• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Haber dan Runyon (1984) mengemukakan penyesuaian diri adalah suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Haber dan Runyon (1984) mengemukakan penyesuaian diri adalah suatu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Haber dan Runyon (1984) mengemukakan penyesuaian diri adalah suatu proses dan bukan merupakan keadaan statis, maka efektivitas dari penyesuaian diri ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi dan kondisi yang selalu berubah. Melakukan penyesuaian diri berarti menerima segala keterbatasan yang tidak dapat mengubah apa yang bisa dilakukan.

Menurut Schneider (dalam Agustiani, 2006) penyesuaian diri sebagai satu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustrasi yang dialami didalam dirinya.Schneider juga mengatakan bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

Gerungan (2000), bahwa didalam penyesuaian, individu dituntut untuk mampu mengadakan cara penyesuaian yang baik tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Penyesuaian ini dibagi dalam dua kategori yaitu mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan yang disebut dengan autoplastis (dibentuk sendiri), dan pengertian kedua adalah mengubah lingkungan sesuai

(2)

dengan keadaan atau keinginan diri yang disebut aloplastis (dibentuk oleh yang lain).

Hurlock (1999), juga menambahkan bahwa untuk melakukan penyesuaian yang baik bukanlah hal yang mudah.Akibatnya, banyak individu yang kurang dapat menyesuaikan diri, kurang baik secara sosial maupun pribadi.Perkembangan pribadi, sosial dan moral yang dimiliki seseorang menjadi dasar untuk memandang diri dari lingkungannya di masa-masa selanjutnya.

Dari berbagai pendapat di atas, definisi yang digunakan dalam penelitian ini, penyesuaian diri merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menghadapi kondisi yang selalu berubah, menerima suatu keadaan yang tidak dapat diubah dengan membiasakan diri untuk hidup dan berkembang dengan keadaan tersebut, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

2. Karakteristik Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang efektif merupakan suatu bentuk penerimaan keterbatasan yang tidak dapat diubah dan secara aktif dapat mengubah danmemodifikasi apa yang bisa dilakukan dari keterbatasan tersebut. Menurut Haber dan Runyon (1984) penyesuaian diri yang efektifdapat digambarkan dari karakteristik,yang digunakan dalam penelitian iniadalah :

1. Persepsi yang akurat terhadap realitas

Orang yang profesional dalam bidang kesehatan mental setuju bahwa persepsi yang akurat terhadap realitas merupakan prasyarat dalam penyesuaian diri yang baik.Pengertian terhadap realitas ini sering terhenti

(3)

pada wacana filosofis dari sifat realitas itu sendiri. Tidak ada cara untuk mengetahui keabsolutan dari kata realitas dan apakah ada orang yang mengalami realitas dengan cara yang sama. Individu harus tetap mengingat bahwa persepsi yang dibuat setiap individu cenderung dipengaruhi oleh ketertarikan dan motivasi masing-masing individu. Individu yang baik akan menetapkan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang ada serta akan secara aktif mengejar tujuan tersebut. Pencapaian tujuan akan dipengaruhi oleh hambatan dan peluang yang berasal dari lingkungan. Individu yang realistis akan mengubah dan memodifikasi tujuan sesuai dengan hambatan dan peluang yang ia temukan tersebut. Salah satu aspek yang sangat penting dalam persepsi yang akurat terhadap realitas adalah kemampuan untuk mengenali dan menyadari konsekuensi dari apa yang dilakukan dan kemampuan dalam memandu perilaku secara tepat.

2. Kemampuan mengatasi stress dan kecemasan

Pada kenyataannya, individu tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan serta kepuasan dengan segera.Suatu tujuan tidak dapat dicapai secara instan. Oleh karena itu, setiap individu harus belajar untuk bertoleransi dalam proses pencapaian tujuan apakah itu akan lebih cepat atau mengalami penundaan. Belajar bertoleransi dalam mencapai tujuan bukanlah suatu hal yang mudah.Penundaan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan sering kali mengakibatkan ketidaknyamanan dan stres.Tidak setiap orang mampu melakukan pengorbanan dalam mencapai tujuan.Individu dengan penyesuaian yang baik mampu mengatasi stres

(4)

dalam penundaan kepuasan pemenuhan kebutuhan. Tujuan yang realistis akan memberikan suatu rasa dalam pencapaian tujuan tersebut dan memberikan arah fokus terhadap energi yang tersedia.

3. Memiliki citra diri (self-image) yang positif

Kemampuan individu menggambarkan dirinya dalam berbagai aspek secara keseluruhan merupakan salah satu indikator dari kualitas penyesuaian.Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian yang baik.Salah satu hal yang menunjukkan bahwa individu memiliki penyesuaian yang baik adalah kemampuan individu dalam menggambarkan diri secara positif.Individu harus tetap mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka.Kemampuan pemahaman diri secara objektif seperti ini bisa mengarahkan individu untuk menyadari potensi diri yang sebenarnya.

4. Kemampuan mengekspresikan perasaan

Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan emosi serta perasaan. Emosi yang ditunjukkan adalah sesuatu yang sesuai dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol individu. Contoh : individu menangis di pemakaman, tertawa pada situasi yanng menggelikan, merasa senang ketika berada di dekat orang yang dicintai. Ketika marah, individu dapat mengekspresikannya dengan cara yang tidak menyakiti orang lain secara psikologis ataupun fisik.

(5)

5. Hubungan interpersonal yang baik

Aspek hubungan interpersonal yang paling penting adalah berbagai emosi dan perasaan.Individu yang memiliki penyesuaian yang baik mampu membangun hubungan interpersonal yang baik juga. Keberadaan mereka membuat orang lain merasa senang dan nyaman serta mereka juga menghargai dan menyenangikeberadaan orang lain. Orang-orang dengan penyesuaian yang baik menyadari bahwa hubungan yang dibangun dengan orang lain tidak selalu mulus dan mereka mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak dengan orang lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Schneider (dalam Desmita,2009) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Keadaan fisik (Physical condition)

Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Sistem tubuh yang meliputi saraf, kelenjar, dan otot mempengaruhi penyesuaian diri. Sistem saraf mempengaruhi penyesuaian diri secara langsung karena sistem saraf adalah dasar dari proses mental.

b. Perkembangan dan kematangan (development and maturation) Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan.Penyesuaian diri yang dilakukanindividu mengalami perubahan seiring dengan tahap perkembangan dan tingkat kematangan

(6)

yang dicapai. Kematangan individu dalam segi intelektual, moral, emosi, dan sosial yang mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya kecemasan, frustrasi dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, dan penuh pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan, rumah, dan keluarga.

(7)

Budaya, adat istiadat dan agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit untuk dapat menyesuaikan dirinya.Ketiga hal ini mempengaruhi bagaimana pikiran dan perilaku seseorang yang memberi pengaruh besar dalam penyesuaian diri.

B. Konversi Agama

1. Definisi Konversi Agama

Konversi agama merupakan suatu istilah yang cukup dikenal oleh kalangan masyarakat maupun di dalam kalangan akademisi, namun belum tentu setiap orang dapat memahami pengertian konversi agama tersebut dengan baik.Oleh karena itu, kita harus memahami terlebih dahulu pengertian dari konversi agama tersebut.

Calrk (1958) dalam bukunya “The Psychology of Religion” mendefinisikan

konversi sebagai berikut :

“Type of spiritual growth or development which involves an appreciable change of direction concerning religious ideas and behavior. Most clearly

and typically it denotes an emotional episode of illuminating suddenness,

which may be deep or superficial, though it may also come about by a more

gradual process”.

Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa konversi merupakan perkembangan spiritual yang mencakup perubahan arah keagamaan dan perilaku.Hal ini menandakan adanya pengalaman emosi yang dapat terjadi secara

(8)

cepat atau bertahap maupun terjadi dengan tingkat yang lebih dalam ataupun dangkal.Diperkuat juga oleh Templeton & Schwartz (2000) yang mengartikan istilah konversi sebagai transformasi spiritual yang memiliki definisi perubahan dramatis dalam keyakinan beragama, sikap, dan perilaku yang terjadi dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Robert H Thouless (1992) menyatakan konversi agama adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses yang menjurus pada penerimaan suatu sikap keagamaan; proses itu bisa terjadi secara berangsur-angsur atau secara tiba-tiba. Konversi agama ini mencakup perubahan keyakinan terhadap beberapa persoalan agama tetapi hal ini dibarengi dengan berbagai perubahan dalam motivasi terhadap perilaku dan reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Begitu juga menurut Tamney (dalam Blasi, 2009) bahwa konversi merujuk pada penemuan, pembaharuan, atau transformasi diri yang terjadi pada individu baik dalam satu tradisi agama maupun dari satu agama ke agama lain.

Definisi yang digunakan dalam penelitian ini, bahwa konversi agama berupa suatu proses perkembangan spiritual yang mencakup perubahan sikap, ideologi, dan perilaku mengikuti perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya dan perubahan yang terjadi yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara cepat ataupun secara bertahap.

(9)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, muallaf didefinisikan sebagai orang yang baru masuk Islam.Pada umumnya, muallaf yang melakukan konversi agama dikarenakan mereka tidak puas terhadap ajaran agamanya. Seseorang merasa tidak puas jika sudah paham terhadap apa yang dihadapinya (Sujana, 2011). Muallaf yang melakukan konversi agama, akan mengalami beberapa perubahan mendasar dan signifikan dalam hidupnya. Perubahan inilah yang menuntut adanya usaha lebih dari individu untuk dapat melewatinya.

Dunia muallaf adalah fenomena psikologis yang mengandung bermacam gejolak batin, disebabkan karena dalam pribadinya muncul berbagai konflik baik yang berhubungan dengan keluarga, masyarakat, atau keyakinan yang pernah dianutnya.Penghayatan agama masih labil, sebagai dampaknya motivasi untuk pengembangan keimanannya juga kurang, adanya kemampuan untuk menerima agama Islam secara konsisten.Disamping itu perasaan yang kurang yakin tersebut sering muncul apabila masuk Islamnya tidak timbul dari keikhlasan sendiri, padahal muallaf yang berlatarbelakang demikian sangat banyak.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama

Burhani (2001) mengatakan individu pindah agama dipengaruhi karena adanya pengalaman-pengalaman religius pribadi seperti menemukan kebenaran atau keyakinan baru dalam agama lain atau keterpaksaan seperti pindah karena perkawinan atau ancaman. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini, Lofland & Skonovd (Rambo, 1993; Templeton & Swartz, 2000) menjelaskan enam motif seseorang dalam melakukan konversi, yaitu :

(10)

1. Intellectual, individu mencari pengetahuan tentang agama melalui buku, televisi, artikel, ceramah, dan media lain dimana kontak sosial tidak terjadi secara signifikan. Kepercayaan tumbuh terlebih dahulu sebelum berpartisipasi aktif dalam ritual keagamaan dan organisasi.

2. Mystical, motif yang melibatkan intensitas emosi yang tinggi pada individu. Motif ini umumnya terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh pandangan, pendengaran atau pengalaman-pengalaman mistis. Misalnya, individu mimpi bertemu dengan Rasulullah, mendengar suara ghaib, dan lain sebagainya.

3. Experimental, motif yang paling umum terjadi pada abad 20, karena adanya kebebasan beragama. Pada motif ini, individu secara aktif meneksplorasi agama-agama yang ada dan melihat keuntungan spiritual yang dapat diperoleh. Misalnya, individu memilih agama Khatolik setelah memasuki beberapa agama tertentu karena sudah sejalan dengan apa yang ia percayai.

4. Affectional, motif yang didasarkan pada penekanan ikatan interpersonal pada proses konversi. Ikatan ini terjadi antara individu pelaku konversi dengan penganut agama yang dituju. Ikatan emosi ini melibatkan pengalaman personal individu seperti rasa untuk diperhatikan, dicintai, dan dibesarkan oleh seseorang. Misalnya, individu memilih agama tertentu karena ia merasa telah dibimbing dan disayangi oleh orang-orang yang memeluk agama tersebut.

(11)

5. Revivalism, motif yang menggunakan konformitas keramaian (crowdconformity) untuk menimbulkan perilaku. Individukemudian secara emosional tergugah sehingga perilaku dan kepercayaan yang baru dapat dimasukkan. Misalnya, pada acara pertemuan atau ceramah keagamaan yang dikemas dengan musik-musik dan motivasi yang menyentuh sisi emosi dari individu, sehingga yang mendengarkannya akan tergerak untuk melakukan perubahan.

6. Coercive, motif yang mencakup pencucian otak, dan pendekatan kekerasan terhadap individu untuk berpartisipasi mengikuti suatu keyakinan tertentu. Misalnya, pada zaman penjajahan dibeberapa Negara yang memaksa rakyat setempat untuk memeluk agama tertentu dengan jalan berperang.

C. Dinamika Penyesuaian Diri Pada Muallaf

Setiap orang memiliki hak dalam menentukan keyakinan diri terutama dengan keyakinan terhadap keagamaan.Keyakinan agama adalah hal yang penting dalam menjalani hidup karena menyangkut batin seseorang secara mendalam. Dan setiap orang memiliki hak pula dalam mengubah pilihan terhadap keyakinan yang dianutnya, terlebih lagi jika tidak ada paksaan dari siapapun. Fenomena konversi agama merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, konversi agama yang sering dilakukan adalah perpindahan agama lain ke Islam,seseorang yang memeluk agama baru ke Islam disebut sebagai muallaf (Husain, A.A. & Ath-Thawil, M.N, 2008).

(12)

Menurut Lofland & Skonovd (Rambo, 1993; Templeton & Swartz, 2000) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang individu melakukan konversi agama.Intellectual, yaitu individu mencari pengetahuan tentang agama melalui buku, televisi, artikel, ceramah, dan media lain dimana kontak sosial tidak terjadi secara signifikan. Mystical, motif ini umumnya terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh pandangan, pendengaran atau pengalaman-pengalaman mistis.Experimental, dimana individu secara aktif meneksplorasi agama-agama yang ada dan melihat keuntungan spiritual yang dapat diperoleh.Affectional, motif yang didasarkan pada penekanan ikatan interpersonal pada proses konversi. Ikatan ini terjadi antara individu pelaku konversi dengan penganut agama yang dituju.Ikatan emosi ini melibatkan pengalaman personal individu seperti rasa untuk diperhatikan, dicintai, dan dibesarkan oleh seseorang.Revivalism, motif yang menggunakan konformitas keramaian (crowdconformity) untuk menimbulkan perilaku.Individukemudian secara emosional tergugah sehingga perilaku dan kepercayaan yang baru dapat dimasukkan.Coercive, motif yang mencakup pencucian otak, dan pendekatan kekerasan terhadap individu untuk berpartisipasi mengikuti suatu keyakinan tertentu.

Seorang muallaf yang mengalami perubahan akan belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan menghadapi konflik maupun kesulitan pribadi dan sosial. Seorang muallaf dapat menghadapi kesulitan-kesulitan saat terjadi perubahan besar dalam hidupnya, muallaf tersebut dapat melakukan penyesuaian diri untuk dapat bertahan dalam kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari (Schneider dalam Agustiani, 2006).

(13)

Penyesuaian dirimerupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menerima suatu keadaan yang tidak dapat diubah dengan membiasakan diri untuk hidup dan berkembang dengan keadaan tersebut dan secara aktif mengubah apa yang bisa dilakukan dan memodifikasi keterbatasan tersebut. Seseorang dapat melakukan penyesuaian diri terhadap kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustrasi yang dialami jika telah memenuhi beberapa karakteristik yang dicetuskan oleh Haber dan Runyon (1984).

Karakteristik yang pertama adalah persepsi yang akurat terhadap realitas, persepsi yang akurat terhadap realitas merupakan prasyarat dalam penyesuaian diri yang baik. Individu yang baik akan menetapkan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang ada serta akan secara aktif mengejar tujuan tersebut. Seorang muallaf yang telah memilih melakukan konversi agama yang ia yakini sebelumnya menjadi seorang muslim pasti memiliki tujuan sehingga meyakinkan dirinya untuk memutuskan menganut agama Islam.

Tujuan realistis yang dimiliki seorang muallaf membuatnya yakin terhadap agama Islam sehingga ia melakukan konversi agama walaupun mendapatkan reaksi negatif dari lingkungannya, baik dari teman terlebih dari keluarga yang masih menganut agama awalnya. Namun, muallaf yang mampu untuk mengenali dan menyadari konsekuensi dari apa yang dilakukan dan kemampuan dalam memandu perilaku secara tepat dapat melakukan penyesuaian diri secara efektif (Haber dan Runyon, 1984).

Setiap individu harus belajar untuk bertoleransi dalam proses pencapaian tujuan apakah itu akan lebih cepat atau mengalami penundaan. Penundaan

(14)

kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan sering kali mengakibatkan ketidak-nyamanan dan stres. Begitu pula dengan seorang muallaf yang mengalami ketidaknyamanan ketika menerima respon negatif dari keluarga dan teman yang dapat mengakibatkan stres, namun jika seorang muallaf mampu mengatasi stres maka ia telah melakukan penyesuaian yang baik, dengan penyesuaian diri yang baik mampu mengatasi stres dalam penundaan kepuasan pemenuhan kebutuhan (Haber dan Runyon, 1984).

Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian yang efektif.Seorang muallaf memahami kelemahan dan kelebihan dirinya ketika mereka menyadari perubahan yang terjadi dalam diri ketika masih memeluk agama awal mereka hingga akhirnya memutuskan untuk meyakini agama Islam. Seorang muallaf akan menyadari dan merasakan perubahan yang terjadi dalam diri mereka karena merasakan pribadi yang lebih baik dan merasa memiliki citra diri (self-image) yang positif dan mampu pula menunjukkan atau menggambarkan diri secara positif sehingga mampu menyadari potensi diri yang sebenarnya (Haber dan Runyon, 1984).

Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan emosi serta perasaan. Seorang muallaf telah melakukan penyesuaian diri dengan baik ketika mampu mengekspresikan perasaan, emosi yang ditunjukkan sesuai dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol diri (Haber dan Runyon, 1984).

(15)

Aspek hubungan interpersonal yang paling penting adalah berbagai kemampuan seseorang mengekspresikan emosi dan perasaan mendukung pula seorang tersebut memiliki hubungan interperssonal yang baik.Individu yang mampu membangun hubungan interpersonal yang baikmaka dapat memiliki penyesuaian yang baik pula.

Seorang muallaf yang yakin akan citra diri positif mereka sehingga dapat mengekspresikan emosi dengan baik mampu membangun hubungan interpersonal dengan baik pula, ketika hal ini terjadi seorang muallaf telah melakukan penyesuaian diri yang baik. Walaupun mereka menyadari bahwa orang lain tidak selalu memberikan reaksi positif, namun mereka tetap menghargai dan memberikan reaksi positif sehingga keberadaan mereka tetap membuat orang lain merasa nyaman (Haber dan Runyon, 1984).

Menurut Schneider (dalam Desmita, 2009) ada lima faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu keadaan fisik, perkembangan dan kematangan, keadaan psikologis, keadaan lingkungan, dan faktor kebudayaan, adat istiadat, dan agama. Tidak hanya satu faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri muallaf, namun kelima faktor tersebut dapat saling melengkapi.Beberapa faktor juga umumnya terlihat dominan daripada faktor lainnya.

(16)

D. Paradigma Berpikir

didukung Konversi Agama

Coercive

Intellectual

Mystical

Experimental

Affectional

Revivalism

Yang mempengaruhi

Intern Ekstern

Perubahan

Karakteristik :

1. Persepsi yang akurat terhadap realitas

2. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan

3. Kemampuan mengungkapkan perasaan

4. Self-image

5. Hubungan interpersonal

Faktor yang mempengaruhi : 1. Faktor keadaan fisik 2. Faktor perkembangan dan

kematangan 3. Faktor psikologis

4. Faktor keadaan lingkungan 5. Faktor kebudayaan, adat

istiadat, dan agama.

Muallaf

Proses

Referensi

Dokumen terkait

Dan untuk mengoptimalkan stabilitas elektrokimia baterai, elektrolit dibantu dengan elemen yang memiliki sifat keterbasahan baik, yaitu separator yang dapat mencegah

Fixed End Moment.. 1 a) Nyatakan DUA (2) sebab mengapa pengiraan pesongan merupakan satu bahagian penting dalam analisis struktur. Kerangka berkenaan dikenakan : satu beban

Tujuan penelitian ini adalah (1) meng- analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi penerapan SRI oleh petani padi di Kabupaten Solok Selatan, (2) menganalisis

Lampiran I Kuesioner Pola Konsumsi Jajan, Status, Gizi dan Prestasi Belajar Siswa SD Negeri 064027 Kecamatan Medan Polonia. Lampiran II Kuesioner Status Kesehatan Selama Satu

Baik secara parsial maupun secara simultan. teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai pada

Data hasil uji pemodelan respon optimasi menunjukan bahwa pediksi nilai varabel bebas untuk mendapatkan nilai kekasaran permukaan yang baik adalah pada kecepatan putar

Kabupaten dan Pengiriman Lomba Tk...

bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan