• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehilangan Tulang Alveolar Mandibula Regio Kanan Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kehilangan Tulang Alveolar Mandibula Regio Kanan Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang Chapter III VI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu). Disebut dengan penelitian deskriptif analitik karena penelitian diarahkan untuk menguraikan atau menjelaskan apa yang menjadi permasalahan, tujuan penelitian dan mencari hubungan antar variable. Sedangkan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu) karena pemeriksaan, observasi atau pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap responden penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable responden pada saat pemeriksaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Selayang dan Laboratorium Pramita Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 5 bulan yaitu dari bulan September 2012- Desember 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(2)

Tanjung Sari, Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kelurahan Beringin, Kelurahan Sempakata.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita yang berusia diantara 30-70 tahun yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Selayang yang memiliki penyakit periodontal.

Jumlah besar sampel minimum dihitung menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan minimal populasi yang diteliti pada penelitian ini ialah 130 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dimana peneliti akan mengambil sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sampai besar sampel minimal terpenuhi pada masing-masing kelurahan. Kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh dengan wawancara, pengisian kuisioner dan melakukan pemeriksaan pada responden untuk memperoleh identitas dan keadaan jaringan periodontal dari responden.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

a. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang berusia 30-70 tahun dan menyetujui informed consent.

(3)

c. Masyarakat pada Kecamatan Medan Selayang yang bersedia mengikuti pemeriksaan.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

a. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang memiliki penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

b. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang sedang hamil.

c. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang sedang atau melakukan perawatan penyakit periodontal.

d. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang sedang perawatan ortodontik.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Sampel yang menjadi subjek penelitian adalah masyarakat yang berumur 30 tahun sampai 70 tahun.

3.4.1 Variabel

Variabel Bebas : Umur

Jenis Kelamin Kebiasaan Merokok

(4)

3.4.2 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi operasional No Variabel Definisi

Operasional

Rontgen Foto Penilaian: 1= ada

(5)

Lanjutan tabel 3

No Variabel Definisi Operasional

Kuisioner Ya atau Tidak

Ordinal

3.5 Prosedur Pengumpulan Data dan Alur Penelitian

3.5.1 Prosedur Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara observasi menggunakan teknik wawancara dan pemeriksaan yang sebelumnya telah dilakukan kalibrasi pada semua tenaga peneliti.

Pertama-tama responden diminta untuk mengisi kuisioner disertai dengan anamnesa oleh peneliti. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis rongga mulut. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah sonde, kaca mulut, pinset.

Pemeriksaan klinis pada rongga mulut ini mencakup pemeriksaan terhadap status periodontal dimana gigi yang diperiksa adalah gigi 46 (salah satu gigi indeks). Pemeriksaan status periodontal dilakukan secara visual kemudian ditentukan skor yang diperoleh berdasarkan Indeks Periodontal Russell. Setelah diperoleh data dari responden, dilakukan pemilihan atau seleksi.

(6)

kehilangan tulang alveolar. Pengambilan radiografi dengan mesin radiografi panoramik merek ASAHI model AUTOIIIE dengan sistem sensor digital. Kemudian hasil foto panoramik diproses dengan Fujifilm FCR CAPSULA XL II yang kemudian menghasilkan film radiografi panoramik.

Setelah film radiografi panoramik diperoleh maka selanjutnya dilakukan pengukuran kehilangan tulang alveolar pada mandibula regio kanan. Pengukuran dilakukan oleh radiologist. Cara mengukurnya ialah dengan melihat jarak antara CEJ dan crest alveolar pada gigi posterior mandibula regio kanan. Pengukuran dikelompokkan jadi dua yakni 3-4 mm dan >4 mm.

Setelah diperoleh seluruh data, maka data diolah secara statistik untuk memperoleh prevalensi periodontitis dan hubungannya dengan faktor-faktor penyebab yang telah diitentukan.

3.5.2 Alur Penelitian

a. Survey lapangan penelitian

Pemilihan responden

Wawancara dan kuisioner

Seleksi kriteria sampel yang sesuai

b. Pemeriksaan keadaan jaringan periodontal

Pemeriksaan keadaan jaringan periodontal

Pengambilan data hasil pemeriksaan

(7)

c. Seleksi sampel untuk foto ronsen panoramik

Seleksi sampel untuk dibawa ke Laboratorium Pramita

Pengambilan foto ronsen panoramik

Analisa hasil foto ronsen (dibaca oleh Radiologist)

3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.6.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan piranti lunak pengolah data.

3.6.2 Analisa Data

Analisa data diperoleh dengan menghitung data univariant dan bivariant.

3.6.2.1 Data Univariant

1. Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.

2. Prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal ditinjau secara radiografi di Kecamatan Medan Selayang.

3.6.2.2 Data Bivariant

1. Hubungan umur dengan penyakit periodontal

Untuk menguji hubungan umur dengan penyakit periodontal digunakan uji chi square.

2. Hubungan jenis kelamin dengan penyakit periodontal

(8)

3. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal

Untuk menguji hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal digunakan uji chi square.

3.7 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komisi etik No. 316/KOMET/FK USU/2012 (Health Research Ethical Committee of North Sumatera). Sebelum menjadi subjek penelitian, peneliti akan memberikan penjelasan

(9)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 137 orang melibatkan 30 orang laki-laki dan 107 orang perempuan. Penelitian ini memeriksa status periodontal pada gigi 46 serta menilai penurunan tulang alveolar dari CEJ pada gigi posterior mandibula regio kanan yang ditinjau melalui radiografi panoramik. Penyakit periodontal juga dihubungkan dengan jenis kelamin, umur dan kebiasaan merokok serta dikategorikan berdasarkan tingkat keparahannya.

Tabel 4. Data statistik jumlah responden yang menderita penyakit periodontal

Status Periodontal Frekuensi

(orang) Persentase (%)

Reversibel

Normal 0 0

Gingivitis 2 1,5

Penyakit Periodontal

Destruktif Tahap Awal 17 12,4

Irreversibel

Penyakit Periodontal

Destruktif 80 58,4

Penyakit Periodontal

Destruktif Tahap Akhir 38 27,7

Total 137 100

(10)

Tabel 5. Data statistik jumlah responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%)

Pria 30 21,9

Wanita 107 78,1

Total 137 100

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa responden pria sebanyak 30 orang (21,9%) dan responden wanita sebanyak 107 orang (78,1%).

Tabel 6. Data statistik jumlah responden berdasarkan usia

Umur Frekuensi (orang) Persentase (%)

30-40 59 43,1

41-50 44 32,1

51-60 27 19,7

61-70 7 5,1

Total 137 100

Dari data penelitian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat yang turut berperan serta paling banyak adalah masyarakat berusia 30-40 tahun yang diikuti oleh masyarakat golongan usia 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan yang paling sedikit adalah masyarakat berusia 61-70 tahun.

Tabel 7. Data statistik jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Tidak sekolah 5 3,6

SD 32 23,6

(11)

Lanjutan tabel 7

Pendidikan Frekuensi (orang) Persentase (%)

SMA 47 34,3

Perguruan Tinggi 13 9,5

Total 137 100

Dapat dilihat juga dari tabel 7 bahwa menurut kriteria pendidikan, masyarakat yang paling banyak ikut serta ialah masyarakat dengan pendidikan terakhir SMA, diikuti SMP, SD, Perguruan Tinggi kemudian terendah terdapat di tidak bersekolah.

Tabel 8. Data statistik jumlah responden berdasarkan kebiasaan merokok Kebiasaan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Merokok 20 14,6

Tidak Merokok 117 85,4

Total 137 100

Sementara dari tabel 8 dapat dilihat bahwa masyarakat yang memiliki kebiasaan merokok ada 20 orang (14,6%) dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok ada 117 orang (85,4%).

4.2Hubungan Usia dengan Penyakit Periodontal

Tabel 9. Hubungan usia dengan status periodontal dengan kategori resorpsi tulang alveolar

Umur Frekuensi (orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi

Panoramik

Persentase (%)

(12)

Lanjutan tabel 9

Umur Frekuensi (orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi

Panoramik

Persentase (%)

41-50 44 8 18,2

51-60 27 10 37

61-70 7 3 42,9

Total 137 28

Dari tabel diatas didapati bahwa persentase paling tinggi terdapat pada kelompok responden usia 61-70 tahun (42,9%), diikuti oleh kelompok usia 51-60 tahun (37%), 41-50 tahun (18,2%), lalu 30-40 tahun (11,9%).

4.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit Periodontal

Tabel 10. Hubungan jenis kelamin dengan status periodontal dengan kategori resorpsi tulang alveolar

Jenis Kelamin Frekuensi (orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi

Panoramik

Persentase (%)

Pria 30 5 16,7

Wanita 107 23 21,5

Total 137 28

(13)

4.4 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Penyakit Periodontal

Tabel 11. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal dengan kategori resorpsi tulang alveolar

Kebiasaan Frekuensi (orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi Panoramik

Persentase (%)

Merokok 20 4 20

Tidak Merokok 117 24 20,5

Total 137 28

Pada tabel diatas diperoleh bahwa perokok memiliki memiliki persentase lebih rendah (20%) daripada bukan perokok (20,5%).

4.5 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Kehilangan Tulang Alveolar Mandibula Regio Kanan

Tabel 12. Hubungan penyakit periodontal dengan kehilangan tulang alveolar mandibula regio kanan dengan kategori resorpsi tulang alveolar

Rahang Kanan Bawah

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi

Panoramik

Persentase (%)

3-4 mm 9 32,1

>4 mm 19 67,9

Total 28 100

(14)

(15)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penyakit periodontal merupakan penyakit kronis yang diawali dengan gingivitis yang kemudian menyebar kearah jaringan dibawahnya sehingga menyebabkan terjadinya resorpsi jaringan tulang alveolar dan terbentuknya poket.31 Penyakit periodontal berdasarkan kehilangan perlekatan maupun kehilangan tulang dapat dibagi menjadi dua yaitu gingivitis dan periodontitis.8 Penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkolonisasi dipermukaan gigi (plak bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya).15 Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur.24 Sedangkan periodontitis irreversible yakni dapat menghasilkan kerusakan permanen terhadap jaringan periodontal, termasuk kerusakan jaringan ikat gingiva, ligament periodontal, dan tulang alveolar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi masyarakat yang mengalami penyakit periodontal, mengetahui prevalensi kehilangan tulang alveolar yang disebabkan penyakit periodontal ditinjau secara radiografi panoramik, mengetahui hubungan antara usia dengan penyakit periodontal, mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal, dan mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal.

35

(16)

irreversible yang terdiri atas penyakit periodontal destruktif dan penyakit periodontal destruktif tahap akhir dimana pada status periodontal tersebut sudah terjadi kerusakan yang permanen pada jaringan periodontal, termasuk kerusakan jaringan ikat gingiva, ligament periodontal, dan tulang alveolar. Pola kerusakan tulang yang terjadi tergantung kepada jalur inflamasi yang menyebar dari gingiva ke tulang alveolar.

Pengukuran besarnya penurunan maupun kerusakan tulang alveolar dilakukan langsung pada radiografi panoramik, yang hasilnya dikelompokkan menjadi dua yakni 3-4 mm dan >4 mm. Pengukuran dilakukan secara visual yang dilakukan oleh ahlinya yakni radiologist.

35

Dari penelitian ini didapati prevalensi penyakit periodontal irreversible pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang adalah sebesar 86,1% dimana secara keseluruhan penyakit periodontal yang diderita terdiri atas 1,5% gingivitis, 12,4% penyakit periodontal destruktif tahap awal, 58,4% penyakit periodontal destruktif, dan 27,7% penyakit periodontal destruktif tahap akhir (tabel 3). Bila dibandingkan dengan penelitian Albert dkk di Kecamatan Medan Belawan yaitu sebesar 90,4%. Penelitian ini diikuti oleh responden sebanyak 137 orang yang terbagi atas 30 orang pria dan 107 orang wanita.

Perubahan yang terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi. Perluasan inflamasi marginal gingiva ke jaringan penyokong merupakan penyebab utama kerusakan tulang pada penyakit periodontal.36

Pada penelitian ini diperoleh hasil hubungan antara usia dengan penyakit periodontal yang berarti semakin meningkatnya umur maka risiko terkena penyakit periodontal akan semakin meningkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 42,9% responden usia 61-70 tahun mengalami kehilangan tulang, diikuti oleh kelompok usia 51-60 tahun (37%), 41-50 tahun (18,2%), lalu 30-40 tahun (11,9%) (tabel 11).

