• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Filsafat Islam Al Kindi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Filsafat Islam Al Kindi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Filsafat Islam Al-Kindi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan Pembahasan... 2

BAB II PEMBAHASAN... 3

A. Riwayat Hidup al-Kindi... 3

B. Pemikiran filsafat al-Kindi... 6

1. Pemaduan filsafat dan agama... 6

2. Filsafat Ketuhanan... 9

3. Filsafat Jiwa... 12

4. Filsafat Moral... 14

5. Filsafat Kenabian... 15

BAB III KESIMPULAN... 18

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahun di dunia ini tidaklah ada yang sama, semuanya mempunyai perbedaan dan karakteristik yang berbeda. Hal tersebut membuat ilmu pengetahun yang didalami semakin berarti dan tentunya memiliki manfaat yang besar bagi perkembangan di masa datang. Apabila suatu ilmu dikembangkan dan ditelaah lebih jauh lagi dengan konteks dan kondisi serta ruang dan waktu yang berbeda, maka akan terlahir pula suatu ilmu yang kreatif dan mempunyai ciri khas yang unik sekalipun ilmu itu bukan berasal dari agama dan budayanya.

Seperti halnya filsafat Islam, pada awalnya sudah diketahui bahwa filsafat merupakan pengetahuan yang berasal dari Yunani, akan tetapi para filosof, para ahli keagamaan Islam, atau orang-orang muslim semasanya, yang mempunyai kegiatan untuk berfikir, senantiasa menggali lebih dalam lagi mengenai filsafat. Sehingga ilmu filsafat yang tadinya berasal dari agama dan ajaran Yunani, kemudian dikemas dan dikaitkan dengan hal-hal atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka lahirlah filsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang cukup popular yang dikembangkan dan diajarkan secara turun temurun oleh para filosof kepada generasi-generasinya atau kepada murid-muridnya.

Dalam membahasa filsafat Islam, tentunya pemikiran yang menjadi starting pointnya adalah al-Kindi. Sebelumnya Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam di Maghribi ( bagian Dunia Barat). Di antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang berbagai pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd. pada pembahasan kali ini, yang akan kami eksplorasikan, adalah perjalanan hidup al-Kindi dan pemikiran-pemikirannya dalam ranah filsafat Islam beserta perbedaan diantara pakar-pakar filsafat Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Riwayat Hidup al-Kindi ?

2. Bagaimana Pemikiran – pemikiran filsafat al-Kindi ?

3. Bagaimana tinjauan tentang pemikiran al-Kindi ?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan yang akan disampaikan, mengenai :

1. Riwayat hidup al-Kindi.

2. Pemikiran-pemikiran filsafat al-Kindi.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup al-Kindi

Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. (Ahmad Fuad al-Ahwani, 1993 : 50 ).

Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Ibnu Nabatah berkata bahwa karya-karya al-Kindi telah menghiasai kerajaan al-Mu'tashim. Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).

Ia juga diundang oleh khalifah al-Makmun untuk mengajar pada baitul hikmah, ia sangat terkenal dan berjasa dalam gerakan penerjemahan dan seorang pelopor yang memperkenalkan tulisan Yunani, Suriah dan India kepada dunia Islam. ( Hasyimsyah Nasution, 1999 : 15 ).

Menurut Harun Nasution, kalau al-Kindi menganut faham Mu'tazilah yang mengedepankan rasio dan filsafat dalam pemahaman keislamannya. Selain itu pula kaum Mu’tazilah giat mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu Logika sangat menarik perhatiannya, karena menjunjung tinggi berfikir logis. Memang Mu’tazilah lebih mengutamakan akal pikiran, dan sesudah itu baru al-Qur’an dan Hadits atau disebut dengan صنلا ىلع لقعلا ميدقت. Hal ini berbeda dengan golongan Ahlus Sunnah, yang mendahulukan al-Qur’an dan al-Hadits kemudian baru akal pikiran atau disebut dengan لقعلا ىلع صنلا ميدقت ( Sahilun A. Nasir, 2010 : 167 ).

Maka disamping itu zaman al-Kindi adalah zaman penerjemahan buku-buku Yunani yang memberikan pengaruh besar terhadap pola piker al-Kindi dimana ia turut aktif aktif dalam kegiatan terjemahan. ( Harun Nasution 1973, : 14 ).

Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahuinya karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah al-Kindi dalam tulisan tangan.

Jumlah karangan al-Kindi yang sebenarnya sukar ditentukan, karena dua sebab. Pertama penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya tersebut. Ibnu an-Nadim dan al-Qafthi menyebutnya 50 buah, sedang sebagian dari karangan-karangan tersebut telah hilang atau musnah. Kedua karangan-karangan-karangan-karangannya yang sampai kepada kita ada yang memuat karangan – karangannya yang lain ( Ahmad Hanafi, 1990 : 73 ).

(4)

diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak mempengaruhi Roger Bacon. Al-Kindi meninggal pada tahun 973 M. ( Harun Nasution, 1973 : 14 )

Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah : a. Aliran Pytagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah flsafat.

b. Pemikiran-pemikiran Aristoles dalam soal-soal fisika dan metafisika. Meskipun Al-Kindi

tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qodim-nya alam. c. Pemikiran-pemikiran Plato dalam hal-hal kejiwaan.

d. Pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal estetika.

e. Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan dan

sifat-Nya.

f. Aliran Mu’tazialah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat

Al-Qur’an. ( Poerwantana dkk, 1987 : 129 ).

Sehingga menurut kami, bisa dikatakan bahwa karangan-karangan al-Kindi ada yang tidak otentik atau yang tidak bersumber dari dirinya atau kebanyakan mengutip serta identik dengan karya filsafat yang lain.

Beberapa karya tulis Kindi antara lain yang cukup popular antara lain: Fi al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-al-Falsafah; Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif A’dad; kitab Falsafat Dakhilat wa Masa’il al-Mantaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs. ( Ahmad Fuad Al-Ahwani, 1999 : 68 ).

Beberapa karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Oleh karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap al-Kindi sebagai salah seorang dari dua belas pemikir terhebat.

Ketika dinasti Abbasyiah dipimpin oleh al-Mutawakkil, Madzhab Asy'ariyah dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Suasana ini dimanfaatkan oleh kempok anti filsafat. Atas hasutan Muhammad dan Ahmad, dua orang putera Ibnu Syakir, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa orang yang berfilsafat adalah orang yang kurang hormat kepada agama, al-Mutawakkil mengatakan bahwa al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama Kindiyah disita. Tetapi tidak lama kemudian perpustakaanya tersebut dikembalikan kepada pemiliknya ( Hasyimsyah Nasution 1999 : 16 ).

Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu keterangan pun yang pasti. Agaknya menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino. Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80 tahun atau lebih sedikit.

B. Pemikiran Filsafat al-Kindi

Sebenarnya pemikiran-pemikiran al-Kindi tidak hanya berfokus pada bidang filsafat saja. Karangan-karangan al-Kindi bermacam-macam, diantaranya filsafat, logika, musik, aritmatika dan alin-lain. Dan al-Kindi tidak hanya membicarakan persoalan-persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik dengan definisi-definisi dan penjelasan kata-kata serta lebih mengutamakn ketelitian pemakaian kata-kata dari pada menyelami problema filsafat. Pada umumnya karangan-karangan al-Kindi berbentuk ringkas dan tidak mendalam. ( Dedi Supriyadi, 2009 : 53 ).

(5)

orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-baiknya. ( Poerwantana dkk, 1987 : 103-104 ).

Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain: Pemaduan Filsafat dan Agama ( Talfiq )

Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Dalam pemikiran al-Kindi pemaduan antara agama dengan filsafat atau akal dengan wahyu dinamakan dengan talfiq. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudlarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.

Agaknya untuk memuaskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang berkaitan dan yang dikaitkan dengan anjuran

óOs9urr&

(#rã



ÝàZtƒ

’Îû

ÏNqä3n=tB

ÏNºuq»yJ¡¡9$#

ÇÚö‘F{$#ur

$

tBurt,n=y{

ª!$#

`ÏB

&äóÓx«

÷br&ur

#Ó|¤tã

br&

tbqä3tƒ

ωs%

z>uŽtIø%$#öNßgè=y_r&

(

Äd“r'Î7sù

¤]ƒÏ‰tn

¼çny‰÷èt/

tbqãZÏB÷sãƒ

ÇÊÑÎÈ

dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?

c) Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20

(6)

$pkÌEöqtB

£]t/ur

$pkŽÏù

`ÏB

Èe@à2

7p/!#yŠÉ#ƒÎŽóÇs?ur

Ëx»tƒÌh



9$#

É>$ys¡¡9$#ur

Ì



¤‚|¡ßJø9$#

tû÷üt/

Ïä!

$yJ¡¡9$#ÇÚö‘F{$#ur

;M»tƒUy

5Qöqs)Ïj9

tbqè=É)÷ètƒ

ÇÊÏÍÈ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.

Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama. ( H. Sirajuddin Zar, 2004 : 44 - 47. )

Dapat disimpulkan bahwa filsafat dengan agama bukanlah hal yang bertentangan, melainkan hal yang saling melengkapi antara agama khususnya agama Islam dengan filsafat. Kemudian dapat kami simpulkan pula bahwa lafadz-lafadz al-Qur'an di atas seperti ربتعا yang terdapat dalam jumlah اوربتعاف, kemudian lafaz رظن pada jumlah نورظني, رظني, dan lafaz لقعpada jumlah نولقعي, merupakan lafadz-lafadz yang rata-rata dpata diartikan dengan berfikir, maka tentunya berfikir merupakan suatu indikator dari filsafat.

Filsafat Ketuhanan

Adapun mengenai ketuhanan, bagi al-Kindi Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujudnya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ad zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.

Mengenai keterangan di atas, dapat kita lihat dalam firman Allah swt :

uqèd

ãA¨rF{$#

ã



ÅzFy$#ur

ã



Îg»©à9$#ur

ß`ÏÛ$t7ø9$#ur

(

uq

èdur

Èe@ä3Î/>äóÓx«

îLìÎ=tæ

ÇÌÈ

Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Hadid [57] : 3 )

Yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah yang nyata adanya karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.

Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, tetapi Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga

tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar

Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid). Ia semata-mata

satu. Hanya Ia-lah yang satu maka selain dari tuhan mengandung arti banyak.

(7)

Filsafat ketuhanan yang dikemukakan al-Kindi adalah adanya pencipta dan penggerak alam semesta yang menjadi bukti adanya tuhan, sehingga adanya tuhan dapat dibuktikan dengan dalil yang empiris atau bukti yang dapat ditunjukkan yaitu :

a. Dalil baharu alam

b. Dalil keragaman dan kesatuan

c. Dalil pengendalian alam. ( Hasyimsyah Nasution, 1999 : 19 )

Al-Kindi menulis, keteraturan, ketertiban dan keselerasan alam raya ini adalah wujud dari pengaturan-Nya yang bijak dan sempurna. Sungguh kehidupan alam yang serba tertaur dan bijak telah cukup ( sebagai bukti tentang ada-Nya ) bagi mereka yang mampu melihat dengan pikiran jernih. ( al-Kindi, al-Ibanah an al-Illah al-Fa-ilah al-Qaribah li al-Kauni wa al-Fasad, dalam Abu Riddah, Rasa’il al-Kindi al-Falsafiyyah, Mesir al-I’timad, berdasar pada kutipan A. Khudori Soleh, 2013 : 104 ).

Argument terakhir ini, oleh sebagian filsuf, dianggap sebagai dalil paling efektif untuk membuktikan adanya Tuhan. Dalam tradisi filsafat islam, dalil ini juga digunakan oleh Ibnu Rusyd ( 1126 – 1196 M ), sedangkan dalam tradisi filsafat Barat digunakan oleh Immanuel Kant ( 1724 – 1804 M ). ( A. Khudori Soleh, 2011 : 104 ).

Tentang hakikat Tuhan, al-kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah wujud yang haq (sebenarnya) yang tidak pernah tiada sebelumnya dan tidak akan pernah tiada selama-lamanya, yang ada sejak awal dan akan senantiasa ada selama-lamanya. Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak pernah didahului wujud yang lain, dan wujud-Nya tidak akan pernah berakhir serta tidak ada wujud lain melainkan dengan perantaraan-Nya ( A. Mustafa, 2004 : 109 ).

Kemudian mengenai sifat-sifat Tuhan, tidak berbeda dengan konsep Mu’tazilah. Dalam karyanya yang terkenal, al-Falsafah al-Ula, al-kindi membuat uraian dan pembelaan yang mendalam tentang pandangannya soal sifat – sifat Tuhan ini. Ada dua sifat Tuhan yang penting yang harus diuraikan yaitu sifat Maha Esa ( wahdaniyah ), dan sifat ketidak samaannya dengan Makhluk hidup ( Mukhalafatun lil Hawadits ), tentang sifat esa, al-Kindi menjelaskannya dengan dua cara, yaitu pertama, dengan cara membedakan antara esa mutlak dengan esa metaforis. Esa mutlak adalah keesaan yang esensial yang tidak bisa dibagi, sedangkan esa metaforis adlah keesaan yang ada pada objek-objek terindera yang memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu sehingga keesaannya tidak bersifat mutlak tetapi berganda. ( A. Khudori Soleh, 2013 : 105 ).

Sekalipun demikian, apabila kita melihat pendapat Mu’tazilah itu sendiri, memang kelompok ini meniadakan dan mengosongkan sifat-sifat Tuhan dari zat-Nya. Golongan ahlus-Sunnah menyebut aliran Mu’Tazilah dengan sebutan al-Mu’aththilah. Mula-mula sebutan ini diberikan kepada aliran Jahamiah, karena aliran ini juga mengosongkan Tuhan dari

sifat-sifat-Nya. Apabila kita melihat dalam kamus bahasa arab bahwa aththala mempunyai arti

mengosongkan, menterlantarkan dan membiarkan tidak terpakai. ( Adib Bisri, ,1999 : 506 ). Karena sifat-sifat Tuhan dipersoalkan oleh kaum Mu’tazilah, maka mereka disebut al-Mu’aththilah ( Hasan Basri. 2007 : 43 )

Dari keterangan di atas, dapat kami simpulkan bahwa sekalipun Mu’tazilah mengosongkan Tuhan dari Sifat-Nya, maka al-Kindi membuat suatu statement terhadap penjelasan tersebut untuk mendukung teori filsafat tentang sifat-sifat Tuhan.

(8)

ةيلك ) dan ini disebut mahiah ( ةيهام ), yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentukgenus dan spesies.

Mengenai kosmologi, al-Kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan dari tiada (creation ex nihilio ) atau dalam bahasa arabnya adalah مدعععلا نم داععجيي . ا Allah tidak hanya menjadikan alam, tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya. Serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi yang lain. Al-kindi pula berpendapat bahwa alam ini terdiri dari dua bagian, yakni alam yang terletak di bawah bulan dan alam yang merentang tinggi sejak dari falak bulan sampai ke ujung alam. Jenis alam yang pertama terdiri dari empat unsur, ayitu air, api, udara dan tanah. Keempat unsur tersebut berkualitas dingin, panas, kering dan basah yang merupakan perlambang dari perubahan, pertumbuhan dan kemusnahan. Sedangkan pada alam jenis kedua tidak dijumpai keempat unsur yang dimaksud, karena itu tidak mengalami perubahan dan kemusnahan dengan kata lain kedua alam tersebut abadi sifatnya.

Adapun bumi ini terletak di bawah falak bulan , merupakan pusat alam. Sedangkan falak-falak atau benda-benda langit menurut al-Kindi adalah makhluk hidup, memiliki indera penglihatan dan pendengaran sebagai indera yang diperlukan untuk dapat berfikir dan membedakan. Falak-falak tersebut merupakan sebab terdekat bagi planet bumi. Disebabkan gerak lingkaran yang kontinu ke sisi-sisi tertentu, maka timbullah berbagai kegiatan, kehidupan, dan makhluk dipermukaan bumi ini, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. ( Muhammad Athif al-Iraqi, Tajdid fi Madzhab Falsafiyyah wa al-Kalamiyyah, Kairo : Dar al-Ma’arif, 1979. Hal. 90-91 dalam kutipan Hasyimsyah Nasution 1999 : 21 )

3) Filsafat Jiwa

Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". ( QS. Al-Isra [17] : 85 )

Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.

Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa nafsu.

Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu ( yang terdapat di perut ), daya marah ( terdapat di dada ), dan daya pikir ( berputar pada kepala ). ( H. Sirajuddin Zar,Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. I, Hal. 59-60 ).

Mengenai daya berfikir, bagi al-Kindi akal dibagi tiga :

(9)

b. Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi actual ( ىلا ةوقلا نم جرخ ىذلا لقعلا لعفلا)

c. Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas ( ىناثلا هيمسن ىذلا لقعلا ).

Akal yang bersifat potensial tidak dapat keluar menjadi aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkanya dari luar. Karena itu ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud diluar roh manusia. Yakni akal yang selamnya dalam aktualitas ( ادبا لعفلاب ىذلا لقعلا ). Akal yang selamanya dalam aktualitas inilah yang menggerakkan potensial menjadi aktual. ( Harun Nasution, 1978 : 15 ).

Jiwa atau roh selama berada dalam badan tidak akan memperoleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan badan maka roh memperoleh kesenangan yang sebentulnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah bercerai dengan badan, roh pergi ke alam kebenaran atau alam akal di atas bintang-bintang, di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Disinilah letak kesenangan abadi dari roh. ( Hana al-Fahury dan Khalil al-Jarr, Tarikh al-Falsafah al-Arabiyyah, Beirut : Muassasah li al-Tahb’ah wa an-Nasyr 1963, hal. 366 – 367 dalam kutipan Hasyimsyah Nasution, 1999 : 23.)

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara roh dengan jasad, keduanya mempunyai fungsi masing-masing ketika bersatu, akan tetapi ketika roh keluar dan berpisah dari jasad atau badan, maka fungsi kesatuan itu menjadi hilang dan tinggallah roh yang berfungsi untuk melanjutkan kehidupannya ke alam kebenaran atau ke alam akal. Dalam penjelasan dari al-Qur’an ataupun al-Hadits, roh tersebut akan pergi ke alam akhirat untuk mempertanggung jawabkan segala amalnya ketika bersatu dengan jasad.

4) Filsafat Moral

Menurut al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa seorang filosof wajib menempuh hidup susila.Hikmah sejati membawa serta pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan.Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia (Stoa). Tabiat manusia baik, tetapi ia digoda oleh nafsu. Konflik itu dihapuskan oleh pengetahuan (paradoks Socrates).Manusia harus menjauhkan diri dari keserakahan.Milik memberatkan jiwa.Socrates dipuji sebagai contoh zahid (asket).Al-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan agama (tijarat bi al-din) untuk memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam Negara. Ia merasa diri korban kelaliman Negara seperti Socrates. Dalam kesesakan jiwa, filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih kekangan, keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi, tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata Negara. Sebagai filosof, al-Kindi prihatin, kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian secara wajar.Karena itu dalam akhlak dia mengutamakan kaedah stoa dan Socrates. ( Hasyimsyah Nasution, 1999 : 23-24 )

5) Filsafat Kenabian

Tentang kenabian bagi Al-Kindi adalah satu derajat pengetahuan yang tertinggi bagi manusia. Hanya nabi yang bisa mencapai pengetahuan yang sempurna tentang alam ghaib dan ketuhanan melalui wahyu. Kesanggupan untuk mengetahui seluk-beluk alam ghaib yang sempurna seperti itu tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia biasa.

(10)

lebih positif dan kebenarannya dapat diyakini sepenuhnya. Jadi kenabian lebih tinggi dari derajat para filosof. ( Yunasril Ali, 1991 : 33-34 ).

Dalam realitasnya kita sudah mengikuti bahwa Nabi sudah pasti mempunyai derajat lebih tinggi sekalipun sama-sama berbentuk wujud manusia. Tentunya dilihat dari segi keilmuan, kemulyaan dan interaksinya dengan Tuhan, sehingga ada perintah atau keistimewaan yang dimiliki oleh para Nabi disamping hal di atas, misalnya mukjizat yang jenisnya berbeda-beda tiap para Nabi-Nya, begitu pula dilihat dari segi dima’shumnya atas segala perbuatan dan segala dosanya.

3) Tinjauan terhadap al-Kindi

Al-Kindi merupakan filosof pertama yang menyelami persoalan filsafat dan keilmuan dengan menggunakan bahasa arab, seperti halnya dengan Descartes dengan bahasa perancis, meskipun berbeda waktu, corak pikiran dan luasnya pembicaraan. Sebagai orang yang mempelajari pikiran-pikiran filsafat dari masa-masa sebelumnya, maka ia harus memperkenalkan pikiran-pikiran tersebut kepada dunia arab – Islam tentang berbagai persoalan yang sebenarnya terasa asing sama sekali oleh mereka. Dari segi ini, maka al-Kindi menghadapi kesulitan yang besar, akan tetapi ia dapat mengatasinya dengan baik.

Pertama ia menggunakan istilah-istilah arab untuk pengertian kata-kata Yunani. Kalau terpakasa memakai kata-kata Yunani asli, maka disebutkan - juga istilah arabnya, seperti kata-kata filsafat dan hikmah, fantasia dan mushawarah, hule dan thin ( tanah ) atau maddah. Untuk ketelitian pemakaian istilah – istilah, maka ia harus menulis risalah-risalah yang khusus untuk itu, dan risalah ini merupakan buku tertua yang sampai kepada kita. Kadang-kadang ia mengambil kata arab kuno yang hamper hilang dari pemakaian, seperti kata-kata ais untuk arti wujud. Definisi-definisi yang dibuatnya teliti, tepat dan ringkas. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa ia tahu benar bahasa arab dan dapat menguasainya.

Kedua ia telah meneliti persoalan – persoalan filsafat yang meskipun telah dibicarakan oleh filosof-filosof sebelumnya, namun ia tetap mempertahankan kepribadiannya danpendapatnya sendiri. Karenanya, maka ia tidak sekedar mengutip dari Aristoteles dan Plato atau filosof-filsof Yunani lainnya, Tetapi ia juga memilih mana yang sesuai dengan pikirannya sendiri dan kepercayaan agamanya.

Dalam filsafat fisika misalnya, ia mengikuti Aristoteles, meskipun tidak menyetujuinya dalam soal qadimnya alam beserta alasan-alasannya. Demikian pula dalam soal kejiwaan ia mengesampingkan Aristoteles dan lebih suka memeilih Plato, karena pikiran – pikiran Plato ini bersifat rohani ( idealis ) yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Tentang tuhan dan sifat-Nya, maka al-Kindi bersikap sebagai orang Islam Mu’tazilah. Kalau dicari persamaannya dengan aliran-aliran filsafat sebelumnya maka kita bisa menunjuk aliran stoa, dimana aliran ini menganggap Tuhan sebagai dzat pengatur dan pemelihara Alam, yang Berakal, dimana bekasnya Nampak dengan jelas pada alam.

(11)

BAB III

KESIMPULAN

Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.

Pemikiran-pemikiran al-Kindi dalam bidang filsafat meliputi pemaduan antara agama dengan filsafat atau terkenal dengan talfiq, selanjutnya filsafat ketuhanan yang meliputi pemikiran-pemikirannya mengenai Tuhan, keberadaan-Nya, Fungsi-Nya, dalil keberadaan Tuhan dan sifat-sifat Tuhan, filsafat metafisika, filsafat jiwa serta roh, filsafat moral, dan filsafat kenabian.

Tinjauan terhadap al-Kindi sangatlah beragam, berkaitan dengan jasanya dalam mengenalkan asas-asas filsafat Islam bagi dunia Arab, bahkan sebelumnya juga dia telah membuka pintu utama sebagai orang yang telah menerjemahkan dan berjasa besar terhadap penelaahan filsafat-filsafat Yunani. Sekalipun ada yang mengatakan bahwa karya filsafatnya lebih banyak mengutip karya-karya orang lain, tetapi dalam hal perkembangannya, al-Kindi sempat menjadi ilmuwan besar pada masa dinasti Abbasyiah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.

Al- Ahwani, Ahmad Fuad, Dr. Filsafat Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus 1993.

Basri, Hasan, Drs. H. Ilmu Kalam Sejarah Dan Pokok Pikiran Aliran-aliran, Bandung : Azkia Pustaka Utama 2007.

Bisri, Adib, KH. Kamus al-Bisri, Surabaya : Pustaka Progressif 1999.

Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang 1990.

Mustafa, Dr. H.A, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2004.

Nasir, Sahilun A. Prof, Dr, KH. Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ) Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya, Jakarta : Rajawali Pers 2010.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: CV. Bulan Bintang, 1978.

(12)

Poerwantana, Drs, Seluk beluk filsafat Islam, Bandung : Remaja Rosda Karya 1987.

Soleh, Khudori, Dr, H, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jogjakarta : ar - Ruzz Media 2013.

Supriyadi, Dedi. M.Ag, Pengantar Filsafat Islam Konsep, filsuf dan Ajarannya Bandung : Pustaka Setia 2009.

Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.I, 1991.

Referensi

Dokumen terkait

“ Wahyu membawa kebenaran, akal membawa kebenaran, karena itu antara akal dengan wahyu tidak akan bertentangan”. Alasannya : Tuhan menyuruh manusia supaya

pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat..

Agama adalah tiruan dari filsafat,klaim kuno ini dihidupkan kembali oleh Al-Facirc. Menurutnya baik agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Keduanya terdiri

Usaha yang dilakukan oleh beberapa pemikir muslim dalam menjembatani antara filsafat dan agama atau akal dan wahyu, tidak berhasil menghilangkan perselisihan antara filosof dengan

Perennial, Islam memandang bahwa doktrin tentang al-tauhîd tidak hanya menjadi pesan milik Islam sebagai agama, melainkan lebih merupakan inti dari nilai agama wahyu Tuhan

Didalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan untuk memperoleh pengetahuan, pertama jalan wahyu dalam artikomunikasi dari tuhan kepada manusia, dan kedua jalan Akal,

Berdasarkan kontradiksi-kontradiksi logis tersebut, maka menurut al-Kindi, semesta yang ada dalam aktualitas ini tidak dapat lain kecuali harus bersifat terbatas;

Sebab pemikiran Islam berasal dari wahyu atau bersandarkan pada penjelasan wahyu, sedangkan pemikiran-pemikiran yang lain yang berkembang di antara manusia, baik itu berupa