BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang
besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar
tersebut diperlukan guna mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara
maju baik yang ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu
sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam
melaksanakan pembangunan nasional tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman
modal atau investasi.
Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi
pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi
mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan penanaman
modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi ekonomi yang ada
menjadi kekuatan ekonomi riil.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor
setidak-tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi
stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty
atau kepastian hukum.1
Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal
certainty) merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama
bagi para investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan
penanaman modal atau investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan investor
mempunyai kepentingan serta tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha
mempertahankan kepentingan serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya.
Adapun yang dimaksud dengan hukum adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang
dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.2 Hukum itu bukanlah
merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya
non-yuridis dan berkembang karena ransangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar
hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis.3
Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di
Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA)
1Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 48.
2Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003),
hal. 40.
serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri (UU PMDN).
Penggairahan iklim penanaman modal atau investasi pun tidak hanya berhenti
disitu saja, hal ini dapat dilihat dari dilengkapi dan disempurnakannya kedua
undang-undang di atas. Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (UU PMA),
sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN (UU PMDN).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo.
Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang PMA (UU PMA) dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang
PMDN (UU PMDN), dapat dikatakan kegiatan penanaman modal atau investasi di
Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Di dalam perkembangan hukum di Indonesia Undang-Undang Penanaman
Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU
PMDN) kini tidak berdiri secara sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan
mengenai penanaman modal atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang,
yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM),
Adapun dasar pertimbangan yang digunakan oleh pemerintah dalam
menyusun undang-undang tersebut secara singkat adalah sebagai berikut:4 1. Pertimbangan Filosofis
Bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan berlandaskan
demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara;
2. Pertimbangan Politik
Bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor: XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi
dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya
selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
3. Pertimbangan Ekonomi
Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman
modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri;
4. Pertimbangan Yuridis
4Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, LN. No. 67 Tahun 2007,
Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan
Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu
diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan
perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang
penanaman modal.
Selain dasar pertimbangan yang ada di atas, patut untuk diketahui pula bahwa
lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga
tidak dapat dipisahkan dari keanggotaan Indonesia di Wold Trade Organization
(WTO), dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian WTO melalui
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang mewajibkan Indonesia untuk
mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal
dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO.
Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan
pandangan yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan
pertama menganggap undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing
Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa
undang-undang ini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap
undang-undang ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema
penanaman modal di Indonesia. Undang-undang ini juga dikatakan telah disesuaikan
dengan perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta
telah memenuhi kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama
internasional.5
Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama
dengan undang-undang penanaman modal di negara sedang berkembang pada
umumnya. Dimana selain memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing
dengan menjamin adanya perlakuan yang sama antara penanam modal asing (PMA)
dan penanam modal dalam negeri (PMDN), undang-undang ini juga membuka ruang
yang luas bagi pemerintah untuk menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada
penanaman modal asing (PMA) untuk menjaga kepentingan nasional.
Adapun salah satu bentuk usaha pemerintah dalam menjaga kepentingan
nasional dapat dilihat dalam penerapan syarat penanaman modal melalui penetapan
bidang usaha. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal disebutkan:6
5Mahmul Siregar, “UUPM dan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam
Kegiatan Penanaman Modal”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 26/No. 4/Tahun 2007.
1. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka
dengan persyaratan;
2. Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah:
a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan
Undang-Undang.
3. Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang
tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan
berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan
dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
4. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan
persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
5. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi,
pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi
modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk
pemerintah.
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun
Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang
lebih dikenal dengan Daftar Negatif Investasi (DNI). Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2010 ini merupakan peraturan pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 77
Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden
Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun
2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal yang telah dinyatakan dicabut dan
tidak berlaku lagi.
Berkaitan dengan pengaturan Daftar Negatif Investasi (DNI), sebagai tindak
lanjut dari Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, pemerintah juga telah mengeluarkan pengaturan mengenai
kriteria dan persyaratan bidang usaha yakni Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun
2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal
(Perpres Nomor 76 Tahun 2007).
Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dapat dikatakan bahwa Daftar
Negatif Investasi (DNI) merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon
penanam modal, baik penanam modal asing (PMA) atau penanam modal dalam
terbuka atau tertutup bagi kegiatan penanaman modal sebelum melakukan kegiatan
penanaman modal.
Melihat akan begitu besarnya peranan dan pengaruh dari diberlakukannya
Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia
terutama dalam menghadapi era perdagangan global. Maka penulis tertarik untuk
mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS
MENGENAI KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DALAM
KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka perlu
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct
investment) dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal?
2. Apakah kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) dapat diberlakukan terhadap
penanaman modal asing melalui pasar modal?
3. Apakah kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak bertentangan dengan
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaturan penanaman modal asing secara langsung (foreign
direct investment) dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
b. Untuk mengetahui bahwa kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak dapat
diberlakukan terhadap kegiatan penanaman modal asing yang dilakukan secara
tidak langsung;
c. Untuk mengetahui bahwa kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak
bertentangan dengan kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional yang
ada;
2. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
a. Secara Teoritis
Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas
akan menimbulkan pemahaman dan pengertian baru bagi pembaca tentang kegiatan
penyelenggaraan penanaman modal setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 36
Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut
dengan Daftar Negatif Investasi (DNI).
b. Manfaat secara praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca baik
kalangan akademisi maupun para pelaku usaha di bidang ekonomi, baik pelaku usaha
nasional maupun pelaku usaha transnasional mengingat pemberlakuan
perundang-undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha merupakan faktor yang
mempengaruhi pelaku usaha untuk menanamkan investasinya7, yang tampak melalui
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka memenuhi komitmennya untuk
menciptakan suasana investasi yang kondusif bagi pelaku investasi juga kenyamanan
dan keamanan masyarakat melaksanakan dan menikmati manfaat kegiatan investasi
penanaman modal di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI
KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DALAM KEGIATAN
PENANAMAN MODAL DI INDONESIA” merupakan hasil pemikiran penulis
sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan
pihak-pihak tertentu dan judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Kebijakan pemerintah yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah
sumber hukum yang dalam hal ini mengenai bidang investasi yang ada di Indonesia,
yang terangkum menjadi keseluruhan peraturan perundang-undangan investasi di
Indonesia, yang berkreteriakan sebagai berikut:8
1.peraturan perundang-undangan yang merupakan latar belakang peraturan
perundang-undangan di bidang penanaman modal;
2.peraturan perundang-undangan yang langsung mengatur kegiatan penanaman
modal:
3.peraturan perundang-undangan yang mengatur materi penanaman modal;
4.peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung
menunjang dan memberi fasilitas pada penyeleggaraan penanaman modal;
5.peraturan perundang-undangan lainnya yang karena bentuk, sifat, ruang,
lingkupnya tidak termasuk kriteria di atas, akan tetapi berpengaruh kepada
pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
Lebih lanjut mengenai apa-apa saja yang termasuk kebijakan pemerintah
tersebut, antara lain berupa: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan/
8Sumantoro, Peranan Perusahaan Multinasional Dalam Pembangunan Negara yang Sedang
Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), Keputusan Bank Indonesia, dan Surat Edaran.9
Yang dimaksud dengan modal (capital) adalah uang yang dipakai untuk
investasi.10 Modal juga dapat diartikan sebagai uang atau benda yang ditanamkan
dalam suatu usaha yang produktif dan selanjutnya merupakan peranan penting ketika
bank mengadakan analisis kredit terhadap nasabahnya.11
Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang
dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.12
Adapun yang dimaksud dengan penanaman modal dalam ensiklopedia
ekonomi keuangan perdagangan, dijelaskan istilah investasi, penanaman modal
digunakan untuk “Penggunaan atau pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk
produksi barang-barang produsen atau barang-barang produsen atau barang-barang
konsumen. Dalam arti yang semata-mata bercorak keuangan, investment mungkin
berarti penempatan dana-dana kapital dalam suatu perusahaan dalam jangka waktu
yang relatif panjang, supaya memperoleh suatu hasil yang teratur dan maksimum
keamanan.13
9Ibid.
10Kunarjo, Glosarium Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, (Jakarta: UI Press, 2003), hal.
205.
11Aliminsyah Padji, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, (Bandung:Yrama Widya, 2003),
hal. 427.
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik Indonesia.14
Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.15
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri.16
Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam
modal asing.17
Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia,
badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan
penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.18
Penanam modal asing adalah adalah perseorangan warga negara asing, badan
usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di
wilayah negara Republik Indonesia.19
14Undang-Undang Penanaman Modal, op. cit., Psl. 1 angka 1. 15Ibid., Psl. 1 angka 2.
Pasar modal adalah kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan.20
Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan suatu daftar yang mengatur
mengenai bidang-bidang usaha apa saja yang terbuka untuk penanaman modal dan
bidang-bidang usaha apa saja yang tertutup bagi penanaman modal.21
F. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian berupa:
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian yuridis normatif atau kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau
penelitian kepustakaan adalah suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka.
2. Jenis Data
Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian yuridis normatif maka
data-data yang dipergunakan adalah data-data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
bahan-bahan pustaka, yang mencakup:
19Ibid., Psl. 1 angka 6.
20Undang-Undang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN No.
3608, Psl. 1 angka 13.
i. Bahan hukum primer yaitu: bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
di masyarakat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yakni:
a. Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
d. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan
Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
e. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penanaman Modal;
f. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun
2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal;
g. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal;
h. Dan peraturan-peraturan lainnya yang ada dalam pembahasan.
ii. Bahan hukum sekunder yaitu: bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer. Dimana bahan hukum tersebut memberikan informasi atau
hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya,
seperti buku-buku, hasil seminar, jurnal hukum, karya ilmiah, artikel majalah
iii. Bahan hukum tersier yaitu: bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya
kamus, ensiklopedia, dan bibliografi yang terkait dengan pembahasan penelitian
ini.22
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan
menurut sumber dan hierarkinya untuk diuji. Kemudian dipelajari dengan cara
membaca, menafsirkan, membandingkan serta menterjemahkan dari berbagai sumber
yang berhubungan dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam Penanaman Modal.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), peraturan
perundang-undangan dan buku hukum kemudian dianalisis secara kualitatif dimana
penulis menggunakan metode deduktif (umum ke khusus) yakni berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan buku-buku hukum yang berkaitan
kemudian dijadikan pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya penulisan
yang teratur, yang terbagi dalam lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain
memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini akan menguraikan pokok-pokok pengaturan penanaman
modal langsung (direct investment) di Indonesia. Seperti;
pengertian, bentuk-bentuk dan manfaat penanaman modal
langsung, asas dan tujuan penanaman modal langsung, bidang
usaha, perizinan, fasilitas, hak dan kewajiban, serta penyelesaian
sengketa.
BAB III : Bab ini akan menjabarkan kebijakan Daftar Negatif Investasi
(DNI) di Indonesia, seperti: dasar hukum dan perkembangan,
tujuan Daftar Negatif Investasi, bentuk-bentuk persyaratan dalam
Daftar Negatif Investasi, serta penerapannya di bidang pasar
modal.
BAB IV : Bab ini akan menguraikan hubungan antara kebijakan Daftar
Negatif Investasi dengan kesepakatan-kesepakatan perdagangan
internasional yang ada dalam Worl Trade Organization (WTO).
BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang