• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Iklim tropis telah menjadikan Indonesia sebagai sumber bagi ketersediaan berbagai jenis produk holtikultura terutama buah segar. Buah segar dapat dijadikan bahan makanan bergizi serta dapat menunjang kesehatan. Buah segar sebagai kelengkapan makanan memiliki manfaat yang sangat besar, baik sebagai sumber gizi maupun penambah selera makan. Buah segar mutlak dibutuhkan oleh setiap orang. Pola hidup sehat yang memanfaatkan buah-buahan segar alami mendorong konsumen untuk meningkatkan konsumsi buah segar. Buah segar adalah salah satu jenis makanan yang sangat baik untuk dikonsumsi setiap hari, jika dibandingkan dengan suplemen obat-obatan kimia. Buah segar jauh lebih aman tanpa efek samping yang berbahaya dan umumnya meiliki harga jauh lebih murah dibandingkan suplemen yang memiliki fungsi sama.

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan (1994) menjelaskan bahwa kebutuhan konsumsi per kapita buah segar dipengaruhi oleh jumlah konsumen, perubahan prefensi konsumsi, tingkat harga, dan tingkat pendapatan masyarakat. Permintaan produk impor umumnya untuk memenuhi pasar-pasar modern seperti pasar swalayan, supermarket, serta perhotelan.

Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah-buahan saat ini belum memenuhi standar. Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (2010) menyatakan

(2)

bahwa tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia saat ini masih rendah. Standar konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu 73 kilogram per kapita per tahun sedangkan di Indonesia saat ini tingkat konsumsi sayur dan buah hanya 40 kilogram per kapita per tahun. (Sadeli dan Utami 2012).

Konsumsi masyarakat terhadap buah-buahan yang cenderung mengalami peningkatan, membuat impor buah-buahan juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan gejala terjadinya pergeseran konsumsi buah, dari buah lokal menjadi buah impor. Perubahan gaya hidup (life style) masyarakat telah merubah pola dan gaya konsumsi produk-produk agribisnis yang telah meluas pada dimensi psikologis dan kenikmatan. Perubahan ini menyebabkan meningkatnya tuntutan keragaman produk dan keragaman kepuasan. (Deptan, 2006).

Pasar buah-buah impor di Indonesia akhir-akhir ini jumlahnya cenderung semakin meningkat. Menurut Setyabudi, dkk (2008), diantara negara negara pengimpor buah-buahan, impor dari Cina menduduki peringkat pertama dengan nilai impor Januari- September 2006 mencapai 134,6 juta Dolar AS atau meningkat 73,8 juta Dolar AS.

Menurut laporan dari Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia, impor produk hortikultura (buah dan sayur) yang dilakukan oleh Indonesia terhitung besar. Saat ini 85% dari seluruh produk Hortikultura yang beredar dan dinikmati oleh konsumen di Indonesia merupakan produk impor. Selain itu, jumlah impor produk tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Sebagai contoh, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor buah Indonesia dari Cina (sebagai

(3)

negara pemasok buah impor terbesar ke Indonesia sepanjang tahun 2011 dan periode Januari‐Februari 2012) mengalami kenaikan dari angka US$46,7 juta pada bulan Desember 2011 menjadi US$62,6 juta pada bulan Januari 2012 dan dari angka US$30 juta pada bulan Februari menjadi US$48,2 juta pada bulan Maret di tahun yang sama. Selain itu impor buah dari Thailand juga mengalami kenaikan dari angka US$10,95 juta pada bulan Juni 2012 menjadi US$35,07 juta pada bulan Juli 2012 dan mencapai angka US$40,55 juta pada bulan Agustus 2012 (Nisa, 2013).

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, bahwa produksi buah Indonesia pada 2010 sebesar 2,028 juta ton. Angka ini menurun menjadi 1,818 juta ton pada 2011. Sejauh ini pemerintah terus menaikkan izin impor hortikultura. Untuk tahun 2014, volume impor naik tiga kali lipat dari tahun lalu, yakni sekitar hampir 800 juta ton.

Faktor pendorong terjadinya impor buah antara lain produksi buah lokal yang masih terbatas sehingga memaksa masyarakat serta industri makanan dan minuman Indonesia untuk mengimpor. Hal ini mengakibatkan harga produk makanan dan minuman lokal mahal dan sulit bersaing dengan produk impor. Faktor lain, minat masyarakat terhadap buah impor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan buah lokal. Meskipun harga lebih tinggi, konsumen tidak ragu membeli apel impor karena melihat kualitas dan bentuk fisiknya yang jauh lebih menarik daripada apel lokal.

Jeruk adalah salah satu buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, selain rasanya yang manis, tampilannya menarik juga memiliki

(4)

berbagai macam manfaat bagi tubuh. Selain kaya vitamin dan mineral, jeruk juga mengandung serat makanan yang esensial (sangat dibutuhkan tetapi tidak dapat dibuat oleh tubuh) bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh normal. Masyarakat banyak mengkonsumsi jeruk karena harganya yang relatif terjangkau juga mudah didapat dimana-mana. Jeruk yang memiliki tampilan yang segar dan rasa yang manis akan menjadi pilihan yang paling utama.Terdapat dua macam jeruk ditinjau dari produksinya yaitu jeruk lokal dan jeruk import. Jeruk import kebanyakan menjadi pilihan konsumen karena tampilannya yang menarik dibanding jeruk lokal. Tetapi sebenarnya jeruk lokal memiliki rasa yang lebih manis. Kebanyakan jeruk yang dibeli masyarakat adalah jeruk impor mungkin karena masyarakat ingin menikmati rasa yang lebih enak dari jeruk lokal, biasanya rasa manis yang dicari oleh para konsumen. Rasa manis dari jeruk ini dipengaruhi oleh kadungan gula alami yang terkandung di dalammnya. Meskipun jeruk impor memiliki rasa yang lebih nikmat tapi jeruk lokal juga perlu dibudidayakan agar pertanian kita mengalami kemajuan ,untuk itu ada suatu keinginan kami untuk menganalisa kandungan (antiokisidan, vitamin c, dan serat kasar) dalam komoditi jeruk .

Badan Karantina Pertanian menyebutkan bahwa volume jeruk impor pada Januari-April 2011 sudah mencapai 50 persen dari total impor sepanjang 2010. Jeruk Mandarin pada kuartal pertama 2011 mencapai 77.502 ton, padahal untuk keseluruhan tahun 2010 mencapai 96.489 ton (Badan Karantina Pertanian). Sampai saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor khususnya untuk jenis keprok atau

(5)

mandarin, selama kurun waktu 2005 - 2010 mencapai 550.809 ton atau sekitar 91.802 ton per tahun dengan nilai mencapai US $ 650.128.774 (BPS, 2011).

Buah apel yang dibudidayakan di Indonesia mampu meraih selera pasar. Ini dibuktikan dengan pernyataan konsumen, bahwa rasa buah apel produksi dalam negeri mempunyai kualitas baik, cukup enak, lebih segar dan lebih renyah daripada apel yang berasal dari luar negeri (impor) (Permana, 2000).

Produk buah apel impor menguasai pangsa pasar di dalam negeri hingga 98%. Sedangkan buah apel lokal hanya mengisi pangsa pasar hanya 1-2% dari produksi Apel Malang. Apel adalah jenis buah-buahan subtropis. Sehingga Indonesia yang beriklim tropis harus mengimpor apel dari negara lain seperti Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Secara total pasar (market) apel impor di Indonesia dikuasai oleh Tiongkok 50%, AS 38%, Prancis 10%, dan sisanya Australia, Jepang dan Selandia Baru (Sirotuddin, 2015).

Mangga merupakan buah tropis yang kehadirannya di dunia perbuahan, Indonesia khususnya dan dunia umumnya, masih tetap populer. Bahkan saat ini pembudidayaannya sudah meluas ke berbagai belahan dunia. Kepopuleran buah mangga masih lebih bagus daripada buah apel, walaupun buah apel cukup digemari masyarakat luas. Karena kepopulerannya ini, tidak heran kalau sebagian besar masyarakat dunia menjuluki buah mangga sebagai king of the fruits (Iswanto, 2002).

Buah mangga umumnya dikonsumsi sebagai buah segar untuk mencuci mulut, selain dapat dimakan secara langsung, dapat juga diolah dalam bentuk sari

(6)

buah dan dapat pula buah mangga diawetkan dengan cara yang bermacam-macam seperti dikalengkan dan ada yang dikeringkan (Pracaya, 1983).

Mangga-mangga impor masuk ke Indonesia lantaran memberikan sesuatu yang sulit terpenuhi oleh mangga lokal, yakni rasa, kualitas, dan jaminan kontinuitas. Sebagai gambaran saat in impor mangga melonjak di atas 500% dibandingkan pada 2003 yang ban mencapai 350 ton per tahun. Mangga khioe sawoei (Thailand) dan irwin (Australia) paling banyak diimpor. Khioe sawoei misalnya disukai lantaran saat muda dan mengkal, rasa buahnya sudah manis. Produksi mangga lokal sebetulnya sangat besar. (Anonim, 2014).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 memperlihatkan produksi mangga di Indonesia mencapai 2,01.-juta ton. Volume produksi itu paling besar dibandingkan jenis-jenis buah populer lain seperti rambutan, nanas, durian, serta jeruk. Pulau Jawa menjadi penyumbang terbesar produksi itu sebesar 72,02% dan 27,98% berasal dari luar Pulau Jawa.

Zat yang terkandung didalam tiap jenis buah – buahan memiliki jumlah serta kadar yang berbeda – beda. Tiap buah tersebut memiliki karakteristik dan tingkat kematangan yang beragam sehingga membuat kandungan zat yang terdapat didalamnya juga berbeda – beda. Beberapa zat dan bahan yang terkandung didalamnya selain kandungan vitamin C diantaranya adalah kadar gula, total asam, pektin, dan serat kasar.

Buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan dan minuman. Buah-buahan merupakan menu yang hampir selalu terdapat dalam hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia, baik

(7)

dalam keadaan segar atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan dan minuman seperti jus, manisan, asinan, puding, kolak, gorengan, dan lain-lain. Akhir-akhir ini adanya perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan hampir di semua propinsi di Indonesia.

Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan. Sayuran dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah maupun setelah melalui proses perebusan. Sedangkan buah-buahan Indonesia merupakan negara yang kaya akan aneka macam buh-buahan. Akan tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi serat masyarakat Indonesia masih jauh dari kebutuhan serat yang dianjurkan yaitu 30 gram/hari, konsumsi serat rata-rata antara 9,9 – 10,7 gram/hari (Nainggolan, 2005).

Menurut Winarsi (2011), secara biologis pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat begitupun dengan sennyawa aktif lainnya yang berperan penting dalam kesehatan tubuh.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas, senyawa ini terbentuk di dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam-macam faktor (Winarsi, 2007).

(8)

Serangan radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai, yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif, hingga kanker. Oleh karena itu tubuh memerlukan substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa radikal bebas tersebut (widjaya, 2003).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui identifikasi masalahnya sebagai berikut :

1. Berapa kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga)?

2. Bagaimana perbandingan kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga)?

3. Apakah ada faktor yang kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga)?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan Tujuan dari penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui berapa kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga).

2. Untuk mengetahui perbandingan kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga).

(9)

3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga). 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah :

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan dan manfaat (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga).

2. Meningkatkan konsumsi buah-buahan.

3. Menginformasikan bahwa terdapat perbedaan kandungan (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga).

4. Meningkatkan pertanian buah lokal dari komoditi jeruk, apel, dan mangga. 1.5 Kerangka Penelitian

Banyak penyakit pada awalnya disebabkan karena reaksi oksidasi yang berlebihan, sehingga saat ini radikal bebas dan antioksidan banyak dibahas dan diteliti dalam dunia kedokteran dan kesehatan (Winarsih, 2007).

Radikal bebas adalah suatu molekul yang sangat reaktif dengan electron yang tidak memiliki pasangan pada orbit luarnya, sehingga akan mencari reaksi agar mendapatkan elektron pasangannya yang berujung pada kerusakan sel dan jaringan (Corwin, 2009).

Meningkatnya produksi dan menurunnya eliminasi radikal bebas bias berakibat terjadinya stres oksidatif sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Stress oksidatif juga dapat berkonstribusi pada proses penuaan dan

(10)

berbagai macam penyakit kronis seperti kanker dan neurodegenerasi (Kumar, 2007).

Senyawa kimia yang dapat menurunkan efek negatif dari radikal bebas adalah antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam hampir semua bahan pangan. Senyawa ini berfungsi untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan karena terjadinya reaksi oksidasi lemak atau minyak yang menjadikan bahan pangan berasa dan beraroma tengik (Andarwulan, 1995).

Tubuh didalam terdapat mekanisme kimiawi yang berperan dalam mengontrol stress oksidatif yaitu antioksidan (Corwin, 2009). Antioksidan yang ada dalam tubuh atau yang biasa disebut dengan antioksidan endogen yaitu enzim katalase, glutation peroksidase dan superoksida dismutase (Marks, 2000). Selain antioksidan yang terdapat secara alami dalam tubuh, juga terdapat antioksidan yang berasal dari diet sehari-hari atau antioksidan eksogen (Winarsih, 2007). Menurut National Cancer Institute (2004), beberapa sumber antioksidan eksogen, yaitu buah-buahan, sayur, biji-bijian karena mengandung vitamin E, vitamin A, vitamin C dan beta karoten.

Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi (Widjaya, 2003). Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan dari luar (Dalimartha, 1999).

(11)

Metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan produk makanan, dapat memberikan hasil yang bervariasi tergantung pada keberadaan radikal bebas tertentu yang digunakan sebagai reaktan. DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara luas digunakan untuk menguji kemampuan senyawa bertindak sebagai pencari radikal bebas atau donor hidrogen, dan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari makanan. Metode ini dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel (Prakash, 2001).

Pengujian ekstrak buah apel terhadap tikus dan mendapatkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai aktivitas antioksidan dan antiproliferasi yang tinggi terhadap kanker payudara (Wolfe, 2003).

Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau tidak langsung memberikan elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Zat ini berbentuk kristal dan bubuk putih kekuningan, stabil pada keadaan kering (Dewoto 2007).

Vitamin ini dapat ditemukan di buah citrus, tomat, sayuran berwarna hijau, dan kentang. vitamin ini digunakan dalam metabolisme karbohidrat dan sintesis protein, lipid, dan kolagen. Vitamin C juga dibutuhkan oleh endotel kapiler dan perbaikan jaringan. vitamin C bermanfaat dalam absorpsi zat besi dan metabolisme asam folat. Tidak seperti vitamin yang larut lemak, vitamin C tidak disimpan dalam tubuh dan diekskresikan di urine. Namun, serum level vitamin C yang tinggi

(12)

merupakan hasil dari dosis yang berlebihan dan diekskresi tanpa mengubah apapun (Kamiensky, 2006).

Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa beratom karbon 6 yang dapat larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak memiliki enzim gulonolaktone oksidase, yang sangat penting untuk sintesis dari prekursor vitamin C, yaitu 2-keto-1-gulonolakton, sehingga manusia tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya sendiri (Padayatti, 2003).

Vitamin C di dalam tubuh terdapat di dalam darah (khususnya leukosit), korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna melalui mekanisme transport aktif (Sherwood, 2000).

Vitamin C juga terkenal dengan fungsinya sebagai pencegah penuaan. Menurut Lohakare (1996), vitamin C bila dikonsumsi secara teratur dapat melindungi kulit dari proses oksidasi ataupun sengatan sinar ultraviolet, yang merupakan penyebab kerusakan kulit.

Secara signifikan, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa asupan vitamin C yang tinggi dari makanan, termasuk jeruk segar, dapat mencegah kenaikan LDL teroksidasi. Kadar LDL teroksidasi tinggi merupakan faktor utama berkembangnya penyakit jantung. Beberapa penelitian epidemiologi memang telah memperlihatkan hubungan signifikan antara asupan vitamin C dengan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Suryagama, 2009).

Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua yaitu serat pangan yang terlarut dan tidak terlarut. Didasarkan pada fungsinya di dalam

(13)

tanaman, serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a) polisakarida struktural yang terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pektat; (b) non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin; dan (c) polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar-agar (Kusnandar, 2010).

Komposisi kimia serat pangan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen-komponen dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, mucilage yang kesemuanyanya termasuk dalam serat pangan. Serat pangan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Serat pangan larut atau soluble dietary fiber, termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan bagian dalam dari sel pangan nabati. Serat ini banyak terdapat pada buah dan sayur, dan serat tidak larut (insoluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang banyak ditemukan pada seralia, kacang-kacangan dan sayuran (Santoso, 2010).

Serat makanan tidak sama pengertiannya dengan serat kasar atau crude fiber. Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku Daftar Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapatdijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan (Purnama, 2014).

Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (HSO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%). Serat kasar

(14)

merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat (Hunter, 2002).

Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen (Arif, 2006). Prinsipnya komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit adalah serat kasar dan abu sebagaimana pendapat Allen (1982) yang menyatakan bahwa serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih antara residu dengan abu adalah serat kasar.

Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990) 1.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam penelitian ini yaitu : Diduga (antioksidan, vitamin C, dan serat kasar) pada buah lokal dan impor (jeruk, apel, dan mangga) supermarket/hypermarket di Kota Bandung berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor geografis, lama distribusi,

(15)

dan jarak distribusi sehingga kandungan buah lokal lebih baik dibandingkan buah impor

1.7 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Juli di Laboratorium Penelitian Teknologi Pangan Universitas Pasundan Jl. Dr. Setiabudhi No. 193 Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa univariat menggunakan distribusi frekuensi dan prosentase didapatkan hasil peran keluarga pada pasien kusta di wilayah kerja puskesmas bendan dan

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya produksi merupakan biaya-biaya yang digunakan dalam proses produksi meliputi biaya bahan baku,

Penggunaan konsentrasi yang berbeda-beda pada bentonit sebagai clay mineral akan mempengaruhi sediaan masker wajah ekstrak buah stroberi (Fragaria vesca L.) bentuk

Karena itulah dibuatnya Peraturan Daerah mengenai ojek di beberapa daerah bisa dikatakan salah, namun benar dari segi kebijakan karena memang ojek begitu

Terutama bagi mahasiswa Program Studi Psikologi yang terkait erat dengan minat baca dan kemampuan mereka dalam kreativitas khususnya kreativitas verbal. Untuk dapat memperkaya

Untuk membuka kunci pemancar, tahan joystick ke kanan (ENTER) selama 5 detik dan ikuti petunjuk di layar... Menu

Kualitas hidup mempengaruhi kepercayaan diri, pemahaman, akses layanan kesehatan, perilaku pencegahan penularan penyakit, motivasi terhadap kepatuhan minum obat,

Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Manfaat 3 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu Option Proses Stokastik Model Black-Scholes Syarat Batas European