• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Klinis Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Klinis Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hati

2.1.1. Anatomi Hati

Hati merupakan organ yang terbesar dalam tubuh. Berat hati

sendiri lebih kurang dua kilogram. Hati memiliki tekstur yang lunak

dan lentur serta terletak di bagian atas kavitas abdominalis tepat di

bawah diafragma pada region hipokondrium dextra dan region

epigastrik yang dilapisi oleh kapsula fibrosa. Hepar dapat dibagi

dalam lobus dextra yang merupakan bagian terbesar dan lobus sinistra

yang kecil. Lobus dextra terbagi lagi menjadi lobus quadrates dan

lobus kaudatus oleh adanya vesika biliaris, fissure untuk ligamentum

teres hepatis, vena cava inferior, dan fissure untuk ligamentum

venosum (Snell, 2012).

Porta hepatis atas hilus hepatis terdapat pada permukaan

posteroinferior, dan terletak diantara lobus kaudatus dan lobus

quadratus . Porta hepatis terdiri dari tiga struktur yaitu : vena porta,

arteri hepatika, dan duktus koledokus yang ketiga struktur ini disebut

sebagai triad hepatis (Snell, 2012).

Batas-batas penting pada hati :

Anterior : pada bagian anterior hepar berbatasan dengan

diafragma,arcus kostalis dextra dan sinistra, pleura

dextra dan sinistra, margo inferior pulmo dextra dan

sinistra, prosessus xyphoideus, dan dinding anterior

(2)

Posterior : diafragma, ren dextra, flexura coli dextra, duodenum,

vesica biliaris, vena cava, esophagus, dan fundus

gastrikus (Snell, 2012).

Gambar 2.1 Anatomi Hati

Sumber: Netter, F., 2006

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :

a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang

kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin

yang larut dalam air, dan mineral.

b. Arteri hepatika, cabang dari arteri coeliaca yang kaya akan

oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica

dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Di

dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien

akan ditimbun atau dibentuk zat baru, yang nantinya zat

(3)

2.1.2. Histologi Hati

Hati diselubungi oleh peritoneum yang terdiri dari simple

squamous epitelium, selain lapisan epitel hati juga dilapisi oleh

jaringan ikat padat yang tidak beraturan (Glisson capsule).

Gambar 2.2 Histologi Jaringan Hati

Sumber : Histologi Dasar Teks dan Atlas Jonqueira

2.1.3. Fisiologi Hati

Secara fisiologis hati memiliki fungsi utama sebagai berikut :

a. Untuk memetabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Proses

metabolisme ini bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya

dapat saling dibentuk. Selain zat-zat diatas hati juga berfungsi

untuk memetabolisme obat-obatan, transaminasi dan deaminasi

asam amino, apolipoprotein, dan untuk memetabolisme asam

(4)

b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe)

serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K),

glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari

tubuh (contohnya : pestisida DDT).

c. Untuk mensintesis bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh

seperti : albumin, faktor-faktor pembekuan darah, feritin,

transferrin, haptoglobin, alfa-1 antitripsin, alfa-2 macroglobulin,

caeruloplasmin.

d. Hati juga memiliki fungsi endokrin yaitu berperan dalam

pemecahan hormon dan sitokin 25-hidroxylasi vitamin D.

e. Hati juga memiliki fungsi sekresi yaitu sekresi empedu yang

berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.

f. Fungsi fagositosis yaitu untuk memfagosit mikroorganisme,

leukosit, dan sel darah merah yang sudah tua atau rusak (Ganong,

(5)

2.2. Sirosis hati.

2.2.1 Defenisi Sirosis Hati

Sirosis hati merupakan tahap akhir dari fibrosis hati dengan

gambaran distorsi arsitektur hati yang dikarakteristikan dengan nodulus

regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan fibrosis padat. Gejala penyakit

sirosis ini mungkin tidak berkembang selama bertahun-tahun dan sering

menunjukan Gejala yang tidak spesifik seperti: anorekia, kelemahan,

dan penurunan berat badan (Shaffer, 2011).

2.2.2. Epidemiologi Sirosis Hati

Kematian yang diakibatkan oleh sirosis hati terjadi peningkatan

secara global diseluruh dunia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir,

pada tahun tahun 1980 angka mortalitas dari sirosis hati sebanyak

676.079 sedangkan pada tahun 2010 angka mortalitas akibat sirosis hati

mencapai lebih dari satu juta orang (Mokdad, dkk., 2014).

