• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh

MUHAMAD RUSMAN AGUS LIMPONG 2213055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)

i

HALAMAN JUDUL

GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh

MUHAMAD RUSMAN AGUS LIMPONG 2213055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta”.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Skripsi ini dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan bantuan pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, serta pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada:

1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M, Kep, Sp, Kep. MB selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Muhamat Nofiyanto, M,Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak saran, motivasi dan bimbingan kepada penulis.

4. Ngatoiatu Rahmani, MNS selaku dosen penguji usulan penelitian yang telah memberikan banyak saran, motivasi dan bimbingan kepada penulis

5. Deby Zulkarnain Rahadian Syah, MMR selaku Koordinator Tugas Akhir dan Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

6. Segenap Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang telah memberikan ilmunya serta motivasi kepada penulis.

7. Kepada kedua Orang tua yang sangat saya sayangi, saudara-saudara, atas doa, bimbingan, serta kasih sayang yang selalu tercurah selama ini.

8. Pihak RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang sudah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian

(6)

v

9. Perawat IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang sudah bersedia menjadi responden saat penelitian dan membagi ilmu serta memberikan motivasi kepada peneliti

10. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe terlebih khusus kepada Bapak Bupati Kabupaten Kepulauan Sangihe yang sudah memberikan izin tugas belajar dan memberikan dana beasiswa dalam program pendidikan Strata 1 (S1)

11. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sangihe yang sudah memberikan izin dalam tugas belajar

12. Kepada Kepala Puskesmas Tabukan Selatan yang sudah memberikan motivasi, saran, serta izin dalam tugas belajar

13. Kepada dr. Herman Ardiansyah. Sp.PD yang sudah banyak membantu, memotivasi dan memberikan dukungan dalam proses perkuliahan

14. Cici Yen-yen Rumawung dan Koko James Tumbelaka, teman sekalian kakak-kakak Yulita Kalesaran dan dr Fellicia Rawa. M,Kes, Stenly Kalesaran, Udin, Iren Rose, Sandra Sangkala yang selalu mendukung dan memberikan motivasi serta semangat kepada peneliti

15. Keluarga besar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta khususnya teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan (S1) angkatan 2013 atas semua dukungan, semangat, serta kerjasamanya.

16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya, sehingga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan kesehatan khususnya di bidang keperawatan kedaruratan kritis dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Aamiin.

(7)

vi

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan penulis semoga usulan penelitian ini berguna bagi semua.

Yogyakarta, 28 Agustus 2017

(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

INTISARI...ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 6 C. Tujuan Penelitian 6 D. Manfaat penelitian 7 E. Keaslian Penelitian 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Transportasi Intrahospital 9 a. Pengertian 9 b. Tujuan Transport 9

c. Kriteria Transport Pasien 10

1) Perencanaan (Koordinasi dan Komunikasi Pretransport ...11

2) Personil/Tim Transport 14 3) Kondisi/Kestabilan Pasien 18 4) Kelengkapan Peralatan 20 5) Monitoring Selama Transport 23 6) Passage/Lintasan 27 7) Dokumentasi 28

2. Konsep Instalasi Gawat Darurat 28 a. Definisi 28

b. Standar Instalasi Gawat Darurat 29

c. Bangunan IGD dalam Rumah Sakit 30 d. Klasifikasi Pelayanan IGD 32 e. Jenis Pelayanan IGD 32 f. Sumber Daya Manuasia 34

g. Kategori Triage 38

h. Standar Perawatan di IGD 40 3. Standar Operasional Prosedur a) Definisi SOP……….42

(9)

viii

c) Fungsi SOP………...43

d) Kapan SOP diperlukan……….43

e) Keuntungan adanya SOP………..43

4. Karakteristik Perawat……….44

B. Kerangka Teori……….46

C. Pertanyaan Penelitian 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 48 B. Lokasi dan Waktu Penelitian 48 1. Lokasi Penelitian 48 2. Waktu Penelitian 48 C. Populasi dan Sampel Penelitian 49

1. Populasi 49 2. Teknik Sampling 49 a. Sampel 49 b. Besar sampel 50 D. Variabel Penelitian 50 E. Definisi Operasional 50 F. Alat dan Metode Pengumpulan Data 53 1. Alat Pengumpulan Data 53 2. Metode Pengumpulan Data 54

G. Validitas dan Reabilitas 55

1. Validitas 55 2. Reliabilitas 55 H. Metode Pengolahan dan Analisa Data 55 1. Pengolahan Data a. Editing b. Coding c. Cleaning d. Tabulating 2. Analisa Data I. Etika Penelitian 58 J. Pelaksanaan Penelitian 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil………...63

B. Pembahasan………...72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………84

B. Saran………..85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka Teori ... 46

(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kompetensi transportasi perawatan kritis dalam ICS ... …..16

Tabel 2.2 Persyaratan klinis dan persyaratan petugas transportasi Liverpool Hospital ... 18

Tabel 2.3 Obat-obatan saat transportasi menurut Blakeman and Branson ... 23

Tabel2.4 Faktor komplikasi yang terjadi saat transportasi pasien………26

Tabel 2. 5 Jenis Pelayanan IGD ... 32

Tabel 2. 6 Sumber Daya Manusia ... 34

Tabel 2.7 Skala Triage Australia (Kartikawati, 2013) ... 35

Tabel 2.8 Skala Triage Kanada (Kartikawati, 201) ... 35

Tabel 2.9 Skala Triage Manchester (Kartikawati, 2013) ... 37

Tabel 2.10 Perbedaan IGD yang aman dan IGD berbahaya ... 42

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 51

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pernyataan SOP transportasi intrahospital ... 53

Tabel 4.1 Gambaran Distribusi frekuensi Karakteristik Perawat ... 64

Tabel 4.2 Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital Per Item Di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta ... 65

Tabel 4.3 Gambaran Distribusi Frekuensi Triage Pasien Transportasi Intrahospital Di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta ... 66

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Personil/Petugas Transportasi Intrahospital Berdasarkan Triage Di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta... 66

Tabel 4.5 Gambaran perlengkapan peralatan transportasi intrahospital berdsasarkan triage di IGD RSUD Panembahan Senopi Bantul, Yogyakarta ... 67

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Lembar Observasi SOP

Lampiran 5 Lembar Observasi Triage, Personil, Perlengkapan Peralatan

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari STIKES Jenderal Achmad Yani, Yogyakarta

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari BAPEDA Kabupaten Bantul, Yogyakarta Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari RSUD Panembahan Senopati Bantul,

Yogyakarta

Lampiran 9 Surat Etichal Clearance Lampiran 10 SPSS

(13)

xii

GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI INTRAHOSPITAL DI IGD RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL, YOGYAKARTA

,

INTISARI

Latar Belakang: Transportasi pasien di IGD merupakan tugas berisiko yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Risiko dapat diminimalkan dengan adanya persiapan/perencanaan yang matang, transportasi dengan personil yang memiliki kualifikasi, serta peralatan yang tersedia dengan baik.

Tujuan Penelitian: Mengetahui Gambaran Pelaksanaan Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey. Responden dalam penelitian sebanyak 21 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Instrument menggunakan lembar observasi SOP transportasi internal di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul. Analisa data menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian: Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 17 (81%) dengan rentang usia 26-35 tahun yaitu 17 (81%). Rata-rata yang melakukan pelaksanaan SOP transportasi intrahospital adalah 20,67. Sebagian besar pasien dengan kategori triage kuning yaitu 85.7%. Pelaksanaan transportasi intrahospital sebagian besar dilakukan oleh perawat semua. Masih terdapat 4 triage kuning dilakukan oleh perawat dan mahasiswa. Pada triage hijau, merah, kuning perlengkapan peralatan yang pasti dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan,

Kesimpulan: Dari 26 item checklist dalam SOP, rata-rata responden telah melakukan tindakan sesuai SOP sebanyak 21 item. Paling banyak responden sudah melakukan sesuai dengan SOP. Terdapat domain selama transportasi yang belum dilakukan oleh semua perawat. Ketidaksesuaian didapatkan pada pelaksanaan transportasi Intrahospital pada aspek personil, perlengkapan peralatan.

Kata Kunci: IGD, Standar Operasional Prosedur (SOP), Transportasi Intrahospital

(14)

xiii

DESCRIPTION OF INTRAHOSPITAL TRANSPORT IN EMERGENCY DEPARTMENT OF PANEMBAHAN SENOPATI REGIONAL HOSPITAL

OF BANTUL, YOGYAKARTA ,

ABSTRACT

Background: Patient transport in the Emergency Department (ED) is a risky task that may increase mortality and morbidity. Risks can be minimized through adequate preparation/planning, transport with qualified personnel, and readily available equipment.

Objectives: To obtain the description of Intrahospital Transport in ED of Panembahan Senopati Regional Hospital of Bantul, Yogyakarta.

Methods: This research was used descriptive quantitative using survey approach. It involved 21 respondents taken using total sampling technique. It employed an instrument in the form of observation sheet of Internal Transport in ED of Panembahan Senopati Regional Hospital of Bantul. Data were analyzed using descriptive statistic.

Results: The majority of respondents were male, numbering 17 (81%), with an age ran

ge of 26-35, numbering 17 (81%). The average performance according to the SOP of intra hospital transport was 20.67. Most patients belonged yellow triage category (85.7%). The intrahospital transport was mostly performed by all nurses. There were still 4 yellow triages performed by nurses and students. On the green, red, yellow triages, the equipment that was definitely carried was SBAR transfer sheet and notes.

Conclusion: Of 26 items of checklist in the SOP, the average respondent had performed as 21 items. Most respondents had performed based on the SOP. There were domains in the transport that had not been performed by all nurses. The items that were not in accordance with the SOP in the implementation of Intrahospital transport were personnel and equipment.

Keywords: ED, Standard Operating Procedure (SOP), Intrahospital Transport

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Kartikawati (2013) menyebutkan bahwa Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan sesuai dengan standar. Gawat darurat adalah suatu keadaan penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Pelayanan gawat darurat merupakan penanggulangan penderita gawat darurat yang bertujuan untuk mencapai suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu. Pelayanan gawat darurat mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan baik dalam fasilitas yang lengkap dan mendukung ataupun sumber daya manusia yang dapat diandalkan, sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi.

Saat bekerja di IGD, perawat diharapkan mampu melakukan triage, resusitasi dengan atau tanpa alat, mengetahui prinsip stabilisasi dan terapi definitif, mampu bekerja dalam tim, melakukan komunikasi dengan tim, pasien, beserta keluarganya (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Transportasi pasien antar ruangan merupakan salah satu keterampilan yang wajib dimiliki setiap perawat terutama dalam kasus kegawatdaruratan. Oleh karena itu, perawat memiliki peranan penting dalam transportasi pasien (Manurung, dkk, 2009). Tidak semua orang dapat melakukan transportasi kecuali petugas kesehatan maupun orang yang telah mendapat pelatihan tentang transportasi pasien (Stratis Health, 2014).

(16)

Tidak jarang transportasi pasien dilakukan oleh bukan petugas kesehatan, baik saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit, maupun akan dipindahkan dari ruangan ke ruangan lain (Tambunan, 2011). Dalam Australian and New Zealand College of Anaesthetists (ANZCA) et al (2015) yang berjudul Guidelines for Transport Of Critically Ill Patient menyebutkan bahwa petugas transportasi seharusnya terdiri atas setidaknya perawat yang berkompeten, dan dokter dengan ketrampilan atau dengan pelatihan khusus terkait transportasi. Akan tetapi, ANZCA menyebutkan bahwa sebagian besar transportasi intrahospital tidak dilakukan oleh petugas yang berkompeten, prinsip transportasi sama seperti prehospital dan interhospital transport. Setiap petugas harus tahu peralatan yang digunakan saat transportasi dan berkompeten dalam penanganan jalan nafas, ventilasi paru-paru, resusitasi, dan antisipasi prosedur kedaruratan lainnya. Sedangkan menurut Day (2010) pedoman dari organisasi professional Society of Critical Care Medicine (SCCM), the Europan Society of Intensive Care Medicine (ESICM), Safety in Anesthesia and Intensive Care (SIAARTI) merekomendasikan pasien sakit kritis di transport oleh dua orang petugas selama proses transportasi. Salah satu petugas adalah perawat kritis dengan kompetensi Advance Cardiac Life Support (ACLS) dan berpengalaman dalam situasi kedaruratan. Pasien dengan ventilator harus disertai dengan terapis pernafasan, sedangkan status hemodinamik tidak stabil didampingi oleh intensivist. SCCM merekomendasikan agar intensivist juga sudah mengikuti pelatihan airway management.

Dalam North West Critical Care Networks (2012) mengatakan panduan transportasi pasien di rumah sakit adalah suatu panduan cara melakukan transportasi pasien yang sama di lingkungan rumah sakit. Panduan transportasi pasien harus di patuhi oleh semua instalasi/unit pelayanan di lingkungan rumah sakit karena panduan bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan, meningkatkan keselamatan pasien, serta melindungi pasien dari risiko yang mengancam jiwa selama proses transportasi berlangsung. Panduan transportasi pasien dimaksudkan untuk menjamin bahwa

(17)

pasien yang berobat di lingkungan rumah sakit menerima standar pengelolaan transportasi yang terbaik, bermutu, dan terkoordinir sesuai peraturan yang berlaku.

Beberapa organisasi profesi seperti Society of Critical Care Medicine (SCCM), the American Association of Respiratory Care, the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM), the Study Group for Safety in Anesthesia and Intensive Care (SIAARTI), dan the Australasian College for Emergency Medicine (ACEM) telah menerbitkan pedoman untuk transportasi intrahospital. Dalam panduan tersebut setiap rumah sakit di haruskan memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) transportasi pasien (Day, 2010). SOP transportasi pasien merupakan hal yang wajib dipatuhi dan dilakukan agar memperlancar tugas perawat sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan serta mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak (Tambunan, 2011). Pelaksanaan proses transportasi harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien termasuk ketahanan, kerentanan, stabilitas, kompleksitas, ketersediaan sumber daya, partisipasi dalam perawatan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan beberapa kemungkinan yang tidak dapat di prediksikan, karakteristik perawat, dan juga keputusan triase (Swickard, et al, 2014). Tidak jarang pula transportasi pasien dilakukan oleh perawat dengan tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) (Day, 2010).

Selain itu, salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin keselamatan dalam proses transportasi adalah penggunaan checklist. Checklist diluncurkan oleh WHO pada tahun 2008, awalnya di pergunakan di ruang bedah, setelah dipakai menunjukkan penurunan komplikasi dari 11% menjadi 7%. Strategi untuk menggunakan checklist juga digunakan sebagai metode intervensi untuk mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) selama transportasi intrahospital pasien dari IGD. Secara umum, KTD berkurang secara signifikan sebelum intervensi dari 36,8%, menjadi 22,1% pada periode paska-intervensi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan checklist untuk transportasi intrahospital mengurangi tingkat KTD. Oleh karena itu, instrumen ini dapat diberlakukan dan efisien untuk KTD (Silva dan Amante, 2014). Peran perawat meliputi sebelum dilakukannya transportasi sampai setelah

(18)

dilakukannya transportasi yang mencakup berbagai hal, seperti pemeriksaan kesiapan ruangan, persiapan alat untuk transportasi pasien, serta dokumen-dokumen terkait transportasi pasien (Picton, 2012).

Transportasi intrahospital yang tidak sesuai dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. Komplikasi saat transportasi intrahospital dicatat untuk pertama kalinya di awal 70-an, Taylor menemukan bahwa 84% dari pasien dengan masalah jantung berat, yang di pindahkan, memiliki aritmia dan lebih dari setengah dari kasus tersebut memerlukan tindakan langsung. Proses transportasi intrahospital dianggap mempengaruhi kondisi pasien, yang tubuhnya telah mengalami gangguan fisiologis untuk melawan perubahan yang disebabkan oleh lingkungan. Frekuensi komplikasi bisa mencapai 76,1% dan hal ini bisa terjadi jangka pendek atau panjang dan bahkan memerlukan tindakan segera. Faktor risiko komplikasi ini sangat kompleks dan terkait dengan pasien serta tingkat keparahan penyakit, peralatan, dan kerusakan peralatan, komunikasi yang buruk antara staf yang mempersiapkan dan mendampingi pasien, tidak dilakukannya pemantauan yang baik ke pasien selama transportasi dan dokumentasi yang tidak memenuhi SOP transportasi intrahospital. Oleh karena itu, adanya pedoman transportasi intrahospital atau rencana yang jelas tidak hanya berguna, tetapi penting (Alamanou dan Brokalaki, 2015).

Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 18-20 Februari 2017, melalui wawancara dengan kepala ruangan didapatkan data bahwa jumlah petugas di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul berjumlah 22 (dua puluh dua) orang, yang terdiri dari perawat lulusan Sarjana(S1) berjumlah 1(satu) orang, diploma (D4) berjumlah 2(dua) orang, dan diploma (D3) berjumlah 19 (Sembilan belas) orang. Seluruh perawat sudah mengikuti pelatihan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Jumlah pasien yang berkunjung di ruang IGD selama kurun waktu tiga bulan terakhir yaitu: Januari, pasien false emergency berjumlah 406 orang, true emergency 1652 orang; Februari, pasien false emergency berjumlah 334 orang, pasien true emergency berjumlah 1470 orang. Maret, pasien false emergency berjumlah 369 orang; pasien true emergency berjumlah 1503 orang. SOP yang

(19)

dipakai dalam proses transportasi pasien adalah berupa lembar observasi SBAR (Situation, Backround, Assestment, Recomendation).

Melalui observasi terhadap transportasi intrahospital didapatkan data antara lain: Transportasi intrahospital menuju ruangan perawatan maupun ruang pemeriksaan diagnostik sebagian besar dilakukan oleh dua orang perawat dan terkadang dilakukan oleh mahasiswa praktikan. Sebelum melakukan transportasi ke ruangan yang dituju, perawat melakukan pengkajian terkait triage, kondisi pasien distabilkan terlebih dahulu sebelum transportasi dilakukan. Proses stabilisasi dilakukan sesuai dengan tingkatan kondisi pasien, proses transportasi dilakukan selama kurang dari tiga puluh menit, selama proses transportasi perawat tidak melakukan monitor terkait kondisi klinis pasien. Didapakan pula dari koordinator IGD bahwa jarak antara ruang perawatan dan pemeriksaan diagnostik, ICU di rata-ratakan keseluruhan 50 meter.

Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang diterbitkan pada tanggal 2 April, 2014 prosedur transfer internal adalah memindahkan pasien dari IGD pada pasien yang kondisinya sudah teratasi dari kegawatan ke ruang rawat inap.

Saat observasi pada pasien yang dilakukan transport ke ruang perawatan dan ruang pemeriksaan diagnostik perlengkapan peralatan yang dibawa petugas adalah lembar transport , catatan rekam medis, oksigen portable, tiang infus, sedangkan yang tidak dibawa adalah infus pump dan pulse oksimetri. Tiba di ruangan tujuan petugas tidak memberitahukan kembali terkait kondisi klien selama perjalanan pada petugas penerima. Didapatkan data dari observasi di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. IGD memiliki 7 bed, yang juga dipergunakan sebagai brankar, 1 ruang resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien, 1 ruang observasi. 1 ruang operation emergency untuk dilakukan tindakan pembedahan minor. Serta 1 ruang kebidanan untuk kasus kegawatdaruratan kebidanan.

Berdasarkan fenomena dilapangan yang telah disebutkan diatas baik mengenai koordinasi pretransport, personil, perlengkapan peralatan, kondisi

(20)

kestabilan pasien transporasi intrahospital maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Pelaksanaan Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta”

B. Rumusan Masalah

Transportasi pasien sangat perlu diperhatikan oleh perawat terutama perawat yang bertugas di IGD dari segi keamanan dan segi kestabilan kondisi pasien transport harus didukung oleh komunikasi, personil, perlengkapan alat, lintasan/passage, KTD, monitoring selama transportasi. Berdasar permasalahan pada latar belakang tersebut, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah gambaran pelaksanaan transportasi intrahospital di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senoparti Bantul, Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum.

Mengetahui gambaran pelaksanaan transportasi intrahospital di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senoparti Bantul, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus.

a. Mengetahui Karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta berdasarkan usia, jenis kelamin

b. Mengetahui pelaksanaan SOP transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogakarta.

c. Mengetahui personil/petugas berdasarkan triage transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senoparti Bantul, Yogyakarta

d. Mengetahui perlengkapan peralatan berdasarkan triage transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senoparti Bantul, Yogyakarta

(21)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya terkait dengan pelaksanaan transportasi intrahospital terhadap kemajuan profesi perawat di bidang kegawatdaruratan kritis.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit khususnya dalam penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP). 2) Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

oleh pihak Rumah Sakit sebagai masukan dan informasi mengenai gambaran pelaksanaan transportasi intrahospital.

b. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tentang pentingnya pemahaman terkait pelaksanaan SOP transportasi pasien sehingga perawat dapat menjalankan peran sebagai pemberi pelayanan secara tepat dan komprehensif.

c. Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur tambahan untuk ilmu keperawatan.

(22)

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian: Daryani, 2011 Judul: “Gambaran Pelaksanaan Transportasi Pasien Cedera Kepala Berat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten”. Metode: Deskritif kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Hasil: Petugas IGD sudah melakukan melakukan komunikasi kepada petugas penerima pasien sebelum melakukan transportasi (100%), pasien dalam kondisi stabil (100%), petugas yang melakukan transportasi kurang layak, peralatan dinyatakan kurang lengkap, passage/jalur transportasi menuju ruang rawat inap tidak mengalami hambatan (100%), imobilisasi leher tidak pernah dilakukan dengan pemasangan kolar servika l(0%). Pelaksanaan transportasi pasien cidera kepala berat di IGD Rumah Sakit Islam Klaten kurang mendukung transportasi yaitu personil, perlengkapan alat dan imobilisasi leher. Lokasi: IGD RumahSakit Islam Klaten. Persamaan Penelitian: Sama-sama meneliti transportasi pasien. Perbedaaan: Aspek deskriptif yang digambarkan, karakteristik lebih spesifik yaitu pasien cedera kepala berat, instrument yang dipakai adalah di adopsi dari Pusbankes 2005

2. Penelitian: Wawan Joko Apriyanto, Judul: Gambaran Pelaksanaan Transportasi Pasien Cedera Kepala di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten. Metode: Deskritif kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Hasil: Petugas IRD sudah melakukan kepada petugas penerima pasien sebelum dilakukan transportasi (100%), pasien dalam kondisi stabil (100%), petugas melakukan transportasi dinyatakan tidak layak (pada transportasi intramural 0%, sedangkan pada persiapan transportasi ekstramural 33%),peralatan dinyatakan kurang lengkap, passage, jalur transportasi menuju ruang rawat inap tidak mengalami hambatan (100%), imobilisasi leher tidak pernah dilakukan dengan pemasangan kolar servikal (0%). Pelaksanaan transportasi pasien cedera kepala di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten kurang mendukung transportasi yaitu personil, perlengkapan alat, dan imobilisasi leher.Lokasi: IRD RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Persamaan Penelitian: Sama-sama

(23)

mendeskriptifkan transportasi pasien Perbedaan penelitian: Aspek deskriptif yang digambarkan, karakteristiknya lebih spesifik yaitu pada pasien cedera kepala.

(24)

60 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum daerah Panembahan Senopati bantul, Yogyakarta pada bulan Agustus 2017 (tanggal, 8-11 Agustus 2017). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul,Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah Daerah kabupaten Bantul yang telah berdiri sejak tahun 1953 sebagai rumah sakit Honger Oedem (HO) yang berlokasi di Jl. Wahidin Sudiro Husodo, No. 14 Bantul berdiri diatas lahan seluas 2,5 Ha dengan luas bangunan 8300 m dengan usulan pengembangan perluasan sebesar 11.500 m . Pada bulan Maret 2015, RSUD Panembahan Senopati Bantul terakreditasi bintang lima atau paripurna yang merupakan peringkat tertinggi untuk Rumah Sakit Tipe B di Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY). Akreditas diberikan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Lembaga itu melakukan penilaian untuk seluruh RS baik swasta maupun negeri di DIY berdasarkan tipe RS. Guna mengetahui tingkat pelayanan dan kualitas RS tersebut.

Salah satu pintu masuk ke RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD). IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta memiliki fasilitas yang memadai dengan kapasitas tempat tidur 7(tujuh) buah. Memiliki 1(satu) ruang resusitasi, 1(satu) ruang observasi dan 1(satu) ruang mini operationdan ruang kegawatdaruratan kebidanan. Jumlah perawat yang bertugas di IGD tersebut berjumlah 22(dua puluh dua) orang, 1(satu) sebagai kepala ruangan, 5(lima) sebagai perawat primer dan 16 (enam belas) sebagai perawat assosiet. Semua Perawat di IGD sudah mengikuti Pelatihan Penangan Gawat Darurat (PPGD). Hal ini seiring dengan motto RSUD Penembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang mengutamakan kepuasan klien “Kepuasan Anda Adalah Kebahagiaan Kami”.

(25)

Saat pasien pertama kali masuk di IGD sebelum di transportasikan akan dilakukan pengkajian atau triase awal

yang dilakukan oleh petugas berlisensi seperti perawat dan dokter pengkajian yang dilakukan meliputi latar belakang dan evaluasi subjektif dan objektif. Melalui Pengkajian tersebut menetukan pasien masuk dalam tingkatan gawat darurat, darurat, biasa. Hasil pengkajian dicatat atau didokumentasikan di dalam catatan rekam medis.

Dalam hal melakukan transportasi intrahospital petugas memakai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ada di IGD yaitu lembar monitoring SBAR. Dari hasil pengamatan peralatan yang berada di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta brankar berjumlah 7 ada yang tidak memakai tiang infus. Kursi roda, oksigen portable 2 buah, Electro Cardio Gram (ECG) dan Defibrilator di ruang resusitasi. Jalur yang dilewati saat transportasi intrahospital ada yang lantainya kasar, bertingkat dilewati melalui lift, dan ada yang melewati tangga. waktu tempuh antara IGD dan ruang perawatan, ICU, ruang pemeriksaan diagnostik kurang dari 5 menit. Petugas yang melakukan transport adalah perawat semua, terkadang dilakukan oleh mahasiswa.

2. Analisis Hasil Penelitian

a. Gambaran Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang berjumlah 21 orang. Karakteristik responden diuraikan berdasarkan usia, jenis kelamin disajikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Karakteristik Perawat di IGD

RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta (n=21) Karakteristik responden Frekuensi Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki 17 81%

perempuan 4 19%

Umur 26-35 tahun 17 81%

36-45 tahun 4 19%

(26)

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta mayoritas adalah laki-laki yaitu 17 (81%) dan sebagian besar perawat yang bekerja di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta rentang usia 26-35 tahun yaitu 17 (81%).

b. Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta

Dari 21 pengamatan yang dilakukan pada perawat terkait pelaksanaaan SOP transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital Per Item di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta (n= 21)

Domain Aspek Pernyataan Rata-rata

Pre/Sebelum transportasi

Menuliskan tanggal 1,00

Menuliskan jam 1,00

Menuliskan temapat awal 1,00

Menuliskan tempat tujuan 1,00

Menuliskan cara transportasi 0,10

Menuliskan nama petugas 1,00

Menuliskan diagnosa utama 1,00

Menuliskan kondisi klinis 1,00

Menuliskan kesadaran 1,00

Menuliskan Glasgow Coma Scale (GCS)

0,90

Menuliskan Tekanan Darah (TD) 0,95

Menuliskan Nadi (N) 1,00

Menuliskan Respirasi (R) 1,00

Menuliskan Suhu badan (SB) 1,00

Total 14 12,95

Intra/Selama Transportasi

Menuliskan Assesment 0

Menuliskan tindakan yang dilakukan selama proses transportasi

0

Total 2 0

Post/setelah transportasi

Menuliskan tanggal tiba 0,14

Menuliska jam tiba (kedatangan) 0,05 Menuliskan kondisi klinis waktu

tiba

1,00

(27)

Menuliskan Tekanan Darah 0,90

Menuliskan Nadi (N) 1,00

Menuliskan Respirasi (R) 1,00

Menuliskan Suhu Badan (SB) 1,00

Petugas penerima menuiskan tanda tangan di kolom petugas yang menerima

0,76

Petugas transportasi menuliskan tanda tangan di kolom petugas transportasi 1,00 Total 10 7.71 Total Keseluruhan 26 20.67

Sumber: Data Primer 2017.

Pada tabel 4.2 diatas diketahui bahwa pada domain pre/sebelum transportasi skor terendah adalah (0,10) pada item pernyataan nomor 5 yaitu item pernyataan menuliskan cara transportasi.

Pada domain intra/selama transportasi dari 2 item pernyataan , semua item pernyataan tidak dilakukan oleh perawat.

Pada domain post/setelah transportasi diketahui bahwa skor terendah adalah (0,05) pada item pernyataan nomor 18 yaitu menuliskan waktu tiba(kedatangan) dan (0,14) pada item pernyataan nomor 17 yaitu menuliskan tanggal tiba.

c. Gambaran Triage Pasien Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Gambaran Triage Pasien Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati

Bantul, Yogyakarta (n= 21)

Triage Pasien Frekuensi Persentase (%)

Merah 2 9.5

Kuning 18 85.7

Hijau 1 4.8

Total 21 100

Sumber: Data Primer 2017

Pada tabel 4.3 diatas dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan transportasi intrahospital menunjukkan Triage Pasien yang paling banyak adalah triage kuning yaitu 85.7%.

(28)

d. Gambaran Personil/Petugas Transportasi Intrahospital berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.

Tabel 4.4. Gambaran Personil/Petugas Transportasi Intrahospital Berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,

Yogyakarta (n= 21)

Personil Transportasi Total Perawat Semua Perawat Dan Mahasiswa Triage Pasien Merah 2 0 2 Kuning 14 4 18 Hijau 1 0 1 Total 17 4 21

Sumber: Data Primer 2017

Pada tabel 4.4 Didapatkan hasil bahwa berdasarkan pengamatan personil/petugas transportasi intrahospital triage kuning sebagian besar dilakukan oleh perawat semua, ada 4 proses transportasi intrahospital triage kuning yang dilakukan oleh perawat dan mahasiswa. Sedangkan pada triage hijau yang melakukan transportasi intahospital adalah perawat semua. Pada triage merah dilakukan oleh perawat semua.

e. Gambaran Perlengkapan Peralatan Transportasi Intrahospital

berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta

Tabel 4.5. Gambaran Perlengkapan Peralatan Transportasi Intrahospital Berdasarkan Triage

(29)

Pada tabel 4.5. didapatkan hasil pada triage hijau perlengkapan peralatan yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, sedangkan pada triage kuning yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen. Pada triage kuning didapatkan masih ada perawat yang melakukan transportasi intrahospital tidak membawa tiang infus, oksigen. Pada triage merah perawat yang melakukan transportasi intrahospital perlengkapan peralatan yang di bawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen, infuse pump, pulse oksimetri.

(30)

B. Pembahasan 1. Gambaran Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta mayoritas adalah laki-laki yaitu 17 (81%) dan sebagian besar perawat yang bekerja di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta rentang usia 26-35 tahun yaitu 17 (81%).

Karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta mayoritas adalah laki-laki yaitu 17 (81%). Karakteristik perawat berdasarkan jenis kelamin berpengaruh pada peran dalam praktik keperawatan, tetapi tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki 27 pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria (Stephen P.R., 2001:48 dalam Setiawan, T., 2009). Perawat perempuan dan laki-laki mempunyai tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu, jadi tidak ada pembedaaan perlakuan ataupun pembedaan beban kerja antara perempuan dengan laki-laki (Asmuji, 2010).

Karakteristik perawat di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta mayoritas berusia 26-35 tahun yaitu 17 (81%) Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap peran dalam praktik keperawatan, hal ini dapat dilihat dari sejumlah kualitas positif yang dibawa para pekerja lebih tua pada pekerjaan mereka, tetapi para pekerja yang lebih tua juga dipandang kurang memiliki fleksibilitas dan sering menolak teknologi baru (Robbins, S.P, 2008). Hal ini juga di dukung oleh hasil penelitian Widaningsih (2016) yang mengatakan bahwa karakteristik perawat

(31)

(usia, jenis kelamin, pendidikan dan pelatihan) mempunyai pengaruh terhadap kinerja perawat.

2. Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.

Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital di IGD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta sebagian besar sudah melaksanakan SOP. Pada tabel 4.2 diatas dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan SOP transportasi intrahospital didapatkan nilai rata-rata/skor item SOP dilakukan adalah 20,67. SOP transportasi pasien merupakan hal yang wajib dipatuhi dan dilakukan agar memperlancar tugas perawat sebagai dasar hukum, bila terjadi penyimpangan serta mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak (Tambunanan, 2011).

Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital di IGD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta terbagi menjadi 3 domain. Berdasarkan hasil penelitian dilakukan pengamatan pelaksanaan SOP transportasi intrahospital sebagai berikut:

a. Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital domain pre/sebelum transportasi

Pada tabel 4.2 dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan SOP transportasi intrahospital didapatkan nilai rata-rata/skor SOP domain Pre/Sebelum transportasi intrahospital dilakukan adalah 12,95.

Pada tabel 4.2 diatas diketahui bahwa pada domain pre/sebelum transportasi skor terendah adalah (0,10) pada item pernyataan nomor 5 yaitu item pernyataan menuliskan cara transportasi. Menurut Warren, et al (2014) harus direncanakan terkait personel dan cara transportasi yang baik dalam proses perencanaan. Perencanaan yang baik akan meminimalkan resiko terjadinya komplikasi selama proses transportasi salah satunya dengan menentukan cara transportasi Mengingat Menurut Nelson et al (2003), Royal College of Nursing (2003) dan Waters et al (2007), kecelakaan saat transportasi pasien antara tempat tidur dan kursi, antara tempat tidur dan brankar, merubah posisi pasien di tempat tidur, merubah

(32)

posisi pasien di kursi roda dan mencoba berdiri ketika dalam posisi duduk disebabkan oleh ketidakseimbangan tubuh pasien dengan tidak adanya tumpuan. Insiden yang terjadi ketika transportasi pasien cukup tinggi, tercatat sebanyak 40 insiden terjatuh terjadi saat transportasi pasien ke tempat tidur, yang menjadi deretan paling atas di Rumah Sakit - Rumah Sakit Australia (Johnson, et al., 2011). Peran perawat dalam hal transportasi pasien sangatlah besar. Peran tersebut meliputi sebelum dilakukannya transportasi sampai setelah dilakukannya transportasi yang mencakup berbagai hal yakni dalam komunikasi antara perawat yang akan mentraspor dan perawat yang akan menerima transpor tentang pemeriksaan kesiapan ruangan, persiapan alat untuk transportasi pasien, serta dokumen-dokumen terkait transportasi pasien (Picton, 2012).

Menurut Warren,et al (2004) fasilitas mengirim informasi medis dan lain-lain yang penting yang diperlukan untuk kelanjutan tindakan pasien tanpa terputus, termasuk ringkasan tata laksana bersama informasi identitas dan administratif penting bersama pasien saat transportasi. Informasi yang terlampir bersama pasien mencakup; Diagnosis, nama/alamat/usia/berat pasien, nama/alamat dan nomor telefon keluarga terdekat, riwayat cedera atau sakit, kondisi klinis saat masuk, tanda-tanda vital termasuk GCS pre rumah sakit, saat di IGD dan saat berangkat untuk di transportasikan, hasil rontgen dan laboratorium dan semua kopian hasil laboratorium, cairan (jelaskan jenis, volume dan waktu pemberian), nama petugas yang melakukan transportasi dan nama petugas yang menerima serta tempat yang dituju.

b. Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital domain Selama transportasi Pada gambaran pelaksanaan SOP transportasi itrahospital domain selama transportasi intrahospital dari 2(dua) item, semua item tidak dilakukan. Item Selama Transportasi berisi tentang Pengkajian dan tindakan yang dilakukan selama proses transportasi. Pada domain ini semua tidak dilakukan oleh perawat karena menurut perawat waktu tempuh yang dilakukan saat transportasi intrahospital sangat dekat dan

(33)

perawat yang melakukan transportasi hanya 2 perawat, dari semua perawat satu mendorong brankar dan satu menarik sehingga tidak ada petugas yang melakukan dokumentasi. Sedangkan Menurut ANZCA (2015) Catatan klinis harus mendokumentasikan status klinis pasien sebelum, selama, dan setelah transportasi, kondisi medis yang relevan, faktor lingkungan, terapi yang diberikan, kejadian yang tidak di harapkan, dan prosedur yang dilakukan. Tim harus mendokumentasikan riwayat pasien dan temuan klinis pasien. Dokumentasi harus mencakup catatan status fisiologis, prosedur klinis, dan intervensi intervensi yang di lakukan.

Menurut Day (2010) Selama transportasi, data pemantauan seperti tanda-tanda vital, skor Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran/reaksi pupil, Tekanan Intra Kranial (TIK), dan skor skala nyeri harus dimonitor dan tercatat. Mengingat transportasi intrahospital dapat berpotensi bahaya, alangkah baiknya perawat melakukan pendokumentasian selama transportasi intrahospital berlangsung. Dokumentasi pertama terkait transportasi intrahospital berpotensi berbahaya diterbitkan pada tahun 1970: selama transportasi, aritmia terjadi pada 84% pasien yang berisiko tinggi kejadian kardiovaskular. Penelitian selanjutnya dilaporkan insiden 4,2-70,0% dari sakit kritis pasien selama transportasi intrahospital. Insiden yang sebagian besar terkait dengan kegagalan peralatan (39-45%), gangguan fisiologis pasien termasuk hipotensi 47% dan hipoksia (20 sampai 29%) (Reinders et al, 2015).

c. Pelaksanaan SOP transportasi intrahospital domain Post/setelah transportasi

Pada tabel 4.2 dan tabel dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan SOP transportasi intrahospital didapatkan nilai rata-rata/skor SOP domain Post/Setelah transportasi intrahospital dilakukan adalah 7,71. Pada domain post/setelah transportasi diketahui bahwa skor terendah adalah (0,05) pada item pernyataan nomor 18 yaitu menuliskan waktu tiba(kedatangan) dan (0,14) pada item pernyataan nomor 17 yaitu

(34)

menuliskan tanggal tiba di lembar SOP dikarenakan berbagai alasan seperti terburu-buru karena pasien banyak dan kadang terlupakan. Penulisan tanda tangan dan waktu tiba adalah merupakan salah satu pendokumentasian di dalam catatan rekam medis. Pentingnya penulisan tanda tangan penerima dan waktu tiba pasien petugas Bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan penulisan isi rekam medis tersebut. Menurut DepKes RI (1994) manfaat diantaranya : Menjamin kelengkapan administrasi pasien, memudahkan perencanaan dan penilaian pelayanan medis, memperlancar komunikasi antar petugas kesehatan, melindungi kepentingan hukum dari berbagai pihak, sebagai kelengkapan dokumentasi sarana pelayanan kesehatan, Sebagai bahan rujukan pendidikan dan pelatihan, sebagai sumber data penelitian

Menurut ANZCA (2015) Salinan catatan pasien ini harus diberikan ke unit penerima beserta catatan klinis dan hasil pemeriksaan, dari unit pengirim. Untuk transportasi intrahospital, dokumentasi ini bisa menjadi bagian dari catatan rawat inap. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, dkk (2016) didapatkan hasil Sebagian kecil petugas belum melakukan penatalaksanaan transportasi sesuai SPO sehingga membahayakan pasien. Penatalaksanaan transportasi pasien tahap persiapan alat sejumlah 29 (72,5 %) responden melaksanakan sesuai SPO dan 11 (27,5 %) responden tidak sesuai SPO. Penatalaksanaan transportasi pasien tahap persiapan pasien sejumlah 32 (80%) responden melaksanakan sesuai SPO dan 8 (20%) tidak sesuai SPO. Penatalaksanaan transportasi pasien tahap pelaksanaan sejumlah 9 (22,5 %) responden melaksanakan sesuai SPO dan 31 (77,5 %) responden tidak sesuai SPO.

3. Gambaran Triage Pasien Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta

Pada tabel 4.3 diatas dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan transportasi intrahospital menunjukkan Triage Pasien yang paling banyak adalah triage kuning yaitu 85.7%.

(35)

Dari pengamatan didapatkan bahwa sebelum dilakukan transportasi intrahospital perawat melakukan pengkajian triage untuk menetukan tingkat prioritas kestabilan kemudian menuliskan di lembar rekam medis pasien. Semua perawat di IGD sudah mengikuti pelatihan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat (PPGD). Menurut SOP RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta Triage pasien adalah prosedur penilaian dan pemilihan pasien di IGD berdasarkan tingkat kegawatdaruratan penyakit pada semua pasien yang datang ke ruang IGD. Perawat yang melakukan triage adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat (PPGD) atau Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) (DepKes RI, 2005). Sesuai Prosedur di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta pasien datang ke IGD, kemudian ditempatkan diruang triage dan mendapatkan pemeriksaan kegawatan sesuai kategori.

Dikatakan triage kuning apabila kondisi pasien gawat tapi tidak darurat mendapat prioritas ke 2 setelah kategori merah. Setelah melalui ruangan triage maka pasien dipindahkan ke tempat penanganan sesuai dengan kategori triage. Kategori kuning masuk keruang prioritas 2. Setelah pasien dipindahkan ke ruangan tersebut maka pemeriksaan dan penanganan segera dilakukan. Menurut Sharon (2015) kategori Urgent (Kuning) biasanya dijelaskan dalam prosedur manual rumah sakit. Klien dalam keadaan gawat yang memerlukan intervensi medis dalam dua jam. Lebih khusus lagi, dokter harus melakukan pemeriksaan pada pasien dengan tindakan urgensi dalam satu jam. Klien seperti ini tidak boleh menunggu lebih dari dua jam. klien seperti nyeri abdomen, demam tinggi dan/atau batuk aktif, laserasi komplek tetapi tidak ada pendarahan mayor, fraktur tertutup dengan deformitas, dan sebagainya. Jika IGD terlalu sibuk, sehingga perawat triage dapat melakukan observasi lebih lama. Perawat berkewajiban untuk mengobservasi perubahan gejala dengan pengukuran TTV (Tanda-tanda Vital) setidaknya satu jam sekali. Tindakan perawatan yang diterima juga mengharuskan pasien berbaring di tempat tidur/tandu dan tidak duduk di kursi.

(36)

Dikatakan triage merah apabila kondisi pasien gawat dan darurat sehingga perlu mendapat pertolongan segera, setelah pasien melaui ruangan triage maka pasien di pindahkan ke tempat penanganan sesuai dengan kategori triage. Triage merah masuk ke ruang resusitasi (RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta., 2014). Dalam Sharon (2015) mengatakan bahwa Citical ( Merah) Dikatakan kritis apabila tanda-tanda vital stabil yang menunjukkan gejala atau riwayat yang jelas tetapi menggambarkan kondisi yang mengancam jiwa seperti: pasien dengan nyeri dada, sesak nafas, atau banyak berkeringat (diaphoresis), pasien dengan riwayat muntah darah, trauma cidera kepala, luka tembak atau tusukan, penderita asma, penderita diabetes dengan gula darah rendah atau gula darah sangat tinggi, dan sejenisnya. Perawat triage biasanya memprioritaskan pasien ini terlebih dahulu dan perlu penanganan dokter. Dalam beberapa kasus, perawat dapat melakukan perawatan awal berdasarkan advice seperti: pemberian oksigen atau injeksi dekstrosa (gula sederhana) untuk penderita diabetes yang gula darahnya rendah (hipoglikemia) harus mendapatkan pertolongan segera.

Berdasarkan SOP transfer pasien ke ruang perawatan RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta dikatakan triage hijau apabila kondisi pasien tidak gawat dan tidak darurat sehingga pasien mendapat prioritas ke 3. Setelah pasien dilakukan tingkat priotitasnya kemudian di pindahkan ke tempat penanganan sesuai kategori triage, triage hijau masuk ke ruang false emergency. Setelah pasien dipindahkan ke ruangan tersebut baru dilakukan pemeriksaan dan penanganan. Non-urgent (Hijau) Klien dengan kondisi non urgent yang menderita cacat, tidak dapat berjalan dan tetap berada di kursi, perawat triage menentukan bahwa bisa menunggu empat jam sampai kondisi klinis stabil, untuk keamanan dan kenyamanan klien, perawat triase menempatkan klien tetap berada di tempat tidur/tandu. Terkadang kecacatan berhubungan dengan kondisi klien (Sharon., 2015).

Dalam beberapa kasus korban jiwa, sangat penting untuk melakukan triage pasien sesuai dengan Prinsip ABCDE dari algoritma advanced trauma life support (ATLS). Triage adalah proses terstruktur yang digunakan untuk

(37)

mengenali korban tersebut baik bahaya kegawatan dan manfaat dari perawatan kegawatan . Jika sumber daya yang tersedia triage dipergunakan pada kondisi paling serius yang dirawat terlebih dahulu. Jika sumber daya terbatas dan fasilitasnya penuh, triage bisa menargetkan pasien yang membutuhkan intervensi sederhana atau singkat. untuk perawatan severe injury hanya diberikan perawatan kenyamanan. Prinsip-prinsip triage tidak hanya berlaku untuk korban trauma tapi juga pada kasus kedaruratan seperti koma diabetik. Prinsip serupa berlaku untuk alokasi petugas ICU, di tempat pre-rumah sakit atau di ruang IGD. (European Society of Intensive Care Medicine, 2011).

4. Gambaran Pelaksanaan Pada Aspek Personil/Petugas Transportasi Intrahospital berdasarkan triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta.

Pada tabel 4.4 Didapatkan hasil bahwa berdasarkan pengamatan personil/petugas transportasi intrahospital triage kuning sebagian besar dilakukan oleh perawat semua, ada 4 proses transportasi intrahospital triage kuning yang dilakukan oleh perawat dan mahasiswa. Sedangkan pada triage hijau yang melakukan transportasi intahospital adalah perawat semua. Pada triage merah dilakukan oleh perawat semua. Pasien di IGD, menurut triage terdiri atas kriteria yaitu pasien gawat darurat, pasien darurat, pasien tidak gawat tidak darurat. Berdasarkan kriteria pasien tersebut selain menentukan cara penganan juga menentukan cara transportasi. Misalnya, pada pasien kritis sebelum dilakukan transportasi harus teratasi dulu tentang airway, breathing, circulation (prinsip ABC) sehingga pasien dalam keadaan stabil (Pusbankes, 2005).

Dilakukan pengamatan juga saat pasien pertama kali masuk di IGD sebelum di transportasikan akan dilakukan pengkajian atau triage awal yang dilakukan oleh petugas berlisensi seperti perawat dan dokter pengkajian yang dilakukan meliputi latar belakang dan evaluasi subjektif dan objektif. Melalui Pengkajian tersebut menetukan pasien masuk dalam tingkatan gawat darurat, darurat, biasa. Semua perawat di IGD sudah mengikuti pelatihan PPGD.

(38)

Mengingat proses transportasi memungkinkan terjadinya komplikasi maka dari itu personil/petugas yang melakukan transportasi sebaiknya memunyai keterampilan khusus dan kompeten dalam melakukan transportasi intrahospital. Personil minimum ada 2 orang perawat yang mendampingi pasien kritis sedangkan untuk tugas transportasi pasien tidak stabil disertai oleh dokter yang terlatih. Jumlah dan tingkat kecakapan skill petugas tergantung dari kondisi pasien yang akan ditransportasi; Pasien stabil tanpa risiko dan risiko rendah dapat didampingi oleh perawat dan assisten perawat (porter), pasien stabil risiko medium didampingi oleh perawat dan dokter, sedangkan pasien stabil resiko tinggi dan tidak stabil didampingi oleh dokter anestesia/intensivis dan perawat ICU (Warren, et al., 2004).

Personil yang melakukan transportasi intrahosital berdasarkan triage kuning dari 4 pasien di transportasikan oleh perawat dan mahasiswa. Dari hasil pengamatan hal ini dilakukan dikarenakan jika pada saat bersamaan ruang IGD penuh (sibuk) sehingga perawat membagi tugas. Didapatkan pula bahwa semua pasien yang akan dilakukan transportasi pasien dengan kondisi tidak satabil akan dilakukan tindakan di ruang resusisatsi untuk menstabilkan kondisi pasien, pasien di transportasikan kalau sudah dalam keadaan hemodinamik stabil sehingga terkadang dalam melakukan transportasi intrahospital petugas meminta bantuan mahasiswa dalam mendampingi pelaksanaan transportasi intrahospital. Seharusnya menurut Warren, et al (2004) pasien yang berada pada resiko medium didampingi oleh perawat (RN) dan dokter yang sudah pelatihan terkait transportasi. Dari penelitian oleh Papson et, al (2007) didapatkan kejadian yang tidak diharapkan terjadi 130 kasus saat transportasi intrahospital dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan 221 kasus dilakukan oleh petugas yang tidak berkompeten.

Pada triage merah dari 2 pengamatan didapatkan masih ditransportasikan oleh perawat semua. Diketahui bahwa semua pasien yang dalam kondisi tidak stabil yang masuk ruang IGD RSUD wajib dilakukan proses stabilisasi di ruang resusitasi sebelum di transportasikan. Pasien di transportasikan apabila hemodinamik sudah stabil. Seluruh perawat di IGD

(39)

RSUD sudah mengikuti pelatihan PPGD. Didapatkan juga dokter bersama perawat hanya melakukan transportasi interhospital. Seharusnya menurut NHS (2012) pasien pada Level/derajat 3 (pasien dengan Airway, Breathing, Circulation/ABC yang tidak stabil yang membutuhkan bantuan pernapasan dan atau dengan kegagalan multi organ). Kompetensi personil/petugas menurut ICS (2011) personil/petugas yang melakukan transportasi adalah perawat harus memiliki keteramplan Basic Life Support (BLS)/Advance Life Support (ALS) telah mengikuti pelatihan transportasi pasien kritis dan dokter/perawat: Ketrampilan Basic Life Support (BLS)/Advance Life Support (ALS) telah mengikuti pelatihan transportasi pasien kritis dan Dokter: Minimal 6 bulan pengalaman kerja di ICU, keterampilan menangani permasalahan jalan napas atau pernapasan, telah mengikuti pelatihan transportasi pasien kritis (intensivis). Mengingat proses transportasi memungkinkan terjadinya komplikasi maka dari itu personil/petugas yang melakukan transportasi sebaiknya memunyai keterampilan khusus dan kompeten dalam melakukan transportasi intrahospital. Didukung penelitian Jones, et al (2016) yang berjudul Intrahospital Transport of the Critically Ill Adult A Standardized Evaluation Total ada 502 transpor yang diaudit. Sebagian besar perawat sesuai dengan kebijakan, kecuali untuk proses stabilisasi (n = 174, 34,7%). Empat puluh satu transpor (8,2%) terjadi kejadian tak diharapkan (KTD), dan 11 dari transpor (26,8%) dibatalkan. Sebagian besar KTD Hemodinamik (12), sedasi (11), pernafasan (10), dan gastrointestinal (5). Lebih sedikit KTD terjadi pada tim transport (P = .036) dan Antara perawat dengan sarjana ilmu keperawatan atau tingkat yang lebih tinggi (P = 0,002). KTD lebih tinggi petugas transport perawat dengan pengalaman 0 sampai 2 tahun di ICU unit perawatan (P = .002), '' kondisi stabil '' Transportasi (P = .022), dan pasien kondisi fisiologi akut dan Chronic Health Evaluation scores (P = 0,009).

Pada triage hijau dari 1 yang di transportasikan di lakukan oleh perawat semua. Personil/petugas transportasi yang melakukan transportasi intrahospital sudah sesuai dengan teori. Menurut NHS (2012) Pasien dengan

(40)

Airway, Breathing, Circulation/ABC dan hemodinamik stabil, namun berpontensi menjadi tidak stabil, misalnya pada pasien yang baru menjalani perawatan di HCU/ICU yang sudah memungkingkan untuk perawatan rawat inap biasa. Petugas yang melakukan transportasi didampingi oleh perawat/assisten perawat/porter (Warren, et al., 2004). Studi yang dilakukan oleh Taylor (1970) dalam Chard & Makary (2015), menjelaskan bahwa transportasi dapat menimbulkan komplikasi pada penyakit pasien, hal ini dapat diminalisir dengan adanya kontribusi perawat yang melakukan tugasnya dengan benar.

5. Gambaran Perlengkapan Peralatan Transportasi Intrahospital berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta

Pada tabel 4.5 didapatkan hasil pada triage hijau perlengkapan peralatan yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, sedangkan pada triage kuning yang dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen. Pada triage kuning didapatkan masih ada perawat yang melakukan transportasi intrahospital tidak membawa tiang infus, oksigen. Pada triage merah perawat yang melakukan transportasi intrahospital perlengkapan peralatan yang di bawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, brankar, tiang infus, oksigen, infuse pump, pulse oksimetri.

Pada triage kuning dari pengamatan didapatkan perlengkapan yang di bawah 7 (Lembar transfer SBAR, Semua catatan, brankar, oksigen, tiang infus), 3 (Lembar transfer SBAR, Semua catatan, brankar), 2 (Lembar transfer SBAR, Semua catatan), 4 (Lembar transfer SBAR, semua catatan, oksigen). Dengan demikian pada triage kuning di dapatkan perlengkapan peralatan tidak sesuai dengan teori di karenakan kurangnya peralatan pendukung yang ada di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Seharusnya menurut ICS (2011) yang dibawah adalah lembar transfer SBAR, semua catatan, charts. Oksigen, Suction, Brankar, Infuse

(41)

pump,baterai portable, Pulse oksimetri, monitor Ekg, Tensi meter, Ambubag, Defibrilator.

Pada triage merah peralatan yang dibawah 2 (Lembar transfer SBAR, Semua catatan, tiang infus, oksigen, infuse pump). Seharusnya menurut ICS (2012) perlengkapan peralatan yang dibawah adalah Lembar transfer SBAR, semua catatan, Charts, Oksigen, Suction, Infuse pump,baterai portable, Pulse oksimetri, monitor Ekg, Tensi meter, Ambubag, Defibrilator, Scoop Strecher dan Long spine board.

Pada triage hijau peralatan yang di bawah (Lembar transfer SBAR, Semua catatan, brankar). Diketahui bahwa pada triage hijau sudah sesuai perlengkapan/peralatan. Menurut ICS (2011) perlengkapan peralatan yang dibawah adalah Lembar transfer SBAR, semua catatan, Charts, Brankar, kursi roda). Warren, et al (2004) pasien stabil tanpa risiko perburukan dan stabil risiko rendah perlengkapan adalah Iv line, oksigen, monitor,pulse oksimetri.

Dari 21 perawat yang melakukan pelaksanaan pada aspek perlengkapan peralatan transportasi intrahospital berdasarkan triage menunjukkan Perlengkapan peralatan transportasi intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta perlengkapan peralatan yang pasti dibawa adalah lembar transfer SBAR, semua catatan sedangkan yang tidak dibawa adalah Charts, kursi roda, suction, longspine board, batrei portable, monitor ekg, tensi meter, ambubag, defibrilator, scoop stretcher. Alasan tidak lengkap dikarenakan peralatan pendukung di IGD belum tersedia. Dari 21 responden yang dilakukan pengamatan bahwa ketidaklengkapan peralatan didapatkan pada item:

a. Charts

Pada saat pengamatan pada personil/petugas di semua triage tidak membawa charts dikarenakan petugas sudah mengetahui kondisi di rumah sakit. Seharusnya menurut Quenot,et al (2012) sebelum memulai transportasi rute yang dilalui harus di petakan dan diketahui oleh personil/petugas transportasi mengetahui akses jalur/koridor dan lift dan bisa memprioritaskan rute yang pendek dan aman untuk dilewati.

(42)

b. Kursi roda

Selama proses transportasi intrahospital dilakukan pada semua triage, petugas tidak pernah membawa kursi roda dikarenakan pada saat mentransportasi ke ruangan petugas mempergunakan brankar. Pada saat pengamatan petugas mempergunakan kursi roda kalau melakukan transportasi ke ruang radiologi karena jaraknya hanya bersebelahan dengan IGD dan pada pasien dengan kondisi stabil.

c. Suction

Pada saat pengamatan proses transportasi di semua triage petugas tidak membawa suction dikarenakan sebelum transportasi pasien dilakukan suctioning di ruang resusitasi IGD RSUD sampai keadaan stabil. Suction (untuk pasien dengan tingkat kesadaran yang rendah, trakeostomi dan / atau ventilator) (Quenot, 2012). Untuk kebutuhan perawatan kritis, suction harus mampu menyedot cairan pada tingkat minimal 25 l / menit. Bila suction lebih dari satu maka bisa dipergunakan untuk suctioning drainage pleura dan yang lain bisa suctioning trakhea atau sekresi oral (European Society of Intensive Care Medicine, 2011) d. Baterai portable

Pada saat pengamatan transportasi intrahospital di IGD petugas tidak membawah baterai portable pada semua triage dikarenakan waktu tempuh dari IGD ke ruang transportasi dekat. Sebaiknya kabel listrik/baterai portable harus tersedia selama transportasi untuk suplai listrik pada alat-alat yang menggunakan listrik seperti syringe pump. Satukan semua perlengkapan peralatan, dalam hal pasokan listrik dan harus disesuaikan dengan perkiraan durasi transport dan tingkat konsumsi, yang dapat bervariasi tergantung pada penggunaan, dan cadangan harus dipantau (Quenot, et al., 2014). KTD yang terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Gilman (2006) adalah masalah material yaitu uncharged batteries 4.5% (Fanara, et al., 2010).

(43)

e. Monitor Ekg

Petugas di IGD berdasarkan hasil pengamatan saat transportasi intrahospital semua triage tidak pernah membawa alat monitor EKG dikarenakan monitor EKG hanya dilakukan di IGD dan di IGD belum tersedia alat bedside monitor/trolley. Seharusnya menurut teori pada saat transportasi intrahospital pada pasien triage kuning dan triage merah atau hemodinamik tidak stabil dilakukan monitoring. Pemantauan minimum yang diperlukan selama transportasi intrahospital meliputi pemantauan detak jantung EKG, pulse oksimetri, dan pemantauan tekanan darah non invasif (Quenot,et al., 2011). Pemantauan kardiovaskular dan respiratori yang tidak adekuat menimbulkan risiko saat transportasi oleh karena peralatan yang tidak adekuat (Warren, et al., 2004). Dari hasi penelitian yang dilakukan oleh Venkategowda, et al (2014) didapatkan sebanyak 254 pasien diamati secara prospektif untuk KTD selama intra-rumah sakit mentransfer pasien yang sakit kritis. Keseluruhan KTD yang diamati adalah 139 di antara 64 pasien. Di antara KTD yang terjadi EKG lead displacement 27 (19,42%).

f. Tensi meter

Selama proses transportasi intrahospital yang di amati di IGD RSUD pada semua triage, petugas tidak pernah membawah monitor tekanan darah dikarenakan pengukuran tekanan darah dilakukan di ruang IGD RSUD pada saat pasien baru masuk dan pre/sebelum transport dilakukan. Padahal alat yang dipergunakan untuk mengetahui tekanan darah sebagai salah satu perlengkapan yang harus dipersiapkan guna untuk monitoring tekanan darah pada saat transportasi berlangsung. Dari 3383 grafik yang ditinjau (91,8% dari semua transportasi yang telah dilakukan) didapatkan hasil kejadian yang tidak diharapkan yaitu perubahan tekanan darah (25/59) Hypotensi 25 (37) (Kue, et al., 2011).

g. Ambubag

Menggambarkan bahwa selama proses transportasi intrahospital di IGD dari semua triage, petugas tidak membawa ambubag dikarenakan

Gambar

Tabel 4.2 Gambaran Pelaksanaan SOP Transportasi Intrahospital       Per Item di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta (n= 21)
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Gambaran Triage Pasien   Transportasi Intrahospital di IGD RSUD Panembahan Senopati
Tabel 4.4.  Gambaran Personil/Petugas Transportasi Intrahospital  Berdasarkan Triage di IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul,

Referensi

Dokumen terkait

Tentu algoritma di atas dapat menyelesaikan masalah untuk menghancurkan tank Maus, tapi saya yakin tidak semua orang ingin menggunakan metode yang telah ditemukan oleh algoritma

Karena terdapat peningkatan hasil belajar Siswa pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran PBL ( Problem Base Learning ) dengan media gambar

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pemberian pakan yang lebih baik memberikan respon yang positif terhadap siklus berahi pada kerbau betina yang pada awalnya

Objek yang dijadikan penelitian adalah busana Besutan Jombang yang didalamnya akan dikaji tentang busana Besutan Jombang ditinjau dari busana pokok dan pelengkap sesuai

Penelitian ini penting dilakukan karena sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berinvestasi pada perusahaan yang akan ditanamkan modalnya oleh investor dengan

Judul Skipsi : Penganrh Penggunaan Terak Sebagai Pengganti Agregat Halus Ditinjau Dari Variasi Persentase Serta Umur Beton Terhadap Kuat Tekan Beton Dengan Metode

Hasil penelitian ini menyimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kinerja portofolio strategi aktif dengan strategi pasif menurut Treynor dan jensen. Serta tidak

Harapan Subur yang telah memberikan kepada pada penulis untuk melakukan penelitian guna menyelesaikan skripsi ini... Teman-teman dan rekan-rekan penulis serta semua pihak yang