BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia. luas
wilayah lautnya mencapai 5,8 juta , sedangkan panjang garis pantainya 81.000
km merupakan ke dua terpanjang di dunia setelah kanada. Jumlah pulau, baik besar
dan kecil sebanyak 17.504 buah. Secara geografi letak kepulauan Indonesia sangat
strategis yang diapit oleh dua samudera besar (samudra Hindia dan samudra pasifik)
berada di daerah khatulistiwa telah menjadikan Indonesia sebagai Negara yang sangat
kaya sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa sehingga
dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari
industri bioteknologi, yakni untuk industry farmasi, komestika, dan bioenergi (Basri,
2007:5).
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang
memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam
penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan kerja.
Bila sektor perikanan dikelola secara serius, maka akan memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dapat mengentaskan
kemiskinan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat nelayan dan petani ikan.
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia yang sebenarnya
menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat ini pada kenyataannya kontradiktif dengan
kondisi nelayan Indonesia yang belum beranjak dari perangkap kemiskinan (sumber :
www.jurnalmaritim.com, diakses pada tanggal 25 Juni 2015). Kondisi seperti ini
menggambarkan bahwa potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia
sebenarnya melimpah tetapi hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan secara
optimal dan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan
bangsa secara keseluruhan. Untuk itu perlu dilakukan upaya pengembangan
pengelolaan kemitraan antara pemerintah dan nelayan lokal, yaitu masyarakat pesisir
pantai sebagai ujung tombak industri kelautan dan perikanan.
Dengan potensi sumberdaya kelautan yang demikian besar, kesejahteraan
nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 70
persen (sumber: Net.tv tanggal 4 april 2015) penduduk miskin di Indonesia berada di
daerah pesisir dan pedesaan. Dari survey di lapangan ditunjukkan bahwa upah
rata-rata yang diterima seorang buruh nelayan hanya sebesar Rp.2.000.000 ,- per
bulannya (interview dengan Bapak Thamsari pada tanggal 3 Mei 2015) . Jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan upah nominal seorang buruh bangunan biasa
sampai Rp. 3.000.000,- per bulan (interview dengan Bapak Junaidi pada tanggal 3
Mei 2015). Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara
kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Produksi perikanan di Sumatera Utara tahun 2012 meningkat 13%
sebesar 628.431 ton (sumber : Analisis dan data pokok Kelautan dan perikanan
provinsi 2012). Begitu juga dengan kabupaten Deli Serdang, dimana berdasarkan
BPS Deli Serdang tahun 2012 menunjukan bahwa tingkat produksi perikanan dan
penangkapan juga meningkat mencapai 20721,48 ton dibandingkan dengan tahun
2011 mencapai 20561,42 ton. Namun hal ini bertolak belakang dengan data yang di
dapatkan peneliti di lapangan, bahwa sekitar 70% masyarakat Kecamatan Pantai Labu
berprofesi sebagai nelayan akan tetapi sekitar 60% nya masih dibawah garis sejahtera
(interview dengan Bapak Camat Pantai Labu pada tanggal 10 Juni 2015). Hal ini
sangat terbanding terbalik dengan tingkat produksi Sumatera Utara dan Kabupaten
Deli Serdang yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, jumlah nelayan miskin di
Indonesia sekarang mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk
miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang. Potret nelayan tradisional
Indonesia, sebagian besar masih menggunakan teknologi kapal kecil dan sederhana,
aktivitasnya di pantai-pantai laut dangkal, bermodal kecil, pengolahan pasca tangkap
yang sederhana, serta manajemen pengolahan yang tradisional. Akibatnya, rata rata
produktivitas dan pendapatan nelayan tradisional relatif rendah, di samping
penangkapan di laut dangkal sudah berlebihan (sumber: www.jawapos.com diakses
pada 5 April 2015).
Beberapa sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dimanfaatkan secara
berlebihan. Sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 63,49% dari total
ikan telah mengalami kondisi tangkap lebih (sumber : jurnal potensi, produksi
sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia dan permasalahannya, 2014 : 8) . Selain
itu, penangkapan ikan secara ilegal juga banyak terjadi di perairan Indonesia
khususnya Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Penangkapan ikan
secara illegal ini sangat merugikan nelayan tradisional, gimana tidak merugikan jika
para oknum penangkapan ikan secara ilegal selalu menggunakan pukat-pukat atau
jaring-jaring yang dapat merusak lingkungan laut. Biasanya para penangkapan ikan
secara ilegal ini akan mengambil ikan di daerah laut yang tidak terjangkau oleh
nelayan tradisional. Sehingga membuat pendapatan nelayan tradisional menjadi
berkurang karena ikan yang berada pada kawasan mereka sudah semakin sedikit
akibat kelakukan para oknum penangkapan ikan secara ilegal.
Dengan demikian, pengawasan di bidang perikanan mutlak diperlukan agar
sumber daya perikanan yang kita miliki tidak terus dijarah oleh anasir asing dan dapat
terjaga kelestariannya. Hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 58 Tahun 2001 tentang tata cara pelaksanaan sistem pengawasan
masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan
perikanan, memberikan rambu-rambu teknis dalam pembentukan POKMASWAS
sebagai bagian dari system pengawasan. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang perlindungan
nelayan.
Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) yang merupakan sebuah
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang menyadari bahwa dengan
wilayah maritim yang sedemikian luas dan pulau-pulau yang sedemikian banyak,
diperlukan peran serta masyarakat untuk melindungi perairan nusantara sebagai aset
bangsa. Kelompok masyarakat pengawas ini tidak hanya mengawasi penangkapan
ikan, akan tetapi juga ikut dalam pelestarian lingkungan. Sejak dilembagakan sebagai
bagian dari system pengawasan sampai saat ini terdapat 2.195 POKMASWAS di
seluruh wilayah Indonesia. Dimana kementrian kelautan dan perikanan (KKP) akan
terus meningkatkan peran POKMASWAS di beberapa wilayah yang terjadinya
penangkapan ikan secara illegal dan kegiatan yang merusak lingkungan (sumber :
www.djpsdkp.kkp.go.id, diakses pda tanggal 27 Juni 2015)
Peneliti juga sempat berbincang-bincang oleh Bapak Thamsari (interview
tanggal 18 Maret 2015) yang sekarang menjabat sebagai koordinator lapangan
nelayan di Kabupaten Deli Serdang. Beliau mengatakan bahwa “POKMASWAS
dibentuk karena adanya permasalahan di darat dan di laut tentang pengelolaan dan
penangkapan ikan. Kelompok POKMASWAS ini sebenarnya sudah dibentuk dari 10
tahun yang lalu dan baru terlaksana sekitar 6-7 tahun di Kecamatan Pantai Labu.
Kegiatan yang dilakukan di laut hanya sebatas memantau dan melaporkan hasil
temuan yang salah guna, misalnya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan seperti: katrol dan pukat gandeng. Untuk kegiatan di daratnya
POKMASWAS mengawasi pabrik-pabrik yang membuang limbah sembarangan
yang mengakibatkan polusi di air dan dapat menyebabkan ikan-ikan mati, selain itu
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik meneliti bagaimana kelompok
masyarakat pengawas (POKMASWAS) menjalani tugas dan kewajibannya dalam
mengawasi penangkapan ikan dan ikut dalam pelestarian lingkungan di wilayah
pesisir dan pantai dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai.
1.2 Fokus Masalah
Berangkat dari kasus di atas, untuk menjamin kelancaran penelitian dan
mendapatkan hasil penelitian yang mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada
peranan kelompok masyarakat pengawas dalam memberdayakan masyarakat pesisir
dan pantai. Kasus yang diangkat oleh peneliti adalah peranan kelompok masyarakat
pengawas dalam mengawasi dan membina masyarakat pesisir dan pantai dalam
penangkapan ikan dan pelestarian lingkungan biota laut di Kecamatan Pantai Labu.
1.3Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang dan fokus masalah, maka penelitian ini menjadi
menarik dan tergolong baru. Secara logika, dapat dirumuskan pertanyaan
permasalahan penelitan sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan kelompok masyarakat pengawas dalam pemberdayaan
masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu?
2. Bagaimana terbentuknya kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS)?
3. Bagaimana pemeberdayaan masayarakat pesisir dan pantai di Kecamatan
4. Apa hubungan pokmaswas dengan pemberdayaan masyarakat pesisir dan
pantai di Kecamatan Pantai Labu?
5. Sejauh mana keikutsertaan kelompok masyarakat pengawas dalam
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai?
1.4Tujuan
Setiap penelitian dalam bidang dan format apapun tentu memiliki capaian yang
hendak dihasilkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan diawal. Demikian pula
penelitian ini, adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu:
1. Untuk mengetahui peranan kelompok masyarakat pengawas dalam
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu.
2. Untuk mengetahui terbentuknya kelompok masyarakat pengawas
(POKMASWAS).
3. Untuk mengetahui pemeberdayaan masayarakat pesisir dan pantai di
Kecamatan Pantai Labu.
4. Untuk mengetahui hubungan antara POKMASWAS dengan pemberdayaan
masyarakat pesisir dan pantai di Kecamatan Pantai Labu.
5. Untuk melihat seberapa jauh keterlibatan atau keikutsertaan pokmaswas
1.5Manfaat
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan member manfaat :
1. Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam
menyusun berbagai kajian literature untuk menjadikan suatu wacana baru
dalam memperkaya khazanah kepustakaan pendidikan.
2. Secara praktis. Sebagai Dalam hal ini memberikan data dan informasi yang
berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius
mengamati implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir dan
pantai.
3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik
secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan departemen Ilmu
Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk
mengeksplorasi kembali kajian tentang pelaksanaan kebijakan pemerintah