BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk
memperoleh keuntungan dan untuk meningkatkan kemakmuran pemilik atau para
pemegang saham. Namun terkadang dalam menjalankan aktivitas perusahaan,
para manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai tujuan yang berbeda
dengan perusahaan lainnya terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan
kompensasi yang akan diterima, sehingga akan menyebabkan jatuhnya harapan
investor tentang pengembalian (return) atas dana yang telah mereka tanamkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu sistem yang dapat menjembatani
pemisahan kepentingan antara pemilik dan pengelola di dalam suatu perusahaan.
Pemisahan ini diharapkan dapat mensejajarkan kepentingan pemilik atau
pemegang saham dengan kepentingan manajer selaku pengelola perusahaan.
Sistem tersebut adalah pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance - GCG) yang diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return
atas dana yang telah mereka investasikan.
Menurut kajian yang dilakukan Berledan Means (dalam Mulyati, 2011) isu
corporate governance dilatar belakangi adanya teori agency (Agency Theory) yang menyatakan bahwa permasalahan agency (agency problem) muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan terpisah dari pemiliknya. Dewan komisaris yang
mengurus jalannya perusahaan dalam mengambil keputusan atas nama pemilik,
namun agent tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham (pemilik).
Menurut Tjager et al. (dalam Mulyati, 2011), agency problem yang muncul sebagai akibat adanya hubungan antara agent dengan pemilik ketika timbul konflik kepentingan antara pemilik atau pemegang saham dan para direksi
(top management). Para pemilik mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang sesungguhnya dikerjakan manajemen dan juga ketika pemilik dan direksi
mempunyai sikap yang berbeda terhadap resiko.
Konflik kepentingan tersebut dapat diminimalkan dengan suatu
mekanisme yang mampu mensejajarkan kepentingan pemegang saham selaku
pemilik dengan kepentingan manajemen. Mekanisme tersebut dikenal sebagai tata
kelola perusahaan yang baik (GCG) yaitu mekanisme untuk mengendalikan,
mengatur dan mengelola bisnis untuk meningkatkan kemakmuran dan
akuntabilitas perusahaan yang pada akhirnya mewujudkan shareholder value. Disamping itu GCG berperan sebagai alat untuk menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat ini tergantung pada efektifitas penerapan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik didalam sebuah perusahaan (Surya, 2008).
Lemahnya penerapan good corporate goverance (GCG) sering disebut sebagai penyebab krisis keuangan di negara-negara di Asia, hal ini dikarenakan
semakin terpisahnya hubungan para pemegang saham dengan manajemen,
kurangnya transparan perusahaan dalam pelaporan kinerja keuangan, semakin
kelangsungan hidup perusahaan dan tidak efektifnya komite pengawas. Hal ini
akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuan baik jangka pendek
maupun jangka panjang, yaitu profit dan market value yang maksimal (Daniri, 2000).
Pendapat ini juga didukung oleh Newel dan Wilson (dalam Sabrinna,
2010) dalam artikelnya yang berjudul A Premium for Good Governance yang menyatakan bahwa secara teoritis praktek good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan diantaranya meningkatkan kinerja keuangan,
mengurangi resiko yang muncul akibat tindakan pengelola yang cenderung
menguntungkan diri sendiri.
Menurut Kaihatu (2006), ada dua alasan utama yang menyebabkan
pelaksanaan good corporate governance di kalangan perusahaan tercatat masih amat marjinal, yaitu (1) mayoritas perusahaan yang tercatat di PT. Bursa Efek
Indonesia (PT. BEI) merupakan perusahaan milik keluarga; (2) praktik-praktik
ketidakjujuran dalam mengelola perusahaan sudah berlangsung cukup lama,
sehingga tidaklah mudah untuk menghilangkannya. Kaihatu (2006) juga
menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitian lembaga independen
menunjukkan bahwa pelaksanaan good corporate governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa
perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki corporate culture sebagai inti dari good corporate governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat
Sejak tahun 2000, Bapepam bersama dengan pihak-pihak yang terkait
lainnya, terlibat aktif dalam kegiatan yang mendorong penerapan prinsip-prinsip
good corporate governance kepada semua pelaku pasar di pasar modal indonesia. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance diyakini dapat membangun serta mewujudkan kinerja perusahaan yang lebih baik sehingga tercipta pasar
modal yang sehat.
Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang
menentukan arah kinerja perusahaan. Isu mengenai corporate governance mulai mengemuka, khususnya di Indonesia pada tahun 1998 ketika Indonesia
mengalami krisis yang berkepanjangan. Banyak pihak yang mengatakan lamanya
proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan
dalam praktek corporate governance.
Penerapan good corporate governance (GCG) merupakan upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda
Indonesia. Peran dan tuntutan investor dan kreditor asing mengenai penerapan
prinsip good corporate governance merupakan salah satu faktor dalam pengambilan keputusan berinvestasi pada suatu perusahaan. Penerapan prinsip
good corporate governance dalam dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan zaman agar perusahaan-perusahaan yang ada jangan sampai terlindas oleh
governance (GCG) pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan.
Adapun prinsip-prinsip utama dari good corporate governance yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah :
1. fairness (kewajaran),
2. disclosure/transparency (keterbukaan / transparansi), 3. accountability (akuntabilitas),
4. responsibility (responsibilitas), dan 5. independency (kemandirian).
Salah satu upaya Bapepam untuk menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance yaitu dengan mengeluarkan aturan yang mewajibkan setiap perusahaan publik untuk memiliki komisaris independen, direktur independen,
komite audit, sekretaris independen dan komite renumerasi dalam rancangan
undang-undang (RUU) Pasar Modal.
Secara umum penerapan prinsip-prinsip good corporate governance
secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut :
1. memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing,
2. mendapatkan cost of capital yang lebih murah,
3. memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan,
4. meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap
5. melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Isu yang penting dan kontroversial mengenai corporate governance adalah mengenai struktur kepemilikan saham yang terkait dengan peningkatan kinerja
perusahaan. Kemungkinan suatu perusahaan berada padaposisi tekanan keuangan
juga banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan tersebut. Struktur
kepemilikan tersebut menjelaskan komitmen dari pemiliknya untuk
menyelamatkan perusahaan (Wardhani, 2005) dalam (Dini, 2010).
Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan.
Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan
perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik
dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Widyastuti,
2004) dalam (Dini, 2010).
Pengelolaan good corporate governance juga tidak lepas dari berperannya organ tambahan seperti yang telah diatur oleh Bapepam yaitu: komisaris
independen, direktur independen, komite audit, dan sekretaris perusahaan.
Organ-organ tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerapan good corporate governance di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia serta meningkatkan perlindungan bagi kreditor.
Adanya komisaris independen tidak terlepas dari keberadaan komisaris
(pada umumnya). Organ ini bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam
berbagai kepentingan para pihak, yaitu pemegang saham utama, direksi,
komisaris, manajemen, karyawan, maupun pemegang saham publik. Direktur
independen bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan apakah sudah
sesuai dengan seluruh ketentuan yang berlaku dalam Anggaran Dasar dan
peraturan perundangan yang berlaku. Komite audit bertanggung jawab dalam
melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan
pengelolaan perusahaan serta mengawasi laporan keuangan perusahaan.
Return on assets (ROA) digunakan sebagai salah satu alat untuk melakukan pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang menunjukkan
kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang
dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba.
Laporan keuangan adalah sebuah produk informasi yang dihasilkan yang
sangat penting yang berkaitan dengan kondisi perusahaan sehingga dalam
penyusunannya tidak bisa terlepas dari proses penyusunannya. Oleh karena itu,
setiap kebijakan dan keputusan yang diambil dalam proses penyusunan laporan
keuangan akan sangat mempengaruhi sekali dalam penilaian kinerja perusahaan.
Industri Manufaktur merupakan bidang yang menjanjikan untuk
berkembang di Indonesia. Namun berdasarkan data Bursa Efek Indonesia ada
beberapa perusahaan Manufaktur yang tidak memberikan informasi mengenai
kondisi perusahaan kepada publik sebagai wujud tanggung jawab atas
pengelolaan perusahaan sehingga ada beberapa manajer yang mungkin dapat
investor. Hal ini menarik untuk diteliti karena informasi tersebut berkaitan dengan
citra perusahaan.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh pengaruh
good corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005), dengan judul
“Hubungan Antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan”. yaitu meneliti mengenai hubungan antara good corporate governance yang diwakili oleh proksi disclosure laporan keuangan dan
accruals terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan variabel independen yang terdiri dari: struktur kepemilikan, discretionary accrual sebagai proksi manipulasi laba yang mencerminkan akuntanbilitas, serta voluntary disclosure sebagai proksi transparency dan yang menjadi variabel dependennya yaitu kinerja perusahaan. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini
yaitu analisis diskriptif statistik, uji asumsi klasik, dan pengujian regresi.
Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan, antara lain yaitu tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan,
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen laba dengan kinerja
perusahaan, dan terdapat hubungan yang signifikan antara disclosure dengan kinerja perusahaan.
Disamping itu penelitian Nur’aeni (2010) yang berjudul “Pengaruh
Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Kinerja Perusahaan”. Penelitian ini
menggunakan variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan
sebagai variabel dependen. Kinerja perusahaan diukur dengan Return on Assets
(ROA). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling
dan model analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Adapun
hasil dari penelitiannya adalah kepemilikan institusional dan kepemilikan asing
dalam perusahaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Aji (2012) berjudul “Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji corporate governance terhadap earning management. Variabel independen dalam penelitian ini merupakan struktur corporate governance yaitu ukuran dewan direksi, dewan komisaris independen, reputasi auditor, komite
audit, dan ukuran perusahaan. Variabel dependen pada penelitian ini adalah
earning management yang diukur dengan menggunakan discretionary accrual.
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
(Bursa Efek Indonesia) dalam periode 2008-2010. Metode pengumpulan data
menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran
dewan direksi dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings management . Sedangkan dewan komisaris independen, reputasi auditor, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap earnings management.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul yaitu:
Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat dua permasalahan yang
dapat dikemukakan pada penelitian ini.
1. Apakah kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan
direksi, ukuran komite audit dan struktur kepemilikan secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan?
2. Apakah kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan
direksi, ukuran komite audit dan struktur kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Sebagaimana telah dinyatakan dalam rumusan masalah diatas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris
mengenai :
1. pengaruh secara parsial kepemilikan publik, ukuran dewan komisaris,
ukuran dewan direksi, ukuran komite audit dan struktur kepemilikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan;
2. pengaruh secara simultan kepemilikan publik, ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, dan struktur
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih
baik kepada berbagai kalangan, yaitu bagi peneliti, peneliti selanjutnya,
perusahaan, dan pemegang kepentingan.
1. Peneliti
Diharapkan menjadi sarana pengembangan terhadap ilmu pengetahuan
yang pernah di peroleh dari jenjang perguruan tinggi yang berfokuskan
pada akuntansi keuangan.
2. Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi dan bahan
pembanding bagi peneliti selanjutnya terhadap jenis materi yang sama
sehingga keterbatasan yang ada pada penelitian ini dapat lebih
disempurnakan.
3. Perusahaan
Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi yang dapat
menjadi dasar pertimbangan dan evaluasi atas kebijakan manajemen
atau perusahaan yang terkait dengan nilai perusahaan.
4. Pemegang kepentingan (Stakeholders)
Stakeholders menjadi pihak yang penting akan keberadaan suatu perusahaan. Sehingga Stakeholders perlu mengetahui segala informasi yang terkait dengan corporate governance, yang dapat mempengaruhi
1.4 Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penelitian Pengaruh Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah:
BAB I : Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penelitian.
BAB II : Landasan Teori yang terdiri atas teori-teori yang relevan
yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang
variabel-variabel yang diteliti dan teori-teori lain yang berasal dari
penelitian yang telah ada sebelumnya.
BAB III : Metode Penelitian yang terdiri atas jenis dan sumber data,
sampel, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data,
defenisi operasional, variabel penelitian, pengukuran
variabel, dan metode analisis data.
BAB IV : Pembahasan yang terdiri atas hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis.