psikologis ibu (Koblinsky dkk., 1997). Padahal wanita
mempunyai kebutuhan khusus karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan,
dan menyusui sehingga memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dalam
hidupnya, baik fisik maupun psikologis (Depkes Indonesia dan United Nations
Population Found, 2001).
Lebih lanjut, tingkat gejala maupun dampak kelahiran anak pertama yang
mungkin terjadi pada ibu tidak dapat diabaikan. Ibu dapat mengalami dampak
negatif seperti postpartum blues hingga depresi postpartum. Penanganan
terhadapnya baru akan menjadi perhatian lebih dan membutuhkan intervensi dari
pihak-pihak profesional karena akan mempunyai dampak lebih buruk terutama
dalam hubungan perkawinan dengan suami dan dengan anaknya (Iskandar, 2004).
Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap, peneliti tertarik untuk meneliti
mengenai Dampak Kelahiran Anak Pertama pada Ibu yang Melahirkan di RSUD
Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana dampak kelahiran anak pertama pada ibu yang
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kelahiran
anak pertama pada ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane
Tebing Tinggi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden ibu yang melahirkan di
Ruang Bersalin RSUD Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
b. Mengidentifikasi perubahan psikologis akibat dari dampak kelahiran
anak pertama pada ibu yang melahirkan di Ruang Bersalin RSUD
Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan masukan yang bermakna untuk meningkatkan asuhan
keperawatan maternitas dan keluarga khususnya mengenai dampak psikologis
yang mungkin terjadi dari kelahiranan anak pertama pada ibu.
2. Bagi Manajemen Rumah Sakit
Meningkatkan kesadaran perawat khususnya perawat di ruang bersalin
untuk memahami perubahan-perubahan psikologis yang mungkin terjadi pada ibu
dalam mengurangi kecemasan dalam menghadapi persalinan dengan mempersiapkan
keadaan fisik dan psikis sebelum masa persalinan.
3. Bagi Peniliti Selanjutnya
Sebagai data dasar bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dalam
konteks ruang lingkup yang sama, sehingga sumber dari setiap kutipan yang
terdapat dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pembanding
dalam mengembangkan penelitian, khususnya keperawatan maternitas dan