• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Budaya Yang Terdapat Pada Ungkapan Lingual Dalam Tradisi Suroan Adat Jawa di Dusun Namu Uncim B: Kajian Antropolinguistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Budaya Yang Terdapat Pada Ungkapan Lingual Dalam Tradisi Suroan Adat Jawa di Dusun Namu Uncim B: Kajian Antropolinguistik"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian “Nilai Budaya Yang Terdapat Pada Ungkapan Lingual Dalam Tradisi Suroan Adat Jawa di Dusun Namu Uncim B: Kajian Antropolinguistik”

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). Dengan demikian penelitian ini akan terkonsep sebagai berikut:

2.1.1 Nilai

Nilai adalah sesuatu yang menyangkut baik dan buruk. Pepper (dalam Djajasudarma 1997:12) menyatakan bahwa batasan nilai mengacu pada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban, agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, atraksi, perasaan, dan orientasi seleksinya.

2.1.2 Ungkapan Lingual

Ungkapan (expression) adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna (Kridalaksana, 2001: 250). Ungkapan lingual dalam penelitian ini adalah aspek grafemis unsur yang mendukung makna lingual.

2.1.3 Bentuk lingual

Kridalaksana (2008: 32) menyatakan bahwa bentuk (form) adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis.

2.1.4 Tradisi Suroan

Merupakan adat istiadat yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa setiap bulan Suro atau bulan Muharram dalam Islam.

(2)

7 2.2 Landasan Teori

Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasan etnik, kepercayaan, etika berbahasa, adat istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa (Sibarani, 2004:50).

Dalam menganalisis bentuk-bentuk lingual menggunakan teori Widdowson, (1997:3). Widdowson membagi bentuk-bentuk lingual menjadi 4 kelompok, secara hierarkis dapat dilihat pembagiannya sebagai berikut :

1. Morfem, yaitu bentuk yang dapat membedakan makna atau mempunyai makna.Wujud morfem dapat berupa imbuhan, partikel dan kata dasar.

2. Kata, yaitu kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat dipakai dalam berbahasa. 3. Frasa, yaitu satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak melampaui batas

fungsi baik fungsi S, P, O atau fungsi-fungsi lainnya.

4. Kalimat, yaitu satuan gramatikal yang didahului dan diakhiri kesenyapan akhir yang berisi pikiran yang lengkap dalam ujaran.

Dalam penelitian ini teori yang digunakan dalam menganalisis nilai-nilai budaya menggunakan teori Sibarani (2012:133). Menurut Sibarani, jenis kearifan lokal mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (1) kesejahteraan, (2) kerja keras, (3) disiplin, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6) gotong-royong, (7) pengelololaan gender, (8) pelestarian dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10) kedamaian, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13) kesetiakawanan sosial, (14) kerukunan dan penyelesaian konflik, (15) komitmen, (16) pikiran positif dan rasa syukur (17) religi. Sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagaian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

(3)

8 2.3 Tinjauan Pustaka

Oktavianus (2006) dalam tulisan jurnalnya yang berjudul Nilai Budaya Dalam Ungkapan Minangkabau: Sebuah Kajian Dari Perspektif Antropolinguisti’ mengatakan bahwa cara berpikir orang Minangkabau bersifat metaforikal. Sifat dan ciri alam dimetaforakan ke sifat dan pelaku manusia. Sistem nilai budaya merupakan pedoman yang dianut oleh setiap anggota masyarakat terutama dalam bersikap dan berperilaku dan juga menjadi patokan untuk menilai dan mencermati bagaimana individu dan kelompok bertindak. Terdapat 4 nilai budaya di dalamnya yaitu: (1) nilai kerja keras, (2) nilai rasa solidaritas, (3) nilai pencitraan, (4) nilai etika, moral, dan sopan santun.

Efrida sinaga (2010) dalam skripsinya Makna Nama Orang Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Balige menjelaskan bahwa pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige dilakukan dengan cara adat istiadat (proses) berupa upacara penyambutan sampai kelahiran, hingga pemberian nama. Upacara adat ini harus melalui tahapan dalam upacara khusus yang dilaksanakan oleh pihak hula-hula (pihak pemberi istri) baik itu pemberian nama orang maupun sebutan (nama panggilan) yang disandangnya. Jenis nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige, pranama, goar, sihadakdanahon, panggoaran goa-goar, dan marga. Nama-nama orang pada masyarakat Batak Toba mengandung makna pengharapan dan makna kenangan. Selanjutnya nama-nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige mengandung nilai pragmatis, yaitu konotasi formal, konotasi nonformal, konotasi kelaki-lakian dan konotasi kewanitaan, sejalan dengan pendapat Van Buren.

