• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Chapter III V"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SETELAH TERBITNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris

1. Asas-Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris

Asas-asas hukum yang menjustifikasi kedalam norma-norma hukum di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.98Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentangUndang-Undang-Undang-Undang Jabatan Notaris mengandung asas-asas atau prinsip-prinsip didalamnya sekaligus sebagai jiwa daripadaUndang-Undang Jabatan Notaris itu sendiri, artinya jika asas-asas atau prinsi-prinsip itu tidak dijalankan oleh Notaris sebagai pihak yang berwenang melaksanakan tugas dan kewajiban dalam pembuatan AktaOtentik, maka Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut tidak berfungsi sama sekali.

Asas-asas yang terkandung di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris antara lain adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas kepercayaan, asas kehati-hatian, dan asas profesionalitas. Sebagai Notaris yang baik, asas-asas ini tidak dikesampingkan atau dilepaskan dari pelaksanaan tugas dan kewajiban Notaris.Notaris yang baik dimaksud adalah Notaris yang menjalankan tugas dan

(2)

kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris.

1. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum terdapat pada bagian konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: “NegaraRepublik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan”.99Selanjutnya, “Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu”.100Selanjutnya asas ini disebutkan bahwa “Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum”.101

Dalam pengaturan Undang-Undang Jabatan Notaris juga ditentukan asas ini dan berulang-ulang pada bagian penjelasan umum Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan:

Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapanyang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta,

99

Konsideran huruf aUndang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

(3)

menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta-Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para pihak.102 Pelaksanaan jabatan Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang membuat Akta Otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan memberikan kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada Notaris. Akta Otentik yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, maka Akta Otentik dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pihak.103

Legalitas kewenangan Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat Akta Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik. Jasa Notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di Pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena Akta Otentik yang dibuat Notaris adalah bukti sempurna di sidang Pengadilan.

102A. Kohar,Op. Cit., hal. 64.

(4)

Tujuan pelaksanaan tanggung jawab Notaris adalah untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, mengatakan Keadilan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari hukum sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan (kepastian).104 Pandangan ini mendasarkan keadilan sebagai tujuan yang hendak dicapai dari kepastian hukum, dengan perkataan lain kepastian hukum akan berimplikasi pada keadilan.

Implementasi asas kepastian hukum menuntut terpenuhinya hal-hal sebagai berikut:105

a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, berarti tindakan pemerintah dan Pejabatnya bertumpu pada Perundang-Undangan dalam kerangka konstitusi. b. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara

pemerintah dan para Pejabatnya melakukan tindakan.

c. Syarat Perundang-Undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut(non retroaktif).

d. Pradilan bebas, terjaminnya objektifitas, imparsialitas, adil, dan manusiawi. Dalam diktum konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

Legalitas kewenangan kepada Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat

104 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 52-53.

(5)

Akta Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik. Notaris merupakan Pejabat Publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang oleh Undang-Undang Jabatan Notaris diletakkan dasar hukum perlindungan bagi Notaris dan masyarakat yang membutuhkan Akta Otentik dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.

Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi kehidupan, di luar peranan Negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi

maupun yudikasi. Setiap orang tidak diperkenankan bertindak semena-mena. Sehubungan dengan hal tersebut, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam Akta otektik yang dibuatnya.106

2. Asas Persamaan

Asas persamaan mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap semua pihak yang terlibat di dalam pembuatan Akta Otentik khususnya kepada para pihak, Notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya. Asas persamaan di hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap pelayanan hukum yang diberikan oleh Pejabat umum tidak dibenarkan membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan.

(6)

Larangan tidak berpihak terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sumpah pada aliena ke-2, Pasal 16 ayat (1) huruf aUndang-Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 11 ayat (1) aUndang-Undang-aUndang-Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan larangan tidak berpihak terdapat di dalam Kode Etik Notaris yaitu pada Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris. Sikap tidak berpihak ini mengandung aspek asas persamaan wajib dilaksanakan oleh setiap Notaris.

Oleh karena itu, mengingat profesi Notaris merupakan jabatan Publik, maka asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam norma dasar yaitu dalam Undang-UndangDasar 1945107, asas persamaan diakui dalam konstitusi. Pengakuan asas persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan Negara hukum (rechstaat).

Negara Indonesia sebagai Negara hukum menjamin segala hak warga Negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan. Pelaksanaan tugas dan kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan berdasarkan pada hukum atau peraturan Perundang-Undangan.108 Pada situasi yang sama setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, dan pada situasi yang berbeda diperlukan pula

107

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan: “Segala Warga Negara Bersamaan Kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (amandemen kedua).

(7)

perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya perlakuan itu merupakan ketidak-adilan yang serius.109

Sumpah jabatan Notaris pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan, ”bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak”. Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya para penghadap, harus menerapkan Undang-Undang Jabatan Notaris secara sama pada situasi yang sama saat pelaksanaan pembuatan AktaOtentik, tanpa membeda-bedakan mana si kaya dan si miskin, golongan minoritas maupun mayoritas, warna kulit, laki-laki maupun perempuan.

Asas persamaan di hadapan hukum disebutkan secara tegas dalam Pasal 3 ayat (16) Kode Etik Profesi Notaris, ditentukan, “Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya”. Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang dikecualikan, Notaris boleh menolak memberikan pelayanan jasa dalam membuat AktaOtentik, antara lain:110

a. Jika Notaris sakit sehingga, dipastikan tidak dapat memberikan jasanya. b. Jika Notaris cuti karena sebab yang sah.

c. Jika Notaris karena kesibukannya sehingga tidak dapat meyalani yang lain. d. Jika surat-surat yang diperlukan untuk membuat Akta tidak diserahkan kepada

Notaris.

e. Jika penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

109Putri A.R.,Op. cit., hal. 23.

(8)

f. Jika yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan. g. Jika karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau

melakukan perbuatan melanggar hukum.

h. Jika pihak-pihak menghendaki Notaris membuat Akta dalam bahasa yang tidak disukainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh penghadap.

Berdasarkan hal-hal yang mendasar dasar penolakan di atas, pengecualian asas persamaan dapat dipahami karena hal tersebut dibenarkan oleh hukum. Filosofinya adalah tidak semua hak akandibenarkan oleh hukum tetapi hukum di dalam Negara hukum harus pula membatasi hak-hak manusia dengan tujuan menciptakan suatu ketertiban dan keteraturan.

Konsekuensinya adalah jika Notarisakan menolak memberikan jasanya kepada yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus merupakan penolakan hukum atau dibenarkan oleh hukum, harus ada alasan atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya.111

Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membedakan satu sama lain berdasarkan ekonomi, status sosial, dan lain-lain. Bahkan Notaris diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang ke Notariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu dan Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dapat dikenai sanksi berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat. Menurut Habib

(9)

Adji, hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa Notaris tidak dapat memberikan jasa hukum kepada para penghadap.112

3. Asas Kepercayaan

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan kewajiban menjalankan tugas jabatan Notaris dan posisi Notaris itu sendiri sebagai orang yang dapat dipercaya.Pentingnya profesionalisme Notaris karena posisi Notaris dalam hal ini sebagai pemegang amanah (trustee), maka harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.

Posisitrusteemempunyai kewajiban melaksanakan amanah berdasarkan suatu standar kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dinyatakan oleh hukum. Seseorang pemegang kepercayaan (trustee) harus didasarkan pada kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan terus terang (candor). Hubungan dalam fiduciary seperti pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian), termasuk juga di dalamnya seorang

lawyeryang mempunyai hubunganfiduciarydenganclient-nya.113

Seseorang yang memiliki tugas kepercayaan manakala seseorang itu memiliki kapasitas. Tugas yang dijalankannya bukan untuk dirinya tetapi untuk kepentingan

112Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 32.

(10)

orang lain.114 Hubungan antara orang yang dipercaya dengan orang yang mempercayai dalam urusan sesuatu terjalin dalam suatu hubungan kepercayaan.115 Kepercayaan menghendaki kepedulian (care), loyal (loyality), itikad baik (good faith), kejujuran (honesty), keterampilan (skill) dalam derajat atau standar yang tinggi.116Penekanan asas kepercayaan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepribadian Notaris dalam pelaksanaan jabatannya.

Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menyimpan rahasia mengenai Akta Otentik yang dibuatnya, merahasiakan keterangan atau pernyataan-pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan AktaOtentik tersebut, kecuali Undang-Undang memerintahkannya untuk membuka rahasia tersebut dan memberikannya keterangan atau penjelasan kepada pihak berwajib yang memintanya.117

Asas kepercayaan terkandung dalam sumpah jabatan Notaris, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan ”Bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan merahasiakan isi Akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya”. Kepercayaan berarti menghendaki saling percaya dengan konsekwensi tidak saling membuka rahasia yang dalam hal ini sebagai pemegang rahasia klien adalah Notaris, maka Notaris yang wajib merahasiakan muatan dalam AktaOtentik yang dibuatnya.

114Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 31 dan hal 32.

115Ibid

, hal. 33. 116Ibid, hal. 33-34.

(11)

Bahkan kerahasiaan diwajibkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa dalam menjalankan jabatannya, “Notaris berkewajiban: merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain”.

4. Asas Kehati-hatian

Asas kehati-hatian merupakan asas terpenting yang wajib diterapkan dalam kegiatan usahanya berdasarkan kepercayaan, lazimnya diterapkan pada dunia usaha perbankan yang disebut sebagai prudential banking, tujuannya untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, maka asas kehati-hatian ini sebagai cara memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.118Penerapan asas kehati-hatian sebagai upaya pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan.119

Asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab asas kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya kepada orang lain. Sehingga asas kehati-hatian ini menghendaki seseorang dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh hukum berdasarkan ketelitian dan mewajibkan bertindak seksama.

118 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 144.

(12)

Ternyata dalam Pasal 16 ayat (1) huruf aUndang-Undang Jabatan Notaris, ditemukan asas ini sebagai penafsiran dari bertindak seksama. Selengkapnya ditentukan dalam Pasal tersebut, adalah: ”Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. Bertindak seksama menjadi tumpuan asas kehati-hatian yang dimaksudkan di sini bersinonim dengan kecermatan.

Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan ini merupakan asas yang wajib dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Asas Kecermatan bagi Notaris dalam pembuatan Akta, diwajibkan:120

a. Mengenali para penghadap berdasarkan identitas yang diperlihatkan kepada Notaris.

b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para penghadap.

c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para penghadap.

d. Memberikan saran dan membuat kerangka Akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para penghadap.

e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan AktaNotaris, seperti: pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta.

f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris.

Dalam pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan, Notaris wajib mempertimbangkan, melihat, memeriksa, semua dokumen yang diperlihatkan para penghadap kepadanya sebelum membuat Akta Otentik yang diperlukan para penghadap. Termasuk meneliti semua bukti yang ada, mendengarkan keterangan, dan

(13)

pernyataan para penghadap. Keputusan yang diberikan Notaris harus didasarkan pada argumentasi yuridis ketika menjelaskan prosedural kepada para penghadap, termasuk menjelaskan masalah-masalah hukum yang timbul di kemudian hari.121

Pelaksanaan asas kehati-hatian selain kewajiban Notaris merupakan satu di antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh Notaris kepada para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi Notaris itu sendiri, baik risiko kerugian materil maupun risiko immateril dan risiko hukum.

5. Asas Profesionalitas

Pengertian profesi adalah bidang pekerjaan dengan keahlian khusus dan dilandasai pendidikan keahlian, keterampilan, dan kejujuran.122 Notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat khususnya dalam pembuatan Akta Otentik.123 Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, maka Notaris merupakan satu di antara profesi hukum yang lain.124Seseorang dikatakan telah profesional, dipersyaratkan:125

a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

b. Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang memadai dan memiliki kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka dalam membaca siituasi, cepat dan cermat dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi.

