• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf “CIDERA KEPALA SEDANG”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "LAPORAN KASUS Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf “CIDERA KEPALA SEDANG”"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf

“CIDERA KEPALA SEDANG”

Diajukan Kepada:

Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

Disusun Oleh:

Nony Triyana Macelia H2A013056P

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

(2)

LAPORAN KASUS

A.IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 52 tahun 6 bulan 6 hari Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Karangsari 3/10 Kupang Amabarawa Kab. Semarang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SLTP

Status : Sudah menikah

No CM : 068xxx-20xx

Tanggal Masuk RS : 6 Juli 2017 Tanggal keluar RS : 9 Juli 2017 B.DATA DASAR

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada 7 Juli 2017, jam 13.30 WIB

C.Keluhan Utama :

Pingsan setelah kecelakaan lalu lintas. D.Riwayat Penyakit Sekarang :

(3)

sadar kurang lebih 30 menit setelah tertabrak. Saat ditanyakan mengenai kejadian, pasien tidak ingat proses kejadian sampai tidak sadarkan diri.

Pasien juga merasakan nyeri kepala, pusing berputar, nyeri seperti ditekan, bila diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala disertai mual, memar dibagian pelipis kanan. nyeri dirasakan mengganggu pasien.

Pasien dapat mengetahui dia sedang berada di RS, dapat menyebutkan beberapa nama benda, pasien dapat mengikuti perintah yang diberikan seperti menggerakan tangan atau kaki kirinya, mengetahui sedang berada dimana.Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, penghidu, tidak baal, tidak Kesemutan, dapat melokalisir sumber nyeri, dapat membedakan sebuah benda, wajah simetris, kejang, rasa mengantuk terus menerus, kekakuan pada leher, tidak keluar darah atau carian dari telinga, tidak memar pada bagian mata maupun belakang telinga, BAK dan BAB dalam batas normal, berkeringat berlebihan tidak ada, rasa berdebar debar tidak ada, tidak muntah, tersedak tidak ada dan mengecap makanan masih dalam batas normal.

.

E.Riwayat Penyakit Dahulu:

1. Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal 2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

3. Riwayat kejang : disangkal

4. Riwayat hipertensi : disangkal 5. Riwayat kencing manis : disangkal

6. Riwayat alergi : disangkal

7. Riwayat batuk lama : disangkal 8. Riwayat nyeri kepala : disangkal 9. Riwayat asam urat : disangkal F. Riwayat Penyakit Keluarga:

(4)

2. Riwayat DM : disangkal 3. Riwayat batuk lama : disangkal 4. Riwayat penyakit jantung : disangkal G.Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :

Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman keras. Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien menggunakan biaya pribadi untuk pengobatan. H.Anamnesis Sistem :

1. Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (+),pusing (+), pingsan (+), mual (+), kelemahan anggota gerak (-), kesemutan/baal (-), bicara pelo (+)

2. Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-)

3. Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-) 4. Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), Diare (-) 5. Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak kanan (-) 6. Sistem Integumen : Hematom (+)

7. Sistem Urogenital : BAK normal, tidak ada keluhan I. RESUME ANAMNESIS

Seorang perempuan berusia 52 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan cedera kepala setelah mengalami kecelakaan ditabrak sepeda motor ketika sedang menyalip 2 hari yang lalu. Pasien kehilangan kesadaran kurang lebih 30 menit. Saat sadar, pasien tidak ingat kronologi kecelakaan. Pasien juga merasakan nyeri kepala, dimulai saat pasien sadar, nyeri seperti ditekan, bila diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala, pusing disertai mual, memar dibagian pelipis kanan.

J. DIAGNOSIS SEMENTARA 1. Diagnosis Klinis

Trauma kepala + Chepalgia 2. Diagnosis Topis

(5)

-Ekstrakranial 3. Diagnosis Etiologi

-Traumatic Brain Injury Primary -Traumatic Brain Injury Secondary

K.DISKUSI I

(6)

Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami cedera kepala tumpul dimana pasien mengalami kecelakaan yaitu ditabrak oleh motor dan terbentur oleh aspal. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa kemungkinan pasien mengalami cedera kepala sedang karena pasien sempat tidak sadar dan tidak didapatkan kelainan neurologis. Pasien sempat tidak sadarkan diri disebebkan karena batang otak mengalami akselerasi yaitu gerakan yang cepat dan mendadak kemudian teregang dan terjadi blokade reversible pada lintasan retikularis asendens difus kemudian otak tidak mendapat input aferan mengakibatkan pingsan.

L.CEDERA KEPALA a. Definisi

Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1 Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2

b. Anatomi

1) Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2 a) Skin atau kulit

b) Connective Tissue atau jaringan penyambung

c) Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak

(7)

Gambar 1. Lapisan kulit kepala

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.2

2) Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum.1,2

(8)

3) Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat ruang subdural.2,3

Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub araknoid.2,3

Gambar 3. Lapisan meningens

4) Otak

(9)

Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).

Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.2

Gambar 4. Bagian-bagian otak manusia 5) Cairan serebrospinal

(10)

permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans)2,4

6) Tentorium

Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus oculomotorius (N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus. Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu.2

c. Fisiologi

1) Tekanan Intrakranial

(11)

tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.2

2) Doktrin Monro-Kellie

Merupakan suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin mekar. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada garis datar kurva berapa banyak volume lesi masanya.2,5

Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa yang ekspansi.5

3) Aliran Darah Otak (ADO)

(12)

tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus dipertahankan.2,4

d. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Sedangkan yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.2

(13)

e. Klasifikasi

1) Mekanisme Cedera Kepala

Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.5

2) Beratnya Cedera

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara

kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan GCS, sebagai berikut :

a) Cedera Kepala Ringan (GCS: 14-15) b) Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-13)

c) Cedera Kepala Berat (GCS ≤ 8) (Greenberg, 2001)

Menurut Perdossi (2006) cedera kepala diklasifikasikan menjadi :6 Ringan (Simpel Head

Injury)

a. Tidak ada penurunan kesadaran b. Tidak ada amnesia post trauma c. Tidak ada defisit neurologi d. GCS = 15

Sedang (Mild Head Injury) a. Hilang kesadaran < 10 menit

b. Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio, dan hematom.

c. Amnesia post trauma < 1 jam d. GCS = 13 – 15

Berat (Moderate Head Injury)

a. Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam

b. Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal CT Scan

c. Dapat disertai fraktur tengkorak d. Amnesia post trauma 1 – 24 jam. e. GCS = 9-12

Tabel 1. Derajat cedera kepala 3) Morfologi Cedera

(14)

a) Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak membutuhkan pemeriksaan CT scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain :7

i. Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign) ii. Ekimosis retro aurikuler (Battle`s sign) iii. Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) iv. Parese nervus facialis ( N VII )

b) Fraktur Basis Kranii

(15)

c) Lesi Intrakranial

i. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regio temporal atau temporopariental akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (fase sadar diantara dua fase tidak sadar karena bertambahnya volume darah). Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologis unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi yang secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.7

Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah, ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Berdasarkan foto rontgen didapatkan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah satu cabangnya.7

(16)

ii. Perdarahan Subdural

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan,sinus venosus duramater atau robeknya arachnoidea. Perdarahan terletak diantara duramater dan arachnoidea. Subdural Hemorrage (SDH) ada yang akut dan kronik. Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural. Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian yaitu :7

(a)Perdarahan subdural akut

Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. Perdarahan subdural akut memberi gejala dalam 24 jam.7

(b)Perdarahan subdural subakut

Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 25 – 65 jami setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.7

(c)Perdarahan subdural kronik

(17)

iii. Perdarahan Subarachnoid

Terjadi pada ruang subarachnoid (piameter dan arachnoid). Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga sering terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala yang hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran, fotofobia, meningismus, mual, dan muntah. Pemeriksaan CT scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan CT angiografi untuk mengecek perdarahan subarachnoid.7

Komplikasi yang paling sering pada perdarahan subarachnoid adalah vasospasme dan perdarahan ulang. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.7

(18)

sistolik akan meningkat sampai 1200-220 mmHg.Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.7

d) Perdarahan Intraserebral dan Kontusio

Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena yang ada di bagian parenkim otak. Region frontal dan temporal merupakan daerah yang paling sering terkena namun selain itu dapat pula terjadi di lobus parietalis maupun pada serebelum. Kontusio intraserebral yangdapat terjadi karena trauma melalui jejas coup atau countercoup. Jika kepala bergerak saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio terjadi disisi yang jauh dari tempat terjadinya jejas (countercoup). Apabila dua pertiga lesi adalah darah, jejas terseebut disebut perdarahan. Gejala klinis pada perdarahan intraserebral, yaitu adanya penurunan kesadaran, defisit neurologis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi tubuh), papill edema (pembengkakan mata). Pada hasil CT scan didapatkan hasil CT scan yang abnormal dan pada pemeriksaan penunjang cariran serebrospinal didapatkan cairan yang berdarah. Penatalaksanaan sedikit kompleks karena mempertimbangkan region serta luas dari perdarahan yang sering terjadi :

i. Perdarahan <15cm ditatalaksana secara konservatif bila tidak ada herniasi.

ii. Perdarahan >15cm pada region frontal posterior/inferior dan temporal memerlukan pembedahan.

iii. Perdarahan pada batang otak, ganglia basal atau thalamus ditatalaksana secara konservatif.

e) Komosio Serebri

(19)

yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan otak. Benturan pada kepala menimbulkan gelombang tekanan di dalam rongga tengkorak yang kemudian disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah canalis spinalis dengan demikian batang otak teregang dan menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap sistem ARAS.

Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih menderita daripada fungsi hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh karena tauma tidak langsung yaitu jatuh terduduk sehingga energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga juga meregangkan batang otak. Akibat daripada proses patologi di atas maka terjadi gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit) bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah, pols dan suhu tubuh. Muntah dapat juga terjadi bila pusat muntah dan keseimbangan di medula oblongata terangsang. Gejala : pening/nyeri kepala, tidak sadar/pingsan kurang dari 20 menit, amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai beberapa hari). Hal ini menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-pusat di korteks lobus temporalis. Post trumatic amnesia : (anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat sesudah trauma.

(20)

untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah garis tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal. Amnesi retrograde dan anterograde terjadi secara bersamaan pada sebagian besar pasien (pada kontusio serebri 76 % dan komosio serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi daripada amnesia retrograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih dibandingkan dengan amnesia anterograde.

Gejala tambahan : bradikardi dan tekanan darah naik sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo. (vertigo dirasakan berat bila disertai komosio labirin). Bila terjadi keterlibatan komosio medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat ekstremitas. Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma kapitis), adalah nyeri kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara, iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau beberapa minggu ; bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori), lamban, sering capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan mengenai daerah temporal nampak gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol. Prosedur Diagnostik : 1. X foto tengkorak 2. LP, jernih, tidak ada kelaina 3. EEG normal Terapi untuk komosio serebri yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan mobilisasi bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus dirawat dan diobservasi selama minimal 72 jam. Awasi kesadarannya, pupil dan gejala neurologik fokal, untuk mengantisipasi adanya lusid interval hematom

f) Kontusio cerebri

(21)

tanpa adanya dampak yang berat, yang penting untuk terjadinya lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala, yang seketika itu juga menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Karena itu otak membentang batang otak terlampau kuat, sehingga menimbulkan blokade reversibel terhadap lintasan asendens retikularis difus.

Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi di daerah otak yang mengalami benturan.Pada benturan di daerah parietal, temporalis dan oksipital selain di tempat benturan dapat pula terjadi kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan garis benturan.Lesi kedua ini disebut lesi kontra benturan (lesi kontusio “contrecoup”). Perdarahan mungkin pula terjadi disepanjang garis gaya benturan ini, dan pada permukaan bagian otak yang menggeser karena gerakan akibat benturan.

d. Patofisiologi

(22)

Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut countrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

e. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala addalah;

(23)

paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. 24

2. Peningkatan TIK Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

(24)

irama pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah 25 hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga. 5. Infeksi.

M. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 Juli 2017, jam 14.00 WIB Keadaan Umum : Tampak lemah

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Status Gizi : Cukup Vital sign

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 78 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,80 C secara aksiler Status Internus

Kepala : Mesocephal, hematoma (+) pelipis kanan

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+), reflek kornea (+/+) ptosis (-)

Telinga : Sekret (-/-)

Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-) Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)

(25)

Thorax :

Cor :

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-) Pulmo :

Depan Dextra Sinistra

Inspeksi

Vokal fremitus normal kanan = kiri

Vokal fremitus normal kanan = kiri

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-) Palpasi : Hepar & lien tak teraba

Ekstremitas :

(26)

Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)

Status Neurologis

Sikap Tubuh : Simetris Gerakan Abnormal : Tidak ada Cara berjalan : Normal

Pemeriksaan Saraf Kranial

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I. Olfaktorius Daya penghidu Baik Baik

N. II. Optikus Daya penglihatan Baik Baik

Pengenalan warna Sdn Sdn

Lapang pandang Sdn Sdn

N. III.

Okulomotor

Ptosis - -

Gerakan mata ke medial Baik Baik Gerakan mata ke atas Baik Baik Gerakan mata ke bawah Baik Baik

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya

konsensual

+ +

N. IV. Troklearis Strabismus divergen - - Gerakan mata ke lat-bwh Baik Baik

Strabismus konvergen - -

N. V. Trigeminus Menggigit Sdn Sdn

Membuka mulut + +

Sensibilitas muka + +

Refleks kornea + +

(27)

N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral + +

Strabismus konvergen - -

N. VII. Fasialis Kedipan mata Baik Baik

Lipatan nasolabial Simetris Simetris

Sudut mulut Simetris Simetris

Mengerutkan dahi + +

Mendengar bunyi arloji TD TD

Tes Rinne TD TD

Sikap bahu normal Normal

Mengangkat bahu + +

Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi

N. XII.

Hipoglossus

Sikap lidah Asimetris

(28)

Fasikulasi lidah + Menjulurkan lidah + Trofi otot lidah Eutrofi

Pemeriksaan Motorik

Pemeriksaan Sensibilitas : Dalam batas normal Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:

Miksi : BAK normal, inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-) Defekasi : BAB normal, diare berlendir (-), inkontinentia alvi (-), retensio

(29)

Pemeriksaan Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : (-)

Kernig sign : (-)

Brudzinsky I : (-) Brudzinsky III : (-) Brudzinsky II : (-) Brudzinsky IV : (-) N.PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah & Kimia klinik (6 Juli 2017)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hematologi

Hemoglobin 14.6 g/dl 13.2 – 17.3 g/dl

Leukosit 14.4 ribu 3.8 – 10.6 ribu

Eritrosit 4.69 juta 4.4 – 5.9 juta

Hematokrit 43.5 % 40 – 52

Trombosit 265 ribu 150 – 400 ribu

Kimia Klinik

Glukosa puasa 139 mg/dl H 82 – 115 mg/dl

Glukosa 2 jam PP 183 mg/dl H <120 mg/dl

SGOT - U/L 0 – 50 U/L

SGPT - IU/L 0 – 50 IU/L

Ureum 24.9 mg/dl 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 0.78 mg/dl 0.62 – 1.1 mg/dl

Laju endap darah 45 mm/jam H 0– 20 mm/jam

(30)

3. CT Scan (6 Juli 2017)

Hasil :

a. Tak lesi hipodens pada white midler lobus occipital kanan b. Sulci corticalis hemisfer kanan kiri sempit

c. Fissure sylvi kanan kiri sempit d. Diffensiasi white-grey matter kabur e. Tak tampak midle shifting

f. Sistem vertikel lateral kanan kiri III dan IV normal g. Sisterna perimesensefalic normal

h. Batang otak dan serebelum normal

i. Tak tampak kesuraman/penebalan mukosa sinus paranasales dan mastoid air cell

(31)

Kesan :

a. Gambaran brain swelling dengan focal vasogenic edem ec cerebral contusio lobus occipital kanan

b. Tak tampak tanda peningkatan tekanan intracranial saat ini

c. Tak tampak fraktur pada os calvaria, maxxillo facial dan vertebra cervical yang tervisualisasi

O. DIAGNOSIS AKHIR

1. Diagnosis Klinis : Cedera kepala sedang 2. Diagnosis Topis : Intrakranial

3. Diagnosis Etiologi : Moderate Traumatic Brain Injury

DISKUSI II

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4M6V5 yang menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg, nadi 78x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup, laju napas 20 x/menit, suhu 36,50C secara aksiler. Tidak didapatkan demam yang merupakan tanda adanya infeksi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri kepala atas + skala 3/10 menandakan nyeri kepala pada pasien telah berkurang dari sebelumnya.

(32)

Hb, Eritrosit dan Hematokrit yang menurun diakrenan fraktur terbuka yang dialami pasien dibagian ekstremitas bawah sehingga terjadi perdarahan. Pada pemeriksaan penunjang Foto rontgen cranium di IGD tidak ditemukan adanya fraktur atau cedera kepala lainnya. Menunjukan pada pasien sesuai dengan pemeriksaan fisik yaitu tidak terdapat lebam pada bagian mata dan belakang telinga yang merupkan penanda fraktur basis cranii.

P. PENATALAKSANAAN 1. Farmakologi

a. Obat Oral

1) Flunarizine 2x5 mg b. Obat Injeksi

1) Ranitidin 2x1 ampul 2) Ondancetron 3x1 gr 3) Mecobalamin 1x1

4) Metilprednisolon 3x125 mg t.a 5) Asam Traneksamat 3x1 gr 6) Citicoline 2x500mg c. Obat Infus

1) Asering 12 tpm 2. Non Farmakologi

a. Rawat Inap b. Bedrest Q.PROGNOSIS

(33)

Diskusi III

1. Farmakologi Obat Oral a. Flunarizine

Flunarizine adalah obat yang biasa digunakan untuk mencegah serangan migren, gangguan organ keseimbangan di telinga, dan gangguan pembuluh darah di seluruh tubuh yang bisa menyebabkan munculnya gejala seperti pusing, tinitus, dan vertigo5

2. Farmakologi Obat Injeksi a. Citicoline

Citicolin golongan nootropik dan neurotonik/ neurotropik, vasodilator perifer & aktivator serebral. Obat resep ini berfungsi mencegah degenerasi saraf dan melindungi kerusakan mata akibat degenerasi saraf optik, meningkatkan phosphatidylcholine, meningkatkan metabolisme glukosa di otak, dan meningkatkan aliran darah dan oksigen otak5.

b. Ranitidin

Ranitidin adalah obat golongan antasida yang berfungsi menurunkan sekresi asam lambung berlebih5.

c. Asam Traneksamat

Kalnex termasuk golongan obat tranexamic acid. Tranexamic acid digunakan untuk membantu menghentikan kondisi perdarahan. Tranexamic acid merupakan agen antifibrinolytic. Golongan obat ini bekerja dengan menghalangi pemecahan bekuan darah, sehingga mencegah pendarahan5. d. Ondancetron

(34)

e. Metilprednisolon

Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta gejalanya, seperti pembengkakan dan nyeri. Kortikosteroid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang terutama berhubungan dengan peningkatan permaebilitas sawar darah otak. Kortikosteroid menurunkan permaebilitas sawar darah otak dengan menghambat transport aktif ion Na K ATPase yang penting untuk pertukaran ion natrium yang dapat menarik air sehingga terjadi edema.

3. Farmakologi Obat Infus a. Asering 12 tpm

(35)

DAFTAR PUSTAKA

1. Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head Injury. (herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa-dan.html)

2. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.

3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC, 2003.

4. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 2004.

5. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

6. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November2007. Pekanbaru

7. Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas Pelita Harapan

8. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam: Neurosurgery 2ndedition. New York: McGraw Hill, 1996.

9. Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

Gambar

Gambar 1. Lapisan kulit kepala
Gambar 3. Lapisan meningens
Gambar 4. Bagian-bagian otak manusia
Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa yang ekspansi.5
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat saat tertentu atau khususnya saat client akan terhubung (assosiate) atau ketika akan memutuskan diri (deauthentication) dari sebuah jaringan wireless, maka

koym a veya m evcut kanunları yeni şartlara uygun olarak düzenleme yetkisi ile o kanuna riâyet m ecburiyeti, eski Türk devletlerinin kanun hâkimiyetine dayanan,

Daging buah asam jawa sangat populer, dan digunakan dalam aneka bahan masakan atau bumbu di berbagai belahan dunia. Buah yang muda sangat masam rasanya, dan biasa digunakan

pertumbuhan dan produksi adalah pada air tanah kapasitas lapang.terdapat interaksi sangat nyata antara varietas dan kadar air tanah terhadap tinggi tanaman umur 45

يكيكفتلا كأ يسنرفلا يئاسنلا م بيدلأا دقنللاا يئاسنلا م بيدلأا دقنللاا Anglo-Amerika اراغيناياج بٌايرانوس لأر Soenarjati Djajanegara ول دقنلا

$emakin lama seseorang menderita penyakit ini, semakin besar kemungkinannya akan mengalami neuropati yang umumnya secara klinis tertampak dalam &amp; tahun pertama setelah diagnosis

satu bentuk dari adanya otonomi desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan asset desa di Desa Sitirejo, otonomi apa saja yang terlihat, serta faktor