BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Peranan lembaga perbankan sangat besar dalam kehidupan manusia saat ini. Perbankan
memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran,
pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan sehingga diperlukan
perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (Booklet Perbankan Indonesia
2008). Peranan lembaga perbankan yang sangat besar menjadikan perbankan menjadi lembaga yang
sangat penting dan mendapat perhatian lebih. Perbankan menjadi salah satu indikator kemajuan
perekonomian di suatu negara. Jika keadaan perbankan tidak stabil ataupun menurun, hal ini akan
memberi pengaruh yang sangat besar terhadap keadaaan perekonomian suatu negara. Perekonomian
yang tidak stabil juga akan berdampak ke berbagai sektor kehidupan masyarakat di negara itu.
Perkembangan di sektor perbankan yang pesat juga menimbulkan berbagai tantangan di
dalamnya. Hal ini menjadikan sektor perbankan begitu kompleks dan beresiko besar. Industri
perbankan yang kompleks memberikan resiko yang besar terhadap usaha bank di seluruh dunia
termasuk bank – bank di Indonesia sehingga pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam
rangka menyehatkan perbankan nasional. Menurut data Bank Indonesia dan BPPN kebijakan yang
dikeluarkan antara lain sebanyak 71 bank ditutup dan 20 bank dimerger sehingga jumlah bank
berkurang dari 238 bank pada Oktober 1997 menjadi 159 bank di akhir tahun 2001. Krisis ekonomi
yang pernah melanda Indonesia bersumber dari lemahnya kinerja perbankan. Menurut Mubarokah
(2007) menyatakan bahwa
besar yang bukan hanya bagi industri perbankan secara umum, tetapi juga bagi Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasnya.
Permasalahan perbankan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh peningkatan suku bunga
Sertifikat Bank, Indonesia (SBI), depresiasi rupiah sehingga tingkat kredit bermasalah meningkat.
Selain masalah di atas, faktor internal seperti lemahnya kondisi internal bank juga memberi andil.
Kondisi internal seperti lemahnya kinerja manajemen, modal yang tidak mampu menutupi resiko,
dan pemberian kredit kepada grup atau kelompok usaha yang tidak sesuai aturan menjadi penyebab
kinerja sebuah bank menurun. Faktor eksternal seperti krisis ekonomi global sejak 2008 masih
menyebabkan kondisi pasar keuangan global menjadi lebih rapuh.
Kinerja bank yang baik sangat diperlukan untuk menimbulkan kepercayaan masyarakat
terhadap bank itu sendiri. Kinerja yang baik menjadi modal utama bank untuk tetap tumbuh dan
berkembang. Kinerja bank yang baik ditandai dengan kesehatan bank yang baik pula. Penurunan
kinerja bank mengakibatkan kepercayaan masyarakat menurun. Menurut PSAK 31 salah satu
pengertian bank adalah bank merupakan industri yang dalam kegiatan usaha mengandalkan
kepercayaan masyarakat sehingga tingkat kesehatan bank perlu dipelihara. Kegiatan utama Bank
yaitu menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan melakukan
jasa-jasa lain dibidang perbankan. Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial
intermediary), yaitu perantara antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak-pihak yang membutuhkan dana. Oleh karena itu bank harus mampu menjaga kepercayaan
masyarakat dengan menjamin kinerja tingkat likuiditas, beroperasi secara efektif dan efisien untuk
mencapai profitabilitas yang tinggi.
Penilaian terhadap kinerja suatu bank tertentu dapat dilakukan dengan
melakukan analisis terhadap laporan keuangannya. Laporan keuangan yang diterbitkan diharapkan
mencerminkan kinerja bank yang sebenarnya. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:
menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Bank Indonesia ini, yang terdiri dari: (1)Laporan Tahunan; (2)Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan; (3)Laporan Keuangan Publikasi Bulanan; dan (4)Laporan Keuangan Konsolidasi.
Laporan keuangan bank berupa neraca memberikan informasi kepada pihak di luar bank, misalnya
bank sentral, masyarakat umum dan investor. Informasi yang diberikan mengenai gambaran posisi
keuangannya, yang lebih jauh dapat digunakan pihak eksternal untuk menilai besarnya resiko yang
ada pada suatu bank. Laporan laba rugi memberikan gambaran mengenai perkembangan usaha bank
yang bersangkutan maupun industri perbankan secara keseluruhan. Hasil analisis laporan keuangan
akan membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat
memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa yang akan
datang (Etty M. Nasser dan Titik Aryati,2000).
Bank yang memiliki tingkat kesehatan yang baik dapat dikatakan memiliki kinerja yang
baik pula. Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan
baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku sehingga tidak akan
merugikan masyarakat yang memakai jasa perbankan. Menurut Totok Budisantoso dan Sigit
Triandaru (2006) ‛‛Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Indonesia mencakup
berbagai aspek dalam kegiatan bank, mulai dari penghimpunan dana sampai dengan penggunaan
dan penyaluran dana’’.
Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim
menjadi dasar penilaian tingkat kesehatan (Etty M. Nasser dan Titik Aryati,2000). Bank yang
memiliki tingkat kesehatan yang baik dapat dikatakan telah mencapai tingkat efisiensi yang baik,
dalam arti telah memanfaatkan, mengelola dan mencapai kinerja secara optimal dengan
berlaku. Kesehatan yang baik mencerminkan kinerja yang baik pula menyebabkan pemodal percaya
dan akan menanamkan dananya pada bank tersebut.
Untuk menilai kinerja perusahaan perbankan umumnya digunakan proksi rasio keuangan.
Hal ini menunjukkan bahwa proksi rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan
bank. Untuk menilai kinerja keuangan perbankan umumnya digunakan lima aspek penilaian yaitu
CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Rasio CAMEL tidak hanya sebagai
pengukur tingkat kesehatan bank, namun juga sebagai indikator penyusunan peringkat dan prediksi
kebangkrutan bank tersebut. Penilaian kesehatan bank meliputi 4 kriteria yaitu nilai kredit 81 s/d
100 (sehat), nilai kredit 66 s/d 81 (cukup sehat), nilai kredit 51 s/d 66 (kurang sehat), dan nilai
kredit 0 s/d 51 (tidak sehat).
Empat dari lima aspek tersebut masing-masing capital, assets, management, earning,
liquidity dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan cara
mengkualifikasikan beberapa komponen dari masing-masing faktor. Hal ini menunjukkan bahwa
rasio keuangan bermanfaat dalam menilai kondisi keuangan perusahaan perbankan. Kondisi
keuangan perusahaan perbankan sedikit berbeda dengan rasio keuangan-keuangan sejenis
perusahaan lainnya. Hal ini ditunjukan oleh dalam Standar Akuntansi Keuangan Perbankan yang
diatur khusus dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 (IAI, 1995). Laporan
keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan suatu bentuk komunikasi dari manajemen
kepada para owner. Dari laporan keuangan tersebut owner dapat menilai kinerja dari manajemen
keuangan.
Penelitian ini menerapkan rasio- rasio keuangan yang umum digunakan untuk mengukur
kinerja keuangan bank. Penelitian rasio keuangan baik secara individu maupun secara construct
untuk menilai kinerja dan pengujian kekuatan hubungan rasio keuangan dengan kinerja keuangan
yang lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Penelitian ini tidak mencantumkan unsur
manajemen suatu bank karena hal ini tidak bisa dilihat dari luar. Untuk mengkur kinerja bank dapat
dilihat dari profitabilitasnya yaitu Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE). ROE
digunakan untuk perusahaan pada umumnya dan ROA digunakan untuk sektor perbankan. Return
On Asset (ROA) memfokuskan kepada kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam
operasi perusahaan sedangkan Return On Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari
investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002). Alasan dipilihnya Return On
Assets (ROA) sebagai variabel dependen karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA
merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total assets. Semakin besar ROA menunjukkan
kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar.
Variabel independen dalam penelitian ini diambil dari beberapa kriteria penilaian kinerja
perbankan yang diterapkan oleh Bank Indonesia yaitu aspek capital meliputi CAR, aspek asset
meliputi NPL, aspek earning meliputi NIM, dan BOPO, sedangkan aspek liquidity meliputi LDR
dan GWM. Alasannya adalah karena penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini
secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning
dan Liquidity). Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu
bank. Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio keuangan yang berkaitan dengan permodalan
perbankan dimana besarnya modal suatu bank akan berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu
bank secara efisien menjalankan kegiatannya. Jika modal yang dimiliki oleh bank tersebut mampu
menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, maka bank dapat mengelola seluruh
kegiatannya secara efisien sehingga Capital Adequacy Ratio (CAR) mempunyai pengaruh terhadap
kinerja bank. Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio keuangan yang bekaitan dengan risiko
sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan bank kepada debitur. Non
Performing Loan adalah perbandingan antara total kredit bermasalah dengan total kredit yang di
berikan kepada debitur. Bank dikatakan mempunyai NPL yang tinggi jika banyaknya kredit yang
bermasalah lebih besar daripada jumlah kredit yang diberikan kepada debitur. Apabila suatu bank
mempunyai NPL yang tinggi, maka akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva
produktif maupun biaya lainnya, dengan kata lain semakin tinggi NPL suatu bank, maka hal
tersebut akan mengganggu kinerja bank tersebut. Net Interest Margin (NIM) mencerminkan resiko
pasar yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar, dimana hal tersebut dapat merugikan
bank. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga
yang diukur dari selisih antar suku bunga pendanaan (funding) dengan suku bunga pinjaman yang
diberikan (lending) atau dalam bentuk absolut adalah selisih antara total biaya bunga pendanaan
dengan total biaya bunga pinjaman dimana dalam istilah perbankan disebut Net Interest Margin
(NIM) (Mawardi, 2005). Besarnya NIM akan mempengaruhi laba-rugi Bank yang pada akhirnya
mempengaruhi kinerja bank tersebut. Menurut ketentuan Bank Indonesia, BOPO merupakan
perbandingan antara total biaya operasi dengan total pendapatan operasi. Efisiensi operasi dilakukan
oleh bank dalam rangka untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan
dengan usaha pokok bank, dilakukan dengan benar (sesuai dengan harapan pihak manajemen dan
pemegang saham) serta digunakan untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua
faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna (Mawardi, 2005). Dengan demikian
efisiensi operasi suatu bank yang diproksikan dengan rasio BOPO akan mempengaruhi kinerja bank
tersebut. Sementara Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang mengukur kemampuan
bank untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi sehingga semakin tinggi LDR maka laba
bank semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan
besar-kecilnya rasio LDR suatu bank akan mempengaruhi kinerja bank tersebut. GWM (Giro Wajib
Minimum) adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan
oleh Bank Indonesia sebesar Persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga Bank / DPK (merupakan
kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing). GWM
milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak buruk dari sistem perbankan
dan perekonomian. Dalam perhitungan GWM, DPK berpedoman kepada laporan DPK dalam
Rupiah dan Valuta Asing pada Laporan Berkala Bank Publik.
Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila
suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank
tersebut akan mengalami kesulitan. Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas
(meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva
produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat
dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Alasan dipilihnya industri perbankan dalam hal
ini bank publik karena kegiatan bank sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di
sektor riil. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidek bekerja
dengan baik.
Mengingat pentingnya penilaian tingkat kinerja perusahaan bank publik untuk menentukan
kebijakan-kebijakan guna mempertahankan kelangsungan operasional bank – bank publik dalam
menghadapi persaingan sesama jenis usaha, maka penulis mengambil penelitian dengan judul
“Analisis Pengaruh Rasio – Rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Publik Yang Terdaftar Di BEI”.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap kinerja bank publik yang
diukur dengan Return On Asset (ROA)?
2. Bagaimana pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap kinerja bank publik yang
diukur dengan Return On Asset (ROA) ?
3. Bagaimana pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap kinerja bank publik yang
diukur dengan Return On Asset (ROA) ?
4. Bagaimana pengaruh Biaya operasional/pendapatan operasional (BOPO) terhadap
kinerja bank publik yang diukur Return On Asset (ROA) ?
5. Bagaimana pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap kinerja bank publik yang
diukur Return On Asset (ROA) ?
6. Bagaimana pengaruh Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap kinerja bank publik yang
diukur Return On Asset (ROA) ?
7. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Net
Interest Margin (NIM), Biaya operasional/pendapatan operasional (BOPO), Loan to
Deposit Ratio (LDR), Giro Wajib Minimum (GWM) secara bersama-sama terhadap
kinerja bank publik yang diukur Return On Asset (ROA)?
1.3Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap kinerja bank publik
2. Untuk menganalisis pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap kinerja bank publik
yang diukur dengan Return On Asset (ROA).
3. Untuk menganalisis pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap kinerja bank publik yang
diukur dengan Return On Asset (ROA).
4. Untuk menganalisis pengaruh biaya operasional/pendapatan operasional(BO/PO) terhadap
kinerja bank publik yang diukur Return On Asset (ROA).
5. Untuk menganalisis pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap kinerja bank publik
yang diukur Return On Asset (ROA).
6. Untuk menganalisis pengaruh Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap kinerja bank publik
yang diukur Return On Asset (ROA).
7. Untuk menganalisis pengaruh pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing
Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM), Biaya operasional/pendapatan operasional
(BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), Giro Wajib Minimum (GWM) secara bersama-sama
terhadap kinerja bank publik yang diukur Return On Asset (ROA).
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Bagi analis internal bank
Hasil penelitian untuk membantu manajemen membuat evaluasi tentang kinerja
keuangan bank.
2. Bagi investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu dan bahan
3. Bagi akademis
Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan sebagai referensi dalam
penelitian-penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris mengenai pengaruh