• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi adalah objek-objek disekitar kita, kita tangkap melalui alat-alat indra dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi adalah objek-objek disekitar kita, kita tangkap melalui alat-alat indra dan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar tentang Persepsi

1.1.Pengertian Persepsi

Persepsi adalah objek-objek disekitar kita, kita tangkap melalui alat-alat indra dan diproyeksikan pada bagian tertetu di otak sehingga kita dapat mengamati objek tersebut. Persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudia masuk kedalam otak (Sarwono, 2010).

1.2.Prinsip persepsi

Menurut Sarwono (2010) Organisasi dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip yaitu :

1. Wujud dan Latar

Objek-objek yang kita amati disekitar kita selalu muncul sebagai wujud dengan hal-hal lainya sebagai latar (ground). Namun, tidak selalu perbedaan wujud dan latar sejelas itu. Dalam gambar wujud dan latar, kita bias melihatnya sebagai dua wajah yang saling berhadapan latar belakang putih atau hitam. Bentuk seperti ini dinamakan ambiguous figure atau disebut juga multi stability dan sering terjadi sehingga terjadilah perbedaan persepsi atau miskomunikasi.

2. Pola Pengelompokkan

Dalam psikologi, cara manusia mengelompokkan apa yang dipersepsinya dengan mengikuti hokum tertentu yang dinamakan hukum gestalt atau hukum pragnanz. Termasuk di dalamnya adalah hukum kesamaan (law of similarity), hukum keutuhan (law of contiguity) , dan hukum kedekatan (law of proximity)

(2)

3. Ketetapan

Teori gestalt juga mengemukakan bahwa dari proses belajarnya, manusia cenderung akan mempersepsikan segala sesuatu sebagai sesuatu yabg tidak berubah, walaupun indra kita sebetulnya menangkap adanya perubahan. Dalam persepsi ada empat ketetapan dasar yang di kemukakan oleh psikologi gestalt, yaitu ketetapan warna, ketetapan bentuk, ketetapan ukuran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi antar individu dan antar kelompok yaitu : perhatian, set, kebutuhan sistem nilai, tipe kepribadian, dan gangguan kejiwaan (Sarwono, 2010)

2. Konsep Dasar tentang Perilaku 2.1.Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. (Notoatmodjo, 2012)

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini menjadi terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau stimulus organisme respons.

(3)

Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon yaitu Respondent respon, dan operant respon.

a. Respondent respons atau flexi, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eleciting stimulalation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena mencakup respon.

Menurut Notoatmodjo (2011) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka.

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik (practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

2.2.Domain perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan.

(4)

Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2011).

Notoatmodjo (2011), membagi perilaku manusia kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor).

Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:

2.2.1. Pengetahuan

Menurut Noatmodjo (2011), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu : Tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi ( application), analisa (analysis) , sintesis (synthesis), dan evaluasi.

2.2.2. Sikap

Sikap merupakan reksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Tingkatan dari pembentuk sikap yakni: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).

(5)

2.2.3. Praktik atau Tindakan

Menurut Notoatmodjo, (2011) untuk mewujudkan suatu sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkatan praktik atau tindakan, yaitu: persepsi (persepstion), respon terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), adopsi (adaption)

2.3.Pengukuran perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2011).

2.4.Perilaku kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2011), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3 aspek yaitu Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit, Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat dan Perilaku gizi (makanan) dan minuman.

(6)

3. Konsep Bedah Abdomen 3.1.Pengertian

Bedah abdomen adalah tindakan bedah besar yang menggunakan anestesi umum/ general anestesi, yang merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Bedah abdomen merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Ditambahkan pula bahwa tindakan bedah abdomen merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obstetri ginekologi.

3.2.Indikasi Bedah Abdomen

Indikasi dilakukan tindakan bedah abdomen menurut Smeltzer dan Bare (2001) adalah karena disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: trauma abdomen (tumpul atau tajam), Peritonitis, Perdarahan saluran pencernaan, sumbatan pada usus halus dan usus besar, masa pada abdomen, perforasi usus, pancreatitis, cholelithiasis.

3.3.Macam-macam Bedah Abdomen

Adapun tindakan bedah abdomen yang sering dilakukan adalah laparatomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, cholesistektomi, hepatektomi, splenektomi, kolostomi, dan fistulektomi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi/sayatan yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

(7)

4. KONSEP MOBILISASI DINI 4.1.Pengertian Mobilisasi Dini

Menurut Kozier (2011) mobilisasi adalah kemampuan menggerakkan anggota tubuh secara bebas dan normal sebagai hasil darienergi dan sebagai kebutuhan manusia.

4.2.Prinsip dan Tujuan Mobilisasi

Menurut Potter dan Perry (2006), mengemukakan bahwa mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan non verbal, pertahan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka system saraf, otot, skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.

4.3.Manfaat Mobilisasi

Menurut Potter dan Perry (2006) keuntungan yang dapat diperoleh dari mobilisasi bagi sistem tubuh adalahsebagai berikut :

a. Sistem Muskuloskeletal

Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat dipertahankan dengan melakukan latihan yang ringan dan dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan yang berat.

Dengan melakukan latihan, tonus otot dan kemampuan kontraksi otot meningkat. Dengan melakukan latihan atau mobilisasi dapat meningkatkan fleksibilitas tonus otot dan range of motion.

b. Sistem Kardiovaskular

Dengan melakukan latihan atau mobilisasi yang adekuat dapat meningkatkan denyut jantung (heart rate), menguatkan kontraksi otot jantung, dan menyuplai darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac output) meningkat karena aliran balik dari aliran darah. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac output) normal adalah 5 liter/menit, dengan mobilisasi dapat meningkatkan cardiac output sampai 30 liter/ menit.

(8)

c. Sistem Respirasi

Jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh paru (ventilasi) meningkat. Ventilasi normal sekitar 5-6 liter/menit. Pada mobilisasi yang berat, kebutuhan oksigen meningkat hingga mencapai 20x dari kebutuhan normal. Aktivitas yang adekuat juga dapat mencegah penumpukan sekret pada bronkus dan bronkiolus, menurunkan usaha pernapasan.

d. Sistem Gastrointestinal

Dengan beraktivitas dapat memperbaiki nafsu makan dan meningkatkan tonus saluran pencernaan, memperbaiki pencernaan dan eliminasi seperti kembalinya mempercepat pemulihan peristaltik usus dan mencegah terjadinya konstipasi serta menghilangkan distensi abdomen.

e. Sistem Metabolik

Dengan latihan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme, dengan demikian peningkatan produksi dari panas tubuh dan hasil pembuangan. Selama melakukan aktivitas berat, kecepatan metabolisme dapat meningkat sampai 20x dari kecepatan normal. Berbaring di tempat tidur dan makan diit dapat mengeluarkan 1.850 kalori per hari. Dengan beraktivitas juga dapat meningkatkan penggunaan trigliserid dan asam lemak, sehingga dapat mengurangi tingkat trigliserid serum dan kolesterol dalam tubuh.

f. Sistem Urinary

Karena aktivitas yang adekuat dapat menaikkan aliran darah, tubuh dapat memisahkan sampah dengan lebih efektif, dengan demikian dapat mencegah terjadinya statis urinary. Kejadian retensi urin juga dapat dicegah dengan melakukan aktivitas.

4.4.Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Menurut Potter dan Perry (2006) Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: Sagital, frontal, dan

(9)

transversal. Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligament, otot, dan kontruksi Sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan.

Menurut Carpenito (2000, yang dikutip oleh Rismalia, 2010), terdapat tiga rentang gerak dalam mobilisasi dini yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien berbaring sambil menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.

4.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Menurut Kozier (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah : a. Gaya Hidup

Istilah gaya hidup merupakan prinsip yang dapat dicapai sebagai landasan untuk memahami perilaku seseorang yang melatarbelakangi sifat khas seseorang, terlihat dari beberapa pengertian yang diungkapkan di bawah ini. Menurut Adler dalam Hall (1993) mendefinisikan gaya hidup sebagai sistem utama yang memungkinkan berfungsinya kepribadian individu sebagai keseluruhan yang menggerakkan bagian-bagiannya.

(10)

b. Proses Penyakit dan Injury

Proses penyakit adalah keadaan dimana seseorang sedang menderita suatu penyakit tertentu. Keadaan tersebut mengakibatkan keadaan kesehatan seseorang menjadi terganggu sehingga sulit melakukan aktivitas seperti biasa. Ada kalanya pasien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu. Hal tersebut dikarenakan kondisi fisik pasien yang lemah dan energi yang kurang menyebabkan pasien beristirahat di tempat tidur dan tidak dapat melakukan mobilisasi.

c. Kebudayaan

Menurut Berger kebudayaan adalah produk manusia; produk itu lalu menjadi kenyataan objektif yang kembali mempengaruhi yang menghasilkannya (Lawang, 1994). Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa manusia berposisi sebagai subyek yang menghasilkan kebudayaan sebagai obyek. Tetapi setelah kebudayaan itu menjadi obyek, dengan sendirinya ia akan mempengaruhi manusia dan kehidupan lingkungannya.

d. Tingkat Energi

Seseorang yang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang yang dalam kondisi sehat. Untuk itu asupan makanan yang bergizi sangat diperlukan bagi orang yang sedang sakit apalagi orang yang baru menjalani tindakan operasi agar energi atau tenaga orang tersebut dapat kembali optimal sehingga dapat melakukan mobilitas sebagaimana yang dianjurkan

4.6. Pergerakan dan Mobilisasi

Dorong klien untuk berbalik dari satu sisi ke sisi lain setidaknya setiap 2 jam. Membalikkan posisi tubuh secara bergantian dapat meningkatkan ekspansi paru secara maksimal karena paru-paru berada paling diatas. Hindari meletakkan bantal atau bantal

(11)

guling dibawah lutut karena tekanan pada pembuluh darah popliteal dapat mengganggu sirkulasi darah ke dan dari ekstremitas bawah (Kozier, 2011)

Menurut Potter dan Perry (2006), Latihan Rentang Gerak Dalam Mobilisasi Dini terdiri dari : Fleksi, Ekstensi, Adduksi, Abduksi, Supinasi, Pronasi, Dorsifleksi, Plantarfleksi, Inversi, Eversi

4.7.Tahap-Tahap Mobilisasi Dini pada Pasien Paska Operasi

Untuk mencegah komplikasi pada pasien paska operasi, pasien harus melakukan mobilisasi dini sesuai dengan tahapannya. Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun ambulasi harus tetap dilakukan secara hati-hati (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut Waher, Salmond dan Pellino (2002, yang dikutip oleh Eldawati 2010), pada pasien dengan keterbatasan beban pada tubuh, mulai latihan ambulasi dengan bantuan alat gerak.

Untuk meyakinkan pasien aman atau selamat selama latihan melangkah maka respon kardiovaskular harus dikaji, karena latihan seperti berpindah atau turun naik tangga adalah sebagian dari proses rehabilitasi dan membutuhkan pengkajian hemodinamik. Hal ini harus diperhatikan, bahwa kondisi medis harus selalu stabil karena latihan tidak bisa dilakukan pada kondisi kronis seperti Cronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) dan Coronary Arteri Disease (CAD).

Tujuan tahapan ambulasi ini adalah untuk mencapai fungsi yang independen pada ambulasi merupakan usaha aktif yang dilakukan oleh pasien.

(12)

Menurut Cetrione (2009, dalam Rismalia, 2010) tahap –tahap mobilisasi dini pasien paska operasi meliputi:

a. Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.

b. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakkan.

c. Pada hari kedua paska operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di kamar atau bangsal tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ke toilet atau kamar mandi sendiri. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa segera mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien paska operasi untuk mengembalikan fungsi pasien kembali normal.

Referensi

Dokumen terkait

Khusus pada ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perpres 14/2021 pada frasa “prinsip tata kelola’’ dalam hal ini makna hukum pada frasa “prinsip tata kelola’’ tersebut menimbulkan

Salah satu hal yang berbeda antarsatu ruangan dengan ruangan lain adalah adanya perbedaan tingkat kepuasan kerja perawat dengan lima dimensi kepuasan kerja perawat yakni

Pada kondisi tertentu media ini dapat dimodifikasi dengan cara mengambil sebagian (membelah) misal mesin, contoh (spacimen) dan pameran (exhibit) misalnya

Jawaban saudara saksi “Atas informasi yang saya terima dari saudara Margo Santoso, kemudian saya memanggil saudara Budi Harsono, yang selanjutnya setelah saya bertemu dengan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, hal ini diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan. Individu

Association between gestational age and birth weight on the language development of Brazilian children: a systematic review.. Early Language Learning and Literacy:

Bahan Bakar Nabati dari nyamplung ( Calophyllum inophyllum Linn dapat digunakan sebagai subsitusi minyak tanah ( biokerosene ) dan substitusi minyak solar ( biodiesel ).

Data lain juga menunjukkan, responden yang mengikuti FKK memiliki kesadaran lebih tinggi akan pentingnya baik evange- lisasi ke dalam maupun keluar (20%) dibandingkan dengan