• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana yang disediakan untuk masyarakat yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana yang disediakan untuk masyarakat yang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan salah satu sarana yang disediakan untuk masyarakat yang bertujuan untuk membantu pemulihan atau penyembuhan seseorang dari suatu penyakit. Ada beberapa jenis rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum (RSU) adalah Rumah Sakit yang didirikan oleh pemerintah, didalamnya melayani pemulihan dan penyembuhan semua jenis penyakit mulai dari penyakit dalam, tindakan bedah, klinik anak, klinik gigi, bagian obstetric dan ginekologi, bagian mata, dan berbagai spesialisasi lain di bidang kedokteran.

Selain rumah sakit umum terdapat pula rumah sakit yang didirikan oleh pihak-pihak swasta. Rumah sakit ini dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Swasta. Rumah sakit swasta bisa berdiri atas nama perusahaan, yayasan, atau atas nama pribadi, yang melayani secara umum untuk semua bidang kedokteran dan ada pula yang hanya melayani bidang-bidang tertentu dari bidang-bidang kedokteran yang ada.

Salah satu rumah sakit swasta yang hanya melayani salah satu bidang kedokteran adalah rumah sakit bersalin yang didalamnya hanya melayani tindakan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita dan membantu proses persalinan. RSB “X” adalah rumah sakit swasta yang khusus melayani tindakan dan pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita dan membantu proses persalinan. Jenis pelayanan yang diberikan di RSB “X” mencakup bentuk pelayanan perawatan dan bentuk pelayanan medis. Adapun yang termasuk ke dalam bentuk pelayanan perawatan adalah fasilitas ruangan, fasilitas menu makanan untuk pasien serta fasilitas obat dan alat habis pakai. Sedangkan bentuk pelayanan medis yang diberikan di RSB “X” adalah pemeriksaan

(2)

ibu hamil, pemeriksaan balita, pertolongan persalinan, pertolongan kuret, pemeriksaan dan pengawasan ibu nifas, pemeriksaan obstetric dan ginekologi, dan pelayanan keluarga berencana (KB).

Jika dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan maka rumah sakit bersalin membutuhkan tenaga-tenaga medis antara lain tenaga dokter spesialis kandungan, tenaga bidan dan tenaga perawat. Bidang keperawatan merupakan satu profesi yang dapat dipilih oleh seseorang di antara sekian banyak pilihan profesi dalam kehidupan manusia. Tugas yang dihadapkan kepada para perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit bersalin, sebenarnya merupakan tugas yang berat sebab semua tindakan yang dilakukan berkaitan dengan nyawa ibu dan bayi yang sedang dikandungnya. Segala tindakan yang dilakukan baik oleh dokter maupun perawat harus berdasarkan pertimbangan medis yang tepat. Seorang perawat bertugas membantu dokter dalam melakukan tindakan medis. Oleh sebab itu peran perawat dalam sebuah tindakan medis juga sangat penting. Jika tindakan yang diberikan kepada pasien tidak sesuai dengan yang seharusnya maka resiko yang harus ditanggung adalah sangat fatal, yaitu kehilangan salah satu nyawa (ibu atau bayinya), atau bahkan keduanya.

Sikap perawat terhadap pasien merupakan sesuatu yang cukup mengganggu di RSB “X”. Hal-hal yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah tanggapan yang kurang gesit jika pasien mengeluhkan tentang sesuatu. Seringkali jawaban atau tindakan yang diberikan memakan waktu yang cukup lama. Sedangkan terkadang pasien dan keluarganya menginginkan jawaban segera. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan lima orang pasien maka diperoleh keterangan bahwa seringkali sikap

yang diberikan oleh para perawat di RSB “X” tidak ramah. Sebagai contoh, jawaban

yang ketus ketika pasien menanyakan sesuatu dan ketidakjelasan informasi mengenai prosedur yang harus dilakukan ketika akan melakukan perawatan. Perilaku tersebut

(3)

mengesankan bahwa perawat tersebut tidak malakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.

Peneliti telah melakukan wawancara terhadap dua orang perawat RSB “X” saat ditanyakan pendapat mereka mengenai tugas keperawatan yang dijalaninya, misalnya perawat H; H merasa bahwa tugas keperawatan yang berkaitan dengan profesinya itu sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap nyawa seseorang artinya H memilki task value yang tinggi. Menurut H kesigapannya dalam menjalankan tugas sangat dibutuhkan untuk memberikan pertolongan kepada pasien-pasien yang datang ke RSB “X”. Tingkat kesulitan yang berbeda-beda dan tergantung pada keluhan setiap pasien, membuatnya harus terampil dalam memberikan tindakan medis yang harus diberikan setelah meminta persetujuan dokter terlebih dahulu karena hal ini merupakan prosedur kerja yang harus dipenuhi oleh semua perawat yang bekerja di RSB “X”. Pengalaman pendidikan yang telah diperolehnya pada saat mengikuti sekolah keperawatan dan pengalaman kerja sebelumnya dirasakan sangat membantu H dalam menjalankan tugasnya di RSB “X”. Berdasarkan pengalaman itulah H merasa yakin akan tindakannya dalam melaksanakan pekerjaan, dengan arti H memilki expectancy yang tinggi.

Lain lagi dengan pernyataan yang diberikan oleh perawat M. Ia berpendapat bahwa tugas keperawatan yang dijalaninya sangat penting karena menyangkut tanggung jawab sebagai seorang perawat yang sudah menjalani pembelajaran mengenai tugas-tugas keperawatan dan tanggung jawab kepada atasannya yang sudah memberikan tugas itu kepadanya artinya M memilki task value yang tinggi. Tetapi terkadang M merasa kurang yakin dengan tindakan yang dilakukan dalam pekerjaannya dan jika ia mengalami hal tersebut maka ia akan menanyakannya

(4)

kepada teman sejawatnya atau dokter kandungan artinya M memilki expectancy yang rendah.

Motivasi kerja yang didasari oleh kedua faktor yaitu expectancy dan task value dapat terlihat melalui tampilan perilaku perawat ketika melaksanakan tugas keperawatannya. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dokter kandungan dan sekaligus pemilik RSB “X” maka diperoleh informasi bahwa di RSB “X” masalah perilaku perawat yang seringkali muncul adalah kedisiplinan terhadap tugas yang sudah ditentukan termasuk urutan prosedur yang sudah ditetapkan. Menurut beliau perawat menganggap bahwa tugasnya memiliki nilai yang kurang penting karena prosedur yang seharusnya ia taati tidak dilaksanakan dan hal ini dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien (ibu dan anak). Selain itu masalah yang lain adalah masalah keterlambatan kehadiran. Hal ini mencerminkan bahwa seorang perawat kurang menganggap penting tugasnya sehingga jadwal jaga yang telah diberikan kepadanya tidak dipatuhi. Contoh tindakan perawat yang tidak mematuhi prosedur antara lain mengenai prosedur penyerahan status pasien dalam pergantian shift. Seorang perawat yang bertugas dinas malam menurut prosedur yang ada seharusnya menyerahkan semua status pasien yang dirawat di RSB “X”. Didalam status pasien terdapat keterangan pukul berapa terakhir kali mengganti infuse. Seringkali ada beberapa perawat yang lupa untuk menyerahterimakan status pasien yang akhirnya terjadi keterlambatan penggantian unfus pasien, hal ini sangat membahayakan keselamatn nyawa pasien.

Berdasarkan paparan di atas, tidaklah heran jika tugas yang dijalankan oleh seorang perawat merupakan tugas yang berat dan penuh tantangan. Oleh sebab itu seorang perawat perlu memiliki keyakinan akan kemampuan dalam menjalankan tugasnya dengan baik dan perlu untuk menganggap bahwa tugas yang dijalani adalah

(5)

tugas yang penting karena meyangkut keselamatan nyawa seseorang. Keyakinan seorang perawat mengenai kemampuannya dalam melakukan sebuah pekerjaan disebut sebagai expectancy sedangkan bila perawat menganggap sebuah tugas itu penting maka hal ini disebut sebagai task value. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawabnya terhadap diri, profesi dan kepada dokter yang bisa juga menjadi atasannya. Seorang perawat yang bekerja di dalam sebuah Rumah Sakit masuk ke dalam sistem organisasi kerja yang membuatnya harus bekerjasama dengan orang lain, baik itu dokter, teman sejawat dan juga pasien. Keberhasilan atau ketidakberhasilan seseorang dalam menekuni profesinya ditentukan oleh sejauhmana expectancy dan value yang dimiliki.

Berkaitan dengan expectancy dan value ini Pintrich & Schunk (2002) mencetuskan Expectancy-Value Models of Motivation. Model ini memandang motivasi sebagai fungsi dasar psikologis yang ditentukan oleh faktor expectancy dan task value. Expectancy merujuk pada keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk mengerjakan sebuah tugas dan berhasil. Sedangkan bila seseorang menganggap tugas merupakan sesuatu yang penting bagi dirinya, menurut Pintrich & Schunk (2002) hal tersebut disebut value. Seorang perawat akan memiliki task value atas pekerjaannya berdasarkan menarik atau tidaknya, berguna atau tidaknya dan penting atau tidaknya suatu tugas bagi dirinya. Penilaian perawat tentang penting tidaknya tugas itu akan membentuk value perawat terhadap tugas-tugas keperawatan yang dijalaninya. Bila perawat beranggapan bahwa tugas yang diberikan kepadanya itu berguna, penting atau menarik maka value perawat tersebut terhadap tugas atau profesinya adalah positif. Sebaliknya jika seorang perawat memiliki anggapan bahwa tugas yang terkait dengan profesinya itu tidak berguna, tidak penting atau tidak menarik maka valuenya terhadap tugas adalah negatif. Bagi seorang perawat task

(6)

value itu penting karena jika seorang perawat memandang tugasnya sebagai sesuatu yang menarik, berguna dan penting maka tugas itu akan dilakukannya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh dan bertanggungjawab.

Demikian pula jika dikaitkan dengan profesi seorang perawat. Untuk menghasilkan performance kerja yang baik, seorang perawat membutuhkan expectancy dan task value yang tinggi dalam menjalankan tugas keperawatannya. Dengan demikian jika motivasinya kuat maka diharapkan performance kerja yang ditampilkan semakin baik.

Berdasarkan uraian di atas maka terlihat bahwa expectancy dan task value seseorang sangat bervariasi. Oleh karena itu pemeliti ingin meneliti mengenai expectancy dan task value perawat di RSB “X”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang penelitian, maka dalam penelitian ini yang ingin diteliti adalah : bagaimana gambaran expectancy – task value pada perawat di RSB “X” Ciamis?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai expectancy – task value pada perawat RSB “X”

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran lebih rinci

(7)

mengenai derajat expectancy – task value serta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada perawat RSB “X” Ciamis.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai expectancy-task value pada perawat.

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai expectancy-task value.

- Hasil penelitian ini dharapkan dapat menjadi informasi tambahan

mengenai expectancy-task value sebagai bahan masukan dan

pengembangan ilmu Psikologi dalam bidang industri. 1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada pimpinan RSB “X” mengenai expectancy dan task value para perawat untuk dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kinerja perawat di RSB tersebut.

- Sebagai bahan instropeksi bagi para perawat RSB “X” agar dapat semakin meningkatkan kualitasnya sebagai seorang perawat.

(8)

1.5 Kerangka Pemikiran

Mendapatkan pekerjaan merupakan salah satu tahap dalam kehidupan seseorang yang harus dilalui untuk menapaki tahap perkembangan. Dalam menjalaninya seseorang kerap kali harus menyesuaikan diri terhadap dunia pekerjaan yang tentu saja merupakan seseuatu yang baru bagi dirinya. Berbagai profesi dapat dilakukan oleh seseorang salah satunya adalah menjadi seorang perawat.

Rumah Sakit Bersalin “X” manangani berbagai masalah mengenai wanita, diantaranya adalah pemeriksaan ibu hamil yang biasanya merupakan jenis rawat jalan. Adapun tindakan yang dilakukan adalah memeriksa tinggi badan ibu, menimbang berat badan, tinggi fundus atau kehamilan, memeriksa tekanan darah kemudian memberikan vitamin dan tablet penambah darah. RS Bersalin “X” juga menangani persalinan untuk ibu yang melahirkan seorang bayi dan pelayanan ini merupakan jenis pelayanan rawat inap.

Dari uraian di atas, berarti tugas seorang perawat di RS Bersalin menyangkut keselamatan ibu dan bayi. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

seseorang untuk dapat menjalankan tugasnya adalah motivasi kerja, karena dengan

motivasi kerja yang kuat seseorang memiliki kesungguhan dalam melaksanakan tugasnya.

Pintrich & Schunk (2002) mengemukakan toeri mengenai Expectancy-Value Models of Motivation. Apabila acuan teoretik tersebut diterapkan pada profesi perawat, maka dalam diri seorang perawat dibutuhkan expectancy dengan task value, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang menentukan perilaku kerjanya.

Menurut Pintrich & Schunk (2002), expectancy-value ini sangat penting bagi seorang karena hal ini akan berpengaruh terhadap rasa percayanya terhadap

(9)

kemampuan yang dimilikinya. Begitu pula bagi seorang perawat, expectancy dan task value juga penting karena kedua hal ini dapat memprediksi tingkah laku yang akan ditampilkan, keterikatan perawat tersebut terlebih tugas ini berhubungan dengan ibu dan bayi.

Menurut Pintrich & Schunk (2002) expectancy adalah rasa percaya yang

terdapat di dalam diri seseorang tentang kemampuannya untuk melaksanakan sebuah tugas dan menyelesaikannya. Untuk dapat mengerjakan sebuah tugas yang berkaitan dengan hal keperawatan, seorang perawat sangat perlu memiliki expectancy yang tinggi agar tugas-tugas yang diberikan kepadanya dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam expectancy terdapat tiga aspek penting. Aspek pertama adalah expectancy for success. Expectancy for success mengacu pada harapan seorang perawat untuk dapat berhasil melakukan sebuah tugas keperawatan. Aspek yang kedua adalah task-specific self-concept. Hal ini mengacu pada penailaian evaluatif seorang perawat terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas keperawatan. Aspek yang ketiga adalah perception of task difficulty. Persepsi seorang perawat tentang tingkat kesulitan sebuah tugas keperawatan.

Selain expectancy, task-value juga penting. Menurut Pintrich & Schunk (2002) value dalam hal ini merupakan perbedaan rasa percaya yang dimiliki oleh seseorang tentang alasan mengapa mereka terlibat dalam suatu tugas tertentu yang

kemudian akan menjadi personal value di dalam diri seseorang. Hal ini diperkuat

dengan pernyataan dari Feather (1982, 1988) mengenai konsep dari personal value. Menurutnya personal value ini dispesifikkan menjadi value yang dikhususkan ke dalam value tentang sebuah tugas tertentu yang dinamakan sebagai task value.

Menurut Eccles & Wingfield, 1995, terdapat empat aspek dalam Task Value, yaitu Attainment Value, Intrinsic Value, Utility Value dan Cost Value. Aspek pertama

(10)

Attainment Value mengarah kepada pentingnya nilai sebuah tugas untuk dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Jika seorang perawat merasa bahwa tugas yang diberikan kepadanya merupakan seseuatu yang penting maka ia akan berusaha untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya sehingga ia dapat berhasil dalam pekerjaannya. Aspek yang kedua, Intrinsic Value adalah kenyamanan seseorang dalam mengerjakan sebuah tugas atau ketertarikan subjektif seseorang terhadap tugas yang dimilkinya (Wigfield & Eccles, 1992). Secara konseptual hal ini memiliki kesamaan dengan intrinsic interest dalam intrinsic motivation yang terdapat alam teori dari Deci & Ryan (1985). Jika intrinsic value seseorang terhadap sebuah tugas tinggi maka rasa keterikatan seseorang terhadap tugasnya akan semakin kuat, dapat melakukannya dalam jangka waktu yang lama dan akan lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya tersebut. (Wigfield & Eccles, 1992). Jika seorang perawat merasa nyaman dan tertarik terhadap tugasnya, maka ia memiliki keterikatan yang kuat terhadap pekerjaannya itu sehingga ia dapat melakukan pekerjaan itu dalam jangka waktu yang lama.

Utility Value, hal ini mengacu pada kegunaan atau manfaat dari tugas tersebut untuk diri secara individual dalam rangka pencapaian goal jangka panjang yang sudah direncanakan sebalumnya termasuk goal dalam jalur karier atau pekerjaan. Hal ini lebih kepada analisis terakhir seseorang terhadap pekerjaan itu. Utility value ini dapat dikatakan sebagai extrinsic reason seseorang untuk melakukan sebuah tugas. Decy & Ryan’s Model (1985). Jika seorang perawat merasa bahwa pekerjaannya memiliki kegunaan atau manfat bagi dirinya untuk pencapaian kariernya sebagai seorang perawat, maka ia akan lebih termotivasi untuk melakukan pekerjaan itu.

Percieved Cost, ketika seseorang memilih untuk terikat dalam sebuah pekerjaan maka di dalam diri orang tersebut terdapat keyakinan bahwa pekerjaan

(11)

tersebut berharga bagi dirinya jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, sehingga seseorang tidak akan bisa untuk terikat dalam dua pekerjaan yang berbeda. Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi seorang perawat dan bukan memilih pekerjaan jasa lain misalnya menjadi seorang dokter, maka di dalam diri perawat tersebut telah terdapat rasa yakin bahwa pekerjaan sebagai seorang perawat lebih berharga bagi dirinya jika dibandingkan dengan menjadi seorang dokter.

Menurut Pintrich & Schunk, terbentuknya expectancy dan value seorang perawat terhadap tugas di tempat ia bekerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang membentuk expectancy dan task-value adalah social world yang mencakup cultural milieu, socializers behavior dan past performance & event.

Social world yang membentuk expectancy dan value perawat adalah cultural milieu (budaya pergaulan). Lingkungan tempat tumbuh dan berkembangnya seorang perawat sangat mempengaruhi expectancy dan task-value. Misalnya seorang perawat yang tumbuh dalam keluarga yang ibunya bekerja, tentu akan memiliki persepsi yang berbeda terhadap pekerjaan di banding dengan perawat yang tumbuh di lingkungan yang ibunya tidak bekerja. Begitu pula dengan interaksi yang terjadi dalam lingkungannya tersebut, baik interaksinya dengan orang tua, teman sejawat dan pasien. Value dapat dilihat sebagai produk dari budaya, lembaga, dan tekanan personal terhadap individu (Rokeach, 1973).

Faktor eksternal yang kedua adalah dilihat dari sisi sosial. Interaksi perawat dengan atasannya, teman sejawat, pasien dan individu lain yang ada dilingkungan kerjanya akan mempengaruhi rasa percaya perawat tersebut terhadap tugas-tugas yang dihadapinya (Pintrich & Schunk, 2002). Selama menjalani pendidikan sebagai seorang perawat tentu mereka mendapatkan pendidikan mengenai tugas-tugas yang

(12)

akan dihadapinya di dunia kerja, diantaranya dalam dunia kerjanya seorang perawat akan selalu berhubungan dengan orang lain baik itu atasannya, teman sejawat, pasien, atau juga keluarga pasien. Berbagai individu yang ditemui di lingkungan kerjanya tentu memiliki kepribadian yang berbeda yang membutuhkan reaksi yang berbeda-beda.

Faktor eksternal yang ketiga dalam hal ini adalah past performance & event yang pernah dialami oleh perawat. Pengalaman ini berkaitan dengan tugas-tugas atau kejadian-kejadian yang pernah dialaminya di dalam dunia kerjanya yang akan mempengaruhi expectancy dan value perawat terhadap tugasnya. Bila pengalaman ini bernilai positif dan terjadi lebih dari satu kali dalam pengalaman kerjanya, maka perawat akan memiliki expectancy yang tinggi terhadap tugasnya dan akan berusaha untuk berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas selanjutnya. Sedangkan jika dalam pengalaman kerjanya perawat sering mengalami kegagalan dan membuatnya mendapatkan punishment maka expectancy perawat terhadap tugas-tugasnya adalah rendah.

Selain faktor-faktor eksternal, faktor lain yang berpengaruh terhadap expectancy dan value adalah faktor internal dari perawat. Faktor internal ini mencakup faktor kognitif yang didalamnya akan terjadi sebuah proses kognitif (cognitif processes) di dalam diri perawat tersebut. Proses kognitif yang terdapat di dalam diri seorang perawat dipengaruhi oleh affective memori, goal yang telah ditentukan, rasa percaya terhadap kompetensi yang dimiliki yang berkaitan dengan self-schemas (jugdments of competence and self-schemas) dan juga persepsi terhadap tugas (perception of task difficulty).

(13)

terhadap tugas-tugsnya keperawatannya melalui proses classical conditioning. Bila perawat memiliki pengalaman awal yang gagal dalam menjalankan tugasnya dan hal ini terulang pada beberapa kali berikutnya maka perawat akan mengaktifkan emosi negatif yang sama dengan sedikit value tinggi. Hal ini dapat mengarah pada penghindaran pada tugasnya, atau bahkan penggeneralisasian kepada tugas yang lainnya.

Goals (tujuan) merupakan perwakilan kognitif mengenai apa yang ingin dicapai oleh seorang perawat. Goals ini dibentuk oleh self-schemas yang mengacu pada beliefs dan self-concept (konsep diri) perawat terhadap dirinya sendiri. Setiap perawat memiliki belief tentang orang seperti apa atau ingin jadi orang seperti apa dirinya kelak, termasuk belief tentang kepribadian dan identitasnya. Hal ini akan mendorong perawat untuk memilih hal-hal atau kegiatan yang sesuai dan mendukung self-schemas mereka, maka perawat akan mengusahakan untuk berhasil dalam mengerjakan tugas-tugas keperawatan dan sebaliknya.

Motivational belief yang terakhir adalah perception of task difficulty (pemaknaan tugas). Pemaknaan perawat terhadap tugas-tugas keperawatan sebagai sesuatu yang menetukan apakah perawat akan melakukan atau melanjutkan tugas tersebut atau tidak. Bila perawat merasa tugas keperawatan tersebut mudah, maka perawat memilih mengerjakannya, namun jika perawat merasa sulit maka perawat tidak akan melakukannya dengan sungguh-sungguh.

Faktor internal yang ada di dalam diri seorang perawat serta faktor eksternal yang berasal dari lingkungan akan diolah secara kognitif akan membentuk expectancy dan task value terhadap pekerjaan keperawatan, seperti penting tidaknya pekerjaan itu serta akan berhasil atau tidaknya seorang perawat dalam mengerjakan tugas-tugas keperawatannya.

(14)

Komponen expectancy-task value ini akan memprediksi motivasi yang akan ditampilkan oleh perawat memalui performance kerja. Apabila expectancy-task value tinggi maka performance kerjanya dapat diprediksi akan baik, sedangkan jika expectancy-task value rendah atau salah satunya rendah, maka akan dapat diprediksikan performance kerjanya akan tidak baik.

Sama halnya dengan para perawat RSB “X”, faktor internal dan eksternal yang nantinya akan membentuk expectancy – task value perawat RSB “X” ini akan berpengaruh pada performance kerja yang ditampilkan dalam hal tugas keperawatan. Jika expectancy dan task-value yang dimiliki perawat tinggi maka performance kerja yang ditampilkan akan baik, begitu pula jika sebaliknya.

(15)

S

o

ci

a

l

W

o

rl

d

C

o

g

n

it

ive

P

ro

ce

ss

es

M

o

ti

va

ti

o

n

a

l

B

el

ie

fs

t

in

g

g

i

r

en

d

ah

-

---

-

---

t

in

g

g

i

r

en

d

ah

B

a

g

a

n

1

.1

S

k

em

a

B

a

g

a

n

K

er

a

n

g

k

a

P

ik

ir

1

.

C

u

lt

u

ra

l m

il

ie

u

2

.

S

o

ci

al

iz

er

s

be h av io r

3

.

P

ast

pe

rf

o

rm

an

ce

s

an

d

e

v

en

ts

P

er

ce

pt

io

n

s o

f so

ci

al

en

v

ir

o

n

m

en

t

In

te

rpr

et

at

io

n

s a

n

d

at

tr

ibu

ti

o

n

f

o

r

pa

st

ev

en

t

A

ff

ec

ti

v

e

m

em

o

ri

es

E

x

pe

ct

an

cy

-

E

x

pe

ct

an

cy

fo

r su

cc

ess

-

T

ask

spe

ci

fi

c

se

lf

c

o

n

ce

pt

-

P

er

ce

pt

io

n

o

f

ta

sk

d

if

fi

cu

lt

y

T

ask

V

al

u

e

-

A

tt

ai

n

m

en

t

v

al

u

e

-

In

tr

in

si

c

v

al

u

e

-

U

ti

li

ty

v

al

u

e

-

P

er

ce

iv

ed

C

o

st

1

.

G

o

al

s

2

.

Ju

d

g

m

en

ts o

f

co

mpe

te

n

ce

a

n

d

se

lf

sc

h

em

es

3

.

P

er

ce

pt

io

n

s o

f

ta

sk

d

if

fi

cu

lt

y

(16)

1.6 Asumsi

- Perawat di RSB “X” Ciamis memiliki expectancy dan task value yang bervariasi.

- Expectancy dan task value yang bervariasi ini memprediksi performance kerja perawat yang bervariasi pula.

Referensi

Dokumen terkait

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok

Kriteria Inklusi Ekslusi Population / Problem Jurnalnasional dan international yang berhubunganden gantopikpenelitiy akniregulasi emosi dan intensitas nyeri haid Selain

a) Asimilasi, terjadi ketika individu mengadopsi norma budaya yang dominan atau tuan rumah melebihi budaya asli mereka. Proses asimilasi yang terjadi pada mahasiswa muslim

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh proporsi pemberian pakan dengan lama pencahayaan di malam hari tidak berpengaruh terhadap konsumsi

Pada dasarnya semua lagu jam janeng yang berada di Sidoharjo memiliki pola tabuhan yang sama, hanya saja pola tabuhan ini dimainkan dengan tempo yang

Penulis : “Menurut pendapat bapak, dengan penggunaan Teknologi Informasi adakah pengaruhnya terhadap hasil akhir pekerjaan anda saat ini?”. Informan 11 :

Siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang: penyajian data dalam bentuk tabel, diagram garis, diagram batang, dan diagram lingkaran, rata-rata, median,

Dalam kesempatan tersebut DMA menyampaikan 5 butir tuntutan masyarakat Aceh yaitu yang pertama rakyat Aceh menuntut penegakan hukum atas pelanggaran HAM oleh