Budiwati (2011) dalam tulisan jurnalnya yang berjudul Representasi Wacana Gender Dalam Ungkapan Berbahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris mengatakan berdasarkan analisis

secara intralinguistik, idiom dan peribahasa Indonesia dan Inggris yang mengandung wacana

gender berbentuk Nomina, Frase nomina, Frase verba, Frase adjektiva, Frase preposisi, Anak

kalimat, Kalimat Tunggal, Kalimat Tunggal/Sederhana (subjek dihilangkan/Elliptical sentence),

Kalimat Majemuk Setara, Kalimat Majemuk Bertingkat, dan Kalimat Majemuk Campuran. Dari

analisis makna dan acuan, diketahui adanya makna beragam: kelemahan dan kelebihan

seseorang, kesuksesan, pernikahan, seksualitas, hal-hal negatif, dan kebijaksanaan. Dilihat dari

pelakunya, idiom dan ungkapan tersebut mengacu kepada jenis kelamin laki-laki atau

perempuan.

(4)

9

Elviani (2012) dalam skripsinya yang berjudul Leksikon Dalam Pengobatan Trdisional Melayu Sakai Di Desa Kesumbo Ampai: Kajian Antropolinguistik menjelaskan deskripsi dan klasifikasi leksikon dalam pengobatan tradisional Melayu Sakai di desa Kesumbo Ampai dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu (1) kegiatan dalam pengobatan, (2) alat dan bahan yang digunakan, (3) mantra yang digunakan dalam pengobatan. Leksikon alat dan bahan serta kegiatan dalam pengobatan diklasifikasikan menjadi tiga. Pertama, leksikon berdasarkan bahan pengobatan tradisional. Adapun penggunaan bahannya, yaitu (a) batang tumbuhan, terdiri dari gotah inggu, gula, kemonyan, dan koteh; (b) daun tumbuhan, terdiri dari kumpai, cekoau, lenjuang, sesugi, tembakau, daon pandan, daon kledek, gambia, siyieh dan daon puleh padi; (c) buah tumbuhan, terdiri dari kelambia, bawang putieh, minyak makan, potai cino, boeh dan rimbang; (d) rimpang tumbuhan, terdiri dari kunyit molai, lengkueh dan ompua kunyit; (e) akar tumbuhan yaitu akabotiak; (f) bahan pengobatan yang mengacu pada bahan yang terbuat dari bahan kimia yaitu, sasadan balsam; dan (g) leksikon bahan pengobatan tradisional yang berasal dari hewan, terdiri dari ikan bada dan anak ayam bau menoteh. Nilai-nilai budaya yang terdapat pada mantra pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai ada 7, yaitu: nilai religi, nilai kesehatan, nilai kesetiakawanan sosial, nilai peduli lingkungan, nilai kejujuran, nilai pendidikan dan nilai kesejahteraan.

Surbakti (2014) dalam tulisan jurnalnya yang berjudul Nilai Budaya Dalam Leksikon Erpangir Ku Lau Tradisi Suku Karo: Kajian Antropolinguistik menjelaskan bahwa deskripsi dan klasifikasi leksikon erpangir ku lau dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) alat dan bahan dan (2) kegitan pada saat proses erpangir ku lau. Leksikon kegiatan proses erpangir ku lau mengandung a. prefiks er-,ng-,pe,-er- terdapat pada leksikon ercibal ‘mempersembahkan’, ngilling ‘menggiling’, dan sebagainya. b. sufiks -en dan -i terdapat pada leksikon pajuh-pajuhen ‘yang dipuja’, pangiri ‘melangiri orang lain’. c. infiks -in- terdapat pada leksikon jinujung ‘ilmu atau pengetahuan magis yang dimiliki’, dan d. konfiks pe-na, ng-ken, n-i.pada leksikon pemetehna ‘kemampuan magisnya’, ngampeken ‘meletakkan’, dan ngilingi ‘menggilingi’. Nilai budaya dalam leksikon erpangir ku lau tradisi suku Karo mengandung nilai-nilai budaya yaitu (1) nilai keharmonisan dan kedamaian, (2) nilai kesejahteraan, (3) nilai religius, (4) nilai yang berorientasi dengan alam(lingkungan), dan (5) nilai sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang akan dibahas yaitu mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mahasiswa dalam pembelian smartphone dengan menggunakan metode analisis faktor,

Dalam aplikasinya, Toko utama digambarkan sebagai pemasok/server yang berhubungan dengan reseller /client dimana beberapa reseller/client menggunakan OS yang berbeda

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan, 2016, Pembuatan Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Sawah Lestari) Kabupaten Batang (Laporan Akhir).. maupun lisan diteliti

Sampai disitu implementasi Power Line Adapter sebagai media transmisi untuk komunikasi data sudah dapat digunakan, baik sebagai jaringan komputer biasa maupun

Objek pemotongan adalah atas penghasilan berupa bunga dengan nama dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh dari deposito atau tabungan serta sertifikat

Penggantian anggota Depeprov yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diusulkan oleh Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi yang

Pertumbuhan produksi industri manufaktur Mikro dan Kecil ( y-on-y ) Provinsi Sumatera Barat pada triwulan I tahun 2014 mengalami pertumbuhan positif sebesar

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG RENCANA AKSI NASIONALPENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK.