• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI POPULASI MACAN DAHAN SUNDA (Neofelis diardi) MENGGUNAKAN KAMERA JEBAK DI HUTAN LINDUNG BUKIT BATABUH PROVINSI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI POPULASI MACAN DAHAN SUNDA (Neofelis diardi) MENGGUNAKAN KAMERA JEBAK DI HUTAN LINDUNG BUKIT BATABUH PROVINSI RIAU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI POPULASI MACAN DAHAN SUNDA (Neofelis diardi)

MENGGUNAKAN KAMERA JEBAK DI HUTAN LINDUNG

BUKIT BATABUH PROVINSI RIAU

Riska Julianti1, Yulminarti2, Febri Anggriawan Widodo3, Eka Septayudha3

1Mahasiswa Program S1 Biologi 2Dosen Jurusan Biologi

3WWF Indonesia – Central Sumatra Program, Pekanbaru Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

riskajulianti93@yahoo.com

ABSTRACT

Sunda clouded leopard (Neofelis diardi) is a medium-sized cat species occurring only on Sumatra and Borneo, which is categorized by IUCN as “vulnerable.” The cat’s existence in the wild has been largely threatened by deforestation and forest conversion and hunting. Its remaining populations are probably highly fragmented over increasingly human-dominated landscapes on both islands. In the present study, we attempted to detect the presence of this cat and assessed its abundance in Bukit Batabuh (100-580 m asl.), a protected natural forest remnant in Riau Province which has undergone massive encroachments during the last decades. We set up 42 camera traps in 23 cells of 2 km x 2 km for a total of 1.881 trap-nights. The cat was captured in 43 images with 15 independent images. The density of clouded leopard in this study was (0,13-0,20 individu/100 Km2) and

there were only two distinct male individuals detected. Most detections were on altitudes higher than 300 m asl and during nighttime. The results suggested the cat’s population fragment occurring in this protected area was very small and does not deserve to be given the increasing threats through habitat loss and disturbances by humans.

Keywords : abundance, habitat fragmentation, vulnerable species.

ABSTRAK

Macan dahan Sunda (Neofelis diardi) adalah spesies kucing berukuran sedang yang hanya ditemukan di Sumatra dan Kalimantan, dikategorikan sebagai "rentan kepunahan” oleh IUCN. Keberadaan kucing di alam liar sebagian besar telah terancam oleh deforestasi dan konversi hutan perburuan. Populasi yang tersisa sangat terfragmentasi yang didominasi oleh manusia di kedua pulau. Dalam penelitian ini, kami berusaha untuk mendeteksi keberadaan kucing ini di sisa-sisa hutan alam yang dilindungi di Provinsi Riau yang telah mengalami gangguan-gangguan besar selama beberapa dekade terakhir dannilai kelimpahannya di Bukit Batabuh (100-600 m dpl.). Kamera dipasang sebanyak di 23 sel dari 2 km x 2 km dengan total 1,881 hari kamera aktif. kucing ini tertangkap sebanyak 43 gambar dengan 15 gambar independen. Pada penelitian ini diperoleh densitas (0,13-0,20 individu/100 km2) dan hanya ditemukan dua individu jantan yang berbeda.

(2)

2

Kebanyakan pendeteksian kamera berada di ketinggian yang lebih tinggi dari 300 m dpl dan pada malam hari. Hasil penelitian menunjukkan fragmen populasi kucing terjadi di kawasan lindung ini sangat kecil dan tidak layak diberi ancaman meningkat melalui hilangnya habitat dan gangguan oleh manusia.

Kata kunci : kelimpahan, fragmentasi habitat, spesies rentan punah.

PENDAHULUAN

Pulau Sumatera merupakan ekosistem hutan tropis dimana terdapat berbagai jenis kucing liar yang merupakan hewan-hewan pemangsa dan memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem (Crooks & Soule 1999; Miller et al. 2001). Jenis-jenis kucing dikelompokkan sebagai kucing besar (big cats), kucing yang berukuran sedang (medium-sized cats) dan kucing kecil (small cats). Salah satu kucing yang berukuran sedang yang terdapat di pulau Sumatera adalah macan dahan Sunda (Neofelis diardi), yang saat ini sudah berstatus “vulnerable” atau rentan kepunahan (O’Brien et al. 2003; Hutajulu et al. 2007; Sunarto 2011; Hearn et al. 2008).

Deforestasi yang terjadi selama 25 tahun terakhir (Rautner et

al. 2005) kemungkinan telah mempersempit wilayah sebarannya. Pada saat ini keberadaan macan dahan di Pulau Sumatera atau khususnya di Provinsi Riau sangat terancam, baik secara langsung maupun tidak langsung (Hutajulu et

al. 2007; Maryani 2014). Populasi

macan dahan juga mengalami penurunan akibat adanya perburuan untuk diperdagangkan secara ilegal, melalui pemberitaan di media masa dapat diketahui peningkatan kasus terbunuhnya macan dahan dan konflik sebagai ancaman keselamatan manusia maupun hewan-hewan peliharaannya.

Minimnya data tentang keberadaan dan status populasi satwa ini sangat sukar atau bahkan tidak mungkin diperoleh melalui survei-survei yang hanya mengandalkan pendeteksian secara tidak langsung. Mengingat besarnya ancaman dari manusia di luar kawasan-kawasan lindung, maka sangat diharapkan populasi macan dahan setidaknya dapat dipertahankan dalam kawasan-kawasan lindung.

Dalam hal ini telah diketahui bahwa macan dahan terdapat di kawasan Bukit Batabuh, Kabupaten Kuantan Singingi yang berstatus Hutan Lindung. Hingga saat ini belum diketahui berapa jumlah macan dahan yang dapat bertahan dalam kawasan yang sebagian besar wilayahnya sudah mengalami perambahan ini. Semakin meningkatnya tekanan yang berasal dari gangguan manusia, maka urgensi untuk memantau populasi macan dahan ini juga semakin meningkat sehingga perlu dilakukan studi populasi di kawasan Hutan Lindung ini. Penelitian telah dilaksanakan dengan tujuan mengetahui kepadatan populasi, struktur populasi dan pola sebaran macan dahan menurut ketinggian tempat dan waktu aktif yang telah terpotret kamera-kamera jebak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Lindung Bukit Batabuh Provinsi Riau. Secara administratif, Bukit Batabuh terletak antara

(3)

3

Provinsi Jambi dan Riau. Secara geografis berada di wilayah Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan sengingi. Luas kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh yaitu 47 ribu hektar. Hutan Lindung Bukit Batabuh berjarak 4 km dengan kawasan pemukiman masyarakat.

Dalam penelitian ini dipasang sebanyak 42 unit kamera dalam 23 sel, dengan ukuran luas setiap sel 2 km x 2 km dan jarak antar sel 2 km. Pengambilan data diambil selama kurang lebih 3 bulan. Pengumpulan data diperoleh dari memori yang dipasang pada setiap kamera dan disimpan di data Ms.excel. Data setiap kamera dikumpulkan dalam

folder berdasarkan urutan tanggal

penyamplingan, kemudian dilakukan penyortiran gambar untuk dilakukan identifikasi masing-masing satwa sasaran. Setiap data yang diperoleh dilengkapi dengan keterangan koordinat pemasangan kamera, ketinggian tempat pemasangan sehingga dapat diketahui pola aktifitas menurut waktu dan ketinggian satwa sasaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil gambar kamera jebak

Hasil pengoperasian kamera jebak selama 1.881 hari-perangkap diperoleh sebanyak 15.180 gambar. Dari hasil gambar yang diperoleh, macan dahan hanya ditemukan sebanyak 39 (0,26%) gambar yang terdiri dari 37 foto dan 2 video dari total gambar yang diperoleh. Ber-dasarkan gambar yang diperoleh ter-sebut ditentukan gambar independen yang dapat dibedakan dari kamera yang sama berdasarkan rentang wak-tu 30 menit sehingga di anggap se-bagai individu yang berbeda

(O’Brien et al. 2003). Adapun dari gambar independent yang diperoleh sebanyak 15 gambar dan diidentifi-kasi lebih lanjut. Dalam penelitian ini jumlah gambar independen yang di-peroleh relatif lebih kecil dibanding-kan dengan yang diperoleh Hutajulu

et.al (2007) sebanyak 53 gambar

in-dependen di lansekap Teso Nilo dan maryani (2014) sebanyak 32 gambar di Bukit Rimbang Bukit Baling. Perbedaan lainnya dapat juga dilihat dari upaya sampling yang dilakukan Hutajulu et.al (2007) selama 13.406 hari-perangkap menggunakan 86 unit kamera dan Maryani (2014) selama 1.710 hari-perangkap menggunakan 40 unit kamera.

Adapun satwa-satwa lain yang terpotret kamera jebak di an-taranya yaitu Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Kijang (Muntiacus muntjak), Babi Hutan (Sus scrofa), (Macaca nemestrina), Rusa (Cervus unicolor), (Bird

argu-sianus argus), Beruang madu

(Helarctos malayanus), Ungko

(Hy-lobates agilis), Tapir (Tapirus indi-cus), Kucing hutan (Felis belangen-sis).

b. Hasil identifikasi

Dari hasil identifikasi yang telah dil-akukan diperoleh dua individu macan dahan. Hal ini menunjukkan Jumlah individu yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Hu-tajulu et al. (2007) di Lansekap Ta-man Nasional Teso Nilo sebanyak 12 individu, Maryani (2014) di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling sebanyak 8 individu yang ju-ga berada di Sumatera dan Wilting

et. al (2012) sebanyak 10 individu.

Perbedaan yang signifikan ini kemungkinan disebakan oleh be-berapa hal di antaranya yaitu

(4)

4

sitas upaya sampling, luas wilayah lokasi penelitian maupun faktor kon-disi lingkungannya. Dalam hal ini, karena adanya kemungkinan terse-but, maka perlu dilakukan penye-taraan intensitas upaya sampling dan luas wilayah sampling dengan menggunakan RAI. Pada Tabel 1 dapat dilihat Hutajulu et.al (2007) melakukan upaya sampling yang lebih lama dan memiliki area kawa-san yang lebih luas dibandingkan dengan lokasi penelitian lain, akan tetapi memperoleh nilai yang paling rendah yaitu 0,97 individu/ 100 Km2

dibandingkan dengan penelitian ini yang memperoleh nilai 1,24 indi-vidu/ 100 Km2. Penelitian Wilting

et.al 2012 memperoleh nilai 4,25

in-dividu/ 100 Km2 dan Maryani (2014) dengan nilai 4,86 individu/ 100 Km2. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan lokalitas-lokalitas hetero-gen dan homohetero-gen tiap kawasan area penelitian, adanya kawasan yang heterogen cukup optimal sebagai habitat macan dahan dan adanya ka-wasan yang kurang optimal sehingga penyetaraan jauh lebih kecil.

Pada gambar 1 Macan dahan betina tidak ditemukan dalam kamera jebak, hal ini kemungkinan disebab-kan oleh beberapa hal yaitu: Macan dahan betina lebih banyak melakukan aktifitas di pohon (arbor-eal) sedangkan macan dahan jantan lebih banyak menghabiskan waktu di

permukaan tanah (terestrial), sehing-ga peluang macan dahan betina un-tuk tertangkap kamera jauh lebih kecil karena kamera lebih dekat dengan permukaan tanah (Wilting et

al. 2012), ruang jelajah macan dahan

betina jauh lebih sempit dibanding-kan macan dahan jantan.

Gambar 1. (a) individu 1

Gambar 1. (b) individu 2 Keterangan: lingkaran kuning tanda

(5)

5

Tabel 1. Perbandingan individu macan dahan di berbagai lokasi penelitian

Lokasi Penelitian Upaya Sampling (hari-perangkap) Luas Area penelitian (Km2) Jumlah Individu Jumlah individu/100 hari-perangkap Jumlah Individu/100 Km2 Sumber Lansekap TNTN,Sumatera 13,406 1240 12 0.09 0.97 Hutajulu et.al (2007) Hutan Lindung Tangkulap Pinangah dan Selaguid Lokan,

Borneo 7880 236 10 0.13 4.24 Wilting et.al (2012) SM BRBB, Sumatera 1710 160 8 0.47 4.86 Maryani (2014) HLBB, Sumatera 1881 161 2 0,11 1,24 Penelitian ini (2016)

(6)

6 c. Struktur Populasi

Dari hasil identifikasi didapatkan dua individu macan dahan jantan dewasa. Sejauh ini, belum diketahui secara pasti rasio kelamin macan dahan, menurut Andriana (2012) menyatakan bahwa karnivora lain, seperti harimau memiliki rasio kelamin “ideal” 1:3. Mengingat satwa ini bersifat poligamis yaitu memasangi banyak betina (Smith et al. 1994), sehingga sangat penting jumlah hewan betina lebih besar dibandingkan jumlah hewan jantan. Dalam hal ini, kemungkinan macan dahan juga bersifat poligamis sehingga rasio kelamin yang diperoleh dalam penelitian ini termasuk “sangat tidak ideal”. Sedikitnya macan dahan memperkecil peluang dihasilkannya keturunan dalam jumlah yang relatif besar, tetutama tidak ditemukan macan dahan betina.

d. Kepadatan populasi

Dalam penelitian ini digunakan dua model pendekatan yaitu dengan habitat mask dan tanpa habitat mask dengan buffer 10 km (Tabel 2). Nilai densitas populasi yang diperoleh yaitu berkisar antara 0,13-0,20 individu/100 km2. Dalam hal ini meskipun adanya perbedaan habitat mask yang digunakan ternyata tidak memiliki perbedaan yang berarti terhadap nilai densitas populasi yang diperoleh. Densitas macan dahan yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan berbagai penelitian di Sumatera dan Borneo. Nilai densitas yang diperoleh pada penelitian ini masih sangat rendah dibandingkan dengan berbagai lokasi lainnya (Tabel 3). Pada penelitian ini luas area sampling tidak cukup luas dan upaya sampling juga tidak terlalu lama sehingga densitas yang

diperoleh lebih kecil, hal ini juga ditemukan pada penelitian Brodie and Giordano (2012) yaitu 0,8 individu/100 Km2 dengan area sampling yang luas tetapi upaya sampling yang dilakukan tidak lama. Pada penelitian Maryani (2014) diperoleh nilai densitas populasi yang cukup besar yaitu 2,8 individu/100 km2 dan memiliki luas area lokasi penelitian yang tidak jauh berbeda dengan lokasi pada penelitian ini, akan tetapi gangguan yang terjadi di kawasan ini cukup besar karena setengah dari luas hutan di lokasi ini telah terfragmentasi dan di konversi oleh manusia untuk berbagai kepentingan. Selain itu, hal ini juga di batasi oleh jumlah satwa target yang berada di kawasan penelitian.

(7)

7

Tabel 2. Nilai Estimasi populasi macan dahan dari analisis SECR dengan menggunakan data perangkap kamera di HLBB

Model Pendekatan D ± SE g0 Sigma

Tanpa Habitat Mask 0,14 ± 0,12 0,00813 9742,32 Habitat mask 0,19 ± 0,16 0,00744 9184,13

Keterangan; D= estimasi densitas (individu/100 km²); g0= intercept (kemungkinan tertangkap ketika perangkap dan range center tumpang tindih); σ = sigma (parameter skala spasial); SE= standar error

Tabel 3. Perbandingan nilai densitas macan dahan di Sumatera dan Borneo

Lokasi Luas Wilayah

(Km2) Upaya Sampling (hari-perangkap) Densitas (Individu/100 Km2) Metode Sumber

Lembah Danum - Tidak diketahui 4,8-7,3 Captur-recapture Hearn et al (Tidak

diduplikasi)

SM Tabin, Malaysia - - 8 Captur-recapture Wilting et al (2006)

Teso Nilo, Sumatera 1240 - 1,29 Captur-recapture Hutajulu et al (2007)

HL Tangkulap-Pinangah 122 7780 1 SECR Wilting et al (2012) HL Segaliud Lokan 144 Area Konservasi Malinau Basin, Sabah, Malaysia

558 869 0,8 SECR Brodie and Giordano

(2012)

Hutan Lahan Gambut Sabangau, Kalimantan Indonesia

154 35.129 0,72-4,41 Captur-recapture Cheyne et al (2013)

SM BRBB 160 1.710 2,8 SECR Maryani (2014)

(8)

8 e. Sebaran menurut

keting-gian dan waktu aktif

Dalam penelitian ini kamera jebak dipasang pada rentang ketinggian 64-580 m dpl. Rentang ketinggian dibagi menjadi empat

bagian yaitu: 0-150 m, 151-300 m dpl, dan 301-450 m dpl. Dari data yang diperoleh macan dahan lebih dominan aktif di ketinggian 300-450 mdpl.

Gambar 2. Sebaran macan dahan menurut ketinggian tempat. Tanda (*) menunjukan kisaran ketinggian yang tidak ditemukan macan dahan.

Gambar 3. Pola aktifitas macan dahan menurut waktu

0,02766887 0,08300661 0,13834435 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0-150 151-300 301-450 451-600 Ju m lah G am b ar / 100 h ar i-p er an gk ap Kisaran Ketinggian (m dpl) * 0,05 0,15 0,21 0,11 0,11 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 Ju m n lah G am b ar / 100 h ar i-p er an gk ap Kisaran Waktu Nokturnal Diurnal

(9)

9

Dalam penelitian ini dijumpai aktifitas macan dahan pada malam hari yaitu 0,21 gambar/ 100 hari perangkap, sedangkan pada siang hari yaitu 0,11 gambar/ 100 hari-perangkap. Menurut Hearn et al. (2013), berdasarkan waktu aktifnya hewan dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu hewan-hewan nokturnal (yang aktif antara pukul 19.00-05.59) dan hewan-hewan diurnal (yang aktif pukul 06.00-18:59). Dalam penelitian ini diperoleh l bahwa aktivitas macan dahan cenderung pada malam hari yaitu pukul 03.00-03.59, sedangkan pada siang hari pada pukul 06.00-09.59.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini hanya ditemukan dua individu macan dahan jantan. Hal ini mengkhawatirkan akan memperkecil peluang dihasilkannya keturunan dalam jumlah yang relatif besar, tetutama tidak ditemukan macan dahan betina. Kepadatan populasi macan dahan yang diperoleh di kawasan hutan lindung ini yaitu berkisar antara 0,13-0,20 individu/100 Km2 yang dapat dikatakan bahwa fragmen populasi macan dahan dikawasan lindung ini masih kecil dibanding lokasi lainnya. Macan ditemukan lebih aktif di ketinggian >300 m dpl dan cenderung aktif di malam hari (nokturnal). Hasil penelitian menunjukkan fragmen populasi kucing yang terjadi di kawasan lindung ini sangat kecil dan mungkin tidak layak diberi ancaman meningkat melalui hilangnya habitat dan gangguan oleh manusia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada WWF-Indonesia Program Sumatera Tengah dan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau atas izin dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Andriana. 2012. Potensi Populasi Dan Karakteristik Habitat Ha-rimau Sumatera (Panthera

ti-gris sumatrae, Pocock 1929)

Di Hutan Blangraweu– Ekosistem Ulu Masen Provinsi Aceh. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehu-tanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Brodie J and Giordano AJ. 2012. Density of the vulnerable Sunda clouded leopard Neofelis

diardi in a protected area in

Sabah, Malaysian Borneo.

Oryx 46: 427–430.

Buckley-Beason VA, Johnson WE, Nas WG, Stanyon R, Menninger JC, Driscoll CA, Howard JG, Bush M, Page JE, Roelke ME, et al. 2006. Molecular Evidence For Species level Distinction In Modern Clouded Leopards (Neofelis Nebulosa).Current

Biology16: 2371–2376.

Cheyne S. M, Macdonald D.W., Susan M. 2011. Wild felid diversity and activity patterns in Sabangau peat-swamp forest, Indonesian Borneo.

(10)

10

Clouded leopard SSP 2000.Clouded leopard (Neofelis nebulosa) Husbandry Guidelines American Zoo and Aqu-arium Aaaociation.

Crooks K.R. and M.E. Soulé. 1999. Mesopredator release and avifaunal extinctions in a fragmented system.

Nature400:563-566.

Hearn A, Ross J, Pamin D, Bernard H, Hunter L. 2013. Insights Into The Spatial And Temporal Ecology Of The Sunda Clouded Leopard Neofelis diardi. The Raffles Bulletin of Zoology 61(2): 871–875.

Hearn A, Sanderson J, Ross J, Wilting A and Sunarto S. 2008.

Neofelis diardi. In: IUCN

2012. IUCN Red List of Threatened Species.Version 2012.2.<www.iucnredlist.org>. [Diunduh pada 2 januari 2016]. Hutajulu, B. Sunarto. Klenzendorf, S. Supriatna, J. Budiman, A. and Yahya, A. (2007). Study on

the ecological characteristics of clouded leopard in Riau, Sumatra. In: J. Hughes and M.

Mercer (eds.) Felid Biology and Conservation: Programme and Abstracts: An International Conference, 17–20 September 2007, Oxford. Oxford Univer-sity, Wildlife Conservation Re-search Unit.

Maryani. 2014. Estimasi Populasi Macan Dahan Sunda (Neofelis

Diardi) Di Suaka Margasatwa

Bukit Rimbang Bukit Baling Menggunakan Bantuan

Perangkap Kamera. Universitas Riau, Fmipa Biologi.

Miller, B., D. Foreman, C.M. del Rio, R. Noss, M. Philips, R. Reading, M.E. Soule, J. Terborgh and L. Wilcox. 2001. The importance of large carnivores to healthy ecosystem. Endangered Species UPDATE 18(5): 202-210. Smith, J.L.D. Ahern, S.C. McDougal, C. 1994. Lanscape analysis of tiger distributionand habitat quality in Nepal.

Conservation Biology 12 6:

1338-1346.

Sunarto. 2011. Ecology And Restoration Of Sumatran Tigers In Forest And Plantation Landscapes. [Disertasi]. Virginia: The faculty of Polytechnic Institute and State, University of Virginia.

Wilting A, Fischer F, Bakar SA, Linsenmair KE. 2006. Clouded leopards, the secretive top-carnivore of South-East Asian rainforests: thei distribution, status and conservation needs in Sabah, Malaysia. BMC

Ecology 6: 16.

Wilting, A. Mohamed, A. Ambu, L.N. Lagan, P. Mannan, S.Hofer, H., and Sollmann, R.2012. Density of the Vulner-able Sunda clouded leopard

Neofelis diardi in two

com-mercial forest reserves in Sa-bah, Malaysian Borneo. Oryx 46(3): 423–42

Gambar

Gambar 1. (a) individu 1
Tabel 3. Perbandingan nilai densitas macan dahan di Sumatera dan Borneo
Gambar 3. Pola aktifitas macan dahan menurut waktu 0,027668870,083006610,1383443500,020,040,060,080,10,120,140,160-150151-300 301-450 451-600Jumlah Gambar/ 100 hari-perangkap

Referensi

Dokumen terkait

Anggota genus Aspergillus memiliki karakter makromorfologis yaitu bentuk koloni bulat dengan tepian koloni yang meruncing dan memiliki tekstur seperti kapas (Gambar

a) Standar pelayanan calon TKI di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pati dapat dikatakan sudah cukup sesuai dengan standart yang ada karena dalam melayani selalu

Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan motivasi belajar siswa pada masing-masing siklus, Hal ini berarti bahwa penerapan hypnoteaching melalui Neuro-Lin-

Di depan muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah air naik zat hara yang kaya terangkat dari lapisan

Adanya klasifikasi kemampuan ini akan dapat membantu guru untuk menentukan langkah yang harus dilalui di dalam proses belajar mengajar (Burhanuddin, 1997: 110). Tanpa

Nilai STC 30 dB berdasarkan klasifikasi nilai STC dalam ASTM E413 – 04 dan Introduction to Sound Transmission Class dari Gailer &amp; Assosiates diketahui bahwa nilai STC dari

Pengaruh arus lebih menjadi pe micu terbesar t erjadinya ke bakaran pada bangunan hingga saat ini. Arus lebih dapat dibagai menjadi arus beban lebih dan arus hubung singkat.

Data hasil belajar membaca permulaan Al Qur’an siswa tunarungu kelas III SDLB-B Karya Mulia II Surabaya sebelum dilaksanakan intervensi menggunakan metode shautiayyah