Berdasarkan hasil pengukuran radiografi panoramik ditemukan bahwa 32,1 % responden mengalami kehilangan tulang sebesar 3-4 mm sedangkan 67,9% mengalami kehilangan tulang >4 mm (tabel 12).

(17)

Amerika Serikat pada usia 35-49 tahun sebesar 10,41%, pada usia 50-64 tahun sebesar 11,88% sedangkan pada usia 65-74 tahun sebesar 10,2%, lebih rinci lagi didapati bahwa prevalensi penyakit periodontal yang tergolong moderate dan severe pada usia 35-64 tahun ada sebesar 5%, pada usia 50-64 tahun sebesar 10,73%, sedangkan pada usia 65-74 tahun ada sebesar 14,26%.

Laporan WHO, Direktorat Kesehatan Gigi dan data dari Centers for Disease Control and Prevention di Amerika juga menyatakan hal yang sama bahwa ada

hubungan antara usia dan prevalensi penyakit periodontal dimana orang yang lebih tua cenderung memiliki prevalensi penyakit periodontal yang lebih tinggi,

50

walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging). 16,17,21,40,41

Tingkat kerusakan periodontal meningkat dengan bertambahnya usia dalam semua kategori keparahan penyakit periodontal dan menunjukkan kerusakan periodontal akumulatif pada individu yang rentan. Jaringan periodontal akan mengalami perubahan-perubahan akibat proses menua dimana perubahan inilah yang diduga menambah kerentanan terjadinya penyakit periodontal pada orang yang berusia lanjut. Belum jelas apakah perubahan pada jaringan periodontal disebabkan oleh efek kumulatif dari penyakit periodontal selama bertahun-tahun atau karena menurunnya pertahanan tubuh akibat penuaan.

Penelitian yang dilakukan pada kelompok umur di atas 70 tahun menyatakan bahwa 86% mengalami periodontitis yang cukup parah dan sebagian besar telah kehilangan giginya. Penelitian ini juga menyatakan bahwa penyakit periodontal adalah penyebab hilangnya gigi pada pasien usia lebih dari 35 tahun.

12

10

Hasil penelitian mengenai hubungan antara penyakit periodontal dengan jenis kelamin menunjukkan 16,7% pria mengalami kehilangan tulang sedangkan wanita 21,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Khansa T Ababneh (2012), frekuensi periodontitis lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita, rasionya ialah L:P = 1,6:1.

18

(18)

bahwa pria memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap penyakit periodontal dibandingkan dengan wanita, yang diakibatkan oleh adanya enzim Myeloperoxodase (MPO) yang lebih tinggi pada wanita daripada pria. Myeloperoxidase adalah enzim oksidatif yang ada dalam leukosit polimorfonuklear yang pengeluarannya dipengaruhi oleh estrogen. Enzim ini terlibat dalam pertahanan terhadap bakteri periodontal dan mampu memediasi kerusakan jaringan inflamasi pada penyakit periodontal.

Adanya perbedaan persentase antara hasil penelitian ini dengan penelitian lain selain disebabkan oleh keterbatasan jumlah responden pria yang diperiksa secara radiografi dimana jumlah responden wanita lebih banyak dibanding pria serta kemungkinan sebagian besar wanita yang menjadi responden telah menopause, juga disebabkan oleh pengaruh faktor lain yang menjadi variabel pengganggu dan tidak dapat dikendalikan seperti adanya pengaruh hormon pada wanita, dll.

51

Gingivitis dapat menyerang wanita beberapa hari sebelum menstruasi yakni ketika tingkat hormon progresteron tinggi. Inflamasi gingiva juga dapat terjadi ketika ovulasi. Progresteron mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan inflamasi, menghalangi perbaikan kolagen, yakni struktur protein yang mendukung gingiva15

Studi lain (2005) melaporkan bahwa kontrasepsi oral mengandung synthetic progesterone desogestrel (semacam progesterone) meningkatkan resiko penyakit

periodontal.

.

Defisiensi estrogen setelah menopause akan mengurangi kepadatan mineral tulang, yang dapat mengawali kehilangan tulang. Kehilangan tulang berhubungan dengan penyakit periodontal dan osteoporosis. Sebuah studi di tahun 2005 menemukan bahwa kehilangan tulang alveolar merupakan prediktor utama kehilangan gigi pada wanita postmenopause. Selama menopause, wanita juga akan mengalami kondisi yang disebut menopausal gingivostomatitis, yakni gusi kering, berkilat dan mudah berdarah. Wanita juga mengalami pengecapan dan sensasi abnormal (seperti asin, pedas, asam, terbakar) pada mulut.

15

Hasil penelitian juga diperoleh adanya hubungan antara penyakit periodontal dengan merokok secara statistik (p<0,05) namun secara teori tidak dikarenakan

(19)

persentase yang diperoleh adalah 20% perokok mengalami kehilangan tulang alveolar sedangkan bukan perokok 20,5% (tabel 12). Penelitian lain (2012) mengatakan prevalensi periodontitis tertinggi terdapat pada responden yang memiliki kebiasaan merokok dengan rokok kretek (84,2%), perokok masa lalu (17,6%), perokok biasa (8,4%), dan non perokok (7,4%).

Adanya perbedaan persentase antara hasil penelitian ini dengan penelitian lain selain disebabkan karena kurangnya responden yang merokok dibandingkan yang tidak merokok, juga disebabkan oleh pengaruh faktor lain yang menjadi variabel pengganggu dan tidak dapat dikendalikan seperti jumlah rokok yang dihisap per hari, paparan asap rokok terhadap yang tidak merokok dan faktor kebiasaan dalam pemeliharaan oral hygiene.

18

15

Merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit periodontal yang dapat dicegah. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan resesi gusi dan kehilangan tulang alveolar bahkan tanpa adanya penyakit periodontal. Beberapa studi mengindikasikan merokok dan nikotin meningkatkan inflamasi dengan mereduksi oksigen dalam jaringan gusi dan memicu produksi yang berlebihan dari faktor imun yang disebut sitokin (khususnya interleukin), yang berbahaya bagi sel dan jaringan.

Nikotin bila bergabung dengan bakteri oral, seperti gingivalis P., efeknya dapat menghasilkan sitokin lebih banyak dan akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan ikat periodontal.

Risiko penyakit periodontal meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap per hari. Merokok cerutu dan pipa membawa risiko yang sama seperti merokok dengan cigarettes. Menurut sebuah studi (2001), paparan asap rokok juga meningkatkan

risiko untuk mengembangkan penyakit periodontal yakni sebesar 50-60%.

Non perokok yang terpapar asap rokok (dikenal juga dengan secondhand smoker atau perokok pasif) dapat memiliki peningkatkan risiko menderita

periodontitis. Dalam sebuah pengamatan terbaru mengenai paparan asap rokok, US Surgeon General (2006) menemukan bahwa tidak ada tingkat bebas risiko terhadap

perokok pasif. Analisa data dari The 3rd National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) menyatakan bahwa risiko periodontitis 1,6 kali lebih besar

(20)

dengan yang tidak merokok dan sama sekali tidak terpapar asap rokok. Studi lain ,dari 273 pekerja laki-laki Jepang, melaporkan bahwa perokok pasif memiliki kemungkinan menderita penyakit periodontal yang lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.

Hasil penelitian Sanders dkk (2011) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara dosis dependent paparan asap rokok dan prevalensi periodontitis severe. Orang yang terpapar asap rokok 1-25 jam seminggu memiliki risiko terkena

periodontitis sebesar 29%. Sedangkan orang yang terpapar hingga 26 jam atau lebih seminggu memiliki risiko dua kali lebih tinggi dibandingkan yang terpapar kurang dari satu jam seminggu. Risiko memiliki clinical attachment levels sebesar 3 mm atau lebih pada orang yang terpapar asap rokok 1-25 jam seminggu meningkat sebanyak 1,1%. Sedangkan risiko orang yang terpapar hingga 26 jam atau lebih seminggu meningkat 1,3% dibandingkan yang terpapar kurang dari satu jam seminggu.

52

NHANES III melakukan studi menggunakan penanda (biomarker) serum nikotin terhadap populasi US. Hasil analisisnya menyatakan bahwa pada nilai ambang 10 nanogram per milliliter serum nikotin sebagai indikator merokok, ada 3,4% non perokok yang terpapar asap rokok dan 0,8% orang yang tidak terpapar asap rokok merupakan mantan perokok, pengguna rokok maupun pengguna produk tembakau lainnya.

52

Merokok pasif memberikan efek sistemik yang sama pada jaringan periodontal seperti pada perokok aktif, hal ini didasari pada studi yang telah menemukan bahwa merokok aktif dan pasif memiliki efek dalam arah yang sama, meskipun tidak sama besarnya pada hasil kesehatan lainnya. Karena asap rokok pada perokok pasif dihirup, kemungkinan efek mekanisme biologis masuk melalui efek sistemik dari zat-zat beracun dalam rokok tembakau. Efek ini dapat dimediasi melalui cedera yang ditimbulkan oleh agen-agen proinflamatori, seperti sitokin atau stres oksidatif diinduksi merokok (smoking-induced oxidative stress).

52

Efek yang diperoleh perokok aktif pada patogenesis penyakit periodontal diyakini masuk melalui jalur lokal dan sistemik. Efek lokal dimediasi oleh rangsangan kimia dan meliputi vasokonstriksi lokal oleh nikotin dan penurunan

(21)

tekanan oksigen serta hiperkeratosis dari jaringan gingiva. Jalur lokal adalah efek panas dari asap rokok. Namun yang lebih penting adalah adanya respon perubahan sistemik dari host seperti terganggunya kemotaksis dan fagositosis dari neutrofil perifer pada perokok serta produksi antibodi yang berkurang. Merokok bila dikaitkan dengan penekanan tingkat osteocalcin saliva, menimbulkan mekanisme patogen melalui berkurangnya kepadatan mineral tulang.52

Sebuah studi yang membandingkan bukan perokok dan perokok pasif menemukan adanya peningkatan kadar biomarker saliva untuk penyakit periodontal pada perokok pasif jika dibandingkan dengan non perokok.

(22)

BAB 6 KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat Kelurahan Medan Selayang adalah sebesar 86,1%.

2. Prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan tulang alveolar pada mandibula regio kanan sebesar 3-4 mm ada sebanyak 32,1 % responden sedangkan yang mengalami kehilangan tulang >4 mm ada sebanyak 67,9%.

3. Terdapat hubungan antara usia dan penyakit periodontal yang dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar yang ditinjau secara radiografi panoramik. Semakin tua usia seseorang maka risiko penyakit periodontal semakin meningkat.

4. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan penyakit periodontal yang dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar yang ditinjau secara radiografi panoramik.

5. Secara statistik didapati adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan penyakit periodontal yang dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar yang ditinjau secara radiografi panoramik namun secara teori tidak ditemui hubungan.

6.2Saran

1. Diharapkan dilakukan penelitian berikutnya memperhatikan juga kebiasaan buruk responden (misalnya mengunyah sebelah sisi).

Gambar

Tabel 3. Definisi operasional
Tabel 4. Data statistik jumlah responden yang menderita penyakit periodontal
Tabel 5. Data statistik jumlah responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 8. Data statistik jumlah responden berdasarkan kebiasaan merokok
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan hipertensi lebih banyak menyerang perempuan dari pada laki – laki Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis hubungan aktifitas fisik dengan derajat

Sebagai contoh misalnya kita memiliki proyek konstruksi basement dengan volume galian 12.000 m3 berapa jumlah excavator dan dump truck

Maka dari itu penulis mendapat ide untuk membuat aplikasi yang bergerak pada bidang jasa yaitu sebuah Sistem Informasi Pemesanan Tiket Bioskop Online Berbasis Websiete dengan

Dari analisa dengan menggunakan software ANSYS, ternyata untuk kasus retak permukaan didapatkan hasil yang cukup dekat dengan hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh Siyi Chen

Untuk mengefisienkan gerakan pengeboran dari mesin bor, pada sistem yang telah ddisain, diterapkan algoritma genetika. Tujuan algoritma genetika adalah mencari rute urutan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui presentase saus tomat jajanan pentol di sekitar wilayah simpang empat Banjarbaru yang tidak memenuhi syarat SNI 01 - 7388 - 2009

Traksi roda adalah gaya dorong/tarik yang dapat dihasilkan roda ketika sebuah torsi T bekerja pada roda tersebut..

1) Peserta Pameran Nasional dalam rangka PIMNAS 2007 di Lampung 2007 Pembimbing SK Rektor. 2) PLPG bagi guru-guru Bahasa dan Seni se DIY dan Jawa Tenggah 2007 Ketua SK Dekan..