121Habib Adjie,Hukum NotarisIndonesia…..Op. Cit., hal. 188. 122

Supriadi,Op. Cit., hal. 16. 123

Diktum Dalam Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris. 124Supriadi,Op. Cit., hal. 19.

(14)

c. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang ada dihadapannya.

d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, cermat dalam memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya.

Profesionalisme menghendaki bagi Notaris harus peka, tanggap, mempunyai ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat terhadap setiap peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan begitu akan menumbuhkan sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang tepat.126 Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan perbuatan hukum yang benar sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di samping itu Notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan Akta yang bertentangan dengan hukum, Moral, etika, dan kepentingan umum.127

Asas profesionalitas dalam profesi Notaris mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang diintegrasikan dalam pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki seorang Notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindakan yang bukan merupakan tugas dan wewenangnya.

2. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014

a. Kewenangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014

126

(15)

Kewenangan Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama Notaris adalah membuat Akta Otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan:

1. Notaris berwenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

2. Notaris berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. Membuat Akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan Perundang-Undangan.

(16)

mengatur jabatan yang bersangkutan.128 Oleh karena wewenang yang ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka Notaris memperoleh wewenangnya secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh wewenang baru dalam Undang-Undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris.

Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, maka kewenangan Notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: kewenangan umum Notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang ditentukan kemudian. Kewenangan umum Notaris adalah membuat Akta Otentik.129

Wewenang utama Notaris adalah membuat Akta Otentik, tetapi tidak semua pembuatan Akta Otentik menjadi wewenang Notaris. Akta yang dibuat oleh Pejabat lain bukan menjadi wewenang Notaris, seperti Akta Kelahiran, pernikahan, dan perceraian dibuat oleh Pejabat selain Notaris. Akta Otentik yang berwenang dibuat oleh Notaris antara lain: membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Otentik.

Sedangkan kewenangan khusus Notaris dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, antara lain:

128 Habib Adjie, Hukum NotarisOp. Cit, hal. 77-78. Wewenang dapat diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat.Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan Perundang-Undangan yang berlaku.Wewenang delegasi adalah pemindahan atau pengalihan wewenang berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.Wewenang mandat adalah menggantikan wewenang karena seseorang yang berkompeten berhalangan.

(17)

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; 6. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7. Membuat Akta risalah lelang.

Terdapat pula kewenangan khusus Notaris lainnya yaitu membuat Akta dalam bentukin Originali, yaitu Akta-Akta:130

1. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun. 2. Penawaran pembayaran tunai.

3. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga. 4. Akta kuasa.

5. Keterangan kepemilikan.

6. Akta lainnya berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.

Kewenangan membuat Aktain Originali tersebut di atas tidak dimasukkan dalam wewenang khusus dalam Pasal 15 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, tetapi wewenang ini dimasukkan menjadi kewajiban Notaris sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris. Menurut Habib Adjie, dilihat secara substansi Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris harus dimasukkan menjadi kewenangan khusus Notaris ke dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, sebab tindakan hukum yang dilakukan oleh Notaris dipastikan membuat Akta tertentu dalam bentuk

in Originali.

(18)

Selain wewenang khusus tersebut, Notaris juga memiliki kewenangan khusus lainnya seperti yang ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, yaituNotaris berwenang membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani dengan cara membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan, serta membuat salinan Akta berita acara pembetulan tersebut wajib disampaikan kepada para pihak. Pelanggaran terhadap ketentuan diatas mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada Pasal 15 ayat (3)Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, mengandung prinsip ditentukan kemudian (ius constituendum) berdasarkan ketentuan Perundang-Undangan. Wewenang jenis ini akan muncul di tentukan di kemudian hari. Tentunya kewenangan itu bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Legislatif maupun Eksekutif atau Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di tingkat pusat dan daerah mengikat secara umum.131

Sebagaimana diatas bahwa wewenang utama Notaris adalah membuat Akta dan Akta yang dibuatnya merupakan Akta Otentik. Selain wewenang Notaris yang

(19)

ditentukan dalam Pasal 15Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014, ada lagi wewenang lainnya yaitu Notaris berwenang membuat:

1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW).

2. Akta berita acara tentang kelalaian Pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW).

3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan 1406 BW).

4. Akta protes Wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 WvK).

5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah).

b. Kewajiban Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 tahun 2014

Kewajiban adalah segala bentuk beban yang diperintahkan oleh hukum kepada orang atau badan hukum.132 Kewajiban Notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh Notaris yang diperintahkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan Perundang-Undangan lainnya. Konsekuensi dari kewajiban adalah, jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum terhadap Notaris.133

Kewajiban Notaris selain sebagai kewajiban hukum, juga sebagai kewajiban Moral. Sebab Pasal 4 ayat (1)Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Konsekuensi dari pengucapan sumpah/janji untuk melaksanakan kewajiban sesungguhnya seseorang yang disumpah terikat hubungan Moralitas dengan tuhannya. Itu berarti mengandung selain sanksi hukum juga mengandung sanksi Moral.

(20)

Sumpah/janji Notaris sebagaimana ditentukan Pasal 4 ayat (2)Undang-Undang Jabatan Notaris, “Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode Etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris”. Jika Notaris ternyata tidak menjalankan sumpah/janjinya, maka Notaris telah nyata-nyata melanggar sumpah, dan setiap orang yang bersumpah akan berimplikasi pada dosa bukan sanksi hukum saja.

Sesuai dengan apa yang disumpahkan/dijanjikan Notaris pada saat pengambilan sumpah/janjinya, maka kewajiban Notaris yang akan dijalankannya itu ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai berikut:

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat Akta dalam bentuk minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta. d. Mengeluarkan grosse Akta, salinan Akta, atau kutipan Akta berdasarkan

minuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

(21)

j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ke Notariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang NegaraRepublikindonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

n. Menerima magang calon Notaris.

(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta dalam bentuk Akta in Originali.

(3) Akta in Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Akta: a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa;

e. AktaKeterangan kepemilikan; atau

f. Akta lainnya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-Undangan.

(4) Aktain Originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.

(5) Akta in Originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

(6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas serta penutup Akta.

(22)

(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta Wasiat.

(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa :

a. Peringatan tertulis.

b. Pemberhentian sementara. c. Pemberhentian dengan hormat. d. Pemberhentian dengan tidak hormat.

(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

Kewajiban Notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan peraturan Perundang-Undangan,Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab.134 Secara khusus kewajiban Notaris diatur dalamUndang-Undang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris sesuai dengan sifat munculnya kewenangan Notaris dilahirkan karena Undang-Undang (kewenangan atribusi).

Pada Pasal 3 Kode Etik maka Notaris dan orang lain yang memangku jabatan Notaris wajib:

1. Memiliki Moral, akhlak, sera kepribadian yang baik

2. Menghormati dan menjunjung harkat dan martabat Jabatan Notaris 3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan

4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang undangan dan isi sumpah Jabatan Notaris. 5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu

pengetahuan dan hukum Kenotariatan.

(23)

6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara 7. Memberikan jasa pembuatan Akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk

masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.

8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tuigas jabatan sehari-hari

9. Memasang satu buah papan nama didepan/di lingkungan kantornya dengan pilih ukuran yaitu 100cm x 40cm, 150cm x 60cm atau 200cm x 80cm yang memuat : Nama lengkap dan gelar yang sah, tanggal dan nomor surat pengangkatan, tempat kedudukan, alamat kantor dan nomor telpon dan fax 10. Hadir berpartisipasi dan ikut dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh

perkumpulan, menghormati, memeatuhi, dan me;laksanakan setiap keputusan perkumpulan

11. Membayar uang iuran perkumpulan secara lengkap 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris Notaris

13. Mematuhi dan melaksanakaan semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan

14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan Akta yang dilakukan di kantornya kecuali karena alasan yang sah

15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari

16. Memperlakukan klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi atau status sosial

17. Melakukan prbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam:

a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris

c. Isi Sumpah Jabatan Notaris

d. Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Notaris Indonesia.

c. Larangan Notaris Berdasarkan UUJN Nomor 2 Tahun 2014

Larangan bagi Notaris merupakan ketentuan-ketentuan yang melarang Notaris untuk melakukan sesuatu hal. Pasal 17Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan larangan bagi Notaris, bahwa Notaris dilarang:

(24)

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai PejabatNegara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris.

h. Menjadi Notaris Pengganti; atau

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Dalam Kode Etik juga mengatur larangan terhadap Notaris, yang diatur dalam Pasal 4 yaitu Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dilarang:

1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.

2. Memasang Papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” diluar lingkungan kantor.

3. Melakukan Publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk :

a. Iklan

b. Ucapan Selamat c. Ucapan Belasungkawa d. Ucapan Terima kasih e. Kegiatan Pemasaran

f. Kegiatan sponsor baik dalam kegiatan sosial, keagamaan maupun

4. Bekerjasama dengan Biro jasa /orang/ Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.

5. Menandatangani Akta yang proses pembuatan minutanyatelah dipersiapkan oleh pihak lain.

6. Mengirimkan Minuta kepada Klien untuk ditandatangani

(25)

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokmen yang telah diserahkan dan/atau melalui tekanan psikologis dengan maksud agar klien tertsebut tetap membuat akat kepadanya

9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. 10. Menetapkan honorarium yang harus dibayatr oleh klien dalam jumlah yang

lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.

11. Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan 12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau Akta yang dibuat

olehnya. Dalam hal seseorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu Akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut ajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terthadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan

15. Melakukan perbuatan-prbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terthadap Kode Etik Notaris antara lain namun tidak terbatas pada pelanaggaran-pelanggaran terhadap :

a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

c. Isi sumpah jabatan Notaris

(26)

Berbeda dengan larangan sanksi bagi Notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.

Dalam Notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah, Notaris tidak dapat dikenakan sanksi Pasal 85 UUJN135, sebab jika dikaitkan dengan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan, “Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya”. Berarti dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1)Undang-Undang Jabatan Notaris ini Notaris tidak berwenang menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya. Lebih jelas disebutkan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti Notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya.

Larangan bagi Notaris sebagaimana dalam Pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, dimaksud bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang memerlukan jasa Notaris, serta sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar Notaris dalam menjalankan jabatannya.136 Selain itu larangan dalam Pasal 52 Undang-Undang Jabatan Notaris bertujuan untuk mencegah keberpihakan Notaris.

Pasal 52 Undang-Undang JabatanNotaris melarang Notaris membuat Akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam

(27)

garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa, kecuali jika Notaris sendiri menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum. Pelanggaran ketentuan ini berakibat Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan.

Larangan bagi Notaris juga berlaku ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa AktaNotaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi: Notaris, istri atau suami Notaris, saksi, atau orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.

B. Karakter Akta Notaris

1. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Yang Sah

Pembuktian dengan tulisan dapat dilakukan dengan Akta Otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan.137 Akta Otentik mempunyai nilai pembuktian yang sempurna, kesempurnaan Akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu dinilai atau ditafsir lain selain yang tertulis dalam Akta tersebut, sedangkan Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari pihak lain,138 jika para pihak mengakuinya maka Akta dibawah

137Pasal 1867 KUHPerdata

(28)

tangan mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai Akta Otentik,139 jika salah satu pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal Akta tersebut dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.140

Baik alat bukti Otentik maupun Akta dibawah tangan keduanya harus memenuhi rumusan sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membutanya (Pasal 1338 KUHPerdata), sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak (Pacta sunt servanda)

Pada Akta Otentik berlaku ketentuan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandatangan mereka. Namun terdapat kekecualian atau pengingkaran atas kekuatan pembuktian formal ini. Pertama, pihak penyangkal dapat langsung tidak mengakui bahwa tanda tangan yang dibubuhkan dalam Akta tersebut adalah tandatangannya. Pihak penyangkal dapat mengatakan bahwa tandatangan yang dilihatnya sebagai yang dibubuhkan olehnya ternyata dibubuhkan oleh oranglain dan karenanya dalam hal ini terjadi apa yang dikenal sebagai pemalsuan tandatangan. Kedua, pihak menyangkal dapat menyatakan bahwa Notaris dalam membuat Akta melakukan suatu kesalahan atau kehilafan (tenonrechte) namun tidak menyangkal tandatangan yang ada didalam Akta tersebut. Artinya pihak menyangkal tidak mempersoalkan formalitas Akta namun mempersoalkan substansi Akta. Dengan demikian yang dipersoalkan adalah keterangan dari Notaris yang tidak benar. Pihak penyangkal tidak menuduh terdapat pemalsuan namun menuduhkan suatu kehilafan yang mungkin tidak disengaja

(29)

sehingga tuduhan tersebut bukan pada kekuatan pembuktian formal melainkan kekuatan pembuktian material dari keterangan Notaris tersebut. Dalam membuktikan hal ini menurut hokum dapat digunakan sebagai hal yang berada dalam koridor hokum formil pembuktian.141

Akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang dipakai untuk menerapkan tulisan tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:142

1. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan.

Hal ini berkaitan dengan (diantaranya) kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta Akta dan menyimpan minuta Akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notaris wet di Nederland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu untuk pembuatan Akta yang dipergunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpanan arsip.

2. Ketahanan terhadap pemalsuan.

Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diatas kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau dengan menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hokum diantara mereka telah dilakukan dengan Akta yang menggunakan jenis kertas tertentu.

3. Originalitas.

141Wawancara dengan Yusrizal, Ketua Pengurus Daerah Kota Medan, Pada Tanggal 16 September 2014

142

(30)

Untuk minuta Akta hanya ada satu Akta aslinya, kecuali untuk Akta yang dibuatin Originali dibuat dalam beberapa rangkap yang semunya asli.

4. Publisitas.

Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat Akta asli atau minta salinan daripadanya. Pengambilan atau permohonan permintaan tersebut berdasarkan ketentuan yang ada.

5. Dapat segera atau mudah dilihat(waarneembaarheid).

Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya.

2. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik

Akta Otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan Perundang-Undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.143

Otentik tidaknya suatu Akta (otensitas) tidaklah cukup jika Akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat (Notaris) saja, namun cara membuat Akta Otentik

(31)

tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.144 Walaupun ada atau tidaknya hal lain yang tidak dibolehkan oleh Undang-Undang menurut Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, perlu dibuktikan terlebih dahulu secara hukum Pidana.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan” Akta yang dibuat oleh atau dihadapan ”menunjukan adanya 2 (dua) golongan Bentuk Akta Notaris yaitu:

1. Akta yang dibuat oleh (door)Notaris atau yang dinamakan Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijkeakten). Akta relaas atau Akta Pejabat (ambtelijke Akten): merupakan suatu Akta yang memuat”relaas”atau menguraikan secara Otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh pembuat Akta itu, yakni Notaris sendiri didalam menjalankan jabatannya untuk dituangkan dalam Akta Notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan Akta yang dibuat oleh (door)Notaris (sebagai Pejabat umum).

2. Akta yang dibuat dihadapan (tenoverstaan) Notaris atau yang dinamakan Akta partij (partij-akten) atau disebut juga Akta para pihak.

Akta partai atau Akta pihak (PartijAkten) merupakan berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan manapihak lain itu sengaja

(32)

dating dihadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris didalam suatu Akta Otentik. Akta seperti itu dinamakan Akta yang dibuat dihadapan Notaris (tenoverstaan)atau Akta partai/Akta para pihak.145

Sedangkan pengertian Akta Otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh C.A. Kraan didalam disertasinya, De Authentieke Akte mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan didalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh Pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut sebagai suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari Pejabat yang berwenang.

2. Ketentuan Perundang-Undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur

tata-cara pembuatannya yaitu sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya Akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan Pejabat yang membuatnya c.q. data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut.

3. Seorang Pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang

mandiri (onaf hankelijk-independence) serta tidak memihak (onpartijdig-impartial)

dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdatajo.

Pasal 15 ayat 1 UUJN.

4. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh Pejabat adalah hubungan

hokum didalam bidang hokum privat.146

Akta yang dibuat oleh Notaris sebagai Pejabat umum dinamakan Akta Otentik.

Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, Akta Otentik dibuat oleh

atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di mana Akta

145Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata diBidang Kenotariatan, Cet.1, (PT. CITRA ADITYA BAKTI: Bandung, 2007), hal 51-52

(33)

dibuatnya. Suatu Akta dikatakan sebagai AktaOtentik jika terpenuhi syarat-syarat sesuai dengan pendapat Philipus M. Hadjon yaitu:147

1. Bentuk Akta dan tata cara membuat Akta ditentukan oleh Undang-Undang. 2. Akta tersebut di buat di tempat di mana Pejabat yang berwenang itu membuat

Akta.

C. Perlindungan Hukum terhadap Notaris dalam Proses Penyidikan dan Penyelidikan Setelah Terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

1. Kewajiban Hak Ingkar yang Dimiliki Notaris

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJN dinyatakan bahwa Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat AktaOtentik, mengenai segala tugas dan wewenang Notaris yang ditentukan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki.

Sebagai Pejabat yang berpijak pada ranah hukum (seperti halnya advokat, hakim, jaksa, Polisi) membuat Notaris secara langsung ataupun secara tidak langsung mempunyai hak selain membuat AktaOtentik, juga untuk menjaga lancarnya proses hukum yang terjadi, termasuk didalamnya berkaitan dengan proses di Pradilan, baik di dalam Pradilan Pidana maupun Perdata. Proses Pradilan yang dimaksudkan disini sangatlah erat kaitannya dengan pembuktian, baik pembuktian dengan tulisan dan juga pembuktian dengan kesaksian.

Pada proses Pradilan Pidana, didalamnya akan terdapat proses pembuktian yang menekankan pada alat bukti yang berdasarkan Pasal 184 KUHAP, yaitu

(34)

Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan juga Keterangan terdakwa. Dalam Pasal 1866 KUHPerdata, yang dapat menjadi alat bukti adalah Bukti tulisan, Bukti dengan saksi-saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah, dan Segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dalam KUHPerdata. Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat 1 huruf e UUJN dijelaskan bahwa, dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Lebih lanjut dalam Pasal 54 UUJN dijelaskan bahwa, Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, GrosseAkta, Salinan Akta atau Kutipan Akta kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan Perundang-Undangan.

(35)

yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagaimana demikian. Pasal 322 ayat 1 KUHP menyatakan bahwasanya, barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan Pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ingkar berartitidak melaksanakan; tidak mengaku; dan tidak mau. Hak ingkar dari pada Notaris didasarkan pada Pasal 14 ayat 2 jo Pasal 16 ayat 1 huruf e jo Pasal 54 UUJN yang pada prinsipnya menyatakan bahwa hak ingkar Notaris adalah suatu hak untuk tidak berbicara atauvercshoninggsrecht,hak disini juga merupakan dari suatu penggunaan hak untuk tidak berbicara atauvercshoningsplicht,sekalipun di muka Pengadilan, jika tidak didukung oleh peraturan Perundang-Undangan (sebagaimana ketentuan esksepsional yang terdapat dalam Pasal 16 ayat 1 huruf e jo Pasal 54 UUJN), artinya Notaris tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam Aktanya, Notaris tidak hanya berhak untuk tidak bicara akan tetapi mempunyai penggunaan hak untuk tidak bicara.

Selanjutnya Pasal 16 ayat Huruf e UUJN jo Pasal 54 UUJN dinyatakan bahwa Notaris mempunyai hak ingkar. Hak ingkar tersebut adalah hak untuk tidak berbicara yang berkaitan dengan permasaiahan Akta yang dibuat oleh Notaris.

(36)

yang dilihat, dan diketahui tentang suatu peristiwa sehingga pengungkapkan kasus tersebut menjadi transparan serta kebenaran materil dapat dicapai. Akan tetapi, apabila yang ditanyakan adalah seputar kerahasiaan suatu Akta yang tidak mungkin diungkapkan dalam persidangan maka lebih baik Notaris tersebut meminta untuk mengundurkan diri sebagai saksi berkenaan dengan kerahasiaan Aktanya berdasarkan ketentuan Pasal 170 ayat 1 KUHP dan Pasal 1909 ayat 2 KUH Perdata.

Jika ternyata Notaris sebagai saksi atau tersangka maupun tergugat, ataupun di dalam pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Notaris, membuka rahasia dan memberikan keterangan yang mana pernyataan tersebut wajib untuk dapat dirahasiakan, sedangkan Undang-Undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang berwajib dapat diambil suatu tindakan terhadap Notaris tersebut. Tindakan Notaris seperti ini dapat dikenakan Pasal 322 ayat 1 KUHP dan Pasal 2 KUHP, yaitu membongkar rahasia padahal Notaris berkewajiban untuk menyimpannya. Dalam kedudukan sebagai saksi dalam perkara perdata, Notaris dapat meminta dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian-kesaksian karena suatu jabatannya menurut Undang-Undang wajib untuk merahasiakannya (Pasal 1909 ayat 3 BW).

(37)

diwajibkan untuk merahasiakan serapat-rapatnya isi Akta, tetapi juga semua apa yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya tersebut.

2. Pemberlakuan Asas Praduga Sah Dalam Menilai Akta Sah

Notaris sebagai PejabatPublik yang mempunyai kewenangan tertentu sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Dengan kewenangan yang ada pada Notaris, maka Akta Notaris mengikat para pihak atau penghadap yang tersebut di dalamnya atau siapa saja yang berkepentingan dengan Akta tersebut. Jika dalam pembuatan Akta Notaris tersebut: (1) berwenang untuk membuat Akta sesuai dengan keinginan para pihak; (2) secara lahiriah, formal, dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan Akta Notaris; maka AktaNotaris tersebut harus dianggap sah.

Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap Akta Notaris harus dilakukan dengan asas praduga sah (Vermoeden van Rechtmatigheid).148 atau Presumptio lustae Causa. Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai Akta Notaris, yaitu Akta Notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan Akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai Akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke Pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan Pengadilan yang mempunyai

(38)

kekuatan hukum tetap, maka Akta Notaris tetap sah dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan Akta tersebut.

Dalam gugatan untuk menyatakan Akta Notaris tersebut tidak sah, maka harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal, dan materil Akta Notaris. Jika tidak dapat dibuktikan maka Akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan Akta tersebut Asas ini telah diakui dalam UUJN, tersebut dalam Penjelasan Bagian Umum bahwa:

"Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan Pengadilan."

Dengan menerapkan asas praduga sah untuk Akta Notaris, maka ketentuan yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN yang menegaskan jika Notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan tidak diperlukan lagi, maka kebatalan Akta Notaris hanya berupa dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

(39)

menilai Akta batal demi hukum, karena Akta batal demi hukum dianggap tidak pernah dibuat.

Dengan alasan tertentu sebagaimana tersebut di atas, maka kedudukan Akta Notaris:

1. Dapat dibatalkan; 2. Batal demi hukum;

3. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan; 4. Dibatalkan oleh para pihak sendiri, dan

5. Dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga Sah.

Kelima kedudukan Akta Notaris sebagaimana tersebut di atas tidak dapat melakukan secara bersamaan, tapi hanya berlaku satu saja. Jika Akta Notaris diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau Akta Notaris mempunyai kedudukan pembuktiann sebagai Akta di bawah tangan atau Akta Notaris batal demi hukum atau Akta Notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri dengan Akta Notaris lagi, maka pembatalan Akta Notaris yang lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku pula untuk asas praduga sah.

Asas praduga sah ini berlaku dengan ketentuan jika atas Akta Notaris tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri)149 dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai

(40)

kekuatan hukum tetap atau Akta Notaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri. Dengan demikian, menerapan asas praduga sah untuk Akta Notaris dilakukan secara terbatas jika ketentuan sebagaimana tersebut di atas dipenuhi.

Meskipun demikian kedudukan Akta Notaris telah:

1. Diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

2. Batal demi hukum; atau

3. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan; atau 4. Dibatalkan oleh para pihak sendiri; atau

5. Dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga sah.

Maka minuta Akta-Akta tersebut tetap harus berada dalam bundel Akta Notaris yang bersangkutan, dan Notaris yang bersangkutan ataupun pemegang protokolnya masih tetap berwenang untuk mengeluarkan salinannya atas permohonan para pihak atau para ahli warisnya yang berkepentingan. Pemberian salinan tersebut dilakukan oleh Notaris, karena Akta Notaris tersebut merupakan perbuatan para

(41)

pihak, para pihak berhakatas salinan Akta Notaris dan Notaris berkewajiban untuk membuat dan memberikan salinannya.

Dalam kaitan ini perlu diperhatikan untuk membuat Notaris Online yang tersambung dengan badan Pradilan dan sesama Notaris, untuk mengetahui adanya kedudukan Akta seperti tersebut di atas, sehingga di antara para Notaris dan badan Pradilan dapat saling mengetahui bahwa ada Akta-Akta Notaris yang telah mempunyai kedudukan seperti tersebut di atas. Hal ini perlu dilakukan sebagai prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas jabatan Notaris dengan senantiasa memperhatikan Akta Notaris dengan kedudukan sebagaimana tersebut di atas, yang dapat merugikan para pihak dan Notaris sendiri.

3. Perlindungan Hukum dari Organisasi Jabatan Notaris yang Menaungi Para Notaris

(42)

mengenai Notaris, sedangkan dua unsur yang lainnya belum tentu dengan sepenuh hati mengerti dengan benar mengenai dunia Notaris.

Jika MPD menempatkan Notaris sebagai objek, maka MPD berarti akan memeriksa tindakan atau perbuatan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, yang pada akhirnya akan menggiring Notaris pada kualifikasi turut serta atau membantu terjadinya suatu tindak Pidana. Sudah tentu tindakan seperti ini tidak dapat dibenarkan, karena suatu hal yang sangat menyimpang bagi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya untuk turut serta atau membantu melakukan atau menyarankan dalam Akta untuk terjadinya suatu tindak Pidana dengan para pihak/penghadap. Dalam kaitan ini tidak ada aturan hukum yang membenarkan MPD mengambil tindakan dan kesimpulan yang dapat mengkualifikasikan Notaris turut serta atau membantu melakukan suatu tindak Pidana bersama-sama para pihak/penghadap. Bahwa MPD bukan institusi pemutus untuk menentukan Notaris dalam kualifikasi seperti itu.

(43)

Oleh karena itu juga jika ada Notaris dipanggil dan diperiksa oleh Majelis Kehormatan Notaris, maka seharusnya organisasi jabatan Notaris memberikan pendampingan dalam persidangan atau pemeriksaan tersebut. Jangan biarkan Notaris seorang diri menghadapi pemeriksaan seperti itu, bahwa tiap Notaris yang diperiksa oleh Majelis Kehormatan Notaris, wajib didampingi oleh Notaris lainnya, dengan tugas membantu kelancaran pemeriksaan Notaris yang bersangkutan. Hal ini sebagai bentuk perlindungan hukum yang diberikan organisasi jabatan Notaris yang menaungi para Notaris.

4. Hak Notaris dalam Melakukan Upaya Hukum terhadap Sanksi yang Dijatuhkan Padanya.

Dengan menerapkan asas praduga sah untuk Akta Notaris, maka ketentuan dalam Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap Pasal-Pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam Pasal-Pasal yang lainnya, yaitu:

1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan; dan

2. Akta Notaris menjadi batal demi hukum.

(44)

Untuk menentukan AktaNotaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan dapat dilihat dan ditentukan dari:150

1. Isi (dalam) Pasal-Pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran, maka Akta yang bersangkutan termasuk Akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan.

2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam Pasal yang bersangkutan sebagai Akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagian Akta di bawah tangan, maka Pasal lainnya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam Akta batal demi hukum.

Tapi pada kenyataannya, banyak masalah yang timbul adalah dalam hal pemberlakuan hokum acara yang digunakan pada saat terjadi sengketa antara pihak-pihak dalam Akta, dan Akta tersebut dijadikan sebagai alat bukti. Untuk keperluan penyebut analat bukti pada Pasal 1866 KUHPerdata menyebutkan beberapa macam alat bukti yang secara berturut-turut sebagai berikut: tulisan/surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Sedangkan ketentuan yang mengatur tentang urutan-urutan penyebutan alat bukti dalam Pasal 184 ayat (1) Hukum Acara Pidana menyatakan alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Hal ini mengakibatkan ketidak sepahaman antara Notaris/Majelis Pengawas dengan para pengegak hokum dalam pemberlakuan hokum acara atas dugaan pelanggaran.

Pengaturan mengenai susunan penyebutan alat bukti yang berbedaan tata hukum perdata dan hukum Pidana dapat difahami karena setiap orang cenderung

(45)

untuk mengamankan hak dan kepentingannya. Dalam hokum perdata, pihak-pihak meminta untuk dibuatkan alat bukti tulisan dalam hal ini Akta Otentik, sedangkan dalam hokum Pidana, pihak-pihak bersengketa cenderung menghilangkan alat bukti atas pelanggaran.151

Dalam menghadapi masalahnya maka Notaris diberi hak untuk dapat berupaya terhadap sanksi perdata maka Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan dan Akta Notaris yang batal demi hukum adalah Notaris harus dapat membuktikan bahwa Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sempurna yang tidak melanggar ketentuan Pasal 84 UUJN dengan memberikan perlawanan dan penjelasan bahwa Akta yang dibuat berdasarkan permintaan para pihak sesuai prosedur dalam pembuatan Akta, dan jika Notaris dapat membuktikan kebenaran Aktanya dari aspek lahiriah, formal dan materil maka Notaris dapat menggugat balik kepada pihak yang menggugatnya sebagai upaya untuk mempertahankan hak dan kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya.152

Apabila Notaris mendapatkan sanksi administratif atas Akta yang dibuatnya maka Notaris diberi kesempatan untuk berupaya dengan mengajukan keberatan kepada majelis pengawas yang menjatuhkan sanksi kepadanya, dan jika tidak puas dapat mengajukan banding kepada instansi Majelis Pengawas yang lebih tinggi, dan dapat juga melakukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara jika Putusan Pengadilan Majelis Pengawas tidak memuaskan Notaris.153

151Wawancara dengan Yusrizal,Notaris Medan, Pada Tanggal 6 Januari 2015 152

Habib Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan, (Surabaya: IKAPI, 2012), hal 134

(46)

BAB IV

HAMBATAN YANG DIHADAPI PIHAK KEPOLISIAN DALAM MENEMUKAN KESALAHAN ATAS ISI AKTA YANG DIBUAT NOTARIS

SESUAI BATASAN AKTANOTARIS YANG DAPAT DIJADIKAN DASAR MEMIDANAKAN NOTARIS

1. Hambatan yang Dihadapi Pihak Penyidik Dalam Menjalankan Tugasnya Untuk Menemukan Kesalahan Atas Isi Akta Yang Dibuat Notaris

Menurut Hermin Hediati Koeswadji suatu perbuatan melawan hukum dalam konteks pidana atau perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan diancam dengan pidana mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:154

a. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar manusia yang dapat berupa:

1).Suatu tindakan atau tindak tanduk yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana, seperti memalsukan surat, sumpah palsu, pencurian.

2).Suatu akibat tertentu yang dilarang dan diancam sanksi pidana oleh Undang-Undang, seperti pembunuhan, penganiayaan.

3).Keadaan atau hal-hal yang khusus dilarang dan diancam sanksi Pidana oleh Undang-Undang, seperti menghasut, melanggar kesusilaan umum.

b. Unsur subjektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri manusia Unsur subjektif dapat berupa:

1).Dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvatbaarheid). 2).Kesalahan (schuld).

(47)

Apabila seorang Notaris melakukan penyimpangan akan sebuah Akta yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perkara pidana maka Notaris harus mempertanggung jawabkan secara pidana apa yang telah dilakukannya tersebut. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan (verwijbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan Hukum Pidana yang berlaku, dan secara subyektif kepada pelaku yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya itu.155 Hal tersebut didasarkan pada asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan atau “actus non facit reum nisi mens sit rea”. Orang tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban dan dijatuhi pidana jika tidak melakukan kesalahan. Akan tetapi seseorang yang melakukan perbuatan pidana, belum tentu dapat dipidananya. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan dipidanya apabila dia mempunyai kesalahan.156

Dalam hal menangani kasus tindak Pidana yang dilakukan maka pihak Polri baik kapasitasnya dalam melakukan penyelidikan dan maupun penyidikan menghadapi hambatan dalam pemeriksaan Akta yang dibuat Notaris untuk membuktikan bahwa Akta tersebut dapat mempidanakan Notaris, dan hambatan tersebut berasal dari pihak internal Kepolisian maupun dari eksternal Kepolisian sebagai berikut:

1. Hambatan dari pihak internal POLRI:

155 Dwidja Priyatno,Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, (Bandung: CV. Utomo,2004), hal 30

(48)

a. Polri sebagai penyidik terhadap Notaris yang melakukan tindak Pidana baik sebagai tersangka ataupun saksi yang memeriksa Notaris masih ada penyidik Polri/Penyidik pembantu di lingkungan Polri yang belum memiliki strata satu (S-1) sehingga dalam proses penyidikan pihak penyidik sendiri kurang tidak memahami apa yang akan dia periksa seperti Akta yang dibuat Notaris, dengan tidak memahami akan isi Akta tersebut membuat pihak penyidik susah untuk menemukan kesalahan dalam Akta yang dibuat Notaris.

Dalam hal ini Polri memang mengakui masih adanya penyidik Polri/penyidik pembantu di lingkungan Polri yang belum memiliki strata satu (S-1) maka disini Polri ke depan akan membuat M.O.U. atau kerjasama terhadap Universitas Negeri atau swasta untuk dapat bekerjasama dengan POLDA SUMUT untuk mengikuti strata satu, strata dua untuk menambah dengan wawasan dan ilmu pengetahuan agar sumber daya manusia/personil Polri dapat seimbang dengan Notaris yang akan dilakukan pemeriksaan oleh pihak Kepolisian baik kapasitas sebagai saksi maupun tersangka.157

b. Personil Polri sulit diberikan rekomendasi/kemudahan untuk mengikuti kuliah strata satu atau strata dua karena mengingat dan menimbang personil Polri tugasnya sangat berat/kompleks permasalahan yang dihadapi untuk mengikuti perkuliahan dikarenakan tugas-tugas tertentu. Jauhnya tempat bertugas dari Universitas yang ada M.O.U. dengan pihak Polda Sumut, Personil yang

Referensi

Dokumen terkait

Tesis Pengaturan wilayah provinsi kepulauan .... Jemmy

Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.. Pedoman Pembuatan Dosis Pupuk

Data Curah Hujan, Debit, Jenis Pupuk, Jumlah Pupuk, Tempat Pemupukan, TN, dan TP dari bulan September 2015 sampai

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kekuatan yang mengikat karyawan pada organisasi, meliputi keinginan karyawan untuk terlibat

melalui penerapan metode pengeringan menggunakan bambu, mengembangkan diversifikasi produk olahan serta memanfaatkan limbah rumput laut sebagai pupuk organik cair

Lem ikan dengan bahan baku sisik ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer ), ikan Bandeng ( Chanos chanos Forks), dan ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) berpengaruh

Sedangkan PDB merupakan nilai tambah bruto di tiap sector industri kreatif, dari hasil estimasi yang diperlihatkan persamaan diperoleh variabel tenaga kerja (TK)

Saham yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki nilai saham konsisten dan tidak keluar masuk dalam indeks LQ45 dalam periode Februari