Secara epidemiologi penyebab utama dari sirosis hati adalah

penyakit hati alkoholik, infeksi virus hepatitis B kronik, infeksi virus

hepatitis C kronik, non-alkoholik steatohepatitis (NASH). Di negara

berkembang penyebab utama dari sirosis hati adalah infeksi virus

hepatitis kronis, sedangkan di negara maju umumnya penyebab utama

sirosis hati adalah penyakit hati alkoholik (Gunnarsdottir, 2008).

Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan terjadinya sirosis hati

pada beberapa tahun terakhir sebagian besar disebabkan oleh infeksi

kronik virus hepatitis C dibandingkan penyakit hati alkoholik. Studi

penelitian tentang karakteristik pasien tersebut menunjukan bahwa

rata-rata usia penderita sirosis hati adalah 60 tahun, dimana pria lebih

(6)

tertinggi yang diakibatkan oleh sirosis hati berada pada kelompok usia

60-70 tahun (Gunnarsdottir, 2008).

Di Asia dan Sub-Saharan Afrika penyebab terbanyak dari sirosis

hati adalah infeksi kronik virus hepatitis B (Schuppan & Afdhal, 2008).

Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B

menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40 %

sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk

kelompok virus bukan B dan bukan C (Nurdjanah, 2009).

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis hati adalah perdarahan

esophagus, asites, peritonitis bakterialis spontan, encephalopati

hepatikum (Schuppan & Afdhal, 2008).

Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah kesehatan

yang sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingginya angka

kesakitan dan kematian penderita sirosis hati (Sariani, 2010). Di

Indonesia pada tahun 2000 angka mortalitas sirosis hati sebanyak

35.970 kasus sedangkan pada tahun 2010 angka mortalitas akibat

sirosis hati sebanyak 49.224 kasus (Mokdad, dkk., 2014). Dari data

diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas

(7)

2.2.2 Etiologi Sirosis Hati

Sirosis hati merupakan kondisi terminal dari penyakit hati kronik,

etiologi dari sirosis hati masih kurang dimengerti (Price, 2006). Pada

table dibawah ini akan diuraikan penyebab-penyebab dari sirosis hati.

Tabel 2.1 Etiologi dari sirosis hati

Sumber :Buku Ajar IlmuPenyakitDalamPAPDI jilidI,edisi V

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI Jilid III Edisi V

1. Penyakit Infeksi *Buselosis

*Ekinokokus *Skistosomiasis *Toksoplasmosis

*Hepatitis Virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus) 2. Penyakit Keturunan dan Metabolik

4. Penyebab lain atau Tidak terbukti *Penyakit usus inflamasi kronik *Fibrosis Kistik

(8)

2.2.3. Patogenesis Sirosis Hati.

Secara garis besar, Price & Wilson (2006) membagi patogenesis

sirosis hati berdasarkan etiologinya, sebagai berikut :

a.Sirosis Laennec

Sirosis Laennec (sirosis alkohol, portal, dan sirosis gizi)

merupakan pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis

yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Hubungan

antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec tidaklah

diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan alkohol adalah

akumulasi lemak secara bertahap pada sel-sel hati. Akumulasi lemak

pada sel hati berakibat pada gangguan metabolisme yang

menyebabkan pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunya

jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam

lemak. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek

langsung alkohol yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat

juga mengalami defisiensi tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam

askorbat, dan vitamin A. Defisiensi kalori- protein juga sering terjadi.

Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran- lembaran jaringan

ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi

parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat

membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk

portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko

(9)

b. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak

pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh

jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi

dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah

sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis hati. Ciri khas sirosis

pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor

predisposisi timbulnya neoplasma hati primer

(karsinoma-hepatoseluler). Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada

pasien karier dibandingkan pada pasien bukan karier.

c. Sirosis biliaris

Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan

menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe

ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab

tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis

empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan

kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi

lobulus, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Laennec.

Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan.

Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini,

demikian pula pruritus, malabsorpsi, dan stearorea. Sirosis biliaris

primer (yang berkaitan dengan lesi duktulus empedu intrahepatik)

menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang

(10)

2.2.4. Klasifikasi Sirosis Hati

Secara klinis, sirosis hati dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

 Sirosis hati kompensasi, yaitu belum adanya gejala klinik yang nyata. Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat

tidak terlihat perbedaan secara klinis. Sirosis hati kompensasi

biasanya tidak terlihat ikterus dan tidak menunjukan adanya asites. Test

biokimia pada sirosis hati kompensasi menunjukkan hasil yang

normal, sedikit peningkatan yang umumnya terjadi pada nilai

serum transaminase dan gamma-T.

 Sirosis hati dekompensasi, dimana pada tahap ini sudah terlihat gejala klinik yang jelas yaitu : ikterus, asites, perdarahan esofagus, dan

ensefalopati hepatik. Prognosis pada sirosis hati kompensasi sangat buruk

dan perlu dipertimbangkan untuk transplantasi hati (Zipprich, 2012).

Secara konvensional sirosis hati diklasifikasi menjadi :

 Mikronoduler (reguler, monolobuler)

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : irreguler, septal, uniform

monolobuler, nutrisional dan laennec. Gambaran mikroskopis terlihat

septa yang tipis.

 Makronoduler (irreguler, multilobuler)

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : postnekrotik, postkolaps,

biasanya septa lebar.

 Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler Sirosis jenis ini paling sering ditemukan.

(11)

2.2.5.Manifestasi Klinis Sirosis Hati

Menurut Price & Wilson (2006) mengatakan gejala dini pasien

sirosis hati bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi : kelelahan,

anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi

atau diare), berat badan berkurang, mual, dan muntah terutama pada

pagi hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau

kuadaran kanan. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat

dua tipe gangguan fisiologis yaitu :

a. Gagal sel hati/gagal hepatoseluler

Manifestasi klinisnya adalah : ikterus, edema perifer,

kecenderungan pendarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah),

angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatik,

hipoalbuminemia disertai terbaliknya ratio albumin dan globulin serum.

b. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang

berhubungan dengan penyakit hati kronik dan berhubungan dengan

peningkatan tekanan vena portal yang patologis. Peningkatan tekanan

portal akibat peningkatan resistensi vaskular dan aliran darah portal

yang meningkat . Peningkatan resistensi vaskular karena meningkatnya

resistensi intrahepatik dan resistensi kolateral portosistemik. Tekanan

portal normal berkisar antar 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila

terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang bersifat menetap

dan melebihi 15mmHg. Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali,

varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral

lain: Asites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap

(12)

2.2.6 Diagnosis Sirosis Hati

1. Anamnesa

Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan

dengan resiko sirosis hati, berupa :

a. Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom,hepatitis,

nonalkoholik fatty liver disease

b. Konsumsi alkohol yang berlebihan

c. Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik

d. Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,

paracetamol.

2. Pemeriksaan Fisik

Menurut Nurdjanah (2009), temuan klinis sirosis meliputi :

a. Spider angiom-aspiderangiomata (atau spider telangiektasi)

Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda

ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme

terjadinya belum diketahui dengan pasti, diduga terkait dengan

peningkatan kadar estradiol dan testosteron.

b. Eritema Palmaris

Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

Tanda ini tidak spesifik pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan

perubahan metabolisme hormon estrogen. Eritema palmaris ditemukan

pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan

hematolog.

c. Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih

(13)

d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier

e. Kontaktur Dupuyten Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan

kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi

tidak spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa

ditemukan padapasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik,

dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

f. Ginekomastia

Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan

androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan

aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke

arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat

berhenti sehingga dikira fase menopause.

g. Atrofi testis hipogonadisme

Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik

sirosis dan hemakromatosis.

h.Perubahan ukuran hati

Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.

Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

i. Splenomegali

sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi

porta.

(14)

j. Asites

Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi

porta dan hipoalbumimenia.

k. Fetor hepatikum

Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan

konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

l. Ikterus

Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila

konsentrasi bilirubin Dalam darah lebih dari 2-3 mg/dl. Akibat

hiperbilirubinemia Warna urin terlihat gelap seperti air teh.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Urine

Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila

penderita ada ikterus. Pada penderita denga asites, maka ekskresi Na

dalam urin akan berkurang (<4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah

terjadi syndrome hepatorenal (Hadi, 2002).

b. Tinja

Pada tinja terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita

dengan ikterus, ekresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang

tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi

sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwana

(15)

c. Darah

Biasanya dijumpai normostik normokromik anemia yang ringan,

kadang-kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan

asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana

penderita pernah mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru

akan terjadi hipokromik anem (Hadi, 2002).

d. Tes faal hati Nurdjanah (2009) menjabarkan tes fungsi hati pada

sirosis hati berupa :

 Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo asetat (SGOT) meningkat

 Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase (SPGT) meningkat ataupun normal

 AST lebih meningkat dari pada ALT

 Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik

o Promtombine time (PT) memanjang Penderita sirosis hati banyak

mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah

disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,

sedangkan albumin menurun.

4. Pencitraan

 Radiologi Pemeriksaan radiologi yang dapat dimanfaatkan adalah

barium meal pemeriksaan ini dapat melihat adanya varises untuk

konfirmasi hipertensi porta (Nurdjanah, 2009).

 Ultrasonografi (USG)

USG sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya

yang non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya

(16)

sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya

massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan terdapat nodul,

permukaan hati yang irreguler, dan ada peningkatan ekogenisitas

parenkim hati serta sudut hati menjadi tumpul. Selain itu

pemeriksaan USG juga dapat mtrombosis vena porta, serta skrining

adanya karsinoma hati pada sirosis (Nurdjanah, 2009).

 Fibroscan

Fibroscan merupakan suatu alat yang dapat mengukur

derajat fibrosis hati dengan mengukur tingkat kekakuan hati (Liver

stiffness). Fibroscan adalah alat yang noninvasif selain itu pasien

yang diperiksa dengan alat ini tidak merasakan nyeri,serta waktu

yang dibutuhkan untuk memeriksa singkat dan hasilnya bisa

langsung diketahui.

Alat ini berbeda dengan biopsi, biopsi yang dari dahulu menjadi

baku emas dalam penegakan diagnosa dan pemeriksaan derajat

fibrosis hati memiliki beberapa kelemahan yaitu: pemeriksaan yang

invasif, pasienmungkin mngeluhkan rasa nyeri dan perdarahan pasca

pengambilan sampel. Lagi pula,dalam pengambilan sample biopsi,

jaringan hati yang diambil dalam ukuran yang sangat kecil shingga

dapat menimbulkan bias dalam proses penilaiannya. Selain itu

kertebatasan dari biospi adalah bisa terjasi perbedaan interprestasi ahli

patologi anatomi pada sampel yang sama (Afdhal, 2012).

5.Biopsi

Biopsi merupakan baku emas dalam mendiagnosa sirosis hati,

selain itu biopsi juga berperan untuk prognosa dari sirosis hati serta

biopsi juga turut berperan dalam penentuan managemen terapi pasien

sirosis (Rockey, 2009). Gambar dibawah ini memperlihatkan

(17)

Gambar 2.3. Histopatologi Sirosis Hati

Sumber : Buku Ajar Patologi Robin dan Kumar

2.2.7 Komplikasi Sirosis Hati

Komplikasi sirosis hati dapat berupa :

1. Asites dan Edema

Asites adalah timbunan kelebihan cairan yang ada dalam rongga

peritoneum. Asites pertama kali disadari oleh pasien karena

meningkatnya lingkaran perut. Penimbunan cairan yang lebih banyak

dapat mengakibatkan sesak nafas karena diafragma terangkat. Bila

cairan peritoneum melebihi 500ml, asites dapat diketahui melalui

pemeriksaan fisik dengan adanya pekak beralih (Shifting dullness),

(18)

ultrasonografi Doppler dapat mendeteksi adanya asites walau dalam

jumlah yang sangat sedikit dan pemeriksaan iniharus dilakukan apabila

hasil pemeriksaan fisik tidak jelas atau bila penyebab awitan asites tidak

diketahui (Podolsky, 2012).

2. Peritonitis Bakteri Spontan (PBS)

Peritonitis bakteri spontan merupakan komplikasi yang terjadi

secara akut yang dijumpai pada pasien sirosis hati tanpa adanya sumber

infeksi yang jelas. Gambaran yang khas pada kelainan ini adalah awitan

mendadak demam, menggigil, nyeri abdomen generalisata, dan nyeri

lepas abdomen disertai dengan cairan asites yang keruh dengan hitung

sel darah putih yang tinggi dan biakan bakteri yang positif. Namun

gejala klinis yang timbulmungkin minimal, dan sebagian pasien hanya

memperlihatkan perburukan ikterus dan ensepalopati tanpa keluhan

abdomen lokal (Podolsky, 2012).

3. Pendarahan Varises Esofagus(PVE)

Perdarahan varises sering terjadi tanpa faktor presipitasi yang jelas

dan biasanya muncul sebagai hematemesis masif yang tidak nyeri

dengan atau tanpa melena. Tanda yang menyertai bervariasi mulai dari

takikardi postural ringan sampai syok berat bergantung pada jumlah

darah yang keluar dan derajat hipovolemia. PVE ini terjadi akibat

peningkatan tekanan vena porta, sehingga vena-vena di bagian bawah

esofagus dan bagian bawah atas lambung akan melebar, sehingga

timbul varises esofagus dan lambung. Semakin tinggi tekanan

portalnya, semakin besar varisesnya, dan makin besar kemungkinannya

pasien mengalami pendarahan varises (Podolsky, 2012).

4. Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatik (portal-sistemik) merupakan suatu kompleks

(19)

dan prilaku,perubahan kepribadian, tanda neurologik yang

berfluktuasi, asteriksis, dan perubahan ensefalografi yang khas.

Penyebab spesifik dari ensefalopati hepatik tidak diketahui secara

pasti. Beberapa pengamatan menunjukan bahwa peningkatan asam

gamma-aminobutirat (GABA), neurotransmitter penghambat, dalam

Susunan saraf pusat (SSP) berperan dalam menurunkan kesadaran

pasien. Peningkatan GABA SSP mencerminkan kegagalan hati untuk

menarik asam amino prekursor atau untuk membuang GABA yang

dihasilkan di usus. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak

terhadap sebagian Zat ini mungkin merupakan faktor awal yang

terlibat dalam patogenesis ensefalopati hepatikum (Podolsky, 2012).

5. Sindroma Hepatorenal

Sindroma hepatorenal merupakan komplikasi yang serius pada

pasien sirosis dan ditandai dengan perburukan azotemia disertai

resistensi natrium berlebihan (Isselbacher, 2012). Pada sindrom

hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal

(Nurdjanah, 2009). Penyebab pasti sindroma ini tidak diketahui,tetapi

tampaknya melibatkan perubahan struktural hemodinamik ginjal. Pada

pemeriksaan struktural Ginjal biasanya utuh,urinalisa, dan pielografi

juga menunjukan hasil pemeriksaan yang normal (Podolsky, 2012).

6. Perdarahan Saluran Cerna

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling

berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang

merupakan penyebab dari sepertiga kematian. Perdarahan saluran

cerna merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat

terjadinya ensefalopati hepatik (Price & Wilson, 2006).

(20)

8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)

Kanker hati pada mulanya tidak terdeteksi secara klinis karena

kanker ini sering timbul pada pasien yang telah menderita sirosis hati.

Gambaran yang paling sering dijumpai adalah nyeri abdomen disertai

adanya massa pada kuadran kanan abdomen atas. Ikterus jarang

terjadi, kecuali terdapat perburukan hebat fungsi hati atau sumbatan

mekanis saluran empedu. Pada pemeriksaan laboratorium sering

terdapat peningkatan kadar fosfatase alkali dan peningkatan kadar

alfa-feto protein (Dienstag, 2012).

2.2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hati

Menurut (Garcia-Tsao et al, 2009) penatalaksaan sirosis hati dapat

dibagi berdasarkan stadiumnya :

1. Sirosis kompensasi

Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah

mengobati penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C,

alkohol, steatohepatitis non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini

komplikasi dari sirosis

2. Sirosis dekompensasi

Pada stadium dekompensasi, tujuan dari pengobatan adalah

mengobati atau meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis,

(21)

a. Asites

Pasien sirosis dengan asites dianjurkan untuk tirah baring dan

pembatasan asupan garam harus juga dilakukan karena diet rendah

natrium merupakan tonggak utama terapi. Diet rendah natrium sekitar

800 mg(2 gram NaCl) mampu untuk menginduksi keseimbangan

natrium negatif dan memungkinkan terjadinya diuresis. Diet rendah

garam biasanya dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik.

Awalnya dengan pemberiam spironolakton dengan dosis 100-200 mg

sekali sehari,obat ini karena kerjanya yang perlahan dan sifatnya yang

mempertahankan kalium darah dalam batas normal(potassium-sparing

effect).

Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5

kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema

kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa

dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.

Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar, pengeluaran asites bisa

hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin (Podolsky,

2012).

b. Ensefalopati hepatik

Pada pasien ensefalopati hepatik dianjurkan untuk memakan

makanan yang mengandung kadar protein yang rendah, agar

pembentukan amonia dalam darah berkurang. Pemberian

Laktulosa(suatu disakarida yang tidak diserap yang berperan sebagai

laksatif osmotik, sirup laktulosa dapat diberikan dengan dosis 30-50

ml setiap jam sampai tinjanya pasien lunak kemudian dosis

disesuaikan(biasanya 15-30 ml tiga kali sehari). Neomisin juga bisa

digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia dengan

(22)

c. Perdarahan varises esofagus

merupakan kegawatdaruratan sehingga perlu dilakukan perkiraan

dan pergantian atas darah yang keluar untuk mempertahankan volume

intravaskular. Bila kondisi hemodinamik pasien telah stabil maka

perlu dilakukan kajian diagnostik yang lebih spesifik (endoskopi) dan

modalitas terapeutik lainnya untuk mencegah perdarahan berulang.

Penatalaksanaan medikamentosa pada perdarahan varises akut

adalah dengan pemberian vasokonstriktor(vasopresin dan

somatostatin), setelah itu beta-blocker juga dapat diberikan ketika

pasien sudah stabil, emudian pasien dipersiapkan untuk dilakukan

band ligation atau sclerotherapy atau ballon tamponade. Apabila

perdarahan juga masih berulang maka perlu dipikirkan untuk tindakan

Transjugular intrahepatic portosystemic stent shunting(TIPSS),

tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam sistem vena

portal sehingga diharapkan perdarahan berulang tidak terjadi lagi

(Podolsky, 2012).

d. Peritonitis bakterial spontan

Pada pasien sirosis yang mengalami komplikasi PBS pasien harus

diberikan terapi empirisn antibiotika seperti sefotaksim intravena,

amosilin, atau aminoglikosida. Terapi antibiotik spesifik dapat

diberikan apabila mikroorganismenya telah teridentifikasi, terapi

(23)

e. Sindrom hepatorenal

Terapi biasanya kurang memberikan hasil yang memuaskan.

Walaupun sebagian pasien yang mengalami hipotensi dan penurunan

volume plasma berespon terhadapinfus albumin rendah garam ,

penambhan volume harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah

tmbulnya perdarahan varises. Terapi vasodilator termasuk pemberian

infus dopamin tidak efektif (Podolsky, 2012).

2.2.9. Prognosis Sirosis Hati

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh

beberapa faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi,

dan penyakit penyerta lainnya pada pasien. Klasifikasi Child-Pugh

(tabel 2.2), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis hati yang akan

menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar albumin,kadar bilirubin,

ada tidaknya asites dan ensefalopati serta status nutrisi. Klasifikasi

Child-pugh juga berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien Child A, B, C

(24)

Tabel 2.2. Child-Pugh Klasifikasi

Sumber :WWW.hepatitisConline.com

2.2.10. Pencegahan Sirosis Hati

Pencegahan sirosis hati adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Pencegahan dapat

dilakukan dengan menghilangkan faktor pencetus. Yang paling

penting adalah penjagaan organ hati agar jangan sampai berkembang

(25)

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk

mendeteksi dini penyakit sirosis hati. Bila penyebab sirosis hati itu

adalah alkohol, sebaiknya konsumsi alkohol dihentikan. Bila

penyebabnya perlemakan lemak akibat malnutrisi atau obesitas maka

diberikan diet yang tinggi protein dan rendah kalori.

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier biasanya dilakukan untuk mencegah

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Hati
Gambar 2.2 Histologi Jaringan Hati
Tabel 2.1 Etiologi dari sirosis hati
Gambar 2.3. Histopatologi Sirosis Hati
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki kelayakan dan pengalaman dalam menyelenggarakan program Pendidikan jenjang lanjutan tingkat atas, untuk seterusnya

[r]

TREND COMPETITIONS MA PLUS AL-AQSHA TAHUN 2017 ANTAR SMP/MTs SE-KECAMATAN CIKALONG DAN SEKITARNYA SMP N 3 CIKALONG MTs

[r]

[r]

Berdasarkan kesepakatan tersebut di atas, tidak terdapat keuntungan atau kerugian dan piutang atau kewajiban yang harus dicatat oleh Perusahaan dalam laporan

pengembalian periodik yang konstan atas investasi bersih Perusahaan dan Anak perusahaan sebagai lessor dalam sewa pembiayaan. Lease payment receivable is treated as

Di awal tahun 2014, untuk meningkatkan kinerja perusahaan, PT Dahana (Persero) menggelar rapat yang biasa dilakukan setiap tahun, yaitu Rapat kerja (Raker) Penjabaran