• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MANAJEMEN PENDIDIKAN TERHADAP KUALITAS MADRASAH INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS MANAJEMEN PENDIDIKAN TERHADAP KUALITAS MADRASAH INDONESIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KUALITAS MADRASAH INDONESIA

Taufik Nugroho

Dosen FAI UCY tfn123@gmail.com

abstract

This article discuss about the quality of madrasah seen from the educational management point of view. In the idealistic perspective, madrasah is not only teach student all of the Islamic sciences, but also teaches student all of the secular sciences. It is so perfectly expectation that the madrasah will produce its own graduate both expert in Islamic studies and master in secular sciences. Indeed factually, the madrasah graduation is still in the lower standardized school at average. Why does it happen ? Some expert say that the main problem of madrasah is 1ay on 1). In the raw-in put student, 2). The internal management or well organized school 3). The quality insurance. Last but not least, there is no innovative and creative teaching method to support new idea in the student’s mind.

Keywords: In-put, internal management and quality assurance.

A. Pendahuluan

Secara faktual, ummat Islam Indonesia memiliki sejumlah lembaga pendidikan Islam yang berdiri sejak pra-kemerdekaan (Dhofier: 1986, 18.) Lembaga-lembaga tersebut berupa pesantren maupun madrasah (Steenbrink: 1986, 23). Fakta menunjukkan bahwa lembaga-lembaga tersebut telah menunjukkan eksistensinya sejak pra-kemerdekaan dan berlanjut sampai era kemerdekaan dan sekarang. Seiring dengan perkembangan zaman, kedua lembaga pendidikan Islam telah mengalami pasang dan surut mengikuti irama perkembangan zaman. Dinamika lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan proses dialektis antara stimulus dan respon menghadapi tantangan zaman.

(2)

lembaga yang serupa sebenarnya sudah ada sejak pada masa Hindu-Buddha. Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada.

Lembaga ini merupakan sistim pendidikan yang hidup dalam masyarakat Jawa. Secara fiqh, pesantren sangat dekat dengan tradisi 4 (empat) mazhab terutama Imam Syafii, secara theology pesantren menganut aliran al-Asy’ari dan secara etika menganut al-Ghazali (Zuhri:

2011, 5). Sementara itu, madrasah lahir menjelang abad ke-20. Madrasah lahir mewarisi semangat pembaharuan yang bertemakan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah, menghilangkan taqlid serta khurafat dan bid’ah. Selain itu, madrasah lahir sebagai respon terhadap lahirnya pendididikan model persekolahan Barat yang diintrodusir oleh pemerintah Kolonial Belanda kepada bangsa Indonesia.(Zuhairini: 1986, 10).

Rouf (2016) kemudian menggambarkan perjalanan madrasah. pendidikan pesantren yang merupakan awalnya, bahkan bagi sistem pendidikan di Indonesia. Setelah era kolonialisme tiba di Indonesia, diperkenalkanlah pendidikan sekolah yang bercorak sekularistik, yaitu meminimalisasi muatan materi pendidikan agama di lembaga pendidikan. Akhirnya timbullah gagasan untuk memadukan pendidikan tradisional

Islam “pesantren” dengan pendidikan “sekolah” modern (produk

penjajah) yang menghasilkan lembaga pendidikan berupa madrasah. Dalam lembaga ini, materi pelajaran agama dan umum diajarkan sekaligus. Sehingga lulusannya nanti diharapkan tidak hanya mumpuni dalam ilmu agama, tetapi juga dapat mengisi kebutuhan sumber daya manusia dalam bidang-bidang umum lainnya seperti: fisika, kimia, matematika, sosiologi, antropologi, ekonomi, bahasa dan lain sebagainya. Daradjat kemudian menegaskan kebangkitan madrasah menjadi awal dari bentuk pelembagaan pendidikan Islam secara formal. (Maksum, 1999: vii)

(3)

“Mengapa madrasah tertinggal dibanding pendidikan persekolahan sementara keilmuan Islam kalah dengan persantren?” Tidak mudah

menjawab pertanyaan tersebut. Namun penjelasan berikut, setidaknya akan mengantar kepada pemahaman yang lebih baik terhadap problematika madrasah.

B. Problem Umum: Manajerial

Lembaga pendidikan Islam “Madrasah” mempunyai karakteristik yang menarik yang berbeda dengan sekolah umum. Dalam Rouf dari Daulay, (2016) sekolah adalah lembaga pendidikan yang menekankan inti pelajaran kepada pelajaran umum, bukan semata-mata pelajaran agama sebagaimana di pesantren dan madrasah. Fatoni (ibid.) menjelaskan bahwa madrasah secara harfiah artinya sama atau setara dengan sekolah atau school dalam bahasa Inggris. Madrasah kemudian memiliki konotasi spesifik, dimana anak (peserta didik) memperoleh pembelajaran agama.

Madrasah didirikan untuk memadukan keunggulan pesantren dan sekolah di samping untuk menghilangkan kelemahan di antara keduanya. Bisa dikatakan madrasah adalah sekolah yang plus, perpaduan antara sekolah yang banyak pelajaran umumnya dengan pesantren yang menekankan pelajaran agamanya. Namun sayang, saat ini madrasah masih dianggap masyarakat sebagai lembaga pendidikan nomor dua setelah Sekolah umum. Mengapa hal ini terjadi ? Karena mutu lulusannya yang sering kali di bawah mutu standar meskipun banyak madrasah yang berkualitas.

Para pakar pendidikan Islam menyimpulkan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) wilayah sumber masalah dalam madrasah: 1. Kecukupan dan kecakupan sarana prasarana pendukung pembelajaran serta standar pengelolannya, belum terpenuhi secara maksimal terutama madrasah swasta. 2. Tata kelola internal atau manajemen internal madrasah belum terlaksana dengan baik. 3. Relevansi, mutu dan daya saing madrasah belum memadai (Depdikbud: 1979, 32-36).

Dari sekian banyak masalah dapat kerucutkan pada kualitas sumber daya manusia dan manajemen internal yang belum baik. Lebih jauh dapat disampaikan bahwa kesadaran mutu pada sebagian besar madrasah sendiri baru menjadi jargon dalam tulisan dan pidato-pidato diberbagai forum. Dengan kata lain, kesadaran mutu belum terimplementasi dengan baik dalam kenyataan.

1. Manajemen berorientasi mutu atau sadar matu

(4)

penyelenggaraan pendidikan madrasah tidak cepat tanggap terhadap tuntutan zaman, maka madrasah akan ditinggalkan oleh masyarakat.

Untuk mengikuti perkembangan zaman, manajemen pendidikan perlu mengadakan perubahan yang intensif meliputi; visi dan misi yang realistic dan terukur, strategi pencapaian visi dan misi. Disusun renstra dan rencana operasional sebagai panduan penyusunan program kerja. Pencanangan visi dan misi serta strategi pencapaiannya diharapakan mengakomodasi aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Selain itu, madrasah harus mempertimbangkan kepentingan siswa sendiri yaitu kepemilikan ilmu, ketrampilan dan kepribadian sebagai bekal hidup di masa yang akan datang.

2. Dari Manajer menuju leader

Dalam pengelolaan manajemen pendidikan madrasah, agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan mampu memajukan madrasah, maka yang dibutuhkan bukan hanya seorang manajer yang baik dalam manajemen pendidikan, tetapi seorang leader sebagai pemimpin. Manajer adalah seorang yang bekerja sesuai prosedur dan hanya menciptakan keteraturan, ia bekerja menurut aturan-aturan yang berlaku tanpa visi ke depan, manajer hanya mampu memelihara sistem. Sementara leader atau pemimpin ialah seorang yang berani mengajak bawahannya keluar dari belenggu gagasan lama, mampu mengubah keteraturan itu untuk selangkah lebih maju, mengubah haluan dan melompat ke tingkat kedua. Ia selalu punya inisiatif dan visi untuk melangkah ke depan. Leader juga seorang yang mampu melakukan inovasi yakni berani melakukan pembaharuan, membongkar tradisi lama mengubah wajah suram menjadi bersinar.

C. Problematika Khusus: Strategi Pembelajaran

1. Memikul Dua Beban Sekaligus

Madrasah berasal dari kata ”darasa” yang artinya belajar. Kata

(5)

Selain itu, dijelaskan pula bahwa dalam prakteknya, madrasah di samping memberikan ilmu-ilmu agama Islam juga ilmu-ilmu umum; biologi, matematika, ekonomi, matematika dll. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Madrasah dalam pengertian ini dipahami masyarakat sebagai tempat khusus belajar ilmu-ilmu agama dan keagamaan Islam.

2.Kelengkapan Sarana dan Prasarana Pembelajaran

Salah satu penyakit lama yang selalu ada pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah kecukupan dan kecakupan sarana prasarana. Bagaimana kecukupan dan kecakupan sarana-prasarana madrasah ? Dapat dikatakan bahwa pada bidang ini, khusunya pada madrasah swasta masih memprihatinkan. Delapan standar pengelolaan pendidikan, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan; laboratorium ; IPA, Bahasa Asing, Penguatan Bisnis. Sejauh ini belum ada lembaga madrasah yang bekerja sama dengan dunia usaha untuk membiayai pendidikannya. Masih jarang sekali pengusaha muslim yang bersedia menyumbangkan kekayaannya demi memajukan pendidikan Islam di tanah air. Sejauh data yang ada, hanya ada beberapa pengusaha menyumbangkan sebagian kekayaannya untuk madrasah: Arifin Panigoro, Bakrie serta Jusuf Kalla yang menyumbangkan sebagian kekayaanya untuk pendidikan. (Tempo: 2010,64-65) Pengusaha minyak Arifin Panigoro menyumbangkan kekayannya pada Universitas al-Azhar Jakarta. Sedangkan Keluarga Bakrie mengalokasikan sebagian kekayaannya untuk membangun Universitas Bakrie, sebuah kampus yang ingin mencetak entrepreneur pribumi. Adapun Jusuf Kalla di kampung halamannya Makasar sebagaimana diulas Majalah Gatra, ternyata sudah memiliki lembaga pendidikan Islam bertaraf Internasional (Gatra: 2009, 109). Sekolah Atirah menerapkan standar internasional dengan tambahan materi pendidikan agama secara signifikan. Menggabungkan tiga pilar: ilmu, akhlak dan sains. Biaya pendidikan ditekan agar tetap terjangkau oleh masyarakat.

3.Sumber Daya Manusia (SDM) Pendukung Pembelajaran

Secara umum sumber daya manusia yang dimiliki lembaga pendidikan Islam dapat dikatakan kurang standar ; tak memiliki etos kerja yang baik, tidak amanah, tak disiplin, asal-asalan mengajar dan hampir tidak ada inovasi dalam pembelajaran, tak memperbaharui ilmu atau membaca buku-buku. Secara teoritis, problem-problem semacam ini

(6)

secara permanen. Setiap tahun juga harus ada evaluasi secaa periodik bagi tenaga pendidikan maupun kependikan di madrasah.

4. Penjaminan Mutu Pembelajaran

Ditengarai sejumlah pihak bahwa madrasah kurang bermutu dalam banyak aspek, karena tidak adanya lembaga penjaminan mutu. Kalaupun ada lembaga penjaminan mutu, implementasinya belum berjalan dengan lancar dan optimal. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa implementasi kebijakan mutu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini diperlukan komitmen pada semua stakeholder untuk dapat menjalankan penjeminan mutu. Pada tingkat ide, semua pihak pada garis yang sama menyetujui bahwa madrasah harus bermutu pada semua aspek. Tetapi pada pelaksanannya, membutuhkan kesabaran dan ketekunan agar mutu yang dicita-citakan dapat terwujud.

Untuk mengatasi rendahnya mutu madrasah, lembaga pendidika tersebut hendaknya harus memiliki unit khusus aspek perencanaan; pembelajaran, perpustakaan, laboratorium bahasa asing, keuangan, auditor independen, dan sistem administrasi yang rapi. Lembaga penjaminan mutu dalam perencaannya berbasis pada data. Dengan terimplementasinya kebijakan mutu, banyak masalah madrasah akan teratasi.

5. Model Pembelajaran konvensional; tak membangun visi

Banyak data yang menunjukkan bahwa pembelajaran di madrasah bersifat konvensional. Yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah pembelajaran bergaya bank. Peserta didik ibarat botol kosong yang diisi dengan ilmu. Gaya mengajar tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:1. Guru mengajar, siswa belajar 2. Guru subjek, siswa objek, 3. Pembelajaran bersifat satu arah. Dengan kata lain, pembelajaran tersebut berpusat pada guru. Yang lebih penting dari itu adalah pembelajarannya tidak inspiratif. Hal ini artinya, guru mengajar tidak membangun visi dan misi peserta didik. Guru mengajar mentransfer ilmu peserta didik diminta mengingat pendapat para ahli. Jadi arah pembelajaran yang terjadi selama ini menuju penguasaan materi pelajaran. Pada hal, sekolah yg penting bisa memberi inspirasi siswa dan membangun visi membangun masa depan peserta didik. Bukan menguasai materi. Adapun ciri pembelajaran visioner adalah membangun rasa ingin tahu pesert didik, menumbuhkan keberanian peserta didik mengambil keputusan dan mengambil resiko.

D. Kesimpulan

(7)

(SDM) Pendukung Pembelajaran dapat dikatakan kurang standar ; tak memiliki etos kerja yang baik, tidak amanah, tak disiplin, asal-asalan mengajar dan hampir tidak ada inovasi dalam pembelajaran, tak memperbaharui ilmu atau membaca buku-buku. 3. Penjaminan Mutu Pembelajaran belum berjalan optimal. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa implementasi kebijakan mutu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini diperlukan komitmen pada semua stakeholder untuk dapat menjalankan penjeminan mutu. Pada tingkat ide, semua pihak pada garis yang sama menyetujui bahwa madrasah harus bermutu pada semua aspek. Tetapi pada pelaksanannya, membutuhkan kesabaran dan ketekunan agar mutu yang dicita-citakan dapat terwujud. 4. Model Pembelajaran konvensional; tak membangun visi. Banyak data yang menunjukkan bahwa pembelajaran madrasah bersifat konvensional. Yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah pembelajaran bergaya bank. Peserta didik ibarat botol kosong yang diisi dengan ilmu. Gaya mengajar tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Guru mengajar, siswa belajar 2. Guru subjek, siswa objek, 3. Pembelajaran bersifat satu arah. Dengan kata lain, pembelajaran tersebut berpusat pada guru. Yang lebih penting dari itu adalah pembelajarannya tidak inspiratif. Hal ini artinya, guru mengajar tidak membangun visi dan misi peserta didik. Guru mengajar mentransfer ilmu peserta didik diminta mengingat pendapat para ahli. Jadi arah pembelajaran yang terjadi selama ini menuju penguasaan materi pelajaran. Pada hal, sekolah yg penting bisa memberi inspirasi siswa dan membangun visi membangun masa depan peserta didik. Bukan menguasai materi. Adapun ciri pembelajaran visioner adalah membangun rasa ingin tahu peserta didik, menumbuhkan keberanian peserta didik mengambil keputusan dan mengambil resiko.

Bibliography

Abdurrahman Wahid. Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren, cet.3. Yogyakarta: LKiS, 2010.

Ahmad Muhibbin Zuhri. Pemikiran KH.M. Hasyim Asy’ari. Surabaya: KHLS.

Amien Rais. Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia,

Yogyakarta: PPSK Press, 2008.

Direktorat Pendidikan Madrasah. Pengertian dan Karakteristik Madrasah, Jakarta: Kemenag RI, 2015.

Karel A. Steenbrink. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen. Jakarta: LP3ES, 1986.

Kemenag RI, Data Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia,

Jakarta: Kemenag RI, 2012.

(8)

Majalah Tempo. Edisi Khusus Pendidikan: Mencetak Pebisnis Berkelas

Internasional.” Edisi 25 April 2010

Maksum. Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, Cet. 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Muhammad Rouf. ”Memahami Tipologi Pesantren dan Madrasah, sebagai Lembaga Pendidikan Islam Indonesia”. Tadarus, Vol 5, No 1 (2016), h. 68-92

Taufik Nugroho, ”Institusi Pendidikan Islam di Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Zaman, Lembaga Madrasah pada Era Orde Baru, Tinjauan Sosio Historis, Jurnal Ulumuddin Vol. 6 no. 1, 2016, h. 33-41.

Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pengajaran Di Sekolah.

Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pengajaran Di Sekolah.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

ZamahsyariDhofier. TradisiPesantren. Jakarta: LP3ES, 1983.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian banyak terjadi perubahan nilai keislaman di klenteng Sam Poo Kong yaitu dari segi bangunan, namun dari segi religi klenteng Sam Poo

Walaupun tawaran pendekatan Kuntowijoyo tidak lekang dari kritikan para sarjana akan proyek Islamisasi ilmu pengetahuan secara umum seperti disinggung di atas, dan dalam hal

Dan dalam hukum waris Islam, anak tiri bisa mendapatkan harta warisan dari perkawinan ayah atau ibu kandung-nya yang baru (keluarganya yang baru) dengan cara Qiyas

Dalam proses produksi tersebut diharapkan sistem informasi yang diajukan dapat menunjang perencanaan pengadaan material bagi proyek perusahaan. Dalam perencanaan ini

Artikel ini memiliki perbedaan dari artikel-artikel sebelumnya seperti halnya artikel yang dibuat oleh Abdulloh yang membahas tentang Kewenangan Notaris Dalam

Selanjutnya, alasan yang kedua adalah pengetahuan akan keberagaman yang terdapat pada individu (subyek penelitian) tadi membuat peneliti tersadar akan pentingnya

Peningkatan dalam penelitian ini dibatasi pada pengertian perubahan hasil belajar siswa saat sebelum dan sesudah pembelajaran yang melibatkan keterampilan metakognitif

Andiri Mata Oleo itu seorang gadis yang sejak bayi diangkat anak oleh raksasa perempuan. Gadis itu tidak menyadari bahwa dia selalu hadir dalam mimpi-mimpi seorang pemuda