• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM... i. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... ii. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM... i. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... ii. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iii"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN KATA PENGANTAR...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... viii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 7

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8 1.5 Tujuan Penelitian ... 10 1.5.1 Tujuan umum ... 10 1.5.2 Tujuan khusus ... 11 1.6 Manfaat Penelitian ... 11 1.6.1 Manfaat teoritis ... 11 1.6.2 Manfaat praktis ... 12 ix

(2)

1.8 Metode Penelitian ... 19

1.8.1 Jenis penelitian ... 19

1.8.2 Sifat penelitian ... 20

1.8.3 Data dan sumber data ... 21

1.8.4 Teknik pengumpulan data ... 22

1.8.5 Teknik penentuan sampel penelitian ... 23

1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data ... 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRAKTIK JUAL RUGI, PRAKTIK MONOPOLI, PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAN AGEN PERJALANAN WISATA 2.1 Praktik Jual Rugi ... 26

2.1.1 Istilah dan Pengertian Jual Rugi ...26

2.1.2 Unsur-Unsur Jual Rugi ...30

2.1.3 Maksud Dilakukannya Jual Rugi ...33

2.1.4 Konsekuensi Jual Rugi ...36

2.2 Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 39

2.2.1 Istilah dan Pengertian Praktik Monopoli ...39

2.2.2 Istilah dan Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat ...42

2.3 Agen Perjalanan Wisata ... 43

2.3.1 Istilah dan Pengertian Agen Perjalanan Wisata ...43

2.3.2 Pengaturan Agen Perjalanan Wisata ...46

(3)

BAB III PRAKTIK JUAL RUGI YANG MENGAKIBATKAN PRAKTIK MONOPOLI DAN/ATAU PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

3.1 Larangan Praktik Jual Rugi dalam Hukum Persaingan Usaha ... 48 3.2 Pendekatan Rule of Reason dalam Larangan Praktik Jual Rugi ... 51 3.3 Metode Menentukan Adanya Dugaan Praktik Jual Rugi ... 55

BAB IV PRAKTIK JUAL RUGI OLEH TRAVEL AGENT ONLINE DI BALI

4.1 Indikasi Praktik Jual Rugi oleh Travel Agent Online di Bali... 61 4.2 Kualifikasi Praktik Jual Rugi yang Dilakukan Travel Agent

Online di Bali ... 64 4.3 Penegakan Hukum terhadap Adanya Dugaan Praktik Jual Rugi

oleh Travel Agent Online di Bali ... 67

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 73 5.2 Saran-Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75 DAFTAR RESPONDEN DAFTAR INFORMAN RINGKASAN SKRIPSI xi

(4)

ABSTRAK

Praktik Jual Rugi adalah salah satu tindakan yang dilarang karena dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Walaupun telah dilarang, dalam pelaksanaannya terdapat dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali. Permasalahan yang diangkat yakni mengenai kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta mengenai praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali memenuhi kualifikasi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pentingnya dilakukan penelitian ini karena praktik jual rugi dapat merugikan pelaku usaha lain yang bersaing secara jujur serta konsumen.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif, karena adanya keadaan di masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian diawali dengan penelitian kepustakaan sebagai data sekunder dan dilanjutkan dengan penelitian di lapangan sebagai data primer.

Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan metode Hard Line Evidence praktik jual rugi harus memenuhi kualifikasi diantaranya dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama, mengakibatkan tersingkirnya pelaku usaha pesaing dan mengakibatkan kerugian konsumen. Serta terhadap adanya indikasi praktik jual rugi oleh travel agent online di Bali memenuhi kualifikasi persaingan usaha tidak sehat yang dilarang berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Kata kunci: Praktik Jual Rugi, Praktik Monopoli, Persaingan Usaha Tidak Sehat, Agen Perjalanan Wisata.

(5)

ABSTRACT

Predatory Pricing is one of unfair competition that prohibited by Article 20 of Law Number 5 of 1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Although it has been prohibited in Act No. 5 of 1999, in practice there is presumption of predatory pricing committed by online travel agents in Bali. The problems are about qualifications of predatory pricing which impact unfair business competition, also about predatory pricing that committed by the online travel agents in Bali is qualified as unfair competition. The importance of this research, because predatory pricing could harm other fair business actors as well as consumers.

The type of this research is empirical legal research with a descriptive characteristic, background by the situation in the community which not accordance with the existing regulations. The research was initiated with the library research as secondary data, followed by field research as the primary data.

The results of this research are, based on the Hard Line Evidence method predatory pricing should fulfill these following qualifications: committed systematically in long period of time; resuling in the elimination of other competing business actors; and resulting in losses for consumers. Also, for the indication of predatory pricing committed by online travel agents in Bali, is qualified as an unfair competition that prohibited by Article 20 of Law Number 5 of 1999.

Keywords: Predatory Pricing, Monopolistic Practices, Unfair Business Competition, Travel Agent.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini telah menghasilkan banyak kemajuan, setelah sebelumnya melalui krisis ekonomi berkepanjangan. Hal ini tidak terlepas dari perumusan beberapa regulasi di bidang ekonomi dalam rangka menghadapi globalisasi ekonomi pada era 1990-an. Salah satunya adalah melalui perumusan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999) yang menjadi landasan dalam hukum persaingan usaha. Undang-undang ini merupakan tuntutan atas kondisi persaingan usaha di Indonesia yang pada saat itu diwarnai dengan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Perumusan undang-undang ini diharapkan dapat mengatur proses persaingan dalam dunia usaha agar dapat berkembang secara sehat dan terhindar dari praktik anti persaingan.

Dalam dunia usaha, perusahaan-perusahaan tentunya akan bersaing untuk memasarkan produknya semaksimal mungkin kepada konsumen. Dalam pasar yang ideal, adanya persaingan antar perusahaan merupakan hal yang wajar. Persaingan usaha merupakan sebuah proses dimana pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan jasa.1

1Johnny Ibrahim, 2006, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi

Penerapannya di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, h.2.

(7)

Pelaku usaha akan berusaha menawarkan produk dan jasa yang menarik baik dari segi harga, kualitas dan pelayanan. Pelaku usaha juga dituntut melakukan inovasi, penerapan teknologi serta kemampuan menajerial. Jika tidak, pelaku usaha akan tersingkir secara alami dari pasar.2

Persaingan yang sehat akan menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan pasar pada satu atau beberapa perusahaan. Hal ini berarti konsumen mempunyai banyak alternatif dalam memilih barang dan jasa, sehingga harga benar-benar ditentukan oleh pasar berdasarkan permintaan dan penawaran. Persaingan sehat memungkinkan tersebarnya kekuatan pasar dan menyebabkan peluang berusaha terbuka lebar.3

Sementara apabila dalam iklim usaha yang diwarnai oleh praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, struktur pasar hanya terkonsentrasi pada satu atau beberapa perusahaan tertentu. Dalam struktur pasar yang demikian akan terjadi pengaturan tingkat harga, ketegangan harga serta rintangan masuk pasar (barrier to entry). Kondisi tersebut akan merugikan konsumen dan menyebabkan industri semakin tidak efisien.4 Kondisi inilah yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha melakukan tindakan tertentu yang mengarah kepada praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2Ibid, h.3.

3Peter Mahmud Marzuki, 2001, “Telaah Filosofis terhadap Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Kaitannya dengan Konstitusi Republik Indonesia”, Yuridika Volume 16 Nomor 6, Surabaya, h.510.

(8)

Salah satu tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah Praktik Jual Rugi yang diatur berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Serta diatur lebih lanjut melalui Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 20 tentang Jual Rugi (Peraturan KPPU Nomor 6 Tahun 2011).

Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, “Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.”

Praktik jual rugi ini merupakan praktik dagang yang tidak wajar dengan cara melakukan banting harga hingga rugi. Disebutkan tidak wajar karena dalam melakukan kegiatan usaha, orientasi dari pelaku usaha tentunya memperoleh keuntungan atau laba. Praktik jual rugi dilakukan dengan maksud untuk menarik konsumen dan menyingkirkan atau mematikan usaha pesaing, hingga pelaku usaha tersebut menguasai pasar. Setelah menguasai pasar, barulah pelaku usaha tersebut menjual dengan harga tinggi untuk menutupi kerugian yang diderita sebelumnya.5

(9)

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 larangan terhadap praktik jual rugi ini dimasukkan kedalam pendekatan rule of reason.6 Hal ini berarti praktik jual rugi ini tidak serta merta dapat dikenakan tindakan hukum. Praktik jual rugi diperbolehkan sepanjang tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penerapan pendekatan rule of reason dalam rumusan praktik jual rugi dikarenakan praktik jual rugi disatu sisi akan menguntungkan konsumen karena dapat menikmati barang dan/atau jasa dengan harga yang sangat rendah, namun di sisi lain akan sangat merugikan pelaku usaha pesaing dikarenakan tidak dapat bersaing dalam hal penentuan harga suatu barang.7 Dapat dilihat penegakan hukum persaingan usaha sangat berbeda dengan penegakan hukum lainnya. Termasuk dalam hal mengungkap praktik jual rugi, diperlukan berbagai metode untuk mengungkapnya.

Salah satu sektor yang berkontribusi besar dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di Indonesia adalah sektor pariwisata. Hal ini karena Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat menarik yang dilatarbelakangi oleh budaya, adat istiadat yang unik, dan kesenian yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di Indonesia. Di samping itu, alamnya yang indah akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan, pedesaan, alam bawah laut, maupun pantai.

6Rachmadi Usman, 2013, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.100.

(10)

Pulau Bali adalah pulau yang menjadi ikon pariwisata di Indonesia, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Dokumen Imigrasi pada tahun 2015 jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia yang terbesar melalui Bandara Ngurah Rai Bali. Jumlah ini mencapai 3,94 juta wisatawan mancanegara atau sekitar 38,47 persen dari total wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Dengan demikian, diantara 19 pintu masuk utama, Bandara Ngurah Rai Bali masih menjadi pintu utama kunjungan wisatawan mancanegara.8

Menjanjikannya industri pariwisata di Pulau Bali mendorong marak berdirinya berbagai perusahaan yang menyediakan barang maupun jasa untuk mendukung penyelenggaraan pariwisata. Salah satu usaha pariwisata yang menarik untuk diteliti adalah perusahaan Agen perjalanan wisata atau yang dikenal dengan travel agent.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, ditentukan bahwa, “Usaha Agen

Perjalanan Wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan”.

Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi, media pemasaran agen perjalanan wisata-pun kini berkembang. Hingga saat ini marak berdiri perusahaan agen perjalanan wisata yang fokus memasarkan produknya melalui website secara online. Adapun beberapa perusahaan agen perjalanan wisata online atau travel agent online yang dapat kita jumpai di antaranya Agoda,

8Badan Pusat Statistik, 2016, Laporan Perekonomian Indonesia 2016, Nario Sari, Jakarta, h.156.

(11)

Booking.com, Expedia, dan lainnnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Travel agent online ini sangat diminati karena menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan travel agent konvensional. Keunggulan tersebut di antaranya konsumen dapat bertransaksi 24 jam tanpa harus keluar rumah, serta lokasinya tidak terbatas.

Jika melihat strategi pemasarannya, travel agent online lebih mengandalkan tarif yang semurah-murahnya untuk menarik perhatian konsumen dibandingkan dengan meningkatkan pelayanan. Bahkan beberapa travel agent online mampu menjual dengan harga hingga 50% lebih murah dari travel agent konvensional terhadap produk yang sama. Berdasarkan laporan Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan (Astindo), keberadaan travel agent online dengan harga penjualan yang sangat rendah tersebut berdampak pada penjualan travel agent konvensional yakni terjadi penurunan hingga 40%.9 Menurut Dewan Pimpinan Pusat Association of The Indonesian Tours and Travels Agencies (DPP Asita) Provinsi Bali, penetapan harga yang dilakukan oleh travel agent online ini dapat menyebabkan perusahaan travel agent konvensional merasa terancam mengingat adanya selisih harga yang cukup jauh.10

Berdasarkan uraian di atas, terlihat adanya perilaku atau kegiatan yang menyimpang dari peraturan yang seharusnya yaitu dugaan praktik jual rugi oleh travel agent online di Bali yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5

9Koran Sindo, 2015, “Astindo Minta Penjualan Tiket Online Ditertibkan”,

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=39&date=2015-10-10, diakses tanggal 21 September 2016.

10Berita Dewata, 2016, “Gubernur Bali Komit Lindungi Sektor Industri Pariwisata Lokal”,

http://beritadewata.com/Pariwisata/Berita-Pariwisata/Gubernur-Bali-Komit-Lindungi-Sektor-Industri-Pariwisata-Lokal-.html, diakses tanggal 21 September 2016.

(12)

Tahun 1999. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai “Dugaan Praktik Jual Rugi yang Dilakukan oleh Travel Agent Online di Bali”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut:

1. bagaimanakah kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?

2. apakah penetapan harga yang dilakukan oleh Travel Agent Online di Bali memenuhi kualifikasi praktik jual rugi yang dilarang berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang terfokus serta agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka diberikan batas-batas terhadap masalah yang akan diteliti, yaitu dibatas-batasi pada kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan pada terpenuhi atau tidaknya kualifikasi praktik jual rugi terhadap penetapan harga yang dilakukan oleh travel agent online di Bali berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

(13)

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian mengenai “Dugaan Praktik Jual Rugi yang Dilakukan oleh Travel Agent Online di Bali” yang saya lakukan adalah sepenuhnya hasil penelitian dan pemikiran yang ditulis oleh saya sendiri dan belum pernah ada yang melakukan penelitian mengenai “Dugaan Praktik Jual Rugi yang Dilakukan oleh Travel Agent Online di Bali”.

Dari hasil penelusuran terdapat 2 (dua) penelitian sejenis terdahulu yang berkaitan dengan dugaan praktik jual rugi. Adapun perbedaan antara penelitian sejenis terdahulu dengan penelitian yang saya lakukan adalah sebagai berikut ini. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Adiwidya Imam Rahayu dengan judul “Dugaan Praktik Jual Rugi (Predatory Pricing) dalam Industri Telekomunikasi di Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan program sarjana di Universitas Indonesia pada tahun 2011. Permasalahan yang diangkat adalah: (1) apakah ketentuan yang mengatur tentang praktik predatory pricing masih relevan untuk diterapkan dalam dunia bisnis modern; (2) bagaimanakah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat khususnya di dalam pasal 20 mendeskripsikan predatory pricing; serta (3) bilamanakah Pasal 20 dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat mengenakan tuduhan predatory pricing terhadap perusahaan telekomunikasi di Indonesia.

(14)

2. Penelitian yang dilakukan oleh I Gede Arya Pratama dengan judul “Indikasi Jual Rugi yang Dilakukan oleh Perusahaan Surat Kabar di Bali”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan program sarjana di Universitas Udayana pada tahun 2016. Permasalahan yang diangkat adalah: (1) bagaimanakah akibat hukum dari praktik jual rugi yang dilakukan terhadap pesaing usaha lain; serta (2) apakah penetapan harga penjualan surat kabar yang dilakukan oleh PT. Bali Media Grafika Tribun Bali dapat diklasifikasikan sebagai salah satu kegiatan jual rugi.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1: Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan Praktik Jual Rugi

No Judul Penulis Rumusan Masalah

1. Dugaan Praktik Adiwidya Imam 1. Apakah ketentuan yang

Jual Rugi Rahayu, mengatur tentang praktik

(Predatory Universitas predatory pricing masih Pricing) dalam Indonesia, 2011 relevan untuk diterapkan

Industri dalam dunia bisnis

Telekomunikasi di modern?

Indonesia Ditinjau 2. Bagaimanakah Undang-

dari Undang- Undang No. 5 Tahun 1999

Undang Nomor 5 tentang Anti Monopoli dan

Tahun 1999 Persaingan Usaha Tidak

tentang Larangan Sehat khususnya di dalam

Praktik Monopoli pasal 20 mendeskripsikan

dan Persaingan predatory pricing?

Usaha Tidak Sehat 3. Bilamanakah Pasal 20 dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat mengenakan tuduhan predatory pricing terhadap perusahaan telekomunikasi di Indonesia? 2. Indikasi Jual Rugi I Gede Arya 1. Bagaimanakah akibat

yang Dilakukan Pratama, hukum dari praktik jual

(15)

Perusahaan Surat Udayana, 2016 terhadap pesaing usaha

Kabar di Bali lain?

2. Apakah penetapan harga penjualan surat kabar yang dilakukan oleh PT. Bali Media Grafika Tribun Bali dapat diklasifikasikan sebagai salah satu kegiatan jual rugi?

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian sejenis sebelumnya terletak pada judul dan rumusan masalah. Di samping itu perbedaan juga terdapat pada objek penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan travel agent online di Bali yang diduga melakukan praktik jual rugi.

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui secara umum praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; dan

2. untuk mengetahui secara umum penetapan harga yang dilakukan oleh travel agent online di Bali dapat memenuhi kualifikasi praktik jual rugi berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

(16)

1.5.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. untuk memahami kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

2. untuk memahami bahwa penetapan harga yang dilakukan oleh travel agent online di Bali dapat memenuhi kualifikasi praktik jual rugi berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

1. agar dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum perdata mengenai praktik jual rugi dalam persaingan usaha;

2. agar dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan keilmuan di bidang hukum perdata mengenai praktik jual rugi dalam persaingan usaha;

3. agar dapat menjadi referensi bagi KPPU dalam rangka mengoptimalkan pengawasan persaingan usaha dan menegakkan hukum apabila terdapat dugaan persaingan usaha tidak sehat.

(17)

1.6.2 Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1. agar dapat memberi kontribusi dalam rangka pemecahan masalah-masalah serupa di masyarakat, khususnya mengenai praktik jual rugi dalam persaingan usaha;

2. agar dapat menjadi pedoman bagi perusahaan-perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan sejenis demi menjaga situasi persaingan usaha yang sehat dan terhindar dari praktik jual rugi.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan landasan teoritis karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa serta konstruksi data. Dalam suatu penelitian akan dapat dijelaskan fenomena hukum yang dihadapi dengan mengedepankan teori-teori.11

Landasan teoritis dalam penelitian hukum mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu: (a) teori-teori hukum; (b) asas-asas hukum, (c) doktrin hukum, serta (d) ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya. Keempat ciri tersebut dapat digunakan sekaligus atau salah satunya.12 Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yakni diuraikan sebagai berikut ini.

11Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Denpasar, h.79.

(18)

1. Teori Pendekatan Yuridis dalam Pengaturan Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Larangan terhadap persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan per se illegal dan pendekatan rule of reason.

Berdasarkan pendekatan per se illegal, suatu tindakan dinyatakan melanggar hukum dan dilarang secara mutlak, serta tidak diperlukan pembuktian apakah tindakan tersebut memiliki dampak negatif terhadap persaingan usaha13. Larangan yang bersifat per se illegal adalah larangan yang tegas dalam rangka memberikan kepastian bagi para pelaku usaha dalam memaknai norma-norma larangan dalam persaingan usaha. Para pelaku usaha memasuki koridor hukum yang transparan sehingga dapat memberikan arahan bagi mereka guna merencanakan dan melakukan usahanya tanpa khawatir adanya tuntutan hukum dari instansi terkait dan

berhubungan dengan pelanggaran terhadap norma-norma larangan tersebut.14

Pendekatan per se illegal memperkenankan pengadilan menolak dilakukannya penyelidikan secara rinci yang memerlukan banyak waktu dan biaya mahal dalam rangka mencari fakta di pasar bersangkutan. Hal ini karena kegiatan yang dilarang secara per se illegal dalam hukum persaingan usaha pada dasarnya adalah kegiatan yang melawan hukum dan pasti membawa akibat negatif terhadap persaingan usaha.15

13Hermansyah, 2009, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana, Jakarta, h.78.

14Johnny Ibrahim, op.cit, h.223.

(19)

Adapun larangan yang menggunakan pendekatan per se illegal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di antaranya larangan terhadap penetapan harga, diskriminasi harga, pemboikotan, perjanjian tertutup, persekongkolan menghambat produksi dan/atau pemasaran, penyalahgunaan posisi dominan, serta pemilikan saham mayoritas.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2: Larangan yang Menggunakan Pendekatan Per Se Illegal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

No Perjanjian yang dilarang Pasal Kegiatan yang dilarang Pasal

1 Penetapan harga 5 Persekongkolan- 24

menghambat produksi dan/atau pemasaran

2 Diskriminasi harga 6 Penyalahgunaan posisi 25 dominan

3 Pemboikotan 10 Pemilikan saham mayoritas 27 4 Perjanjian tertutup 15

Sementara rule of reason adalah teori yang dibangun berdasarkan penafsiran atas Sherman Antitrust Act oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat yang diterapkan dalam kasus Standard Oil Co. of New Jersey vs. United State pada tahun 1911.16 Berdasarkan pendekatan rule of reason, suatu tindakan baru dapat dinyatakan melanggar hukum jika terbukti secara signifikan memenuhi kualifikasi adanya potensi bagi terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.17

Berdasarkan pendekatan rule of reason ditentukan bahwa meksipun suatu perbuatan itu telah memenuhi rumusan ketentuan-ketentuan dalam undang-

16Hermansyah, op.cit, h.79. 17Rachmadi Usman, op.cit, h. 97.

(20)

undang, namun jika ternyata ada alasan objektif (alasan ekonomi) yang dapat membenarkan (reasonable) perbuatan tersebut, maka perbuatan tersebut bukan merupakan suatu pelanggaran hukum. Artinya, penerapan hukumnya bergantung pada akibat yang ditimbulkan, apakah perbuatan dari pelaku usaha tersebut telah menimbulkan praktik monopoli atau tidak.18 Pendapat tersebut pada pokoknya mengemukakan bahwa sepanjang kegiatan monopoli didapat melalui cara-cara yang wajar dan dilatarbelakangi oleh alasan-alasan objektif dari sisi ekonomi, walaupun memenuhi rumusan yang dilarang dalam undang-undang, kegiatan tersebut dianggap bukan merupakan perbuatan melawan hukum.

Pendekatan rule of reason mengharuskan pengadilan untuk menganalisis akibat perbuatan tersebut terhadap kondisi persaingan usaha. Di samping menganalisis dengan pertimbangan dari aspek hukum dan ekonomi, pengadilan juga perlu mempertimbangkan dari aspek keadilan, efisiensi, perlindungan terhadap golongan ekonomi tertentu dan fairness.19

Adapun larangan yang menggunakan pendekatan rule of reason dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di antaranya larangan terhadap praktik oligopoli, penetapan harga di bawah harga pasar, penjualan kembali dengan harga terendah, pembagian wilayah pasar, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, monopoli, monopsoni, penguasaan pangsa pasar, jual rugi, manipulasi biaya, persekongkolan tender, persekongkolan rahasia perusahaan, jabatan rangkap, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perusahaan.

18L Budi Kragamanto, op.cit, h.102. 19Hermansyah, loc.cit.

(21)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3: Larangan yang Menggunakan Pendekatan Rule of Reason dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

No Perjanjian yang dilarang Pasal Kegiatan yang dilarang Pasal

1 Oligopoli 4 Monopoli 17

2 Penetapan hargadi 7 Monopsoni 18

bawah harga pasar

3 Penjualan kembali 8 Penguasaan pangsa pasar 19 dengan harga terendah

4 Pembagian wilayah 9 Jual rugi 20

pasar

5 Kartel 11 Manipulasi biaya 21

6 Trust 12 Persekongkolan-tender 22

7 Oligopsoni 13 Persekongkolan-rahasia 23

perusahaan

8 Integrasi vertikal 14 Jabatan rangkap 26

9 Perjanjian dengan pihak 16 Penggabungan, peleburan 28

luar negeri dan pengambilalihan

perusahaan 2. Prinsip Efisiensi dalam Persaingan Usaha

Pada hakikatnya keberadaan hukum persaingan usaha adalah mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat (fair competition) yang mendorong pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para pesaingnya.20 Terdapat 2 (dua) efisiensi yang ingin dicapai oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu efesiensi bagi para produsen (productive efficiency) dan efisiensi bagi masyarakat (allocative efficiency).21

Productive efficiency ialah efisiensi bagi perusahaan dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa. Perusahaan yang efisien apabila dalam menghasilkan

20Hermansyah, op.cit, h.13.

21Sutan Remy Sjahdeini, 2000, “Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999)”, Jurnal Hukum Bisnis Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis Volume 10, Jakarta. h.8.

(22)

barang dan jasa perusahaan tersebut dilakukan dengan biaya yang serendah-rendahnya karena dapat menggunakan sumber daya yang sekecil mungkin.

Allocative efficiency adalah efisiensi bagi masyarakat konsumen. Disebut masyarakat konsumen efisien apabila para produsen dapat membuat barang-barang yang dibutuhkan oleh konsumen dan menjualnya pada harga yang para konsumen itu bersedia untuk membayar harga barang yang dibutuhkannya tersebut.

Persaingan usaha yang sehat akan memotivasi pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dengan meningkatkan kualitas produk atau meningkatkan kualitas jasa pelayanannya. Persaingan usaha akan mendorong pelaku usaha untuk melakukan inovasi agar mampu bertahan pada pasar yang bersangkutan.

3. Asas Demokrasi Ekonomi

Berdasarkan asas demokrasi ekonomi, pemegang kekuasaan tertinggi dalam pembangunan perekonomian adalah rakyat. Hal ini berarti pembangunan di bidang ekonomi dan hasil-hasilnya diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.22

Asas demokrasi ekonomi menjadi dasar pembangunan bidang ekonomi di Indonesia, yang merupakan penjabaran dari Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Dianutnya asas demokrasi ekonomi oleh Indonesia terdapat tiga hal yang harus dihindari, yaitu: (1) sistem free fight liberalism yang menumbuhkan

(23)

eksploitasi terhadap rnanusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia; (2) sistem etatisme dalam arti bahwa negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara; serta (3) persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.23

Asas ini juga dianut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berdasarkan Pasal 2 bahwa, “Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.”

4. Asas Campur Tangan Negara terhadap Kegiatan Ekonomi

Asas campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi adalah asas penting yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan cita hukum dari asas-asas hukum nasional diitinjau dari aspek hukum dagang dan ekonomi.24 Kegiatan ekonomi yang terjadi di masyarakat membutuhkan campur tangan negara, mengingat tujuan dasar kegiatan ekonomi itu sendiri adalah untuk memperoleh keuntungan. Sasaran tersebut mendorong terjadinya penyimpangan bahkan kecurangan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu bahkan semua pihak.

23Suyud Margono, 2009, Hukum Antimonopoli, Sinar Grafika, Jakarta, h.28. 24Johnny Ibrahim, op.cit, h.35.

(24)

Oleh karena itu, campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi secara umum dalam rangka hubungan hukum yang terjadi tetap dalam batas-batas keseimbangan kepentingan perusahaan, masyarakat dan negara.25

1.8 Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.26 Demikian pula pada penelitian ini dilakukan berdasarkan pada metode tertentu. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil peneitian yang sistematis, metodologis dan konsisten.

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam rangka penulisan ini, merupakan penelitian hukum empiris (yuridis empiris). Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat (ius operatum).27 Penelitian hukum empiris mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektivitas hukum.28 Penelitian hukum empiris meneliti tentang hukum dalam prosesnya hukum dalam interaksinya, hukum dalam penerapannya dan/atau pengaruh hukum dalam kehidupan masyarakat.

25Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, h.15.

26Soerjono Soekanto, 2002, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.43. 27Zainuddin Ali, op.cit, h.31.

(25)

Pemilihan jenis penelitian hukum empiris pada penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena hukum dalam masyarakat yang berjalan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini terjadi kesenjangan antara das sollen (law in book) dan das sein (law in action), yaitu adanya dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

1.8.2 Sifat penelitian

Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian deskriptif, penelitian eksplanatoris dan penelitian verifikatif.29 Sifat penelitian dari penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.30 Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan ada tidaknya hubungan hukum antara suatu gejala dengan gejala lain di masyarakat.

Dalam penelitian ini akan mendeskripsikan tentang efektivitas hukum persaingan usaha dalam masyarakat terkait adanya gejala dalam masyarakat berupa dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali.

29Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit, h.80. 30Bambang Sunggono, op.cit. h.35.

(26)

1.8.3 Data dan sumber data

Di dalam melakukan penelitian hukum empiris terdapat 2 (dua) jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder yang akan diuraikan sebagai berikut ini.

1. Data primer

Data primer dari penelitian ini bersumber langsung dari penelitian lapangan (field research) yaitu data yang diperoleh dari responden maupun informan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dan penelitian ini. 2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dalam bentuk bahan-bahan hukum. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hokum tersier yang akan diuraikan sebagai berikut ini.

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

- Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan; - Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun

(27)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buku-buku atau literatur, karya tulis dan jurnal yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian. c.Bahan hukum tersier, yaitu meliputi kamus hukum, ensiklopedi dan lain

sebagainya yang berfungsi menjelaskan bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

1.8.4 Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian hukum empiris dikenal teknik-teknik pengumpulan data di antaranya studi dokumen, wawancara, observasi dan penyebaran kuisioner atau angket. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen dan teknik wawancara.

1. Teknik studi dokumen

Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum baik normatif maupun empiris, karena walaupun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.31

Teknik studi dokumen ini dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha

(28)

khususnya mengenai dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali.

2. Teknik wawancara

Wawancara atau interview merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunaan dalam penelitian hukum empiris. Wawancara dilakukan untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Agar hasil wawacara nantinya memiliki nilai validitas dan reabilitas, dalam berwawancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide.

1.8.5 Teknik penentuan sampel penelitian

Penentuan populasi dan sampel penelitian yang tepat sangat penting dalam suatu penelitian, untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Populasi adalah keseluruhan objek pengamatan, yang dalam penelitian ini dibatasi pada travel agent yang berdomisili di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Pembatasan populasi ini didasarkan pada data Direktori Pariwisata Bali Tahun 2014, yang menunjukkan bahwa hampir seluruh travel agent yang ada di Provinsi Bali berdomisili di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap mewakili populasinya. Dalam penelitian hukum empiris, teknik penentuan sampel penelitian dapat dibedakan menjadi teknik probability sampling dan teknik non

(29)

probability sampling. Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling.

Teknik non probability sampling ini digunakan karena sesuai dengan sifat penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif yang analisisnya adalah analisis kualitatif, serta tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya.

Bentuk teknik non probability sampling yang digunakan adalah snowball sampling. Berdasarkan teknik snowball sampling, sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh si peneliti yaitu dengan mencari informan/responden kunci yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan. Informan atau responden berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari rekomendasi yang diberikan informan kunci.

1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data

Dalam penelitian ilmu hukum aspek empiris dikenal teknik pengolahan dan analisis data di antaranya analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Penerapan masing-masing analisis tersebut sangat tergantung dari sifat penelitian dan sifat data yang akan dikumpulkan oleh peneliti.

Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif, maka teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Teknik analisis kualitatif digunakan karena data yang dianalisis adalah data naturalistik yang terdiri dari kata-kata (narasi), sukar diukur dengan angka dan berwujud kasus-kasus.

(30)

Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif, keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder akan diolah dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan satu data dengan data lainnya. Selanjutnya dilakukan analisis dari perspektif peneliti untuk memahami makna data dalam situasi sosial. Hasil dari analisis tersebut maka akan diperoleh data secaa diskriptif kualitatif dan sistematis.

Gambar

Tabel 1: Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan Praktik Jual Rugi
Tabel 2: Larangan yang Menggunakan Pendekatan Per Se Illegal dalam  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tabel 3: Larangan yang Menggunakan Pendekatan Rule of Reason  dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Referensi

Dokumen terkait

Lembar kerja hasil penyelesaian perhitungan tegangan normal dan tegangan geser Ketepatan hasil penyelesain masalah / tugas 15 1,2,3,4,5 9-11 Menerapkan perangkat lunak

Berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik yakni dengan hadirnya Globorotalia acostaensis untuk pertama kalinya pada sampel PS2, di bagian atas Formasi Ledok,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan shooting dalam setiap jenis point tembakan dan daerah tembakan di setiap serangan yang dilakukan tim

Understanding the Turbulence of Business Environment in Telecom Industry: Empirical Evidence from Indonesia Memahami Turbulensi Lingkungan Bisnis pada

Kebijakan Penilaian Kinerja Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung pada Dinas Penataan Ruang Kota Bandung Tahun 2017”..

Salah satu koperasi yang cukup berkembang di Indonesia adalah Koperasi Simpan Pinjam. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang modalnya berdasarkan hasil dari

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 73 ayat 3 diatur mengenai pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan

b) Penyelesaian masalah yang dapat ditempuh PT. Federal Internasional Finance atas wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Data Sekunder adalah data yang diperoleh