• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpangan mutu adalah penyusunan kualitatif dimana bahan mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyimpangan mutu adalah penyusunan kualitatif dimana bahan mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Penyimpangan mutu adalah penyusunan kualitatif dimana bahan mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan yang rusak mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena mengganggu kesehatan. Pada kondisi ini maka makanan sudah tidak layak lagi diknsumsi.

Pengemasan dapat mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui :

1. Perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas (monomer plastic, timah putih, korosi).

2. Perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh uap air dan oksigen.

Oleh karena itu pada bagian ini akan dijelaskan cara pencegahan kontaminasi pada kemasan makanan.

a. Kemasan plastik

Kemasan plastik merupakan kemasan yang paling banyak digunakan pada saat ini dibandingkan dengan kemasan lainnya, seperti kemasan logam dan gelas. Hal ini disebabkan karena kelebihan dari kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak karatan, serta dapat diberi warna dan harganya yang relatif murah. Akan tetapi, pemakaian plastik yang makin meluas tidak disertai perhatian terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain merusak lingkungan, penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan berpotensi mengganggu kesehatan manusia.

Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik plastisizer, stabilizer dan antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas dengan kemasan plastik dan mengakibatkan keracunan. Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan manusia adalah vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinilidenklorida dan styrene. Monomer vinil klorida dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia, karena dapat bereaksi dengan komponen DNA yaitu guanin dan sitosin (pada vinil klorida) sedangkana denin dapat bereaksi dengan akrilonitril (vinil sianida). Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi metabolit ini hanya dapat bereaksi dengan DNA jika adenin tidak berpasangan dengan sitosin.

Plastisizer seperti ester posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated aromatic dan ester asam adipatik dapat menyebabkan iritasi. Plastisizer DBP (Dibutil

(2)

Ptalat) pada PVC termigrasi cukup banyak yaitu 55-189 mg ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kedele pada suhu 30oC selama 60 hari kontak. Plastisizer DEHA (Di 2-etilheksil adipat) pada PVC termigrasi ke dalam daging yang dibungkusnya (yang mengandung kadar lemak 20-90%) sebanyak 14.5-23.5 mg/dm2 pada suhu 4oC selama 72 jam. Oleh karena itu pada plastic harus digunakan plastisizer dan stabilizer yang aman untuk kemasan bahan pangan.

Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil ptalat, dioktil adipat, dimetil heptil adipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat, ester dari asam sitrat, oleat dan sitrat. Stabilizer yang aman digunakan adalah garam-garam kalsium, magnesium dan natrium, sedangkan antioksidan jarang digunakan karena bersifat karsinogenik.

Selain itu kita juga harus menghindari panas pada bahan pangan yang berbahan kemas plastik. Semakin tinggi suhu makan semakin banyak monomer plastic yang termigrasi ke dalam bahan yang dikemas. Batas ambang maksimum dari monomer yang ditoleransi keberadaannya di dalam bahan pangan juga harus diperhatikan. Batas ambang maksimum dari monomer tersebut dapat ditentukan oleh hasil tes toksisitas (LD 50).

b. Kemasan Kaleng

Kemasan kaleng dapat terbuat dari berbagai jenis logam misalnya seng, aluminium, dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan seng tidak beracun bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa logam akan bereaksi dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat asam, sehingga kontak antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan kemasan logam yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan banyaknya logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin banyak logam yang terlarut. Oleh karena itu perlu dipilih jenis pangan yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam, agar kualitas produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan penggunaan bahan tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan pelapis kaleng organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan logam lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan manusia.

(3)

Kaleng yang sekarang banyak digunakan untuk pengalengan makanan mengandung kurang dari 25% timah. Dalam makanan kaleng yang tertutup hermetis, korosi wadah merupakan suatu proses yang terjadi bertahap. Baja yang digunakan untuk membuat kaleng makanan mengandung kadar karbon yang rendah. Penelitian telah membuktikan bahwa komposisi baja merupakan faktor penting untuk memperoleh umur pakai yang memadai bagi bahan pangan yang korosif. Kadar fosfor dan silika sangat menentukan, tetapi kadar mineral lain seperti tembaga , nikel dan molibdat dapat juga mempengaruhi daya tahan kaleng terhadap korosi (Muchtadi, 1995).

Kemasan kaleng baik bagian luar maupun bagian dalamnya harus memenuhi beberapa persyaratan daya tahan korosi. Korosi oleh suatu produk disebabkan adanya hubungan atau kontak langsung antara produk dan permukaan kaleng serta cara pengalengan. Keadaan korosi dapat disebabkan oleh dua faktor utama yaitu detinning, berupa terkelupasnya atau hilangnya lapisan timah putih sehingga terjadi evolusi hidrogen dan kebocoran atau perforasi, serta terjadinya reaksi kimia produk dengan bahan kaleng (Muchtadi, 1995).

c. Kemasan Kertas

Kemasan kertas merupakan salah satu jenis pengemas yang dapat digunakan sebagai pengemas bahan pangan yang berfungsi untuk mewadahi atau membungkus pangan, baik sebagai kemasan primer, tersier, atau kuarterner. Supaya kemasan kertas berfungsi sebagai mestinya, maka hal penting yang harus diperhatikan adalah kemasan kertas sebagai pengemas primer, karena kemasan ini langsung bersentuhan dengan bahan pangan. Oleh karena itu, kemasan kertas sebagai kemasan primer memiliki potensi untuk mempengaruhi bahan pangan disebabkan interaksi dari komponen penyusun kertas, dan cara migrasi komponen tersebut pada bahan pangan. Sebagian komponen kemasan tersebut dapat menimbulkan efek buruk dan membahayakan kesehatan. Komponen berbahaya tersebut dapat berasal dari residu bahan baku (starting material) kemasan misalnya monomer, katalis yang digunakan untuk mempercepat laju reaksi, hasil penguraian bahan dasar, dan bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan kemasan pangan.

(4)

Interaksi antara komponen-komponen penyusun bahan pengemas dengan bahan yang dikemas dapat terjadi karena tidak ada sistem wadah-tutup yang inert secara total. Reaksi ineteraksi tersebut diantaranya adalah sorpsi, migrasi (proses terjadinya perpindahan suatu zat dari kemasan pangan ke dalam bahan pangan), dan permeasi (masuknya kelembapan ke dalam kemasan. Yang akan dibahas disini adalah proses migrasi. Struktur dasar kertas adalah bubur kertas (selulosa) dan felted mat. Komponen lainnya adalah hemiselulosa, fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak esensial alkaloid, pigmen, dan mineral. Pada pembuatan kertas kadang menggunakan klor sebagai pemutih, adhesive, aluminium, pewarna, dan pelapis. Bahan berbahaya yang dapat bermigrasi adalah tinta dan klor. Apabila kertas bekas yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas dapat melarutkan Pb (timbal) yang terkandung pada tinta dan bermigrasi ke produk pangan. Sedangkan kertas bekas yang diputihkan dengan cara menambahkan klor jika terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin, yaitu senyawa karsinogenik.

Oleh karena itu dalam mengemas bahan pangan dengan menggunakan bahan kemasan berupa kertas sebaiknya dihindari untuk bahan pangan dalam suhu panas, dan menghindari kertas tersebut sebagai pembungkus primer bahan pangan tersebut untuk mencegah migrasi komponen yang tidak diinginkan dari bahan kemasan kertas tersebut.

d. Kemasan Gelas/Kaca

Kaca/gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan terhadap air, gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca juga dapat diberi warna, banyak digunakan untuk produk minuman yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga dapat menyaring cahaya yang masuk ke dalam kemasan kaca. Jenis kemasan ini dianggap kemasan yang paling aman untuk produk pangan. Porselen atau keramik, biasanya sering digunakan sebagai gelas atau peralatan makan. Selain ada yang dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang dibuat dari bahan dolomite dengan beberapa bahan campuran lainnya. Porselen cukup aman digunakan sebagai wadah makanan, terutama yang bersuhu tinggi. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih gelas, atau peralatan makan dari porselen antara lain suhu

(5)

pembakaran pada saat pembuatan serta bahan bakunya. Porselen dibuat dengan cara dibakar pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200°C.

Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat. Namun bila pembakaran kurang dari 800°C, maka porselen yang dihasilkan akan kurang baik. Bila bahan baku yang digunakan adalah dolomite, maka kualitas porselen juga kurang baik. Porselen dari bahan baku dolomite dengan pembakaran yang kurang sempurna, dapat berpotensi terjadi migrasi senyawa kimia kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3) dari dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan baku yang cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas dan kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori, pupuk dan pertanian. Oleh karena itu dalam pemilihan bahan kemasan berupa kaca/ gelas harus diperhatikan proses produksi bahan kemasan itu sendiri untuk menghasilkan kemasan yang berkualitas dan aman bagi bahan pangan tersebut.

e. Kemasan Kayu

Kemasan peti kayu memiliki sifat fisik dan mekanik yang bervariasi sehingga untuk keperluan tertentu dilakukan pemilihan yang selektif terhadap jenis kayu yang digunakan. Pada dasarnya tidak ada kriteria khusus untuk menentukan jenis kayu yang digunakan sebagai kemasan. Pemilihannya umumnya ditentukan hanya berdasarkan jumlah kayu yang tersedia, kemudahannya untuk dipaku, jenis produk yang akan dikemas, kekuatan dan kekakuan kayu, serta harganya (Hanlon, 1984).

Peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasan yang masih banyak digunakan untuk pengangkutan komoditas hortikultura, misalnya untuk mengemas buah jeruk, salak, tomat dan komoditi lainnya. Bahan baku dan tenaga kerja untuk membuatnya juga tersedia dan relative murah, disamping itu kebutuhan akan perlatan khusus tidak terlalu banyak. Menurut Poernomo (1979), keuntungan pemakaian peti kayu sebagai kemasan yaitu dapat ditumpuk dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut dan mampu melindungi komoditi yang dikemas terhadap kerusakan yang mungkin terjadi akibat adanya tekanan dari segala arah. Bila dibandingkan dengan kemasan peti karton bergelombang,

(6)

peti kayu mampu mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan yang lembab atau bila terkena air.

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa kemasan kayu sangat rentan terhadap serangan penyakit tanaman (OPT) yang dapat membahayakan produk. Namun demikian permintaan terhadap kemasan berbahan kayu terus meningkat baik dalam bentuk peti, pallet atau lainnya. Hal ini dikarenakan, kemasan tersebut memiliki banyak keunggulan. Antara lain, kokoh, ramah lingkungan, harga terjangkau, dan mudah ditangani.

Untuk mengatasi OPT tersebut, setidaknya ada tiga metode yang sering digunakan, yakni perlakuan panas (heat treatment). Methyl bromide (MB), dan semi permanent immunization treatment (S.P.I.TTM).

Pada kemasan kayu biasanya tidak memberikan efek migrasi secara langsung terhadap komoditas pangan yang dikemas. Komoditas pangan yang rusak akibat pengemasan menggunakan peti kayu yaitu terjadinya gesekan atau benturan antara komoditas pangan sehingga terjadinya reaksi kimia dan terjadinya migrasi dari komoditas pangan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Catatan lapangan, dalam penelitian ini catatan lapangan merupakan catatan tertulis terkait apa yang dilihat, didengar, dipikirkan, dan dialami guna pengumpulan data dan

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang merupakan syarat utama

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif tempurung kelapa yang memiliki potensi sebagai media adsorben dan penyerapan terbaik terhadap emisi gas buang

Menyimak hal tersebut, kiranya menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan "pengembangan pelatihan kepewaraan bagi warga Kelurahan Jatisari Kecamatan

Selama ini penulis belum menemukan buku-buku statistik yang mengkonsentrasikan penerapannya pada bidang informatika khususnya pengolahan citra, dikarenakan hal tersebut, maka

Hasil dari penelitian ini yaitu pertumbuhan ekonomi, dana alokasi umum, dana bagi hasil dan dana alokasi khusus tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal, sementara

Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari keragaman karakteristik tanah dari data pemboran dengan intensitas pengamatan yang tinggi dan mencari hubungan spasial

Struktur bangunan bawah harus direncanakan secara benar terhadap aspek kekuatan dukung dan stabilitas, sebagai akibat beban struktur atas dan beban struktur atas