• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Aktivitas Enzim Selulase dari Variasi Isolat Kapang Wonorejo Surabaya pada Media Eceng Gondok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Aktivitas Enzim Selulase dari Variasi Isolat Kapang Wonorejo Surabaya pada Media Eceng Gondok"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Satu unit aktivitas enzim selulase adalah jumlah enzim yang dibutuhkan untuk melepas 1µmol gula reduksi per menit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas total selulase (FP-ase) variasi kapang Penicillium sp., Aspergillus niger, dan Paecilomyces sp. indigenous tanah Wonorejo, Surabaya Indonesia pada media eceng gondok (Eichhornia crassipes). Aktivitas enzim diukur berdasarkan kurva glukosa dan maltosa pada waktu inkubasi 30 menit suhu 45oC. Enzim selulase diproduksi dengan metode solid state fermentation pada suhu 30o

I. PENDAHULUAN

C selama 12 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas FP-ase tertinggi berasal dari kultur tunggal Paecilomyces sp., yaitu 2,27/1,16 U/ml (glukosa/maltosa).

Kata Kunci : Aktivitas enzim, eceng gondok, kapang Wonorejo, dan selulase.

ceng gondok adalah tumbuhan perairan dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan belum banyak dimanfaatkan. Eceng gondok ditemukan hampir di semua perairan di Indonesia dengan ketersediaanya yang fluktuatif sepanjang tahun. Eceng gondok mengandung selulosa 18,20% berat basah atau 64% berat kering. Selain itu, eceng gondok memiliki kandungan lemak, protein, vitamin, mineral, dan serat yang cukup sehingga berpotensi dijadikan substrat untuk produksi enzim selulase. Estimasi penggunaan limbah lignoselulosa mencapai lebih dari satu milyar ton per tahun dan menggantikan sekitar 30% total konsumsi gasolin di USA

[1,2].

Inisiasi produksi bahan bakar dari limbah lignoselulosa, memerlukan penguraian selulosa menjadi gula sederhana. Namun, proses hidrolisis biomas membutuhkan enzim selulase dengan kuantitas yang besar dalam biokonversi tersebut. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk enzim selulase merupakan hambatan utama bagi beberapa industri. Sehingga diperlukan usaha yang secara signifikan dapat mereduksi biaya selulase dengan berfokus pada efisiensi selulase melalui identifikasi sumber selulase baru dan minimalisasi biaya dalam produksi selulase [2,3].

Meskipun dengan usaha tersebut, biokonversi biomasa lignoselulosa masih merupakan tantangan karena rendahnya derajad konversi. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa selulase dari kultur murni tidak dapat mengkonversi polimer menjadi monomer secara efektif [4,5,6,7]. Penggunaan beberapa tipe enzim yang bersinegi terbukti menjadi strategi yang efektif untuk hidrolisis selulosa.

Sejak dilaporkan bahwa tidak satupun jenis mikroorganisme dapat memproduksi semua enzim untuk biokonversi lignoselulosa, penggunaan konsorsium kapang telah banyak dikembangkan. Fermentasi menggunakan konsorsium dilaporkan mampu menghasilkan gula reduksi dengan konsentrasi yang tinggi dan produk samping minimal. Selain itu, konsorsium mampu mengatasi keterbatasan nutrisi dalam kondisi terbatas, dan menguatkan tingkat pertahanan kultur dari kontaminan [3,8,9]. Meskipun demikian, kemampuan degradasi selulosa masing-masing kultur dalam konsorsium mudah menurun karena tidak diketahui komposisi selulase dan interaksi antar kultur [10].

Berdasarkan kepentingan dan penggunaan enzim selulase, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas total selulase variasi kapang Penicillium sp., Aspergillus niger, dan Paecilomyces. Kapang-kapang tersebut diisolasi dari tanah Wonorejo Surabaya dengan aktivitas selulase tertinggi berdasarkan rasio zona bening [11]. Enzim selulase diproduksi dengan metode fermentasi media padat pada media eceng gondok (Eichhornia crassipes).

II. METODE PENELITIAN A. Persiapan Kultur Kapang

Isolat jamur Penicillium sp. LM1003, Aspergillus niger LM1031, dan Paecilomyces sp. LM1025 koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi ITS. diinokulasi pada media PDA (Potato Dextrose Agar) sebagai kultur kerja dan kultur stok. Kultur diinkubasi pada suhu 30°C hingga tumbuh merata selama 7 hari.

B. Pretreatment Eceng gondok

Eceng gondok 10kg dipotong berukuran ±1cm. Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dan digiling. Serbuk eceng gondok sebanyak 0,5kg ditambah 5L NaOH 2% dalam erlenmeyer, dipanaskan pada suhu 85oC selama 6 jam. Lalu substrat disaring. Padatan substrat yang telah terpisah dibilas dengan air hingga pH larutan menjadi 7. Padatan substrat dioven pada suhu 80o

C. Pembuatan Medium Basal

C sampai kering, lalu didinginkan pada suhu kamar 15 menit.

Sebanyak 1.4 g (NH4)2SO4, 2.0 g KH2PO4, 0.34 g CaCl2.2H2O, 0.30 g MgSO4.7H2O, 5 mg FeSO4.7H2O, 1.6 mg MnSO4.H2O, 1.4 mg ZnSO4.7H2O dan 2.0 mg CoCl2.6H2

Studi Aktivitas Enzim Selulase dari Variasi Isolat

Kapang Wonorejo Surabaya pada Media Eceng Gondok

O per liter aquades dan diatur pada pH 6 Dadang H Musthofa, Nengah Dwianita Kuswytasari

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

E-mail: kuswytasari@bio.its.ac.id

(2)

ditambahkan akuades hingga volume 1 L dididihkan dengan magnetic stirer. Setelah itu dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C 1,5 atm selama 15 menit.

D. Pembuatan Starter Kapang

Kultur jamur usia 7 hari pada agar miring disuspensikan masing-masing dengan menambahkan 10 ml larutan salin steril 0,85% yang mengandung 0,1% tween 80. Suspensi masing-masing jamur konsentrasi 106-107 diinokulasikan ke dalam 12,5 ml medium basal dan 2,5 gram eceng gondok steril sebanyak 10% medium. Kemudian diinkubasi pada suhu 30o

E. Produksi Filtrat Enzim

C hingga miselium penuh.

Media basal sebanyak 25 ml ditambah dengan 5 gram eceng gondok steril diatur pada pH 6. Selanjutnya starter Penicillium sp., Aspergillus niger dan Paecilomyces sp., diinokulasikan kedalamnya secara monokultur dan kultur campuran dengan perbandingan 1:1. Total volume starter yang diinokulasikan sebesar 10% medium. Kemudian diinkubasi selama 12 hari pada suhu 30oC. Hasil fermentasi ditambahkan larutan pengekstrak tween 80 0,1 % pH 6 sebanyak 100ml. Kemudian disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit untuk menghasilkan filtrat enzim kasar.

F. Analisa Gula Reduksi

Sampel yang terdiri dari Campuran kertas saring 5gr, buffer asetat (pH 5) 1mL, dan filtrat enzim 0,5mL diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 45oC. Kemudian ditambahkan 0,1 mL TCA pada menit akhir dan divorteks. Sampel ditambahkan 0,5 mL reagen Nelson C dengan pengenceran yang tepat. Dipanaskan selama 20 menit dalam penangas air mendidih, didinginkan, serta diberi penambahan 0,5 mL reagen arsenomolibdat dan 3,5 mL akuades. Lalu divortex hingga homogen. Diukur nilai absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 520 nm.

G. Penghitungan Aktivitas Enzim

Dengan menggunakan kurva standar gula maka didapatkan konsentrasi gula reduksi yang digunakan untuk menghitung aktivitas enzim selulase. Aktivitas enzim selulase dinyatakan dengan perumusan:

Aktivitas enzim = [gula reduksi sampel-kontrol] x 1000 x FP (U/ml) t (menit) x BM gula reduksi x Vol. enzim Keterangan

FP : faktor pengenceran enzim 1U : µmol gula produk/menit

III. HASIL DAN DISKUSI

Penelitian ini mengggunakan kapang Aspergillus niger LM1003, Paecilomyces sp. LM1031, dan Penicillium sp. LM1025 sebagai penghasil enzim selulase. Kapang-kapang tersebut diisolasi dari tanah kawasan Wonorejo Surabaya yang diketahui mempunyai aktivitas enzim selulase tertinggi berdasarkan rasio zona bening selulase. Rujukan [11], Penicillium sp. LM1003 mempunyai rasio zona bening selulase 1,86 cm, Aspergillus niger 1031 sebesar 1,78 cm, dan Paecylomyces sp. LM1025 sebesar 1,48 cm. Produksi enzim

selulase oleh ketiga jamur tersebut dilakukan secara kultur tunggal dan campuran (konsorsium). Sehingga terdapat 7 variasi kultur penghasil enzim selulase yang terdiri dari 3 kultur tunggal dan 4 kultur campuran (Tabel 1).

Tabel 1.

Tabel variasi kultur kapang

No Jamur Kode

1 Paecilomyces sp. Pae

2 Aspergilus niger Asp

3 Penicillium sp. Pen

4 Aspergilus niger, Penicillium sp. Asp-Pen 5 Paecilomyces sp., Aspergilus niger Pae-Asp 6 Paecilomyces sp., Penicillium sp. Pae-Pen 7 Paecilomyces sp., Aspergilus niger,

Penicillium sp.

Pae-Asp-Pen

8 Non kultur NK

Dari hasil peremajaan jamur Aspergillus niger, Paecilomyces sp., dan Penicillium sp. didapatkan inokulum masing-masing jamur berumur tujuh hari dengan kerapatan spora Aspergillus niger mencapai 1,1x109, Paecilomyces sp. sebesar 1,4x108, dan Penicillium sp. sebesar 6,8x108

Sebelum eceng gondok digunakan untuk medium starter dan optimasi, dilakukan pretreatment untuk menguraikan hemiselulosa. Hemiselulosa dan lignin dapat menghambat proses hidrolisis selulosa sebab lignin yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis. Lignin mengandung ikatan arilalkil dan ikatan eter yang susah diuraikan [14]. Preteatment secara mekanik dilakukan dengan pemanasan dan penggilingan. Dari 10kg eceng gondok basah, menghasilkan 850gram eceng gondok kering. Pretreatment secara kimiawi dilakukan dengan perendaman 500gram eceng gondok pada larutan basa, NaOH 2% pada suhu 85

.

Substrat yang digunakan untuk mendapatkan enzim selulase yang berasal dari variasi jamur Aspergillus niger, Paecilomyces sp., dan Penicillium sp. adalah eceng gondok (Eichhornia crassipes). Selain sebagai sumber selulosa, penggunaan eceng gondok dimaksudkan untuk memperkaya kandungan nutrisi pada media karena memiliki kandungan lemak, protein, vitamin, mineral, dan serat yang cukup [12]. Rujukan [13], eceng gondok mengandung hemiselulosa 48,70% dan selulosa 18,20% berat basah atau 64% berat kering.

o

C selama 6 jam menggunakan waterbath. Setelah dibilas hingga pH netral dan dikeringkan, dihasilkan 40gram serbuk eceng gondok.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Starter kapang (a) Penicillium sp., 12 hari masa fermentasi, (b) Aspergillus niger dan (c) Paecilomyces sp., 5 hari masa fermentasi.

(3)

Proses produksi enzim selulase diawali dengan pembuatan starter untuk adaptasi pertumbuhan kapang dalam medium eceng gondok. Berdasarkan studi pendahuluan, medium starter akan dipenuhi oleh miselium Aspergillus niger dan Paecilomyces sp. pada waktu 5 hari masa inkubasi. Sedangkan medium starter akan dipenuhi oleh miselium Penicillium sp. pada waktu yang lebih lama, yaitu 12 hari masa inkubasi. Starter kapang Aspergillus niger, Paecilomyces sp., dan Penicillium sp. diinokulasikan ke dalam medium optimasi secara kultur tunggal dan campuran dengan rasio 1:1 sebanyak 10%, sehingga diperoleh 7 variasi kultur, dan 1 sebagai kontrol. Lalu difermentasi secara SSF pada suhu 300C selama 12 hari. Suhu dan waktu fermentasi tersebut merupakan kondisi optimum kapang dalam menghasilkan enzim selulase [15].

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

Gambar 2. Produksi enzim selulase SSF pada suhu 300C selama 12 hari oleh kultur (a) non kultur (b) Pen-Pae (c) Pae (d) Asp-Pen (e) Asp-Pen-Pae (f) Asp-Pen (g) Asp dan (h) Pae.

Hasil produksi enzim diekstraksi untuk mendapatkan enzim kasar. Proses ekstraksi ini dilakukan dengan cara menambahkan larutan tween 80 0,1% sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit. Tween 80 digolongkan dalam surfaktan an-ionik dimana bagian alkilnya tidak bermuatan. Penggunaan tween 80 dimaksudkan sebagai surfaktan sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak pada hasil fermentasi. Berdasarkan penelitian [16], hasil reduksi gula pada hidrolisis selulosa menggunakan enzim selulase dari Aspergillus niger dengan surfaktan tween 80 meningkat 2x lipat karena surfaktan tween 80 mampu menaikkan stabilitas enzim dan mencegah penguraian enzim selama hidrolisis, mempengaruhi struktur substrat dan membuatnya dapat lebih dijangkau oleh enzim. Sehingga mempengaruhi interaksi antara enzim dan substrat.

Gambar 3. Filtrat enzim 7 variasi kultur Penicillium, Aspergillus

niger, dan Paecilomyces sp., serta non kultur pada 12 hari masa

fermentasi

Hasil sentrifugasi menunjukkan dua fasa, yaitu cair (supernatant) dan padat (pellet). Supernatan tersebut merupakan filtrat enzim dengan konsentrasi selulase yang berbeda-beda. Konsentrasi selulase dipengaruhi oleh konsentrasi eceng gondok, sumber nitrogen, fosfat, magnesium, aerasi, pH, suhu inkubasi, waktu fermentasi, kelembaban, dan komposisi mikroorganisme [1,4].

Konsentrasi selulase yang terkandung dalam filtrat enzim (Gambar 3) mempengaruhi laju hidrolisis selulosa [17]. Perbedaan konsentrasi dapat dilihat dari nilai aktivitas enzim. Pada penelitian ini filtrat kasar hasil fermentasi diuji aktivitas total selulase (FP-ase) pada substrat spesifik kertas saring berdasarkan kurva glukosa dan maltosa. Kertas saring merupakan substrat spesifik selulosa sintetik tak larut yang terdiri dari selulosa amorf dan kristalin (Gong and Tsoa). Glukosa dan maltosa sendiri digolongkan ke dalam gula pereduksi karena mengandung gugus anomerik dimana keberadaannya dapat diuji dengan reaksi fehling [17].

Untuk menghitung aktivitas enzim perlu diketahui konsentrasi gula reduksi. Metode Somogyi-Nelson merupakan metode yang digunakan untuk menguji gula reduksi yang bekerja dengan menunjukkan respon pewarnaan stokiometri dengan oligosakarida yang homolog pada berbagai derajat polimerisasi. Pemberian larutan Nelson C dilakukan pada larutan sampel yang terdiri dari campuran filtrat enzim, kertas saring, dan buffer asetat pH 5 dalam tabung reaksi yang menghasilkan warna kebiruan, lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses reduksi kupri oksida menjadi kupro oksida. Kemudian, larutan didinginkan supaya reaksi dapat berjalan stabil, karena apabila masih dalam keadaan panas dikhawatirkan akan ada komponen senyawa yang rusak atau menguap.

Sebanyak 0,5 mL reagen arsenomolibdat ditambahkan agar bereaksi dengan endapan kupro oksida membentuk molibdene-blue yang berwarna biru. Selanjutnya, ditambahkan sebanyak 3,5 mL akuades agar larutan tidak terlalu pekat. Indikasi terbentuknya warna biru pada larutan akan diukur nilai absorbansinya dengan alat spektrofotometer UV-VIS [20]. Melalui pengujian dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson terbukti dapat memberikan pengukuran dari ikatan-ikatan glikosida yang terpotong yang dapat menunjukkan aktivitas enzim dari indikasi warna yang terbentuk akibat terjadinya reaksi dengan reagen yang digunakan.

Data yang diperoleh dari penggunaan metode Somogyi-Nelson berupa data absorbansi gula pereduksi yang ditera oleh spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 520 nm karena pada panjang gelombang ini molekul gula reduksi dapat menyerap gelombang sinar secara optimum, sehingga pembacaan nilai absorbansi dapat berjalan dengan baik. Jika nilai absorbansi yang dihasilkan semakin besar, maka konsentrasi larutan sampel yang mengandung gula reduksi juga semakin tinggi. Nilai absorbansi yang dihasilkan dari larutan sampel yang mengandung gula pereduksi harus dikurangi dengan nilai absorbansi larutan blanko agar

(4)

didapatkan nilai absorbansi murni dari larutan sampel (tanpa ada kandungan absorbansi dari larutan blanko).

Selanjutnya, dihitung konsentrasi gula reduksi yang ada pada larutan sampel dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan yang diperoleh dari kurva standar gula. Persamaan kurva standar glukosa yang diperoleh yaitu y = 3,556x + 0,044 (R2

No

= 0,929), sedangkan kurva standar maltose yaitu y = 3,481x - 0,032 (R² = 0,891) dimana y adalah nilai absorbansi dan x adalah konsentrasi gula pereduksi (mg/mL) hasil hidrolisis oleh enzim. Nilai R adalah koefisien korelasi dari kurva standar gula yang menunjukkan nilai regresi linear. Hal ini sesuai dengan pernyataan [20], yang menyatakan bahwa kurva standar glukosa yang baik ditentukan dari nilai regresi linear yang mendekati nilai 0,9999 atau hampir linear sesuai dengan koefisien korelasi yang dihasilkan pada kurva.

Dengan diketahuinya konsentrasi gula reduksi, maka aktivitas enzim selulase dinyatakan dengan selisih konsentrasi gula pada sampel dan kontrol (mg/ml) dikali faktor pengenceran enzim dikali 1000 (faktor konversi) dibagi dengan waktu inkubasi dan berat molekul gula reduksi. Faktor pengenceran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 10x. Hasil perhitungan aktivitas enzim selulase masing-masing kultur dapat dilihat pada tabel 1.

Komponen enzim selulase terbukti dapat diproduksi oleh variasi kultur Penicillium sp, Aspergillus niger, dan Paecilomyces sp. dengan aktivitas yang berbeda (Tabel 6). Hidrolisis selulosa secara enzimatis dipengaruhi oleh aktivitas enzim selulase, konsentrasi substrat, pH, waktu dan suhu inkubasi, jenis surfaktan dan buffer [16].

Tabel 2.

Tabel aktivitas enzim selulase variasi kapang Kultur

Aktivitas Total Selulase (U/mL)

Glukosa Maltosa 1 Pae 4,66 2,38 2 Asp 1,82 0,93 3 Pen 3,55 1,81 4 Pen-Asp 1,02 0,52 5 Asp-Pae 0,16 0,08 6 Pen-Pae 1,34 0,68 7 Asp-Pen-Pae 2,29 1,17 8 NK 0,00 0,00 Keterangan:

Pen: Penicillium sp. Asp: Aspergillus niger Pae: Paecilomyces sp. NK: Non kultur

Berdasarkan uji yang dilakukan, kultur tunggal terbukti mempunyai aktivitas FP-ase tertinggi. Hal ini dibuktikan dengan kultur tunggal Pae dan Pen yang mempunyai aktivitas FP-ase dua tertinggi dibandingkan lima kultur yang lain. Aktivitas FP-ase Pae mencapai 4,66/2,38 U/ml dan pen sebesar 3,55/1,81 U/ml (glukosa/maltosa). Kultur campuran Asp-pen-pae juga mempunyai aktivitas FP-ase yang tinggi, mencapai 2,29/1,17 U/ml. Namun, tiga kultur campuran yang lain mempunyai aktivitas FP-ase yang rendah, yaitu hanya diantara rentang 0,16/1,08-1,02/0,52 U/ml (glukosa/maltosa). Fenomena ini juga terjadi pada penelitian Lin et al. (2011) dimana aktivitas FP-ase kultur tunggal Trichoderma sp. justru lebih tinggi daripada kultur campuran yang terdiri dari 92%

Trichoderma sp., 6,7% Penicillium chrysosporium, dan 1,3% Aspergillus oryzae.

Gambar 4. Aktivitas Total Selulase Maltosa dan Glukosa Enam Variasi Isolat Jamur pada inkubasi 45oC 30 menit.

Tingginya aktivitas FP-ase kultur tunggal Pae dan Pen mengindikasikan adanya sinergi EG-CBH-BG dalam satu spesies yang baik. Sinergi EG-CBH-BG akan mencapai hidrolisis selulosa yang optimum dimana pada tahap awal EG akan memecah selulosa menjadi oligosakarida pada wilayah serat selulosa dengan kristalinitas rendah (amorf), kemudian CBH akan mendegradasi lebih lanjut dengan melepaskan unit-unit selobiosa dari rantai oligosakarida pada wilayah serat selulosa dengan kristalinitas tinggi, dan BG yang memotong ikatan β-1,4-glikosidik menghasilkan glukosa [23]. Sinergi EG-CBH-BG inilah yang paling banyak terjadi di alam karena hampir semua selulosa ditemukan dalam bentuk mikrofibril bersama dengan lignin dan hemiselulosa.

Kultur campuran yang juga mempunyai aktivitas FP yang tinggi adalah pen-asp-pae. Sinergi EG-CBH-BG yang mungkin terbentuk adalah (EGpae-EGpen-EGasp)-(CBHpae -CBHpen-CBHasp)-( BGpae-BGpen-BGasp

Berdasarkan FP-ase masing-masing variasi kultur, maka seharusnya kultur campuran mempunyai aktivitas enzim yang tinggi. Dengan mempertimbangkan faktor abiotik yang sama, maka kemungkinan yang terjadi adalah perbedaan interaksi antar spesies dalam konsorsium. Untuk menentukan bentuk interaksi yang terjadi dapat dilakukan dengan menghitung kerapatan spora masing-masing spesies dalam konsorsium pada awal dan akhir fermentasi, sehingga diketahui peran masing-masing spesies dalam konsorsium. Pada penelitian ini tidak dilakukan penghitungan spora di akhir fermentasi sehingga bentuk interaksi tidak dapat dijelaskan secara utuh. Rujukan [1], penentuan aktivitas FP-ase secara parsial tidak dapat mencerminkan laju hidrolisis lignoselulosa. Sehingga, perlu dilakukan sakarifikasi untuk menentukan laju hidrolisis lignoselulosa pada substrat indigenous yaitu eceng gondok. Fenomena ini serupa dengan rujukan [24] yang menunjukkan laju hidrolisis lignoselulosa dengan selulase yang dihasilkan dari Penicillium lebih kuat daripada selulase komersial yang menggunakan substrat 20 FPU/g. Dalam eksperimen hidrolisis tongkol jagung dalam rujukan [25] menggunakan komposisi 25 IU/g glucan cellulase, 5 IU/g glucan b-glucosidase, dan 0.15 g/g Triton X-100 dibutuhkan untuk menghasilkan 80,1% gula reduksi, sementara itu hanya dibutuhkan 20IU/g glucan ). Skenario sinergitas pen-asp-pae dalam menghidrolisis selulosa belum bisa dijelaskan secara utuh karena belum diketahui secara lengkap bentuk-bentuk EG, CBH, dan BG masing-masing kultur.

(5)

untuk meghasilkan gula reduksi yang sama menggunakan konsorsium kapang.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uji aktivitas enzim selulase yang dilakukan terhadap tujuh variasi kultur Penicillium sp, Paecilomyces sp., dan Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media eceng gondok secara solid state fermentation dengan waktu inkubasi 30 menit suhu 45o

[1] H. Lin, B. Wanga, R. Zhuang, Q.C. Zhou, and Y. Zhao. 2011. Artificial construction and characterization of a fungal consortium that produces cellulolytic enzyme system with strong wheat straw saccharification.

Bioresource Technology. 102(2011). 10569–10576.

C, didapatkan bahwa nilai aktivitas total selulase (FP-ase) tertinggi adalah kultur tunggal Paecilomyces sp., yaitu 4,66/2,38 U/ml (glukosa/maltosa).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Biologi FMIPA ITS yang telah mengizinkan penggunaan fasilitas selama penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[2] S.T. Merino, J. Cherry. Progress and challenges in enzyme development for biomass utilization. Adv. Biochem. Eng. Biotechnol. 108(2007): 95– 120.

[3] R. Kumar, S. Singh, O.V. Singh. Bioconversion of lignocellulosic biomass: biochemical and molecular perspectives. J. Ind. Microbiol.

Biotechnol. 35(2008): 377–391.

[4] G.S Dhillon, S. Kaur, S.K. Brar, and M. Verma. Potential of apple pomace as a solid substrate for fungal cellulase and hemicellulase bioproduction through solid-state fermentation. Industrial Crops and

Products: 38(2012): 6–13.

[5] T.K. Juhasz, Z. Kozma, K. Szengyel, and Reczey. Production of β-Glucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30. Food Technol. Biotechnol. 41 (2003): 49–53.

[6] E.S. Kim, E.S., H.J. Lee, W.G. Bang, I.G. Choi, K.H. Kim. Functional characterization of a bacterial expansin from Bacillus subtilis for enhanced enzymatic hydrolysis of cellulose. Biotechnol Bioeng. 102 (2009): 1342–1353.

[7] M. Mandels, Sternberg, R.E., and Andreotti. 1975. Effect of Media

Composition and growth Condition on Production of Cellulase and Beta glucosidase by a Mixed Fungal dalam M. Bailey, T. M. Enari dan Mlinko (Ed). Symposium on enzymatic Hidrolysis of Cellulase. Sitra,

Helsinki, P.81.

[8] Feng, X.M., Passoth, V., Eklund-Jonsson, C., Alminger, M.L., Schnurer, J., 2007. Rhizopus oligosporus and yeast co-cultivation during barley

tempeh fermentation–nutritional impact and real-time PCR quantification of fungal growth dynamics. Food Microbiol. 24: 393–402.

[9] Yang, Y.H., Wang, B.C., Wang, Q.H., Xiang, L.J., Duan, C.R., 2004.

Research on solidstate fermentation on rice chaff with a microbial consortium. Colloids Surf. B Biointerface. 34: 1–6.

[10] Xu, Y., Xu, E., Feng, N., Xing, F., 2009. Research progress on

application of microbial mixed fermentation. China Brewing. 9: 1–4.

[11] Astutik, R.P., Kuswytasari, N.D., dan Shovitri, M. 2010. Uji Aktivitas

Enzim Selulase dan Xilanase Isolat Jamur Tanah Wonorejo Surabaya.

Skripsi Jurusan Biologi ITS

[12] Marlina, N., Askar, S. 2001. Nilai Gizi Eceng Gondok dan Pemanfaatan

sebagai Pakan Ternak Non Ruminansia. Temu Teknis Fungsional Non

Peneliti.

[13] Dewi, K.H. 2002. Hidrolisis Limbah Hasil Pertanian Secara Enzimatik. Akta Agrosia. 5 (2): 67-71.

[14] Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia, Ultra Struktur, Reaksi. Penerjemah Hardjono Sastrohamidjojo, Gadjah Mada University Press, 317-446.

[15] Alfiah, I., Kuswytasari, N.D. 2012. Produksi enzim selulase oleh

penicillium sp. Pada suhu, ph dan limbah pertanian yang berbeda.

Skripsi Jurusan Biologi ITS

[16] Widjaja, A., Hendy, F., dan Yusra, F. 2010. Pretreatment Jerami Padi

untuk Menghasilkan Gula Xilosa dengan Menggunakan Crude Enzim Xilanase. Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa. B45

[17] Lehninger A.L. 1994. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Edisi 4. Erlangga, Jakarta

[18] Odjegba, V,J, and Fasidi, I.O. 2007. Phytoremediation of heavy metals

by Eichhornia crassipe. The Environmentalist. 27(3): 349-355.

[19] Ghorbani, N. R., Salehrastin, N., and Moeni, A. 2002. Heavy metals

affect the microbial populations and their activities. Symposium No. 54.

17th WCSS 14-21 August, Thailand. 2234:1-11.

[20] Awwalurrizki, N. 2009. Hidrolisis Sukrosa dengan Enzim Invertase

untuk Produksi Etanol dengan Menggunakan Zymomonas mobilis.

Prosiding Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [21] Lynd, L.R., Weimer, P.J., Van, Z., and Pretorius, I.S. 2002. Microbial

Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiology

and Mol. Bio.Review. 66: 506-577.

[22] Anonima. 2013. Glycoside Hydrolase family classification.

http://www.cazy.org/Glycoside-Hydrolases.html. [15 Juli 2013]. [23] Anindyawati, T. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa untuk

Produksi Bioetanol. Pusat Penelitian Bioteknologi-Lipi Bogor. 44: 49-

56.

[24] Singh, G.D., Harinder, S.O., Surinder, K., Sunil, B., and Brarb, S.K. 2011. Value-Addition Of Agricultural Wastes For Augmented Cellulase

And Xylanase Production Through Solid-State Tray Fermentation Employing Mixed-Culture Of Fungi. Industrial Crops And Products

34. 1160-1167.

[25] Fang, H., Zhao, C., Song, X.Y., 2010. Optimization of enzymatic

hydrolysis of steam exploded corn stover by two approaches: response surface methodology or using cellulase from mixed cultures of Trichoderma reesei RUT-C30 and Aspergillus niger NL02. Bioresour.

Referensi

Dokumen terkait

Musikalisasi untuk hymn ini—sekalipun biasanya diharmonisasi untuk empat suara atau iringan—dikenal sebagai melodi hymn dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1)

Metode dharma wacana yang diadakan setiap hari senin dan jumat sesuai dengan jadwal yang telah disusun menerapkan nilai kedisiplinan yang merupakan suatu penanaman

WILMA AMIRUDDIN, 2011. Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Polyurethane Sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, dan MULYONO

Bagi Tunas Kadet Remaja Sekolah( TKRS ) dicadangkan supaya ditubuhkan di semua sekolah rendah seluruh Malaysia agar murid- murid didedahkan lebih

Pemetaan lahan garam di Kabupaten Sampang dengan teknik interpretasi visual citra Worldview-1 bertujuan untuk (1) mengetahui akurasi pengukuran dan akurasi

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang

Bicikl se izrađuje od raznih materijala [slika 8]. Manji dijelovi su pretežno metalni zbog čvrstoće i trajnosti. Osim metalnih dijelova primjenjuju se polimeri,

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Bapa di surga yang telah melimpahkan kasih dan karuniannya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul