• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Dikalangan masyarakat, siapa yang tak kenal cabai? Dibalik rasa pedasnya, cabai merupakan salah satu buah yang begitu kaya manfaat. Orang – orang zaman dahulu sudah menyadari bahwa cabai dengan berbagai jenisnya dapat dimanfaatkan sebagai penguat rasa masakan. Cabai memiliki bermacam – macam jenis, dari cabai besar, cabai keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika, hingga cabai hias. Dari semua jenis cabai diatas, semuanya merupaka cabai untuk dikonsumsi, bahkan cabai hias sekalipun (Agromedia, 2008).

Menurut Agromedia (2008), Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya.bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya. Cabai berakar tunggang, terdiri atas akar utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menembus kedalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm.

(2)

Sebagai salah satu komoditi pertanian yang sangat populer di kalangan masyarakat, cabai merupakan komoditas andalan bagi petani di Indonesia. Cabai merah adalah sayuran buah semusim yang termasuk dalam family terung-terungan (Solanaceae). Dinamakan Cabai merah dikarenakan cabai ini memiliki buah yang besar dengan warna merah. Di Indonesia sendiri, ada banyak nama-nama lokal yang beredar di masyarakat, misalnya di Jawa, dikenal dengan nama Lombok atau Lenkreng, Campli (Sumatera), Capli (Aceh), Lacina (Batak Karo), Cabi (Lampung), dan masih banyak lagi nama cabai yang lainnya. Cabai merah ini terdiri dari beberapa macam diantaranya cabai keriting, cabai tit/ cabai super, cabai hot beauty, dan cabai merah lainnya (Tosin dan Nurma, 2010).

Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan kedalam empat golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas, kepedasan pertengahan, kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda (Suyanti, 2007).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Produksi dan Fungsi Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah

(3)

jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2005).

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak dapat sejalan. Selain itu, pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung proses produksi tersebut. Petani tradisional sekalipun sebenarnya juga butuh manajemen dalam menjalankan usahataninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2003).

Kenaikan hasil yang semakin berkurang (Law of diminishing return) merupakan suatu hasil yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari perkaitan antara tingkat produksi dan input produksi yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Law of diminishing return (LDR) menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak 1 unit, maka mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah sesudah mencapai tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2005).

Menurut Sukirno (2005), pada hakekatnya law of diminishing return (LDR) menyatakan bahwa perkaitan antara tingkat produksi dan jumlah suatu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu :

(4)

Tahap I

Input Produksi TP

a. Tahap petama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat,

b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil

c. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang

Gambar 2.1 Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marginal

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi teersebut.bentuk total produksi cekung ke atas apabila input produksi masih sedikit digunakan (tahap 1).

TP Total Produksi A B Input Produksi MP AP MP dan AP

Tahap II Tahap III

(5)

Ini berarti input produksi adalah masih kekurangan dibandingkan dengan input produksi lainnya yang dianggap tetap jumlahnya (Sukirno, 2005).

Dalam keadaan seperti itu, produksi marginal bertambah tinggi dan sifat ini dapat dilihat pada kurva MP. Selanjutnya pertambahan penggunaan input produksi tidak akan menambah produksi total secepat seperti sebelumnya. Keadaan ini digambarkan (i) kurva total produksi (TP) yang terus menurun dan (ii) kurva total produksi yang mulai cembung keatas. Sebelum input produksi digunakan pada tahap kedua, MP adalah lebih tinggi daripada AP, maka kurva AP bertambah tinggi. Pada saat input produksi bertambah ketahap II kurva MP memotong kurva AP. Sesudah perpotongan tersebut kurva AP menurun kebawah yang menggambarkan bahwa AP semakin bertambah sedikit. Perpotongan antara kurva AP dan kurva MP adalah menggambarkan permulaan dari tahap kedua. Pada keadaan ini AP mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap kedua, penggunaan input produksi dikatakan efisien karena jumlah input produksi yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang maksimal (sukirno, 2005).

Pada tahap ketiga dimana kurva MP memotong sumbu datar dan sesudahnya kurva tersebut dibawah sumbu datar. Keadaan ini menggambarkan bahwa MP mencapai angka negatif. Kurva total produksi (TP) mulai menurun pada tingkat ini, yang menggambarkan bahwa produksi total semakin berkurang apabila lebih banyak lagi input produksi yang digunakan. Keadaan pada tahap ketiga ini menggambarkan bahwa input produksi yang digunakan adalah jauh melebihi daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi secara efisien (Sukirno, 2005).

(6)

Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi Produksi Cobb –Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input (Soekartawi, 2002).

Menurut Soekartawi (2002), Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain :

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah kedalam bentuk linear

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas

3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to

scale.

4. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi

5. Constant return to scale , bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian penambahan masukan − produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh

(7)

6. Increasing return to scale, bila (b1+b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan masukan produksi – produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar

Secara matematik, persamaan dari fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut :

Y

= b

0

X

1 b1

X

2 b2

...X

n bn

e

u Keterangan : Y = hasil produksi

Xn = nilai faktor produksi ke-n

b0 = intersep

bn = dugaan slope yang berhubungan dengan variabel Xn

e = bilangan natural (e = 2,782) u = kesalahan (residual)

Logaritma dari persamaan diatas adalah :

Log Y = Log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + ....+ bn log Xn + u

Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear. Oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol

2. Tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan 3. Tiap variabel X adalah perfect competition

4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi, seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan (u)

(8)

Mubyarto (1995), mengatakan suatu fungsi produksi akan berfungsi ketika terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output). Dalam sektor pertanian terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi (output) yaitu sebagai berikut :

1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Produksi Pertanian

Lahan sebagai salah satu faktor yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan

2. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Pertanian

Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Tenaga kerja dari dalam keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanain secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang

3. Pengaruh penggunaan pupuk tehadap produksi pertanian

Pemberian dosis pupuk yang tepat akan menghasilkan produk berkualitas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik berasal dari penguraian bagian-bagian atau sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos.

(9)

Sementarai itu pupuk anorganik adalah pupuk yang sudah mengalami proses di pabrik misalnya urea, TSP, dan KCl

4. Pengaruh obat-obatan terhadap produksi pertanian

Obat-obatan dapat menguntungkan usahatani namun disisi lain pestisida dapat merugikan petani. Penggunaan obat-obatan bertujuan untuk mencegah serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan turunnya produksi dan kualitas buah.

5. Pengaruh bibit terhadap produksi pertanian

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, sehingga semakin unggul bibit maka semakin baik produksi yang akan dicapai

2.2.2 Fungsi Produksi Frontier

Battese (1992) dalam Kurniawan (2012) menyatakan konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi factor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu.

Farrell (1957) dalam Tasman (2014) mengajukan pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis, yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input yang tersedia, dan alokatif efisiensi, yang merefleksikan kemampuan dari perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan harga

(10)

masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Pengukuran efisiensi ini mengasumsi bahwa fungsi produksi adalah produsen yang efisien secara penuh diketahui. Sejak fungsi produksi tidak diketahui dalam prakteknya, Farrell (1957) menyarankan bahwa fungsi diestimasikan dari data sampel menggunakan

non-parametric piece-wise-linear technology atau fungsi parametrik, seperti bentuk

Cobb-Douglas. Dengan mempertimbangkan estimasi parameterik frontier dari fungsi produksi Cobb-Douglas, menggunakan data atas sejumlah N sampel dari perusahaan. Model didefinisikan dengan:

 

YiXi

ui

ln , i=1,2, …, n.

dimana ln(Yi) adalah logaritma dari (scalar) output untuk perusahaan ke-i. Xi

adalah vektor baris (K+1), yang elemen pertamanya adalah ”1” dan sisa elemennya adalah logaritma dari kuantitas input K yang digunakan oleh perusahaan ke-i. Sedangkan =(1, 2, ..., K) adalah vektor kolom (K+1) dari

parameter yang tidak diketahui untuk diestimasikan. Terakhir u1 adalah

random-variabel yang non-negatif, yang berhubungan dengan inefisiensi teknis produksi dari perusahaan dalam industri yang terlibat.

2.2.3 Efisiensi

Menurut Miller dan Meiners (2000) dalam dalam Notarianto (2011), pengertian dari efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu efisiensi teknik, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknik mencakup tentang hubungan antara input dan output. Suatu perusahaan dikatakan efisien secara teknis jika produksi dengan output terbesar yang menggunakan kombinasi beberapa input saja.

(11)

Menurut Nicholson (1995), alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lain. Farrel dan Kartasapotra dalam Marhasan 2005 mengklasifikasikan konsep inefisiensi ke dalam efisiensi harga (price or

allocative efficiency) dan efisiensi teknis (technical efficiency). Jika diasumsikan

usaha tani menggunakan dua jenis input X1 dan X2 untuk memproduksi output tunggal Y seperti terlihap pada gambar 2.4 dengan asumsi constan return to scale maka fungsi frontier dapat dicirikan oleh satu unit isokuan yang efisien. Berdasarkan kombinasi input (X1, X2) untuk memproduksi Y. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai rasio OB/OA dalam gambar 2.4. Rasio ini mengukur proporsi aktual (X1,X2) yang dibutuhkan untuk memproduksi Y. Sementara itu efisiensi teknis, 1-OB/OA merupakan ukuran:

1. Proporsi (X1,X2) yang dapat dikurangi tanpa menurunkan output dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap.

2. Kemungkinan pengurangan biaya dalam memproduksi Y dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap.

3. Proporsi output yang dapat ditingkatkan dengan anggapan rasio input X1 dan X2 tetap

Jika dimisalkan PP’ rasio harga input atau garis isocost, maka C adalah biaya minimal untuk memproduksi Y. Biaya pada titik D sama dengan biaya pada titik C, sehingga efisiensi alokatif dapat didefinisikan sebagai rasio OD/OB. Sedangkan inefisiensi alokatif adalah 1-OD/OB yang mengukur kemungkinan pengurangan biaya sebagai akibat dari penggunaan input dalam proporsi yang

(12)

tepat. Efisiensi total dapat didefinisikan sebagai rasio OD/OA. Efisiensi total merupakan efisiensi ekonomi, yaitu hasil dari efisiensi teknik dan harga. Dengan demikian, inefisiensi total adalah 1-OD/OA yang mengukur kemungkinan penurunan biaya akibat pergerakan dari titik A (titik yang diamati) ke titik C (titik biaya minimal).

Gambar 2.2 Efisiensi Unit Isoquant

Sumber : Witono Adiyoga, 1999 dalam Khazanani 2011

Dimana : PP’ : isocost

C : Biaya minimal untuk produksi Y OB/OA : Efisiensi Teknik (ET) OD/OB : Efisiensi Harga (EH)

X2/Y P U B C D P’ O A U’ X1/Y

(13)

OD/OA : Efisiensi Ekonomi (EE)

McEachern (2001) dalam Anandra (2010) menyatakan efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha taninya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen.

Menurut Widyananto (2010) konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

2.2.4 Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alama sekitrnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006).

(14)

Menurut Suratiyah (2006), untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal Approach), pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang (present value approach).

1. Pendekatan nominal

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan nominal. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value of money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut :

Penerimaan – Biaya total = Pendapatan

Penerimaan = Py.Y

Py = Harga Produksi (Rp./kg)

Y = Jumlah produksi (kg)

Biaya Total = Biaya tetap + Biaya Variabel

(TC) = (FC) + (VC)

2. Pendekatan future Value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi dibawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi 3. Pendekatan Present Value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran daqn penerimaan dalam proses produksi dibawa ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi.

(15)

Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani anatar lain :

a) Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani

b) Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi

c) Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, sperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda

d) Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai

e) Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai

f) Pengeluaran tidak tunai adlah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda

(16)

g) Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatni. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoeh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eliyana (2003) yang berjudul Analisis

Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usahatani Cabai Keriting di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa dari usahatani cabai keriting

rata-rata penerimaan Rp 27.763.208 /ha/MT dengan rata-rata biaya total Rp 19.210.672, 10 /ha/MT menghasilkan rata-rata keuntungan Rp 8.552.535,90 /ha/M. Penggunaan benih sebesar 0,10 kg/ha/MT. Penggunaan tenaga kerja sebesar 1345,86 JKO/ha/MT. Penggunaan pupuk kandang sebesar 18.533,33 kg/ha/MT, sedangkan penggunaan pupuk ZA, pupuk KCl dan pupuk SP 36 masingmasing sebesar 233,17 kg/ha/MT; 216,99 kg/ha/MT dan 170,37 kg/ha/MT. Dari perhitungan diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb Douglas Y=- 4,656.X10,231.X2 0,319.X3 0,298.X4

0,607

.X5 -0,138.X6 0,0065.X7 0,193. Hasil analisis uji F dapat diketahui bahwa Fhitung

(72,993) lebih besar dari Ftabel (2,42). Hal ini menunjukkan bahwa semua masukan

yang digunakan secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai keriting. Hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa thitung luas lahan (2,116), benih (2,101), tenaga kerja (2,707), pupuk kandang (6,026), pupuk ZA (2,091) dan pupuk SP 36 (2,259) lebih besar dari ttabel (1,721) berarti bahwa masukan luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA, dan pupuk SP 36 berpengaruh nyata terhadap produksi cabai keriting sedangkan t-hitung pupuk KCl (0,095) lebih kecil dari t-tabel (1,721) berarti bahwa penggunaan pupuk KCl berpengaruh tidak nyata

(17)

produksi yaitu 1,34 yang berarti skala usahatani berada pada kondisi increasing return to scale. Pada kondisi ini skala usaha pada daerah I, sehingga untuk mengetahui efisiensi ekonomi menggunakan biaya minimum. Usahatani cabai keriting dapat dikatakan efisien secara ekonomis apabila NPMx/Px = 1 atau dengan kata lain produk fisik marginal dengan harga masing-masing faktor produksi sama besar. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rasio perbandingan produk marginal dengan harga dari faktor-faktor produksi yang berupa luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk SP 36 dan pupuk KCl yang digunakan nilainya tidak sama dengan 1 sehingga menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi F. Ariwibowo (2013) dengan judul

Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Input Produksi Usahatani Jagung di Desa Sei Mancirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa

fungsi produksi Cobb Douglas Y=4,91 X10,68X20,09X30,039X4 0,131. Hasil analisis uji F

menunjukkan bawa Fhitung (5,65) > Ftabel (2,13). Hal ini menunjukkan bahwa

semua masukan yang terdiri dari luas lahan, bibit, pupuk (urea, Za, NPK) , tenaga kerja, dan obat-obatan yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah. Sedangkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa thitung luas lahan (-4,57), pupuk urea (-1,38), pupuk SP36 (0,74), pupuk Za

(-1,52), pupuk NPK (-0,08) , obat-obatan (-1,007), dan tenaga kerja (-2,66) lebih kecil dari ttabel (1,67) berarti bahwa masukan luas lahan, pupuk urea, pupuk ZA, dan

pupuk SP 36 , pupuk NPK benih,obat-obatan, dan tenaga kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah sedangkan t-hitung bibit (3,56) lebih besar dari

t-tabel (1,67) berarti bahwa penggunaan pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Untuk nilai efisiensi ekonomi lahan NPM/Pxi < 1 artinya faktor produksi belum efisien. Nilai NPM/Pxi input produksi bibit, pupuk urea, pupuk

(18)

SP36, pupuk ZA, pupuk NPK, gromoxone dan tenaga kerja > 1 artinya penggunaan

input produksi belum optimal dan harus ditambah lagi.

2.4 Kerangka Pemikiran

Usahatani adalah kegiatan untuk mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi sehingga memberikan hasil maksimal dan berkelanjutan. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, pupuk, bibit, dan obat-obatan usaha tani cabai diusahakan sedemikian rupa agar dalam jumlah tertentu menghasilkan produksi maksimum. Untuk melihat apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien atau tidak, diukur dengan analisa fungsi produksi dengan pendekatan produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi harga. Hasil perkalian efisiensi teknis dan efisiensi harga menunjukkan efisiensi ekonomi. Dari efisiensi ekonomi dapat diketahui apakah usahatani tersebut sudah optimal atau belum optimal yang berpengaruh terhadap penerimaan petani. Penerimaan petani dipengaruhi oleh harga jual cabai merah dan akan mempengaruhi besarnya pendapatan. Berdasarkan model teori tersebut, maka disusun kerangka pemikiran disajikan pada gambar 2.3 berikut :

(19)

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan

: Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai Merah Faktor Produksi : A. Luas Lahan B. Bibit C. Tenaga Kerja D. Pupuk E. Obat - Obatan Efisiensi Ekonomi Harga Jual Produksi Pendapatan Penerimaan Belum Optimal Optimal Efisiensi Harga Efisiensi Teknik

(20)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh nyata faktor-faktor produksi (luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) terhadap hasil produksi usahatani cabai merah di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo

2. penggunaan faktor produksi dalam usahatani cabai merah menunjukkan adanya inefisiensi

3. Pendapatan yang diperoleh petani cabai di daerah peneltian lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam usahatani cabai merah

Gambar

Gambar  2.1  Kurva  Total  Produksi,  Produksi  Rata-Rata  dan  Produksi   Marginal
Gambar 2.2 Efisiensi Unit Isoquant
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai Merah Faktor Produksi : A.  Luas Lahan B

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan skripsi Darwanto dengan judul “Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis Frontier)” Dari hasil analisis data yang telah berhasil diolah

Faktor-faktor produksi tersebut adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea, dan pupuk posca, dimana faktor-faktor produksi tersebut menjadi biaya dalam usahatani ubi

Semakin panjang jarak dan makin banyak perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara

Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan- kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jenis benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja

Dengan diketahuinya biaya( pengeluaran) yang terdiri dari biaya tetap ( fixed cost) dan biaya variabel ( variabel cost) pada proses produksi dan penerimaan yang diperoleh

Terdapat perbedaan yang nyata biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, curahan tenaga kerja, total biaya produksi budidaya tambak udang menurut sistem pengelolaan

penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi yang akan dipengaruhi oleh variasi X (soekartawi, 1994). Efisiensi adalah rasio yang