• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVEN JOHNSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVEN JOHNSO"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

SINDROM STEVEN JOHNSON

Disusun Oleh :

1.

Anang Setyadi [20161242]

2.

Lailul Muna [20161257]

3.

Yusri Apnisah [20161274]

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KENDAL

(2)

i

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

SINDROM STEVEN JOHNSON

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing:

Faradisa Yuanita Fahmi, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh :

1.

Anang Setyadi [20161242]

2.

Lailul Muna [20161257]

3.

Yusri Apnisah [20161274]

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KENDAL

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medikal bedah II oleh ibu Faradisa Yuanita Fahmi, S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya:

1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal 2. Ibu Faradisa Yuanita Fahmi, S.Kep, Ns, M.Kep, dosen pembimbing

3. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini.

4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu. Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.

Kendal, Maret 2018

(4)

iii DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penulisan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sindrom Steven Johnson ... 3

B. Etiologi ... 4

C. Anatomi Fisiologi Kulit ... 5

D. Patofisiologi ... 8

E. Manifestasi Klinis ... 9

F. Pathways ... 11

G. Pemeriksaan Penunjang... 12

H. Penatalaksanaan ... 12

I. Konsep Asuhan Keperawatan ... 13

BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan ... 24

B. Saran ... 24

(5)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner & Suddarth, 2013)

Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika, yaitu A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun muda, jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria dan wanita tidak berbeda jauh, di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap tahun kira-kira ditemukan 10 kasus. Pada cuaca yang dingin, penyakit ini sering ditemukan juga adanya faktor fisik pada lingkungan seperti sinar matahari dan sinar X yang akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini (https://www.academia.edu/).

(6)

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom steven johnson..

2. Tujuan Khusus

a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson yang meliputi definisi sindrom steven johnson, etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.

(7)

3 BAB 2 PEMBAHASAN

A. Definisi Sindrom Steven Johnson

Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner & Suddarth, 2013)

Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015)

Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan.

Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):

(8)

2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30% 3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30% B. Etiologi

Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat.

Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):

1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya).

2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin, azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin).

3. Keganasan (karsinoma dan limfoma). 4. Faktor idiopatik (hingga 50%).

5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh karena penggunaan kokain.

(9)

5

(antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.

C. Anatomi Fisiologi Kulit 1. Anatomi

Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai 2,3 m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit tersebut adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan. Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat sebasea (Gonce, 2011).

Ketiga lapisan kulit, diantaranya : a. Epidermis atau Kutikula

(10)

tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu sel berduri dan sel basal (Pearce, 2012).

Epidermis tidak berisi pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis lekukan yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garis-garis ini berbeda=beda; pada ujung jari berbentuk ukiran yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan (Pearce, 2012).

b. Dermis atau Korium

Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012).

Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan banyak jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya yang keluar melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam telinga, yaitu kelenjar serumen (Pearce, 2012).

Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit. Bentuknya seperti botol dsan bermuara di dalam folikel rambut. Kelenjar ini paling banyak terdapat di kepala dan wajah, yaitu sekitar hidung, mulut, dan telinga, dan sama sekali tak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel epitel. Perubahan di dalam sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum (Pearce, 2012).

(11)

7

Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu, lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori (Gonce, 2011)

2. Fisiologi

a. Kulit sebagai organ pengatur panas

Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan sebagian lagi melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (pengaliran) (Pearce, 2012).

Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara, yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol memekar, kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan karena itu terjadi penguapan cairan dari permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh darah dalam kulit mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh (Pearce, 2012). b. Kulit sebagai indra peraba

(12)

Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan perasaan yang memungkinkan seorang menentukan dan menilai berat suatu benda, timbul pada struktur lebih dalam, misalnya pada otot dan sendi (Pearce, 2012).

c. Tempat penyimpanan

Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air; jaringan adiposa di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh (Pearce, 2012).

d. Beberapa kemapuan melindungi dari kulit

Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis, maka kulit mengurangi rasa sakit. Bila epidermis rusak, misalnya karena terbakar sampai derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa nyeri, dan eksudasi cairan dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya dehidrasi, yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah (Pearce, 2012). D. Patofisiologi

(13)

9

E. Manifestasi Klinis

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi.

Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).

Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya kelainan berupa :

(14)

Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat terbentuk psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tevbal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum.

3. Kelainan mata

(15)

11

F. Pathways

(Kusuma & Nurarif, 2015)

Obat-obatan, infeksi virus, keganasan

Kelainan hipersesitifitas

Hipersesitifitas tipe IV Hipersesitifitas tipe III

Limfosit T tersintesitasi Antigen antibody terbentuk terperangkap

Melepas sel yang rusak

Kerusakan jaringan

Nyeri akut

Triase gangguan pada kulit, mukosa, dan mata

Kerusakan

Intake tidak adekuat Terjadi evaporasi

(16)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :

1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA. H. Penatalaksanaan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif, diantaranya yaitu :

1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera. 2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar. 3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk

mengangkat kulit yang rusak.

4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen. 5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan

dan elektrolit.

(17)

13

8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.

9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.

10.Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.

11.Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.

I. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat harus dilakukan, dan penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah timbul daerah-daerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untuk memantau jumlah, warna dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk mendeteksi pembentukan bula dan lesi yang terkelupas harus dilakukan setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan keluhan gatal, terbakar dan kekeringan pada mata. Kemampuan pasien menelan dan meminum cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal, ditentukan.

(18)

harus dipantau. Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untuk menemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat badan pasien dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).

Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan tingkat nyeri yang dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pasien harus dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimiliki pasien dinilai dan strategi koping yang efektif diidentifikasi (Smeltzer, Suzanne C, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan sindrom steven johnson, adalah :

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata (00046) b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak

adekuat (gangguan integritas kulit) (00004)

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi (00132)

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (00002)

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)

3. Perencanaan Keperawatan

(19)

15

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada lesi pada kulit dan mukosa membran 2) Tidak ada pengelupasan kulit

3) Tidak ada eritema

4) Tidak ada peningkatan suhu kulit Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional

2. Pantau adanya kekeringan dan kelembaban yang

1. Mengetahui perkembangan kondisi luka/lesi dan menentukan intervensi tindakan selanjutnya dengan tepat untuk memperbaiki integritas kulit.

2. Kekeringan/kelembaban yang berlebihan pada kulit dapat memperparah kerusakan integritas kulit dan menjadi indikator keseimbangan cairan klien.

3. Pemberian salep yang sesuai dapat menjadi pelindung area luka dari agens infeksi

dan mempercepat

penyembuhan luka/lesi.

(20)

5. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

6. Ajarkan kepada keluarga tentang tanda dan kerusakan kulit.

7. Rujuk pada ahli diet, dengan tepat

6. Pengetahuan yang adekuat pada keluarga dapat membantu tenaga kesehatan dalam mengantisipasi tanda kerusakan kulit pada klien.

7. Pemberian diet tinggi protein

diperlukan untuk

pembentukan jaringan baru pada luka/lesi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (gangguan integritas kulit) (00004)

Tujuan yang diharapkan (NOC): Kontrol resiko: proses infeksi dapat dilakukan dan status imunitas baik

Kriteria Hasil:

1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi 2) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi

3) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan resiko infeksi 4) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan resiko

infeksi

5) Jumlah leukosit dalam batas normal (5000 - 10.000/mm3)

(21)

17

Intervensi Rasional

1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat.

2. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.

3. Batasi jumlah pengunjung

4. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.

5. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat terutama suhu merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya infeksi.

2. Karakteristik luka dapat menjadi indikator adanya infeksi.

3. Pengunjung dapat

meningkatkan resiko kontaminasi silang.

4. Nutrisi yang adekuat dapat mempercepat regenerasi jaringan dan penyembuhan luka.

(22)

7. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi.

8. Berikan terapi antibiotik yang sesuai (kolaborasi dengan dokter).

7. Pengetahuan yang cukup dapat meminimalkan faktor resiko infeksi.

8. Antibiotik dapat mencegah mikroorganisme menyerang tubuh klien.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi (00132)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol nyeri dapat dilakukan dan tingkat nyeri dapat berkurang

Kriteria Hasil :

1) Secara konsisten menunjukkan dalam menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik

2) Nyeri yang dilaporkan : tidak ada 3) Ekspresi nyeri wajah : tidak ada 4) Melaporkan nyeri yang terkontrol

5) Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan

Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekwensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor

(23)

19

presipitasinya.

2. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan.

3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

4. Lakukan perubahan posisi dan relaksasi.

5. Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk membantu mengurangi rasa nyeri.

6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nonfarmakologi sebelum atau sesudah rasa sakit meningkat.

7. Berikan informasi yang lengkap dan akurat untuk mendukung pengetahuan

yang optimal.

2. Isyarat nonverbal klien (meringis, mengernyit)

memengaruhi vital sign klien, seperti nadi dan RR.

4. Perubahan posisi dan relaksasi dapat membantu klien mengurangi rasa nyeri dan klien merasa rileks.

5. Istirahat/tidur dapat mengalihkan fokus pada nyeri klien.

6. Teknik relaksasi

nonfarmakologi dapat dilakukan klien tanpa bantuan perawat atau tenaga kesehatan untuk mengurangi nyeri.

(24)

keluarga terhadap respon nyeri pasien.

8. Berikan analgesik untuk

mengurangi nyeri

(berkolaborasi dengan dokter).

tenaga kesehatan untuk mengenali respon nyeri klien.

8. Analgesik dapat mengurangi nyeri pada klien.

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (00002)

Tujuan yang diharapkan (NOC): Status nutrisi klien baik Kriteria Hasil:

1) Asupan makanan secara oral adekuat

2) Tudak ada rasa tidak nyaman dengan menelan 3) Hasrat/keinginan untuk makan tidak terganggu 4) Tidak ada lesi mukosa mulut

Rencana Tindakan (NIC):

Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

2. Monitor kalori dan intake nutrisi

1. Kemampuan pasien makan dapat mempengaruhi intake nutrisi pasien.

(25)

21

3. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan

4. Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3. Mulut yang bersih dapat meningkatkan kenyamanan dan nafsu makan klien

4. Menambah nafsu makan klien

5. Dengan pengetahuan yang cukup akan nutrisi klien dapat kooperatif dan menerapkannya dalam proses penyembuhannya.

6. Nutrisi dan jumlah kalori yang tepat dapat memenuhi kebutuhan nutrisi klien dan mempercepat kesembuhan.

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Keseimbangan cairan baik dengan indikator status nutrisi : makanan & cairan dapat terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada kehausan

(26)

Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional

1. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.

2. Monitor masukan

makanan/cairan dan hitung intake kalori harian.

3. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

4. Atur kemungkinan transfusi.

5. Kolaborasikan pemberian cairan IV.

1. Sebagai data dasar untuk menentukan kemungkinan adanya resiko kekurangan volume cairan pada klien.

2. Masukan makanan/cairan dan kalori harian menjadi indikator untuk mengukur keseimbangan cairan pada klien

3. Keluarga mempunyai peran penting dalam pendekatan dengan klien.

4. Transfusi diperlukan jika klien terdapat purpura yang luas, untuk memperbaiki keadaan umum dan menggantikan kehilangan darah.

5. Pemberian cairan IV untuk mempertahankan

(27)

23

6. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT sehingga intake cairan adekuat dapat dipertahankan.

(28)

24 BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunologi. sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien, menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi yang akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat agar klien dapat meningkat status kesehatannya.

B. Saran

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3. EGC: Jakarta

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC),

Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby Elsevier

Morton, Gonce, Patricia. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing

Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Puspitasari, Fanny, Steven Johnson Syndrom Word, Academia.edu, dilihat 22 Maret 2018

<https://www.academia.edu/27976721/STEVEN_JOHNSON_SYNRO ME_WORD>

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan

Mengobservasi kulit setiap hari terhadam ruam atau kerusakan integritas kulit, gunakan sabun lembut dan lap kulit dengan perlahan setelah mandi.. Mengganti popok yang

Pada angular cheilitis yang berhubungan dengan defisiensi nutrisi, lesi terjadi bilateral dan meluas beberapa milimeter dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke lateral pada

integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:.  +ntegritas kulit

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit ditandai dengan klien mengeluh nyeri

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada

Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat ,