• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. kaitannya dengan penelitian ini. Dari artikel tersebut diharapkan dapat lebih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. kaitannya dengan penelitian ini. Dari artikel tersebut diharapkan dapat lebih"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

14

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka dipaparkan sejumlah penelitian, artikel yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Dari artikel tersebut diharapkan dapat lebih dipahami mengenai segala sesuatu yang diperlukan berkaitan dengan penelitian ini. Artikel-artikel itu adalah sebagai berikut.

Bagus (1968) menulis artikel ilmiah yang berjudul “ Arti Dongeng dalam Pendidikan”. Di dalam tulisan ini dibahas tentang nilai-nilai dongeng Bali dari pendidikan sampai nilai-nilai kemanusiaan. Penelitian Bagus berbeda karena penelitian ini yakni tentang teks mitos bulu geles. Pembahasan lebih luas baik dari segi struktur, fungsi, makna dan pewarisannya. Penelitian ini lebih menonjol tetang pelestarian lingkungan, namun penelitian Bagus dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam analisis.

Sutarto (1993) menulis mitos tentang laut yakni upacara petik laut di pantai Utara pulau Jawa bagian Timur. Tradisi petik laut ini adalah tradisi masyarakat nelayan, baik yang bertempat tinggal di pantai Utara maupun pantai Selatan provinsi Jawa Timur. Tradisi ini merupakan warisan, baik pewaris aktif maupun pasif yang menunjukkan bagaimana manusia (dalam kaitan ini masyarakat nelayan) sebagai mahluk lemah dapat menjalin komunikasi dengan kekuatan besar (Tuhan) dan gaib untuk memenuhi kepentingannya. Penelitian Sutarto berbeda dengan penelitian ini, namun penelitian Sutarto dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam analisis. Penelitian ini adalah tentang teks mitos

(2)

bulu geles di desa Tambakan yang merupakan mitos suci yang sampai sekarang masih dilaksanakan ritualnya. Dalam penelitian ini diteliti tentang struktur teks mitos bulu geles, bagaimana fungsinya, makna apa yang terdapat pada teks mitos, dan bagaimana sistem pewarisannya.

Seriasih (2005), kekhasan dari penelitian Aci Bulu Geles terkait dengan sejarah desa Bulian. Ritual wajib dilakukan oleh pasangan suami istri yang laki-lakinya berasal dari desa Bulian. Dalam cerita sucinya Aci Bulu Geles termasuk Durga puja dan ideologi cerita sucinya bersifat nyata dan tidak nyata. Acinya merupakan wacananya, yakni pengekspresian mitos dengan menggunakan seperangkap media ekspresi ritus. Topik penelitian Seriasih difokuskan pada kajian struktur, fungsi, dan makna wacana bagi masyarakat Bulian. Fokus penelitian dengan mengaplikasikan teori naratif Chatman (dalam Seriasih, 2005) ke dalam ranah sastra dan religi bahwa cerita suci suatu komunitas merupakan bagian dari teks sastra. Dalam penelitian Seriasih juga digambarkan teori struktur untuk mengkaji keterjalinan hubungan antar bagian wacana berupa saa. Teori semiotik sosial yang dibantu oleh interpretasi budaya untuk mengkaji konteks sosial wacana. Penentuan informan, pengumpulan data melalui observasi langsung dengan melakukan perekaman serta pencatatan, penjelasan dan analisis data dengan menerjemahkan teks ke dalam bahasa Indonesia. Analisis isi, penyajian hasil analisis dengan metode informal dan formal. Hasil yang diperoleh dari penelitian Seriasih menunjukkan adanya dominasi penggunaan saa sebagai media verbal didasari oleh simbul magis yang berkaitan dengan Dewi Durga. Struktur saa terdiri atas pendahuluan, inti, dan punutup. Penelitian Seriasih

(3)

berbeda dengan penelitian ini, namun penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam analisis. Penelitian ini terfokus hanya pada teks mitos bulu geles yang ada di desa Tambakan, berbeda dengan penelitian Seriasih di atas. Penelitian Seriasih terkait dengan sejarah desa Bulian dan adat pernikahan, sedangkan penelitian penulis tidak meneliti tentang sejarah desa Tambakan secara khusus tetapi hanya disinggung saja. Dalam penelitian ini diteliti tentang struktur teks mitos bulu geles, fungsi yang dihubungkan dengan fungsi teks dan konteks, makna dan sistem pewarisannya.

Tradisi lisan yang berkaitan dengan masalah budaya ditulis oleh Duija (2011) dengan judul tulisan “Samudra dan Danu Kertih”. Pada dasarnya tulisan ini berkaitan dengan masalah pelestarian lingkungan dan tentu saja ada kaitannya juga dengan masalah kesejahteraan. Apabila tanah masih dapat menyimpan air dengan baik akibat dari lingkungan yang masih asri, tumbuhan masih lestari sehingga banjir dapat dihindari. Hal ini akan menyebabkan mata air tidak akan mati sehingga kontinuitas keperluan air masyarakat akan terjamin. Air yang cukup akan mengakibatkan tumbuhan hidup, subur dan kesejahteraan masyarakat terjamin. Penelitian Duija berbeda dengan penelitian penulis, namun penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam analisis. Penelitian penulis lebih terfokus pada struktur teks mitos bulu geles di desa Tambakan, fungsi yang dikaitkan dengan fungsi teks dan konteks, makna yang terdapat dalam teks mitos bulu geles, dan bagaimana sistem pewarisannya. Dalam tulisan Duija di atas tentang pelestarian lingkungan yang berkaitan dengan kesejahteraan. Apabila

(4)

tanah dapat menyerap dan menyimpan air dengan baik maka alam dan lingkungan akan subur dan manusia di muka bumi ini akan sejahtera.

Widiatmoko (2012) mengemukakan bahwa mitos yang menjadi tradisi Gunung Merapi ternyata dapat membawa masyarakat yang hidup di sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kerifan lokal masih mampu menuntun masyarakat dalam menempuh kehidupannya dengan damai dan sejahtera. Masyarakat di sekitar Gunung Merapi meyakini bahwa pengalaman kehidupannya sehari-hari telah melahirkan kearifan lokal. Kearifan lokal ini berupa mitos adanya penjaga Gunung Merapi yang gaib dan mistis. Kerajaan Mataram kosmologi Jawa dalam hubungan kekuasaan alam secara mistis ada dua kekuatan alam yang diharmonisasikan, yakni kekuatan laut Selatan dan Gunung Merapi dengan menempatkan utusannya sebagai juru kunci. Juru kunci hanya boleh melaksanakan upacara labuhan atas perintah raja.

Sikap kosmologis ditandai oleh ikatan yang kuat masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi dengan Gunung Merapi. Sikap ini melahirkan kearifan lokal dengan menjaga kelestarian dan keseimbangan alam Gunung Merapi dengan tidak berani menebang pohon sembarangan, berburu binatang di hutan, mengambil dan memindahkan batu-batu besar di tempat-tempat tertentu, apalagi membakar hutan. Penduduk susah meninggalkan lereng merapi, karena adanya ikatan emosional yang kuat dengan keberadaan Gunung Merapi dalam hubungan timbal balik antara makromkosmos dan mikrokosmos. Mitos dan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Gunung Merapi melalui kehadiran (folklor) mahluk-mahluk gaib penunggu Gunung Merapi. Mereka dapat

(5)

membaca “tanda-tanda” kapan Gunung Merapi membahayakan kehidupan mereka sehingga mereka harus mengungsi. Kalau dilihat tulisan Widiatmoko di atas lebih terfokus pada kearifan lokal tentang Gunung Merapi dan masyarakat di sekitarnya yang hidup harmonis saling menjaga. Masyarakat di sekitar Gunung Merapi menjaga alam sekitarnya sehingga sikap ini menimbulkan pelestarian lingkungan dan tidak berani merusak alam. Penelitian ini terfokus pada struktur teks mitos bulu geles di desa Tambakan, fungsi teks mitos bulu geles, makna dan sistem pewarisannya sehingga dapat lestari sampai sekarang. Teks mitos bulu geles ini adalah teks suci karena disertai oleh ritual.

Pustaka yang berkaitan langsung dengan topik penelitian ini belum ditemukan. Mengacu pada reperensi kajian di atas, maka penelitian tersebut diharapkan memperkaya hasil analisis yang dikembangkan dalam penelitian teks mitos bulu geles di desa Tambakan ini.

2.2 Konsep

Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena yang berupa kenyataaan, dapat mempunyai tingkat generalisasi yang berbeda, semakin dekat suatu konsep kepada realita maka semakin mudah konsep tersebut diukur dan diartikan (Koentjaraningrat,1994a: 4). Konsep digunakan untuk menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan istilah yang dapat digeneralisasikan. Semakin dekat dengan realita, semakin mudah konsep tersebut diukur dan diartikan. Konsep merupakan definisi dari apa, yang perlu diamati. Konsep menentukan

(6)

variabel-variabel yang ingin kita temukan ada hubungan empirisn (Risdiyanti, 2009:11).

2.2.1 Tradisi Lisan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:1069) tradisi lisan diartikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Tradisi lisan juga berarti penilaian atau anggapan bahwa yang telah ada merupakan cara yang baik dan benar. Ini berarti warisan dari masa lalu mengandung nilai-nilai kebenaran yang masih berlaku di masyarakar dan terus-menerus dilestarikan.

Konsep tradisi lisan dalam penelitian ini menunjuk pada konsep dikemukakan oleh Hutomo (1993:1) Salah satu bentuk ekpresi budaya masyarakat pemiliknya, tradisi lisan tidak hanya mengandung unsur-unsur keindahan, tetapi mengandung berbagai informasi tentang nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan.

Menurut Piliang (2005:6) tradisi lisan sebagai konsep bentuk karya, gaya yang dipresentasikan sebagai kelanjutan dari masa lalu ke masa kini. Tradisi lisan adalah sesuatu yang tidak pernah berubah, dan dijalankan sebagai pengulangan-pengulangan tradisi reproduksi atas kelanjutan masa lalu dan akan kehilangan sifat tradisi bila berubah.

Mulyana (2005:52) tradisi lisan sebagai akibat wacana yang sering dituturkan dalam kurun waktu yang panjang maka tuturan ini menjadi tradisi di suatu wilayah. Tradisi lisan adalah segala wacana yang disampaikan secara lisan mengikuti cara atau adat istiadat yang telah memola dalam suatu masyarakat.

(7)

Kandungan isi tersebut, meliputi : berbagai macam cerita, ataupun berbagai jenis ungkapan seremonial dan ritual. Cerita-cerita yang disampaikan secara lisan itu bervariasi mulai dari uraian genealogis, mitos, legenda, dongeng, hingga berbagai cerita kepahlawanan. Dalam tradisi lisan mencakup beberapa hal, yaitu: kesusastraan lisan, teknologi tradisional berupa pengetahuan folk di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan. Selain itu, berupa unsur-unsur religi dan kepercayaan folk di luar batas formal agama-agama besar berupa kesenian folk di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan berupa hukum adat

Selanjutnya, menurut Duija (2005:113) tradisi lisan adalah segala wacana yang diucapkan/disampaikan secara turun-temurun meliputi yang lisan dan yang beraksara dan diartikan juga sebagai sistem wacana yang bukan beraksara. Tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang lisan saja. Implikasi kata “lisan” dalam pasangan lisan tertulis berbeda dengan lisan beraksara. Lisan yang pertama (oracy) mengandung maksud keberaksaraan bersuara, sedangkan lisan kedua (orality) mengandung maksud kebolehan bertutur secara beraksara. Hubungan atau penulisan tradisi lisan ke dalam naskah tulis, sebagaimana telah dijelaskan pada hakikat kelisanan di atas, tentu memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Salah satunya merupakan bentuk pelestarian terhadap nilai-nilai yang dianggap penting untuk diteruskan kepada generasi berikutnya.

Menurut Hoed (2011:122) tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat istiadat yang disampaikan secara turun-temurun secara lisan mencakup cerita rakyat, mitos, dan legenda, juga dilengkapi dengan sejarah, hukum adat dan pengobatan. Mengenai hal-hal yang terkandung dalam suatu tradisi adalah hal-hal

(8)

yang terlahir dan mentradisi dalam suatu masyarakat yang merupakan warisan nenek moyang. Pada dasarnya, suatu tradisi dapat disebut sebagai tradisi lisan jika tradisi tersebut dikatakan oleh penutur dan didengar. Tradisi lisan tidak dari sejarah karena tradisi merupakan hal yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi lisanpun berhubungan dengan masa lalu atau sejarah suatu daerah.

Menurut Sutarto (2011:4-5) dalam bukunya yang berjudul Mulut Bersambut tradisi Lisan dan Folklor sebagai instrumen politik pada era Soekarno dan Soeharto. Tradisi lisan atau folklor lisan atau sastra lisan memiliki ciri-ciri yang tidak jauh berbeda. Ciri-ciri yang dimaksud, antara lain: (1) disebarkan dari mulut ke mulut, dari komunitas yang lain, dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya; (2) lahir di dalam masyarakat, baik yang masih bercorak agraris, masyarakat belum mengenal aksara, maupun masyarakat yang telah berada dalam era teknologi informasi; (3) menggambarkan identitas budaya masyarakat pemiliknya; (4) tidak mengetahui siapa pengarang dan karena itu menjadi milik bersama; (5) seringkali berciri puitis, teratur dan berulang-ulang; (6) tidak mementingkan fakta kebenaran; (7) lebih bersifat rekaan; (8) memiliki banyak versi; (9) menggunakan bahasa sehari-hari yang sangat komunikatif sangat mudah dicerna.

Sutarto (2011:6) dalam tulisannya menyatakan folklor lisan tidak jauh berbeda dengan tradisi lisan, karena dapat memberikan gambaran dunia batin dan kehidupan sehari-hari pewarisnya, baik pewaris aktif maupun pewaris pasif. Ada beberapa kesamaan makna antara sastra lisan dengan folklor atau tradisi lisan. Produk-produk kebudayaan dan peradaban lisan disebarluaskan melalui mulut

(9)

dan bentuknya menunjuk atau berakar kepada kebudayaan atau tradisi yang membentuknya. Sastra lisan dan folklor lisan atau tradisi lisan bukan hanya dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan negatif yang dapat menciptakan konflik sosial atau bagi yang percaya mencelakai orang lain yang diposisikan sebagai musuh atau lawan. Folklor lisan atau tradisi lisan mengusung beberapa fungsi, yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi sebagai alat untuk memberi gambaran tentang angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak; (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma yang bertumbuh dalam masyarakat selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Uraian Bascom belum lengkap seiring dengan perkembangan zaman folklor memiliki berbagai fungsi yang terkait dengan kehidupan masyarakat dari fungsi yang bernuansa sosial-politik hingga fungsi yang bernuansa ekonomi-politik (dalam Sutarto,2011:7 ). Sastra lisan dan folklor atau tradisi lisan memiliki pewaris, baik pewaris aktif maupun pasif yang menjaga, memelihara dan memanfaatkannya. Sebagai bentuk ekspresi pewarisnya, sastra lisan dan folklor atau tradisi lisan merupakan rekaman otentik dari kebenaran masyarakat tertentu.

2.2.2 Mitos

Mitos menurut Finnegan (1989: 146-147) adalah prosa narasi dimana di masyarakat diberitahukan untuk mempertimbangkan sebagai sesuatu yang dapat dipercaya tentang apa yang terjadi di masa lalu. Mitos-mitos ini diterima karena takdir, mereka diajarkan agar percaya untuk tidak ragu-ragu, mitos adalah perwujudan dari dogma mereka biasanya sakral. Ini biasanya dikaitkan dengan

(10)

teologi dan ritual. Karakter utama dalam mitos biasanya tidak selalu berbentuk manusia, tetapi seringkali mereka memiliki bagian-bagian seperti manusia. Mereka biasanya berbentuk binatang, dewa-dewa, atau pahlawan budaya, kejadiannya terjadi pada masa yang lalu berbeda dari dunia kita sekarang. Mitos berhubungan asal muasal dunia, manusia, atau karakteristik burung, binatang, kondisi geografis, dan fenomena alam. Mereka juga dapat menceritakan aktivitas dewa-dewa, kisah cinta mereka, hubungan keluarga mereka, pertemanan mereka, kemenangan dan kekalahan mereka.

Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu, sangat mempercayai adanya mitos. Mitos ( Wellek dan Warren, 1993:243) berarti cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup, penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citra alam dan tujuan hidup manusia. Mitos dikatakan sebagai cerita di dalam kerangka sistem religi yang di masa lalu atau di masa kini telah atau sedang berlaku sebagai kebenaran keagamaan. Ilmu pengetahuan tentang mitos atau mitologi adalah suatu cara untuk mengungkapkan, menghadirkan Yang Kudus, Yang Ilahi, melalui konsep serta bahasa simbolis. Melalui mitologi diperoleh suatu kerangka acuan yang memungkinkan manusia memberi tempat kepada bermacam ragam kesan dan pengalaman yang diperoleh selama hidup. Berkat kerangka acuan yang disediakan mitos, manusia dapat berorientasi dalam kehidupan ini, ia mengetahui dari mana ia datang dan ke mana ia pergi, asal usul dan tujuan hidupnya dibeberkan baginya dalam mitos; mitos menyediakan pegangan hidup (Daeng, 1991:15).

(11)

Mitos adalah cerita pemberi pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita ini berintikan lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia. Mitos memberi arah kepada kelakuan manusia, dan merupakan semacam pedoman bagi manusia untuk bertindak bijaksana. Mitos mempunyai fungsi menyadarkan manusia akan adanya kekuatan-kekuatan ajaib. Melalui mitos manusia dibantu untuk dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya. Mitos memberi jaminan masa kini, dalam arti mementaskan atau menghadirkan kembali suatu peristiwa yang pernah terjadi terdahulu, maka usaha serupa dijamin terjadi sekarang. Mitos juga berfungsi sebagai pengantara antara manusia dan daya-daya kekuatan alam; mitos memberi pengetahuan tentang dunia; lewat mitos manusia primitif memperoleh keterangan-keterangan (Daeng, 1991:16).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:160-161) mitos adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan mahluk halus di suatu kebudayaan. Mitologi terkait dekat dengan legenda maupun cerita rakyat. Menurut Minsarwati (2002:26) mitos selalu berhubungan dengan yang sakral (alam kodrati) jawaban yang bisa ditemukan oleh akal. Sebab peristiwa metaempiris, seperti: memindahkan batu atau menebang kayu, mendirikan rumah menghadap ke gang berburu binatang, melepas sapi, dan sebagainya. Di balik larangan itu sebenarnya tersimpan kearipan ekologi penduduk terhadap lingkungan pertanian pegunungan, selalu berhubungan dengan pelestarian lingkungan. Mitos lebih merupakan oreintasi spiritual dan mental untuk berhubungan dengan Ilahi. Mitos berarti suatu

(12)

cerita yang benar ini menjadi milik mereka paling berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna, menjadi contoh model bagi tindakan manusia, memberikan makna dan nilai pada kehidupan ini. Mitos menceritakan bagaimana suatu realita mulai bereksistensi melalui tindakan-tindakan mahluk supranatural, mitos selalu menyangkut suatu penciptaan yang dianggap sebagai jaminan eksistensi dunia dan manusia.

Mitos dikatakan sebagai sesuatu kejadian-kejadian pada zaman bahari yang mengungkapkan atau memberi arti kepada hidup dan menentukan nasib di hari depan. Mitos adalah unsur terpenting dari angan-angan, dihargai sebagai sesuatu yang positif dan mendasar dalam suatu masyarakat manusia. Di dalam mitos terdapat beberapa unsur pokok, yaitu: berupa cerita sakral, kisah tentang asal mula segala sesuatu di dunia ini dengan segala isinya, realitas mutlak sebagai objeknya, ditentukan dalam bentuk cerita, bermakna bagi kehidupan orang yang meyakininya baik masa lampau maupun masa yang akan datang. Mitos mempunyai fungsi besar meliputi: sebagai interpretasi terhadap eksistensi manusia dan dunia, dapat menunjuk mengapa dunia itu ada, mengatur pengalaman manusia dan menjadi paradigma, melegitimasi tradisi yang ada. `

Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitos adalah cerita tentang

(13)

asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya ( w.w.w sentra_edukasi.com, diunggah 16 Pebruari 2013)

Hamidi (2003:101-102) mengungkapkan bahwa kesusastraan bersumber pada mitos-mitos, artinya mitos-mitos yang terdapat dalam suatu masyarakat tertentu mempengaruhi keberadaan karya sastra masyarakat tersebut. Peristiwa atau konsep-konsep yang terdapat dalam karya suatu masyarakat dapat dicari rujukannya dalam mitos-mitos yang telah manjadi milik mereka bertahun-tahun. Mitos diartikan sebagai cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya ceritera. Mitos terjadi pada masa lampau di dunia lain yang bukan seperti yang dikenal sekarang dengan ditokohi oleh makhluk setengah dewa. Menurutnya, walaupun terjadi perbedaan pengertian tentang konsep mitos, tetapi mitos terjadi masa pada lampau dan mendahului karya sastra. Pengertian mitos dalam penelitiannya tidak sama dengan pengertian yang dikenal oleh masyarakat selama ini yang membatasi mitos sebagai cerita yang irasional dan fantasi, bukan seperti pengertian yang dari para antropologi.

Prinsip umum yang diungkapkan bahwa kesusastraan bersumber pada mitos. Artinya, mitos yang terdapat dalam suatu masyarakat tertentu mempengaruhi keberadaan karya sastra masyarakat tersebut. Peristiwa atau konsep yang terdapat dalam suatu masyarakat dapat dicari rujukannya dalam mitos yang telah menjadi milik mereka. Mitos diartikan sebagai cerita prosa rakyat yang dianggap benar terjadi serta suci oleh yang empunya cerita.

(14)

Menurutnya, mitos terjadi pada masa lampau di dunia lain bukan seperti yang di kenal sekarang yang ditokohi oleh para dewa atau mahluk setengah dewa. Walaupun terdapat perbedaan pengertian tentang konsep mitos, ada satu unsur yang pasti disetujui oleh semua pihak, yaitu bahwa mitos terjadi pada masa lampau dan mendahului karya sastra.

Menurut Sugiartha ( 2014:73) mitos bagi sebuah etnis biasanya telah mengalami adaptasi dan digunakan untuk melegitimasi unsur-unsur kebudayaan yang dibanggakan komunitasnya. Apabila dicermati secara mendalam, mitos bukan hanya sekadar cerita, di dalamnya mengandung unsur falsafah, nilai-nilai humanisme, anjuran dan larangan terhadap sesuatu hal. Dalam konteks kekinian, muncul pula wacana tentang mitos yang bersifat insklusif, bukan sebagai cerita tentang kehidupan dewa-dewi atau sastra lisan yang dikeramatkan, melainkan sebagai sebuah tipe tuturan (a type of speech). Dalam hubungan ini pemikiran tentang mitos relevan ditelusuri.

Mitos adalah wacana dari citra yang berkonotasi dan dikendalikan secara kultural, mitos yang disosialisasikan secara terus-menerus akan menjadi sebuah ideologi Barthes dalam Sugiartha (2014:74). Menurut Bascom, mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Pada umumnya mitos mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya sesuatu, bentuk khas binatang, bentuk topografi, dan gejala alam. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, dan kisah perang mereka (Sugiartha, 2014:74).

(15)

Berdasarkan hal di atas, Teks mitos bulu geles di desa pertanian di wilayah pegunungan di desa Tambakan adalah teks mitos bulu geles yang dipercaya, ditaati, masih dilakukan ritual, dan dihormati sebagai tradisi suci dan ditindaklanjuti dalam kehidupan sosial religius dan ritual. Oleh karena teks mitos sapi dalam masyarakat Tambakan sebagai tradisi suci, walaupun berbentuk teks mitos, masih ditaati untuk pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Teks Mitos bulu geles dalam aplikasinya memiliki struktur, fungsi, makna, dan pewarisannya dari generasi ke generasi. Konsep teks mitos bulu geles di desa Tambakan adalah sebagai berikut. Teks mitos bulu geles terdiri atas konsep bulu geles, yaitu: sapi yang berjenis kelamin jantan, bulu lebat kecil dan halus, tidak boleh cacat dalam bentuk pisik atau warna bulunya, umurnya kira-kira satu tahun sampai tiga tahun dan oleh masyarakat Tambakan disebut bulu geles. I dewa adalah konsep sapi yang sudah diupacarai dengan sarana banten dan disucikan yang dilaksanakan di Pura Dalem. Kedua konsep ini digunakan dalam analisis teks yaitu pada ritual pelepasan bulu geles dan Mungkah Wali.

Bulu geles sejenis adalah sebutan anak sapi jantan yang mulus tidak cacat dari ujung kepala, mata, telinga, kaki, bulu, dan ekor. Bulu geles khusus digunakan membayar kaul atau persembahan (mapanauran) yang bertempat di Pura Dalem desa Tambakan. Konsep teks mitos bulu geles adalah cerita atau asal-usul berkaitan dengan sejarah desa Tambakan. Intinya teks ini dianggap suci karena memiliki nilai yang telah diwariskan turun-temurun tentang masyarakat desa Tambakan yang bebas dari mala petaka dan gangguan alam akhirnya

(16)

masyarakat desa Tambakan selamat dan sejahtera. Hal inilah yang diceritakan dalam teks mitos bulu geles.

Desa Tambakan sebagai desa pertanian pegunungan tampak masih menyimpan teks mitos yang sampai saat sekarang masih diyakini dan dilestarikan. Mitos-mitos itu memiliki nilai-nilai yang dipercaya dan dipahami oleh masyarakat sebagai tradisi suci.

2.2.3 Wacana

Wacana merupakan unsur bahasa yang relatif paling kompleks dan lengkap, satuan pendukung kebahasaan. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Pemikiran dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti) yang cukup banyak. Kajian wacana wajib dalam proses pembelajaran bahasa yang berkaitan dengan tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (Mulyana, 2005:1).

Selanjutnya, Mulyana (2005:2-4) menyatakan istilah wacana dapat dimaknai sebagai ucapan, perkataan, bacaan yang bersifat kontekstual. Istilah wacana adalah bentuk terjemahan dari bahasa inggris discourse yang berarti perkembangan asal-usul kata. Ahli filsafat sudah memakai wacana dengan istilah yang sama yaitu diskursus. Kemungkinan besar dari titik inilah dikenal istilah discursus di bidang ilmu sosial. Wacana lisan adalah sesuatu yang langsung disampaikan secara verbal, melalui wacana lisan dapat diperoleh berbagai aspek yang masih melingkupi siapa penutur, dimana tuturan terjadi, kapan dan dalam situasi apa serta apa tujuannya.

(17)

Wacana pada bahasa yang dianalisis dari sudut pandangan komunikatif, setiap kali orang ingin memasukkan pengetahuan dari kata-kata maka bahasa itu dianggap wacana. Dengan kata lain wacana adalah susunan kata-kata yang membentuk kalimat sebagai satu kesatuan yang memiliki makna(Nunas,1992:19).

2.3 Landasan Teori

Selain masalah, pertanyaan, tujuan, dan metode penelitian, bagian lain yang tidak kalah pentingnya dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan penelitian adalah teori. Tetapi, sebelum melangkah lebih lanjut, penting untuk ditegaskan apa yang dimaksud dengan teori. Kendati istilah teori sering dipakai dalam wacana akademik, sebenarnya arti yang tepat masih samar-samar (vague) dan beragam. Para pakar memberikan definisi sesuai pandangannya masing-masing. Namun, secara umum, teori diartikan sebagai seperangkat ide, penjelasan atau prediksi secara ilmiah.

Dalam penelitian ini teori digunakan sebagai acuan dalam memahami tradisi lisan. Sebelum membahas mitos-mitos lebih lanjut, maka perlu kiranya diberikan dasar-dasar difinisi teori agar analisis memiliki patokan yang jelas. Teori ini merupakan pisau bedah terhadap masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Teori yang dimaksud adalah teori fungsi, semiotik, dan transmisi.

2.3.1 Teori Fungsi

Pendekatan struktur sesungguhnya awal dari teori yang digunakan pada penelitian ini. Oleh karena struktural berkaitan dengan fungsi dan semiotik, maka teori struktur tidak dilakukan secara tersendiri (khusus). Teori struktural

(18)

sudah termasuk di dalam teori fungsi atau lebih dikenal teori struktur fungsi dan struktur semiotik. Namun, dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara ekplisit karena sudah memiliki hubungan terkait dengan semiotik.

Teori fungsi berkaitan dengan manfaat teks mitos dalam kaitan fungsi teks dan konteks kemasyarakatan. Oleh Teeuw ( 1984:73) dikemukakan dalam fungsi sastra dan Roman Jakobson dikemukakan dalam fungsi bahasa. Fungsi teks berkaitan dengan manfaat dan kegunaan, misalnya fungsi menyenangkan atau menghibur dan bermanfaat karena di dalam teks ada nilai atau guna bagi kehidupan manusia, (utile dan dulce). Fungsi bahasa dalam teks seperti fungsi estetis atau keindahan, fungsi fatik atau mempengaruhi orang atau fungsi komunikatif dalam berhubungan. Jan Mukarovsky (dalamTeeuw,1984:186) menyampaikan fungsi dalam kemasyarkatan, teks ada kaitannya dengan fungsi di dalam kemasyarakatan, fungsi komunikatif, fungsi keagamaan atau religius, dan fungsi pendidikan.

Nilai adalah sesuatu yang abstrak ada dalam kebudayaan yang berguna dan bernilai positif bagi kemanusiaan. Dalam analisis sastra nilai dapat dibagi menjadi lima yaitu: nilai historis, nilai religius, nilai budaya, nilai pendidikan, dan nilai kemasyarakatan. Menurut Koentjaraningrat (1987b:162-164) mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang kompleks. Inti dari teori ini adalah memusatkan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia berhubungan dengan seluruh kehidupan. Kesenian sebagai salah satu contoh dari salah satu unsur kebudayaan terjadi karena manusia mula-mula ingin memuaskan kebutuhan naluri akan keindahan.

(19)

Vladimir Proff dalam tulisannya berjudul The Morphology Of Folk Tale yang pokok kajiannya adalah aspek story, menjelaskan dasar-dasar pemikirannya tentang klasifikasi cerita didasarkan pada fungsinya. Malinovski (dalam Koentjaraningrat, 1987b:170-171) menyatakan fungsi dari unsur-unsur kebudayaan sangat kompleks, memusatkan dari suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupan kesenian. Menurut Hutomo (1993:17) teori fungsi berkaitan dengan manfaat atau guna, teks mitos dalam masyarakat pendukungnya, misalnya fungsi pedoman ritual, fungsi kerukunan, fungsi keseimbangan alam. Tentang nilai misalnya nilai pendidikan, nilai penyelamat lingkungan atau nilai harmoni alam, nilai kerukunan, nilai ritual, nilai sosial atau etika dan lain-lain. Nilai (value) yaitu berkaitan dengan nilai budaya yang dapat berupa ide, gagasan yang ada dalam masyarakat seperti dilakukan oleh tukang cerita atau pencerita generasi berikutnya tergantung dari ruang dan waktu.

Menurut Hutomo (1993: 18) pandangan antropologi budaya, pendekatan yang digunakan dalam mengkaji sastra lisan (mitos) adalah pendekatan fungsi mitos dalam masyarakat. Maka, timbulah masalah di dalam pendekatan ini apa peran mitos (tradisi lisan) di dalam masyarakat. Sedikit atau banyak mencerminkan keadaan budaya dan tata susunan masyarakat; kalau ia merefleksikan keadaan masyarakat. Apakah yang direfleksikan itu keadaan yang sebenarnya atau hanya yang tampak dari luar saja.

Teks adalah setumpuk gagasan sebagai sebuah sistem yang berfungsi. Teori ini lebih menekankan hubungan kesusastraan dan masyarakat. Setiap karya

(20)

sastra memiliki fungsi estetis karena karya sastra memiliki nilai-nilai estetis dan tidak dapat dipisahkan dari ideologi yang mendahuluinya. Fungsi estetis erat kaitannya dengan karya sastra yaitu fungsi keagamaan, fungsi kemasyarakatan (sosial), lingkungan (Selden,1993:17-18).

Teori fungsi ini digunakan membedah masalah dua yaitu: apa fungsi teks mitos bulu geles di desa Tambakan? Apa fungsi teks mitos bulu geles di desa Tambakan dan manfaatnya dalam kehidupan masyarakat.

2.3.2 Teori Semiotik

Teori semiotik mengkaji makna yang berkaitan dengan simbol-simbol yang digunakan dalam menyampaikan ekpresinya atau idenya dalam bentuk smbol, yaitu bahasa Bali yang bersifat manasuka (arbiter). Dalam komunikasi, simbol oleh Ferdinand de Saussure ada yang disebut dengan penanda (yang menandai) dan petanda (yang ditandai). Teori ini digunakan untuk mengkaji makna yang berkaitan dengan simbol-simbol yang digunakan dalam menyampaikan ekpresinya atau idenya. Bahasa adalah sistem tanda dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Dua aspek itu adalah signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Signifiant aspek formal atau bunyi pada tanda itu dan signifie adalah aspek kemaknaan atau konseptual. Bahasa bukanlah satu-satunya sistem tanda yang dipakai oleh masyarakat. Ada sistem tanda yang lainnya, misalnya sistem tanda ritual pada upacara tertentu. Semua sistem tanda termasuk bahasa merupakan sistem tanda yang paling kompleks dalam komunikasi antar manusia (Teeuw, 1984:42-43).

(21)

Semiotik adalah suatu bidang studi yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi melalui sarana tanda-tanda berdasarkan pada sistem tanda ( Pilliang, 2003:47). Semiotik adalah ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial masyarakat, serta semiotik mempelajari relasi antara komponen-komponen tanda, relasi antara komponen tanda dengan masyarakat.

Barthes mengulas secara panjang lebar di dalam S/Z apa yang kerap disebut dengan sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra adalah contoh yang paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies secara tegas ia bedakan dari denotatif atas sistem pemaknaan tataran pertama. Tanda konotatif tidak hanya memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua tanda bagi tanda denotatif yang dilandasi keberadaannya. Dibukanya medan pemaknaan konotatif ini memungkinkan kita berbicara tentang metafora dan gaya bahasa kiasan lainnya yang hanya bermakna apabila dipahami pada tataran konotatif (Cristomy, 2004:254-255).

Menurut Hoed (2011:3) semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, yang hadir dalam kehidupan dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus diberi makna. Pengikut dari Saussure antara lain Roland Barthes melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil proses tersebut) di dalam kognisi manusia. Menurut Saussure signifiant merupakan citra tentang

(22)

bunyi bahasa. Dengan demikian, apa yang ada dalam kehidupan dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai “makna” tertentu. Hubungan antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi, tetapi sosial, yakni didasari oleh “kesepakatan” (konvensi) sosial. Suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda dalam masyarakat disebut Semiologie. Di dalamnya akan tampak apa yang membentuk tanda dan kaidah apa yang berlaku baginya. Oleh karena mengkaitkan antara penanda dengan petanda, maka teori Saussure disebut bersifat dikotomis dan struktural.

Barthes menggunakan teori tanda dan mencoba melihat pemaknaan tanda lebih dinamis. Barthes mengembangkan teori konotasi yang justru dimiliki oleh masyarakat tertentu (bukan secara individual). Barthes mengkritik masyarakat dengan mengatakan bahwa semua yang dianggap sudah wajar di dalam suatu kebudayaan sebenarnya adalah hasil proses konotasi. Apabila konotasi tetap, itu akan menjadi mitos, sedangkan kalau mitos mantap, akan menjadi ideologi. Tekanan teori tanda adalah pada konotasi dan mitos. Dalam sebuah kebudayaan selalu terjadi “penyalahgunaan ideologi” yang mendominasi pikiran anggota masyarakat. Barthes mengembangkan hubungan kearah petanda dan penanda, berbicara tentang mitos melalui konotasi (perluasan model penanda dan petanda) yang hidup dalam masyarakat, lebih melihat tekanannya pada kebenaran tanda atau lebih tepat lagi kebebasan pemaknaan tanda (Hoed, 2011:18-19).

Teori tentang mitos kemudian diterangkan dengan mengetengahkan konsep konotasi, yakni mengembangkan segi signifie (petanda,”makna”) oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi menjadi mantap, akan menjadi mitos dan ketika mitos menjadi mantap, akan menjadi ideologi. Jadi, banyak sekali

(23)

fenomena budaya dimaknai dengan konotasi. Akibatnya suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi (Hoed, 2011:119).

Hoed (2011:45) mengatakan setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal secara umum (bisa disebut denotasi) dan oleh Barthes disebut “sistem primer”, sedangkan pengembangannya disebut “sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah E, disebut metabahasa. Sistem sekunder kearah C disebut konotasi yaitu pengembangan isi C sebuah ekspresi E. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, tetapi juga oleh paham pragmatik (yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya). Dalam kaitannya dengan pemakai tanda, dapat memasukkan perasaan (aspek emotif) sebagai salah satu faktor yang membentuk konotasi. Teori ini dipakai untuk membedah masalah ketiga, yaitu makna apa yang terdapat dalam teks mitos bulu geles di desa Tambakan?

2.3.3 Teori Transmisi

Tentang pewarisan mitos dari generasi ke generasi digunakan teori transmisi (pelestarian budaya). Transmisi berkaitan dengan unsur pewarisan yang bersifat historis. Dalam perkembangan sejarah terjadi pewarisan teks tulis dan teks lisan, khususnya mitos.

Dalam pewarisan terjadi berbagai perubahan pemahaman oleh generasi, baik teks sebagai unsur sastra atau bahasa dan makna teks di dalam masyarakat. Di dalam satu generasi terjadi perubahan seperti pengurangan bagian teks, penambahan, pengulangan akibat pengaruh kebudayaan. Begitu juga adanya

(24)

perubahan makna teks dari zaman ke zaman sesuai dengan pemahaman masyarakatnya.

Teks lisan dapat diceriterakan berubah-ubah oleh tukang cerita sesuai dengan konteks ruang dan waktu atau wilayah mana dan kapan teks itu diceritakan oleh penuturnya. Adanya penambahan, pengurangan, penghilangan, pergantian sesuai dengan ingatan pencerita akibat perubahan kebudayaan zamannya yang disebut transmisi. Ruth Finnegan dalam tulisannya berjudul Oral Traditions and The Verbal Arts 1991 mengatakan transmisi berarti perubahan teks yang berbeda misalnya adanya variasi teks.

Menurut Robson (1994:62), proses transmisi dalam tradisi penyalinan teks sering terjadi kesalahan dan kekeliruan. Penyalin teks sering membuat kesalahan dari waktu ke waktu karena kurang kosentrasi. Namun, teori transmisi mengasumsikan bahwa penyalin betul-betul teliti dan tidak membuat kesalahan atau kepalsuan terhadap yang disalin secara disengaja. Mereka mencoba menyalin secermat mungkin karena rasa hormat pada tugas mereka dalam penyalinan teks. Transmisi teks adalah tradisi yang diturunkan secara turun-temurun oleh pewaris atau pendukung teks berdasarkan tradisi penurunannya yang kemudian sampai kepada pembaca lain. Hal ini juga berlaku pada tradisi lisan Indonesia/Bali. Dalam berasumsi ada teks hilang, ada yang bertambah, dan ada yang bertukar, namun itu terjadi secara alamiah. Hal ini mengingatkan kita pada tradisi atau situasi di Indonesia setelah abad moderen, karena ini sangat relevan. Transmisi teks lisan: teks ada dalam pikiran pencerita yang diwujudkan dalam penceritaan lisan dari waktu-ke waktu, setiap kali ada bentuk yang berkembang.

(25)

Teori transmisi yang dikemukakan oleh Robson yang umumnya menganalisis teks tulis, dalam hal ini dipakai (dipinjam) untuk menganalisis teks lisan yaitu teks mitos sapi. Proses perubahan teks tulis yang dikemukakan dalam teori transmisi itu mengakibatkan perubahan dalam penurunannya .

Begitu pula dalam teks mitos bulu geles di desa Tambakan, ada persamaan karena teks yang diterima telah mengalami perubahan dari generasi sebelumnya. Berdasarkan fenomena inilah teori transmisi digunakan. Di dalam transmisi ini, nilai-nilai mitos yang disampaikan dapat dipahami oleh masyarakat sebagai tradisi suci yang dilaksanakan dalam menjaga lingkungan, pelestarian alam dan kesejahteraan umat manusia. Teori ini dipakai untuk membedah masalah keempat, yaitu bagaimanakah sistem pewarisan teks mitos bulu geles di desa Tambakan?

2.4 Model Penelitian

Teks mitos yang ada pada masyarakat pertanian khususnya di daerah pegunungan telah meresap kedalam tatanan kehidupan mereka. Hal inilah yang menyebabkan teks mitos ini masih dipercaya sampai saat ini. Kepercayaan masyarakat ini tidak lepas dari keberadaan teks mitos itu, baik dari segi struktur, fungsi dan makna yang terkandung dalam teks mitos tersebut, serta pewarisannya dari generasi ke generasi. Secara sederhana kondisi ini dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut.

(26)

Gambar 2.1. Model Penelitian

Keterangan:

: Dipengaruhi Sumber: Pemikiran peneliti

TEKS MITOS BULU GELES DI DESA TAMBAKAN, KECAMATAN KUBUTAMBAHAN, KABUPATEN BULELENG MASALAH TEORI METODE TEKNIK TEMUAN

TEKS MITOS BULU GELES SEBAGAI SUMBER KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN

DI DESA TAMBAKAN KEBUDAYAAN BALI KUNA KEBUDAYAAN BALI STRUKTUR FUNGSI MAKNA PELESTARIAN FUNGSIONAL SEMIOTIK TRANSMISI OBSERVASI WAWANCARA DOKUMENTASI/KEPUSTAKAAN PENCATATAN REKAMAN TRANSLITRASI/TERJEMAHAN FOTO/KAMERA HANDYCAM

(27)

Teks mitos bulu geles yang ada di desa Tambakan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng keberadaanya sampai sekarang dipengaruhi oleh kebudayaan Bali Kuna dan kebudayaan Bali sekarang. Teks mitos bulu geles ini eksis sampai sekarang karena mendapat dukungan masyarakatnya. Teks mitos bulu geles itu dipercayai sebagai tradisi karena disertai oleh ritual. Pada masyarakat Tambakan dipercayai sebagai pemberi kesejahteraan dan kesuburan di wilayah desa dan di wilayah yang lain yang dilalui oleh i dewa tersebut. Dari fenomena ini ditemukan empat masalah, yaitu: (1) bagaimanakah struktur teks mitos bulu geles di desa Tambakan?; (2) apa fungsi teks mitos bulu geles di desa Tambakan?; (3) makna apa yang terdapat dalam teks mitos bulu geles di desa Tambakan?; dan (4) bagaimanakah sistem pewarisan teks mitos bulu geles di desa Tambakan? Masalah di atas dibedah dengan teori, yakni masalah kedua dibedah dengan teori fungsional, masalah ketiga dibedah oleh teori semiotik sedangkan masalah keempat dibedah dengan teori transmisi. Kemudian, pengumpulan data menggunakan metode/pendekatan observasi, wawancara, dokumentasi/kepustakaan. Di dalam pengumpulan data dibantu oleh teknik pencatatan, rekaman, translitrasi/terjemahan, foto/kamera,handy came. Dari semua analisis itu mendapat temuan berupa mitos sebagai kepercayaan dan ritual, dan aspek kehidupan lainnya sehingga masyarakat sejahtera seperti dimuat dalam konsep Tri Hita Karana, yaitu: keharmonisan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan lingkungannya di desa Tambakan.

Gambar

Gambar 2.1. Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH RASIO HARGA LABA, RASIO PENGEMBALIAN MODAL, RASIO AKTIVITAS DAN RASIO LEVERAGE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN INDUSTRI TEKSTIL DAN GARMEN YANG TERDAFTAR DI BURSA

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

R4.19 Kalo dari conference call for paper itu eemm pengetahuan tentang bahasa mungkin mas ya karena bahasa Inggris ini kan luas tidak hanya dari Amreika saja dari British saja

6. Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Ekstrak Kering Daun Sukun

Kepala Bagian Iklan: Ali Usodo Kepala Bagian Pemasaran: Monang Sitorus Wakil Kepala Bagian Iklan: Nenny Indriasari.. Telepon Pengaduan

Strategik SI dalam jangka pendek yang harus dilakukan untuk strategik bisnis Sekolah Dasar Islam Alfauzien Depok adalah dengan memperbaiki sistem pengkajian dan

Pada stasiun/area kerja pemotongan (stasiun kerja C) kapasitas waktu tersedia pada operasi pemotongan menjadi lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan