BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala
tatanan kehidupan kenegaraan. Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi
adalah masyarakat kecewa kepada pemerintah. Pemerintah tidak mampu
memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat sebagai pemilik
kedaulatan sudah tidak memiliki haknya lagi. Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan1
Dalam perkembangan terakhir di Indonesia perhatian pemerintah terhadap
pelaksanaan pelayanan publik telah mulai mengemuka. Bahkan pemerintah pusat
berkomitmen untuk memperbaiki citra pemerintah melalui pelaksanaan pelayanan
publik oleh setiap unsur pemerintahan melalui program kompetisi pelaksanaan
pelayanaan publik bagi pemerintah daerah pada setiap tahunnya. Untuk itu
langkah awal adalah dengan mempersiapakan seluruh aparaturnya untuh merubah
mindset atau pola pikir birokrat yang selama ini bersikap dan berperilaku sebagai penguasa, mengarah kepada terbentuknya sikap dan perilaku birokrat sebagai
pelayan atau hamba masyarakat (publik service)
Kantor Camat Medan Selayang yang beralamat di Jalan Bunga Cempaka
No 54 Pasar 3 Padang Bulan, Provinsi Sumatera Utara merupakan instansi
1
pemerintah yang bertugas untuk melayani kebutuhan masyarakat Kecamatan
Medan Selayang. Berbagai kepentingan publik dikerjakan dan diurus di kantor
camat ini. Kantor Camat ini mengurus berbagai kebutuhan masyarakat, seperti
urusan kependudukan, pendidikan, perhubungan, kesehatan, dan berbagai
kebutuhan publik lainnya. Sebagai instansi pemerintahan kantor camat ini juga
pernah mengalami masalah dari beberapa corak pemerintah yang buruk, seperti
relasi antara pemerintah dan rakyat yang masih kuat berpola serba negara, kultur
pemerintahan sebagai tuan dan bukan pelayan, patologi pemerintahan dan
hubungan antara atasan dengan bawahan dalam birokrasi, maupun aparat birokrasi
yang menganggap dirinya atasan dan masyarakat bawahannya, dan masih adanya
diskriminasi pelayanan publik berdasarkan diskriminasi suku, agama, jabatan, dan
juga status sosial dalam masyarakat. Banyaknya keluhan masyarakat terhadap
pungutan liar dan administrasi yang berbelit – belit yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah. Hal ini mungkin yang sudah menjadi tradisi atau budaya aparatur
pemerintah di Kecamatan Medan Selayang secara turun- temurun. Tidak hanya itu
pertanggung jawaban pegawai dalam masalah pembuatan Kartu keluarga juga
masih banyak di jumpai kendala seperti tidak adanya kepastian waktu, dan tidak
adaknya keterbukaan biaya pembuatan dan bagan alir/proses pembutan kartu
keluarga2
Akuntabilitas dan transpransi seharusnya sudah diketahui, dipahami dan
diterapkan oleh semua instansi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat maupun
di daerah. Karena itu, Kantor Camat Medan Selayang sebagai kantor
pemerintahan sedang berusaha untuk memperbaiki citra pelayanan publik di mata
2
masyarakat. Saat ini pemerintahan Kantor Camat Medan Selayang sedang
berupaya menerapkan paradigma Good Governance khususnya penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pemerintahannya. Akuntabilitas dan
transpransi sangat lah penting diterapkan di kantor Camat Medan Selayang
sebagai laporan atau tolak ukur dalam setiap pembuatan kartu keluarga. Misalnya
saja untuk membuat sepuluh kartu keluarga aparatur pemerintah bisa
menyelesaikam dalam waktu tiga hari. Dengan adanya penerapan akuntabilitas
pegawai akan lebih memperbaiki kinerjanya untuk dapat menyelesaikan
pembuatan kartu keluarga dengan waktu yang cepat. Setiap kantor pemerintahan
pasti memiliki cara tersendiri untuk mewujudkna good governance khususnya akuntabilitas dan transpransi dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelayan publik.
Begitu juga dengan Kantor Camat Medan Selayang. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian
sebagai berikut “Penerapan Akuntabilitas Dan Transparansi Dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Pembuatan Kartu Keluarga di Kantor Camat Medan Selayang Kota Medan)”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian diatas, maka
yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah:
1 Bagaimana penerapan akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu
keluarga di Kantor Camat Medan Selayang?
2 Apakah hambatan – hambatan yang dihadapi dalam penerapan akuntabilitas
dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor Camat Medan
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang proses dan situasi terkini penerapan
akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor
Camat Medan Selayang.
2. Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang dihadapi dalam penerapan
akuntabilitas dan transpransi dalam pembuatan kartu keluarga di Kantor
Camat Medan Selayang.
1.4. Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian, peneliatian ini
juga bermanfaat. Adapun manfaat yang dicapai oleh penulis adalah:
1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan penulis menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa
permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitanya dengan ilmu yang
di dapat dalam perkuliahan.
2. Bagi instansi terkait, penelitian diharapakan menjadi masukan yang berguna
bagi instansi itu sendiri
3. Bagi Departemen ILmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dn Politik
Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
melengkapi ragam penelitian yang telah dilakukan oleh para mahasiswa serta
dapat menjadi bahan masukan bagi Fakultas dan diharapkan dapat menjadi
1.5. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori – teori yang akan
menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.
Setelah masalah penelitian dirumuskan maka selanjutnya adalah mencari teori –
teori, konsep – konsep, dan generalisasi – generalisasi hasil penelitian yang dapat
dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian3
Teori – teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah:
1.5.1. Good Governance
1.5.1.1 Pengertian Good Governance
Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa Inggris menjadi Govern, yang berarti steer (menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa Inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan4. Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi investasi yang langka, dan penghindaran korupsi
baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas
kewiraswastaan5
Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefenisikan good
governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan .
3
Sugiono.Metode Penelitian Administrasi Negara.Bandung, Alfabed , 2005, hal.55.
4
Djohan. Fenomena Etnosentrisme dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.Jakarta, LIPI Press, 2007, hal 131.
5
bertanggung jawab, serta efisiensi dan efektif dengan menjaga kesinergisan
interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan
masyarakat6
Organization of Economic Corporation and Development (OECD) dan
World Bank mensinonimkan Good Governance dengan penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan
demokrasi dan pasar yang efisiean, penghindaran salah alokasi, dana investasi
yang langka, pencegahan korupsi, baik secara politk maupun administratif.
Secara teoritis, good governance sendiri dapat diberi arti sebagai suatu proses
yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan
yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi
keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik berserta
seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka dalam
sistem pemerintahan .
7
Munculnya konsep Good Governance untuk dilaksanakan di dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilatarbelakangi oleh
banyak faktor. Namun demikian, salah satu faktor terbesar adalah
ketidakberdayaan pemerintah negara-negara berkembang dalam menghadapi
era globalisasi yang penuh dengan hiperkompetisi. Pemerintah tidak lagi
menjadi pemain tunggal, tetapi mengharapkan peran lebih besar dari sektor
swasta dan masyarakat sipil. .
Secara umum kualitas Good Governance dapat tercapai apabila
pemerintah dan instansi publik lainnya secara keseluruhan mampu bersikap
terbuka terhadap ide dan gagasan baru dan responsif terhadap kepentingan
6
Agung Kurniawan.Transformasi Pelayanan Publik. Jakarta, Pembaruan, 2005, hal 16.
7
masyarakat. Responsivitas akan meningkat jika masyarakat memiliki informasi
yang lengkap mengenai proses dan implementasi kebijakan pemerintahan dan
pembangunan8
1.5.1.2 Prinsip – Prinsip Good Governance
.
Menurut UNDP melalui Lembaga Administrasi Negara yang dikutip
Tangkilisan9
a. Partisipasi
mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang
dikembangkan dalam pemerintahan yang baik (good governance) adalah sebagai berikut:
Setiap orang atau warga negara baik laki-laki maupun perempuan
harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan,
sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Partisipasi
yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat
dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi.
b. Aturan Hukum (Rule of Law)
Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah
berkeadilan ditegakkan dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama tentang aturan hukum tentang hak asasi manusia.
c. Transparansi
Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran
informasi berbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus dapat
8
Sinambela. Reformasi Kebijakan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta, PT. Bumi Aksara,2008, hal.51.
9United National Development Program (UNDP).
diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan
informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan
evaluasi.
d. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk
melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stake holders). e. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai
konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan
masing-masing pihak, dan jika mungkin juga dapat diberlakukan terhadap
berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
f. Berkeadilan (Equity)
Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama
baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk
meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
g. Efektivitas dan Efisiensi
Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk
menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan
melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang
tersedia.
Para pengambil keputusan (decision makers) dalam organisasi sektor pelayanan, dan warga negara madani memiliki pertanggung jawaban
(akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum) sebagaimana halnya kepada para pemilik (stake holders). Pertanggung jawaban tersebut berbeda-beda, bergantung pada jenis keputusan organisasi itu
bersifat internal atau bersifat eksternal.
i. Bervisi Strategis
Para pimpinan dan warga negara memiliki perspektif yang luas dan
jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik
(good governance) dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
j. Saling Keterkaitan
Keseluruhan ciri good governance tersebut diatas adalah saling memperkuat dan saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Misalnya,
informasi semakin mudah diakses berarti transparansi semakin baik,
tingkat partisipasi akan semakin luas, dan proses pengambilan
keputusan akan semakin efektif.
Penerapan good governance kepada pemerintah adalah ibarat warga
negara memastikan bahwa mandat, wewenang, hak dan kewajiban
telah dipenuhi sebaik-baiknya. Disini pula kita melihat bahwa arah ke
depan good governance adalah pemerintahan yang profesional yaitu
mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan, yang mampu mentransfer
ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam pelaksanaannya
Tujuan dari good governance adalah untuk menjalankan pekerjaan
pemerintah yang baik yang bersih berdasarkan hukum yang berlaku
agar tidak terjadi penyimpangan atau penyelewengan dalam
pelaksanaan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
1.5.2. Akuntabilitas
1.5.2.1 Pengertian Akuntabilitas Pusdiklat BPKP10
Menurut Starling dalam Kumorotomo
, memandang bahwa Semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bersih (good governance dan clean government) telah mendorong
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat,
teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP). Menurut BPKP, Akuntabilitas dipandang
sebagai perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan
akuntabilitas kinerja secara periodik.
11
10
LAN-BPKP. Akuntabilitas dan Good Governance, Jakarta : LANRI,2000
mengatakan bahwa
akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik. Kesulitan
untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap kualitas
pelayanan publik terutama disebabkan karena sosok pemerintah itu sendiri
tidak tunggal. Untuk itu diperlukan sistem akuntabilitas bagi lembaga
11
pemerintah yang memadai sebagai syarat penting peningkatan kualitas
layanan publik.
Menurut Dwiyanto12, birokrasi weberian memandang akuntabilitas
secara sederhana, yaitu sebatas hubungan bawahan dengan atasannya.
Akuntabilitas seorang aparat birokrasi adalah pertanggungjawabannya
kepada atasan, bukan kepada kolega, kelompok dan organisasinya. Model
seperti ini membuat kepedulian terhadap kepentingan dan misi organisasi
menjadi rendah. Denhardt dalam Kumorotomo13 menawarkan literatur
akuntabilitas dikaitkan dengan kualitas subyektif, berupa tanggung jawab
para pejabat publik dan di lain pihak banyak menyebut pentingnya kontrol
struktur yang menjamin pertanggung jawaban tersebut. Di sisi lain,
Dwiyanto14
Sampai saat ini, menurut Kumorotomo
membagi kepercayaan ke dalam dua jenis yaitu political trust
dan social trust. Dalam perspektif politik, kepercayaan terjadi ketika warga
menilai lembaga pemerintah dan para pemimpinya dapat memenuhi janji,
efisien, adil dan jujur.
15
12
Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2010
banyak perilaku birokrat
yang masih berorientasi pada kekuasaan bukannya kepentingan publik
ataupun pelayanan publik serta adanya perbedaan yang besar antara apa
yang dimaui oleh rakyat dengan apa yang diputuskan oleh pembuat
kebijakan. Kegagalan administrasi publik dalam menjembatani kepentingan
elit politik dan rakyat pada umumnya, mendorong rakyat agar birokrasi
menjadi netral. Dengan adanya kontrol dan akuntabilitas yang kuat,
diharapkan rumusan kebijakan oleh birokrat tidak lagi berorientasi sempit
semata.
1.5.2.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan,
baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pertanggung jawaban pelayanan publik16
1. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik
meliputi :
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan
proses yang antara lain meliputi: tingkat ketelitian, profesionalitas
petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan dan
kedisiplinan.
b. Akuntabilitas kinerja harus sesuai dengan pelayanan publik yang telah
ditetapkan.
c. Standar pelayanan harus dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka
baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit
pelayanan instansi pemerintah, apabila terjadi penyimpangan dalam
hal pencapaian standar harus dilakukan upaya perbaikan
d. Masyarakat melakukan penilain terhadap kinerja pelayanan secara
berkala
e. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian
dalam pelayanan publik
2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik
16
a. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang telalah ditetapkan
b. Pengaduan Masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya
pelayanan publik harus ditangani oleh petugas/pejabat yang ditunjuk
berdasarkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang
3. Akuntabilitas Produk Pelayanan
a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggung jawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk
pelayanan
b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhanan dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan syah
1.5.2.3 Mekanisme Dan Pengembangan Akuntabilitas
Sedangkan BPKP17, melihat bahwa dalam pelaksanaan akuntabilitas
di instansi pemerintah, harus memegang teguh tiga prinsip yaitu pertama, Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang
bersangkutan; kedua, Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku ; ketiga, menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
17
Tatag Wiranto18
1. Kontrol Legislatif: Legislatif melakukan pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika
komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat
meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan
responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat),
mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investigasi,
dan menegakkan kinerja.
mengatakan metode untuk menegakan akuntabilitas
antara lain:
2. Akuntabilitas Legal: Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara
hukum. Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang
didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang
dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan
semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung jawabannya di depan
pengadilan atas semua tindakannya.
3. Ombudsman: Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu
konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak
masyarakat. Ombudsmen mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan
investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana keluhan
tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat.
4. Desentralisasi dan Partisipasi: Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga
dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan
18
partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas
pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para
birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal.
Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus
pemerintah pusat. Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem
yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal.
5. Kontrol Administratif Internal: Pejabat publik yang diangkat sering
memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena
relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya,
kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat
mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan
dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem
inspeksi.
6. Media massa dan Opini Publik: Hampir di semua konteks, efektivitas
berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan
di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik.
Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat
mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan
penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3
faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik.
Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam
konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur
dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi
wanita, lembaga konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah
adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui
konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya
mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian
sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah
yang seharusnya dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran,
akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragam
informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang
dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa
akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di
samping kesiapan untuk menjalankannya
1.5.3 Transpransi
1.5.3.1 Transpransi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik
adalah terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti19
19
Winarsih, Septi Atik & Ratminto. Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizens Charter dan Standart Pelayanan.Yogyakarta:Pustaka Belajar,2005,hal.19
.
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
perundang-undangan20
Di Indonesia, penyelenggaraan pelayanan publik secara umum
didasarkan pada filosofi dari UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004.
Khusus untuk kebijakan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dijabarkan dalam Kep. Menpan RI No. KEP/26/ M.PAN/2/ 2004 . Jadi secara konseptual, transparansi dalam
penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan.
21
Selanjutnya, sepuluh dimensi atau kondisi aktual yang diharapkan
terjadi dalam transparansi penyelenggaraan pelayanan publik
.
Maksud ditetapkan keputusan tersebut adalah sebagai acuan bagi seluruh
penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi
pelayanan yang meliputi pelaksanaan prosedur, persyaratan teknis dan
administratif, biaya, waktu, akta/janji, motto pelayanan, lokasi, standar pelayan an, informasi, serta pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun tujuannya adalah untuk
memberikan kejelasan bagi seluruh penyeleng gara pelayanan publik dalam
melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas dan sesuai dengan tuntutan
dan harapan masyarakat.
1. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan
mudah diakses oleh masyarakat. Transparansi terhadap manajemen dan
penyeleng garaan pelayanan publik meliputi kebijakan, peren canaan,
pelaksanaan, dan pengawasan/pengen dalian oleh masyarakat. Kegiatan
tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2. Prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir. Prosedur
pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu
sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti
serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu
pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak
berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilak sanakan, serta diwujudkan
dalam bentuk Flow Chart (Bagan Alir) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan
publik karena berfungsi sebagai berikut :
a. Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan.
b. Informasi bagi penerima pelayanan.
c. Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan
mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan.
d. Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif
dan efisien.
e. Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat
pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap
konsistensi pelaksanaan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
a) Bagan Alir harus mampu menggambarkan proses pelayanan,
petugas/pejabat yang bertanggung jawab untuk setiap tahap
pelayanan, unit kerja terkait, waktu, dan dokumen yang
diperlukan, dimulai dari penerimaan berkas permohonan sampai
dengan selesainya proses pelayanan.
b) Model Bagan Alir dapat berbentuk bulat, kotak, dan tanda panah
atau disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja masing-masing.
c) Ukuran Bagan Alir disesuaikan dengan luas ruangan, ditulis
dalam huruf cetak dan mudah dibaca dalam jarak pandang
minimal 3 (tiga) meter oleh penerima pelayanan atau disesuaikan
dengan kondisi ruangan.
d) Bagan Alir diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh
penerima pelayanan.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan
secara jelas pada masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat
harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi
pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus
seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar
sesuai/relevan dengan jenis pelakanan yang akan diberikan. Harus
dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang
terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus
ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang
minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
4. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas
pada masyarakat. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya
dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian
pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per
undang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus
diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan,
ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang
minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal
mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima
pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan
seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima
pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas
mengelola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit
pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat
harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang
dibayarkan. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan
nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan
umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per
5. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus
diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Waktu penyelesaian
pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik
mulai dari di lengkapinya di penuhinya persyaratan teknis dan atau
persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses
pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam mem berikan
pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu
yang pertama kaii mengajukan pelayanan harus lebih dahulu
dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melak sanakan asas
First in First Out/ FIFO). Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletak kan di
depan loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca
dalam jarak pandang mini mum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan
kondisi ruangan.
6. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan
pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK.
Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan
pelayanan dan atau menye lesaikan keluhan/persoalan/sengketa,
diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat
kerja petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal
berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugas an dari pejabat yang
berwenang. Pejabat/petugas yang memberikan pelayanan dan
menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif ter hadap
a. Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.
b. Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan,
dan dapat mengubah keluhan penerima pelayanan menjadi
senyuman.
c. Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan
kecepatan suara, sikap tubuh, mimik, dan pandangan mata.
d. Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima
pelayanan.
e. Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
7. Lokasi pelayanan harus jelas. Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan
harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh
pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang
cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan
informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau
pos-pos pelayanan di Kantor Kelurahan/ Desa/Kecamatan serta di
tempat-tempat strategis lainnya.
8. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas. Akta atau janji pelayanan
merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah
dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan
tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya
hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya
semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan.
Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus diinfor masikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3
(tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
9. Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada
masyarakat. Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun
Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan
kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai
jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan
merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan
atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan
hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen
yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para
pemberi dan penerima pelayanan.
10. Informasi Pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada
masyarakat melalui media. Untuk memenuhi kebutuhan informasi
pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah
wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu,
standar, akta/ janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas.
Publikasi dan atau sosialisasi tersebut di atas melalui antara lain, media
Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara
langsung kepada masyarakat
1.5.4 Pelayanan Publik
1.5.4.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan
secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia23, Pelayanan adalah setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang
terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau
mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan24
Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima
menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang
banyak, ramai. kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa
memiliki. Oleh karena itu pelayanan public diartikan sebagai setiap kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki
setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan,
dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik. Lebih lanjut dikatakan pelayanan publik dapat diartikan,
pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang .
23
Sinambela. Op. cit. hal 3
24
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan
Departemen Dalam Negeri25
Dalam Undang Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik
menyebutkan bahwa; “Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum”, dan mendefinisikan “Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa”.
26
Dari beberapa pengertian pelayanan dan pelayanan publik yang
diuraikan tersebut, dalam konteks pemerintah daerah, pelayanan publik
dapat disimpulkan sebagai pemberian layanan atau melayani keperluan
orang atau masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara
yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada
penerima pelayanan.
menyebutkan Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang - undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
1.5.4.2 Kualitas Pelayanan Publik
25
www.kemendagri.go.id
26
Pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada
pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau
pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai
konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan
menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini
berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan,
kemudahan, dan keadilan.
Kualitas pelayan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis
dan komprehensif yang dikenal sebagai konsep pelayan prima. Kualitas
pelayanan publik merupakan mutu atau kualitas pelayan birokrat terhadap
masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan/masyarakat27
Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas
pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat
dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur
.
28
Berdasarkan beberapa defenisi tentang kualitas pelayan public diatas
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah
seluruh karateristik pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan
(pegawai) kepada penerima layanan (publik) dalam suatu organisasi dengan
menutamakan rasa puas bagi si penerima layanan/masyarakat. .
27
Sinambela. Loc. Cit. hal 6-8
28
Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu
pelayanan29
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu Instansi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, ruang tunggu,
dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan
(teknologi), serta penampilan pegawainya. yaitu:
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan/instansi untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa
kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat
kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negative dalam pelayanan.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk
menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri
dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
29
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan/instansi
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
1.5.4.3Peran Pemerintah dalam Pelayanan Publik
Peran pemerintah atau dengan kata lainnya birokrasi memiliki
peranan, kedudukan, dan fungsi yang sangat signifikan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh
lembaga-lembaga lainnya. Birokrasi ini tidak hanya menyangkut kepada
birokrat tetapi akan sangat terkait dengan organisasi dan manajemen
pengelolaan pemerintahan, pembangunan dan publik.
Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara
diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu
menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan
masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan
menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan dilingkungan aparatur
pemerintahan. Suatu layanan publik harus dapat memenuhi harapan
publik30
30
www. itjendepdagri.go.id diakses pada tanggal 30 Juni 2010
Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang “Netral” dalam
penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan negara, ternyata dalam
praktiknya banyak menghadapi rintangan. Padahal ditengah rintangan itu,
masyarakat sangat merindukan pelayanan publik yang baik, dalam arti
proporsional dengan kepentingan, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada
penciptaan keseimbangan antara kekuasaan yang dimiliki dengan tanggung
jawab yang mesti diberikan kepada masyarakat yang dilayani. Terlebih jika
diingat bahwa pegawai negeri sebagai aparat birokrasi, sebagai aparatur
negara dan abdi negara, juga merupakan abdi masyarakat. Sehingga kepada
kepentingan masyarakatlah aparat birokrasi harus mengabdikan diri. Aparat
birokrasi memang sangat diharapakan memiliki jiwa pengabdian dan
pelayanan kepada masyarakat. Prinsip pemerintah yang memberikan
pelayanan kepada publik harus benar-benar dilaksanakan bukanlah citra
yang menjadi dilayani oleh masyarakat31
Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol
oleh kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa. Namun, bila
kekuatan-kekuatan politik dan organisasi massa tersebut kurang mampu
menjalankan fungsi-fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat,
apalagi tidak ditunjang dengan adanya proses pengambilan keputusan dan
pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, maka hal ini bisa
mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin besar. Bila kekuasaan
birokrasi lebih besar, akan memungkinkan aparat birokrasi dapat dengan
leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi, sehingga dapat .
31
mengkokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan
negara. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat mengakibatkan
pemerintah gagal untuk memberikan pelayanan kepada masyarkat, dan
gagal merealisasikan program-program yang telah diputuskan. Keadaan
demikian cepat atau lambat akan memungkinkan terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat birokrasi.
Dalam situasi demikian, maka aparat birokrasi mengakibatkan
menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, inilah
yang menjadi pangkal tolak kurang sigapnya aparat birokrasi dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma
pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar.
Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara
dilingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani
bukannya untuk melayani. Padahal pemerintah seharusnya melayani bukan
dilayani. Seharusnya, dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini,
seluruh perangkat birokrasi, perlu menyadari bahwa pelayanan berarti pula
semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan
bangsa dalam membangun.
1.6 Defenisi Konsep
ilmu sosial32
1. Akuntabilitas dalam pelayanan publik adalah penyelenggaraan pelayanan
yang harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun
kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari
terjadinya interprestasi ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan
batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka penulis
mengemukakan defenisi konsep yaitu:
2. Transpransi dalam pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah,
dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan
secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan
pelayanan.
1.7 Defenisi Operasional
a. Akuntabilitas pelayanan publik dapat diukur dengan menggunakan
indikator sebagai berikut:
1. Tingkat ketelitian (akurasi) pegawai, profesionalitas petugas,
kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan, dan kedisiplinan
pegawai.
32
2. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
3. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk
pelayanan
4. Mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
b. Transpransi dalam pelayanan publik dapat diukur dengan menggunakan
indikator sebagai beikut:
1. Keterbukaan manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
2. Prosedur pelayanan tidak berbelit - belit
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
4. Keterbukaan dalam rincian biaya pelayanan
5. Waktu penyelesaian pelayanan yamg pasti
6. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
7. Lokasi pelayanan yang nyaman
8. Janji pelayanan
9. Standar pelayanan publik
10.Kemudahan mengakses informasi pelayanan
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional,
hipotesa, dan sistematika penulisan.
BAB II : Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang bentuk penelitian, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data.
BAB III : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini membahas gambaran umum tentang kantor Camat
Medan Baru, Tugas dan fungsi bagian-bagian didalamnya
BAB IV : Penyajian Data
Bab ini membahas tentang seluruh rangkaian hasil
penelitian yang dirangkum dan memuat hasil penelitian
serta distribusi jawaban responden.
BAB V : Analisa Data
Bab ini membahas tentang analisa dan implementasi data
yang diperoleh peneliti selama penelitian.
BAB VI : Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh