“Tuhan Tahu, Sudah Lama Kami Tidak
Makan Daging”
15 September 2015
Di desa Dumara kurban sapi dipotong. Setelah dicacah dan dibagi menjadi beberapa paket, juga diberikan untuk warga dua desa lainnya; Desa Tonawang dan Tapa Daka Satu, Kecamatan Dumoga
Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara.
BOLAANG MONGONDOW. GQ - Warga Bolmong banyak yang hidup dari berkebun dan melaut. “Seperti umunya nelayan dan petani atau pekebun pedesaan, mereka rata-rata miskin. Kehidupan modern, menciptakan jurang sosial. Keluarga pedesaan menerapkan sistem tanggung renteng, harus bersedia berkorban karena kemiskinannya. Mereka punya anak banyak, tapi belum mampu menyekolahkan semuanya sampai jenjang tertinggi. Hanya yang terpintar dibiayai sampai SMA, syukur-syukur perguruan tinggi. Yang lain, kerja keras berkebun,” jelas Muliadi Mokodompit, koordinator GQ Kabupaten Bolmong, menjelaskan fenomena di daerahnya.
Bukan isapan jempol dan kejadiannya belum lama. Ia sendiri menjadi saksinya. “Almarhum ayah saya bersaudara, berkorban untuk tidak sekolah tinggi-tinggi. Kakaknya yang terbilang paling cerdas, tidak lain paman saya, bersekolah hingga perguruan tinggi dan sukses. Sebagai balas-jasa, dia membiayai anak-anak saudaranya. Salah satunya, saya, hingga bisa sarjana,” ungkap Muliadi yang baru menyelesaikan S2 dari Universitas Indonesia ini.
Menyambut GQ, Muliadi menjelaskan,“Bahagianya warga di ketiga desa itu, luar biasa. Kami doakan GQ ACT sukses, dan bisa berbagi lebih banyak hewan kurban di desa-desa miskin di wilayah Bolaang Mongondow.” kata Muliadi.
GQ bukan hal asing buatnya. Maklum, ia sudah bersinergi dengan ACT hampir seumur ACT berdiri. Ia bahagia, kalau beneficiaries juga berbahagia bersama program yang dikelolanya. Salah satunya, apa yang diungkap seorang ibu, Resita Mokoginta.